Mengapa Darwinisme Bertentangan Dengan Al Qur’an (7)


darwinMengapa Darwinisme Bertentangan Dengan Al Qur’an (7)

Harun Yahya

Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dengan benar. Dan benarlah perkataan-Nya di waktu Dia mengatakan: “Jadilah, lalu terjadilah”, dan di tangan-Nya-lah segala kekuasaan di waktu sangkakala ditiup. Dia mengetahui yang ghaib dan yang nampak. Dan Dialah yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui. (QS. Al An’aam, 6: 73)

Keliru Jika Mengira Charles Darwin Taat Beragama

Sebagian besar kaum beragama yang mendukung teori evolusi berpendapat bahwa Charles Darwin taat beragama. Akan tetapi, sungguh mereka keliru, karena di masa hidupnya Charles Darwin mengungkapkan pandangan buruknya tentang Tuhan dan agama.

Darwin memang percaya kepada Tuhan semasa mudanya, namun perlahan imannya menipis dan digantikan oleh paham ateisme di saat usianya setengah baya. Akan tetapi, tidak ia umumkan fakta ini, karena tidak ingin memancing tentangan, khususnya dari istrinya yang taat, maupun dari kerabat dekat dan lembaga agama.

Dalam bukunya Darwin and the Darwinian Revolution, ahli sejarah Darwinis Gertrude Himmelfarb menulis: “Karena itu, gambaran menyeluruh tentang keingkaran Darwin [akan keberadaanTuhan] tidak dapat diketahui pada karya maupun riwayat hidupnya yang diterbitkan, namun terlihat hanya dalam versi asli riwayat hidup tersebut.”21

Buku Himmelfarb juga mengungkapkan bahwa ketika putra Darwin, Francis, hendak menerbitkan bukunya The Life and Letters of Charles Darwin, istri Darwin, Emma, menentang sengit rencana itu, dan tidak hendak memberikan izin, takut surat-surat itu menimbulkan heboh setelah kematian Darwin. Emma memperingatkan puteranya untuk membuang bagian-bagian yang langsung mengacu ke paham tak bertuhan (ateisme). Seluruh keluarga khawatir bahwa pernyataan seperti itu akan menghancurkan nama harum Darwin  22

Menurut ahli biologi Ernst Mayr, pendiri neo-Darwinisme; “Jelas bahwa Darwin  kehilangan imannya di tahun 1836-1839, sebagian besar nyata-nyata sebelum membaca Malthus. Agar tidak melukai perasaan teman-teman dan istrinya, Darwin sering menggunakan bahasa ilahiah dalam buku-bukunya, namun banyak bagian dalam buku catatannya yang menandakan, saat itu ia telah menjadi seorang ‘materialis’. 23

Darwin selalu memerhatikan tanggapan keluarganya, dan sepanjang hidupnya berhati-hati menyembunyikan gagasannya tentang agama. Ia bertindak demikian, menurut kata-katanya sendiri, karena : Beberapa tahun silam aku sungguh-sungguh dinasehati oleh seorang kawan agar jangan pernah memasukkan apa-apa tentang agama dalam tulisan-tulisanku jika ingin memajukan ilmu pengetahuan di Inggris; dan nasehat ini mendorongku untuk tidak mempertimbangkan pembahasan yang terkait dengan kedua hal itu. Jika sebelumnya kutahu bahwa dunia akan menjadi sedemikian bebas, mungkin seharusnya aku bertindak lain. 24

Sebagaimana bisa kita lihat dari kalimat terakhir, jika sudah merasa yakin ia tidak akan memancing tentangan, Darwin tidak akan sedemikian berhati-hati. Ketika Karl Marx (1818-1883) mengusulkan untuk mempersembahkan Das Kapital kepadanya, tegas Darwin menolak penghormatan itu dengan alasan beberapa anggota keluarganya akan merasa sakit hati jika ia dikaitkan dengan buku ateistis semacam itu 25

Akan tetapi, kita masih bisa mengetahui sikap Darwin terhadap pokok dan kepercayaan ruhani dan agama, dalam kata-kata kepada sepupunya ini: “Kupikir semua perasaan manusia dapat ditelusuri sampai ke benihnya pada hewan.” 26

Darwin juga menentang pengajaran agama kepada anak-anak karena keyakinannya bahwa mereka harus dibebaskan dari keyakinan agama 27

Pandangan anti-agama ini menurun ke kaum evolusionis masa kini seolah-olah sejenis warisan. Sama seperti Darwin ingin anak-anak belajar tentang Tuhan selagi bersekolah, para evolusionis mutakhir menentang mati-matian pengajaran tentang penciptaan di sekolah-sekolah. Mereka giat berusaha di seluruh dunia agar penciptaan dikeluarkan dari kurikulum pendidikan

Paham Tak Bertuhan Yang Dianut Darwin Dan Upaya Menyembunyikannya

Darwin membuat pernyataan berikut tentang ketiadaan imannya, “pengingkaran [kepada Tuhan] merayapi diriku dengan pelan-pelan sekali, tetapi pada akhirnya menjadi sempurna …” 28

Buku yang sama menggambarkan, bagaimana ayah Darwin mengajaknya bicara secara diam-diam saat ia akan melangsungkan pernikahan, dan menyarankan agar Darwin  menyembunyikan keraguan imannya dari istrinya. Akan tetapi, sejak semula Emma sadar akan iman Darwin yang terus menipis. Ketika buku Darwin Descent of Man diterbitkan, Emma mengakui kepada putrinya tentang pandangan anti-agama buku itu:

Aku akan amat membencinya karena lagi-lagi mengesampingkan Tuhan kian jauh. 29

Dalam sepucuk surat yang ditulisnya pada tahun 1876, Darwin menyatakan bagaimana keyakinannya menipis:

Kesimpulan ini (paham bertuhan, atau teisme) kuat di benakku di sekitar saat, sejauh yang dapat kuingat, kutulis “Origin of Species”; dan sejak itu secara perlahan, dengan berkali-kali naik-turun, menipis… 30

Pada saat yang sama, ia merasa aneh bahwa orang-orang selainnya mesti memiliki kepercayaan agama, dan menyatakan bahwa manusia, yang diyakininya berasal dari hewan tingkat rendah, tidak dapat meyakini kepercayaan-kepercayaan itu:

Dapatkah pikiran manusia, yang kuyakin sepenuhnya, berkembang dari pikiran serendah yang dimiliki hewan terendah, dipercaya saat menarik kesimpulan agung seperti itu? 31

Alasan dasar Darwin mengingkari adanya Tuhan adalah keangkuhan. Kita dapat melihatnya dalam pernyataan berikut:

Dalam pengertian bahwa sesosok Tuhan yang mahakuasa dan mahatahu harus mengatur dan mengetahui segalanya, hal ini mesti diakui; namun, sejujur-jujurnya, aku hampir tidak bisa mengakuinya. 32

Dalam sebuah lampiran singkat yang ditulis tangan pada kisah hidupnya, ia menulis:

Aku tidak merasakan penyesalan dari melakukan dosa besar apa pun.33

Pernyataan Darwin, yang mengingkari keberadaan Allah dan agama, sesungguhnya mengikuti sebuah pola pikir yang tak mengenal Allah dari zaman kuno.

Ayat Al Qur’an melukiskan bagaimana mereka yang mengingkari Allah sesungguhnya menyadari bahwa Dia ada, namun masih juga mengingkariNya karena keangkuhan:

Dan mereka mengingkarinya* karena kezaliman dan kesombongan (mereka), padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya. Maka, perhatikanlah betapa kesudahan orang-orang yang berbuat kebinasaan. (QS.An Naml, 27: 14)

*mukjizat-mukjizat Allah; lihat ayat ke-13.

Hal terpenting di sini adalah: keyakinan ateisme Darwin  adalah yang paling berpengaruh dalam pembentukan teorinya. Ia memelintir fakta, pengamatan, dan bukti untuk mempertahankan prasangkanya bahwa kehidupan tidak diciptakan. Saat membaca The Origin of Species, orang melihat jelas, bagaimana Darwin bersusah-payah menolak semua bukti penciptaan (misalnya, struktur makhluk hidup yang rumit, bagaimana catatan fosil mengarah kepada kemunculan seketika, dan berbagai fakta yang menunjuk seberapa jauh batas kemungkinan makhluk hidup di alam untuk dapat menjadi berbeda satu sama lain), dan caranya menunda hal-hal yang tidak segera dapat dijelaskannya dengan mengatakan: “Mungkin hal ini akan terpecahkan suatu hari di masa datang.” Jika ia ilmuwan yang tak memihak, ia tidak akan menampakkan sikap taklid atau dogmatis demikian.Gaya dan cara Darwin sendiri menunjukkan bahwa ia seorang ateis yang memijakkan teorinya pada paham ateisme.

“Kalau sekiranya Kami turunkan malaikat kepada mereka, dan orang-orang yang telah mati berbicara dan Kami kumpulkan (pula) segala sesuatu ke hadapan mereka niscaya mereka tidak (juga) akan beriman, kecuali jika Allah menghendaki, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (QS. Al An’am, 6: 111)

Ternyata, kaum yang tak mengenal Allah (ateis) telah mendukung Darwin selama 150 tahun terakhir ini, dan berbagai paham pemikiran anti-agama menyokong Darwin justru karena paham ateisme yang dianutnya. Oleh sebab itu, dengan menimbang kenyataan ateisme Darwin, kaum Muslimin tidak boleh keliru mengira ia orang yang taat beragama, atau setidaknya tidak menentang agama, dan terus mendukungnya, teorinya, serta semua orang yang sepikiran dengannya. Jika seorang Muslim melakukan hal itu, berarti ia menempatkan dirinya bersama kaum ateis.

***

  1. Gertrude Hommerfarb, Darwin and the Darwinian Revolution, Elephant Paperbacks, Chicago, 1962, h. 384 (Penebalan oleh Harun Yahya)
  2. Gertrude Himmerfarb, Darwin and the Darwinian Revolution, Elephant Paperbacks, Chicago , 1962, h. 383
  3. Mayr, Ernst, ” Darwin and Natural Selection”, American Scientist, vol.65 (May/June, 1977) h. 323 (Penebalan oleh Harun Yahya)
  4. Gertrude Himmerfarb, Darwin and the Darwinian Revolution, Elephant Paperbacks, Chicago , 1962, h. 383
  5. Gertrude Himmerfarb, Darwin and the Darwinian Revolution, Elephant Paperbacks, Chicago , 1962, h. 383
  6. Gertrude Himmerfarb, Darwin and the Darwinian Revolution, Elephant Paperbacks, Chicago , 1962, h. 384
  7. Gertrude Himmerfarb, Darwin and the Darwinian Revolution, Elephant Paperbacks, Chicago , 1962, h. 385
  8. Gertrude Himmerfarb, Darwin and the Darwinian Revolution, Elephant Paperbacks, Chicago, 1962, h. 381 (Penebalan oleh Harun Yahya)
  9. Gertrude Himmerfarb, Darwin and the Darwinian Revolution, Elephant Paperbacks, Chicago , 1962, h. 382
  10. Francis Darwin, The Life and Letters of Charles Darwin, D. Appleton and Co., 1896, Chapter 1.VIII., Religion.
  11. Francis Darwin, The Life and Letters of Charles Darwin, D. Appleton and Co., 1896, Chapter 1.VIII., Religion.
  12. Francis Darwin, The Life and Letters of Charles Darwin, Charles Darwin kepada C. Lyell, D. Appleton and Co., 1896, Down, April [1860].
  13. Francis Darwin, The Life and Letters of Charles Darwin, D. Appleton and Co., 1896, CHAPTER 2.XVI.