Updates from Januari, 2021 Toggle Comment Threads | Pintasan Keyboard

  • erva kurniawan 3:01 am on 31 January 2021 Permalink | Balas  

    Kisah Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu (3) 

    Kisah Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu

    Sepeninggal Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, Abu Hurairah selalu mengisi sisa waktu hidupnya dengan ibadah dan berjihad di jalan Allah. Ia mempunyai kantung yang berisi biji-biji kurma untuk menghitung dzikirnya, ia mengeluarkannya satu persatu dari kantung, setelah habis ia memasukkannya lagi satu persatu. Secara istiqamah, ia mengisi malam hari di rumahnya dengan beribadah secara bergantian dengan istri dan anaknya (atau pelayannya pada riwayat lainnya), masing-masing sepertiga malam. Kadang ia pada sepertiga malam pertama, atau sepertiga pertengahan dan terkadang pada sepertiga malam akhirnya yang merupakan saat mustajabah. Sehingga malam hari di keluarganya selalu terisi penuh dengan ibadah.

    Pada masa khalifah Umar, ia sempat diangkat menjadi amir di Bahrain. Seperti kebanyakan sahabat pilihan Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam lainnya, ia menggunakan gaji atau tunjangan yang diterima dari jabatannya untuk menyantuni dan membantu orang yang membutuhkan. Untuk menunjang kehidupannya, ia mempunyai kuda yang diternakkannya, dan dan ternyata berkembang sangat cepat sehingga ia menjadi lumayan kaya dibanding umumnya sahabat lainnya. Apalagi banyak juga orang-orang yang belajar hadits dari dirinya, dan seringkali mereka memberikan hadiah sebagai bentuk terima kasih dan penghargaan kepadanya.

    Ketika Umar mengetahui Abu Hurairah memiliki kekayaan yang melebihi penghasilannya, ia memanggilnya menghadap ke Madinah untuk mempertanggung-jawabkan hartanya tersebut. Begitu tiba di Madinah dan menghadap, Umar langsung menyemprotnya dengan pedas, “Hai musuh Allah dan musuh kitab-Nya, apa engkau telah mencuri harta Allah?”

    Abu Hurairah yang sangat mengenal watak dan karakter Umar, dan juga mengetahui sabda Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bahwa Umar adalah “kunci/gemboknya fitnah”, dengan tenang berkata, “Aku bukan musuh Allah Subhanahu Wata’ala, dan juga bukan musuh kitab-Nya, tetapi aku hanyalah orang yang memusuhi orang yang menjadi musuh keduanya, dan aku bukan orang yang mencuri harta Allah…!”

    “Darimana kauperoleh harta kekayaanmu tersebut?”

    Abu Hurairah menjelaskan asal muasal hartanya, yang tentu saja dari jalan halal. Tetapi Umar berkata lagi, “Kembalikan harta itu ke baitul mal..!!”

    Abu Hurairah adalah didikan Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam yang bersikap zuhud dan tidak cinta duniawiah. Walau bisa saja ia berargumentasi untuk mempertahankan harta miliknya, tetapi ia tidak melakukannya. Karena itu tanpa banyak pertanyaan dan protes, ia menyerahkan hartanya tersebut kepada Umar, setelah itu ia mengangkat tangannya dan berdoa, “Ya Allah, ampunilah Amirul Mukminin Umar…!!”

     
  • erva kurniawan 2:56 pm on 30 January 2021 Permalink | Balas  

    Kedzaliman 

    === Kedzaliman ===

    Oleh Ustadz Muslih Rasyid

    عن جابر رضي الله عنه: أن رَسُول الله صلى الله عليه وسلم قَالَ: ((اتَّقُوا الظُّلْمَ؛ فَإنَّ الظُّلْمَ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ القِيَامَةِ. وَاتَّقُوا الشُّحَّ؛ فَإِنَّ الشُّحَّ أهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ. حَمَلَهُمْ عَلَى أنْ سَفَكُوا دِمَاءهُمْ، وَاسْتَحَلُّوا مَحَارِمَهُمْ)). رواه مسلم.

    Dari Jabir Radhiyallahu ‘Anhu bahawa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda: “Berhati-hatilah terhadap kezhaliman, sebab kezhaliman adalah kegelapan (yang berlipat) di hari Kiamat. Dan jauhilah kebakhilan/kekikiran karena kekikiran itu telah mencelakakan umat sebelum kamu. Itulah yang menyebabkan mereka mengalirkan darah sesamanya dan menghalalkan apa yang diharamkan pada diri mereka. [Hadist Riwayat Muslim]

    Pelajaran yang terdapat di dalam hadist:

    1- Bagi seorang muslim yang baik, misi hidupnya hanya satu, berbuat kebaikan sebanyak mungkin selama menjalani kehidupan di dunia fana ini. Tak lebih.

    2- Namun, bagi mereka yang tujuan hidupnya bukan mengarah pada ibadah seperti yang diajarkan Nabi Shallallahu alaihi wasallam, bisa jadi visinya sebatas meraih kesenangan sesaat.

    3- Orang pertama, untuk meraih impiannya, dia akan menggunakan jalur lurus sesuai aturan dari Allah dan Nabinya. Karena itu orang-orang beriman ini lebih mengutamakan jalan kemaslahatan (kemanfaatan) dibanding kemudaratan. Mereka menghindari cara-cara dzalim untuk mendapatkan apa yang menjadi harapannya misal dalam mencari kedudukan, jabatan, popularitas, harta banyak.

    4- Sementara, orang-orang yang jauh dari Allah dan Nabinya, jalur hidup yang ditempuh bukan cara-cara yang baik. Tak sedikit mereka menggunakan cara dzalim untuk mewujudkan apa yang menjadi target hidupnya. Mereka ini tak mengenal cara halal dan haram. Yang hanya satu cara: halal, haram, hantam.

    5- Jauh sebelum dunia ini ramai dihuni oleh orang-orang yang dzalim, maka jauh hari juga Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam sudah mengingatkan umatnya  terutama mereka yang beriman tentang bahayanya sifat dzalim ini. 

    6- Hadist di atas menegaskan bahwa kedzaliman itu adalah kegelapan pada hari kiamat. Para pelakunya dihukum sesuai dengan kadar kedzalimannya.

    7- Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengharamkan perbuatan dzalim atas para hamba-Nya serta melarang mereka saling mendzalimi, karena kedzaliman itu sendiri adalah haram secara mutlak.

    8- Dalam sebuah hadist qudsi Allah  Azza wa Jalla berfirman yang artinya, “Wahai para hamba-Ku! Sesungguhnya Aku mengharamkan kedzaliman atas diri-Ku, dan Aku menjadikannya haram di antara kalian, maka janganlah kalian saling mendzalimi!” (HR. Muslim No. 2577, At-Tirmidzi No. 2495 ) dan Ibnu Majah No. 4257)

    9- Imam Al-Maraghi menjelaskan, “Dzalim adalah perbuatan yang menyimpang dari jalan yang wajib ditempuh untuk mencari kebenaran. Sementara itu dalam Mu’jam dikatakan bahwa yang dimaksud dengan dzalim adalah perbuatan yang melampaui batas atau meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya.”

    Tema hadist yang berkaitan dengan Al qur’an :

    1- Allah pun telah mengisyaratkan “Apakah sama antara kegelapan dan terang?” Pasti sangatlah berbeda. Sebagaimana firman-Nya :

    قُلْ مَن رَّبُّ ٱلسَّمَـٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ قُلِ ٱللَّهُ ۚ قُلْ أَفَٱتَّخَذْتُم مِّن دُونِهِۦٓ أَوْلِيَآءَ لَا يَمْلِكُونَ لِأَنفُسِهِمْ نَفْعًۭا وَلَا ضَرًّۭا ۚ قُلْ هَلْ يَسْتَوِى ٱلْأَعْمَىٰ وَٱلْبَصِيرُ أَمْ هَلْ تَسْتَوِى ٱلظُّلُمَـٰتُ وَٱلنُّورُ ۗ أَمْ جَعَلُوا۟ لِلَّهِ شُرَكَآءَ خَلَقُوا۟ كَخَلْقِهِۦ فَتَشَـٰبَهَ ٱلْخَلْقُ عَلَيْهِمْ ۚ قُلِ ٱللَّهُ خَـٰلِقُ كُلِّ شَىْءٍۢ وَهُوَ ٱلْوَٰحِدُ ٱلْقَهَّـٰرُ

    Artinya: Katakanlah: “Siapakah Tuhan langit dan bumi?” Jawabnya: “Allah”. Katakanlah: “Maka patutkah kamu mengambil pelindung-pelindungmu dari selain Allah, padahal mereka tidak menguasai kemanfaatan dan tidak (pula) kemudharatan bagi diri mereka sendiri?”. Katakanlah: “Adakah sama orang buta dan yang dapat melihat, atau samakah gelap gulita dan terang benderang; apakah mereka menjadikan beberapa sekutu bagi Allah yang dapat menciptakan seperti ciptaan-Nya sehingga kedua ciptaan itu serupa menurut pandangan mereka?” Katakanlah: “Allah adalah Pencipta segala sesuatu dan Dialah Tuhan Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa”. (QS Ar-Ra’d ([13] : 16).

    2- Kata kegelapan bermakna seseorang tidak bisa melihat, atau buta, seperti disebutkan di dalam ayat:

    وَمَنۡ أَعۡرَضَ عَن ذِكۡرِي فَإِنَّ لَهُۥ مَعِيشَةٗ ضَنكٗا وَنَحۡشُرُهُۥ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِ أَعۡمَىٰ * قَالَ رَبِّ لِمَ حَشَرۡتَنِيٓ أَعۡمَىٰ وَقَدۡ كُنتُ بَصِيرٗا

    Artiya: “Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta” Berkatalah ia: “Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?” (QS. Thaha [20]: 124-125).

    3- Orang-orang yang dzalim karena mempersekutukan Allah seorang kerabat pun dari kalangan mereka yang dapat memberi manfaat bagi mereka, tiada pula pemberi syafaat pun yang dapat diterima syafaatnya, bahkan semua penyebab kebaikan telah terputus dari mereka.

    مَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ حَمِيمٍ وَلا شَفِيعٍ يُطَاعُ

    Orang-orang yang dzalim tidak mempunyai teman setia seorang pun dan tidak (pula) mempunyai seorang pemberi syafaat yang diterima syafaatnya.[Ghofir:18].

     
    • ns aja 9:20 pm on 31 Januari 2021 Permalink

      izin repost…ya min artikelnya, mudah2an ini semua jadi ladang ibadah, aamiin

  • erva kurniawan 2:56 pm on 29 January 2021 Permalink | Balas  

    Kisah Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu (2) 

    Kisah Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu

    Abu Hurairah, atau nama aslinya Abdu Syamsi bin Sakher hanyalah seorang buruh upahan penggembala kambing dari keluarga Busrah bin Ghazwan, salah satu pemuka dari kabilah Bani Daus di Yaman. Tetapi sepertinya Allah menghendaki akan meningkatkan derajadnya setinggi mungkin, dengan jalan membawanya kepada hidayah Islam.

    Ketika salah satu pemuka Bani Daus, yakni Thufail bin Amr ad Dausi melaksanakan ibadah haji ke Makkah (tentunya sebagai ritual ibadah jahiliah) pada tahun ke sebelas dari kenabian, ia bertemu dengan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Sebenarnya kaum kafir Quraisy telah ‘menasehati’ dirinya agar tidak bertemu Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, tidak hanya sekali tetapi berkali-kali ia diingatkan. Tetapi justru karena intensitas peringatan itu yang membuatnya penasaran dan tergelitik untuk menemui Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, dan akhirnya memeluk Islam. Sepulangnya ke Yaman, ia mendakwahkan Islam kepada kaumnya. Pada mulanya hanya sedikit saja orang yang menanggapi seruannya, yang salah satunya adalah Abu Hurairah tersebut.

    Pada awal tahun 7 hijriah, Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam berencana menggerakkan pasukan untuk menyerang kaum Yahudi di Khaibar. Kabar ini sampai juga ke Yaman, maka Thufail bin Amr mengajak kaum muslimin dari kabilahnya, Bani Daus untuk berhijrah ke Madinah dan menyertai Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam dalam medan jihad tersebut. Walau dalam keadaan miskin dan tidak memiliki harta yang mencukupi, Abu Hurairah turut juga menyambut seruannya, dan bergabung dalam rombongan hijrah ini.

    Setibanya di Madinah, ternyata Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam dan sebagian besar sahabat baru saja berangkat ke Khaibar. Rombongan Bani Daus tersebut langsung menyusul ke Khaibar untuk bergabung dengan pasukan Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, tetapi Abu Hurairah tertinggal di Madinah karena tidak memiliki kendaraan dan perbekalan. Usai shalat subuh keesokan harinya, Abu Hurairah bertemu shahabat yang ditunjuk menjadi wakil Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam di Madinah, yakni Siba’ bin Urfuthah al Ghifary (atau sebagian riwayat menyebutkan Numailah bin Abdullah al Laitsy), ia memberi Abu Hurairah kendaraan dan perbekalan untuk bisa menyusul ke Khaibar. Ia berhasil menjumpai Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, dan beliau menyuruhnya langsung bergabung dengan pasukan yang telah siap bertempur.

    Dalam pertemuan pertama itu, Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bertanya kepadanya, “Siapakah namamu?”

    Abu Hurairah berkata, “Abdu Syamsi!!”

    Abdu Syamsi artinya adalah hamba atau budaknya matahari. Tampaknya Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam kurang berkenan dengan namanya itu, maka beliau bersabda, “Bukankah engkau Abdur Rahman!!”

    Maksud Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam adalah ia dan manusia semua itu adalah hamba Allah Ar-Rahman, maka dengan gembira Abu Hurairah berkata, “Benar, ya Rasulullah, saya adalah Abdurrahman!!”

    Sejak itu namanya berganti dari Abdu Syamsi bin Sakher menjadi Abdurrahman bin Sakher, sesuai dengan pemberian Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Sedangkan nama gelaran Abu Hurairah yang berarti ‘bapaknya kucing (betina)’, berawal ketika ia menemukan seekor anak kucing yang terlantar, maka ia mengambil dan merawatnya. Setelah itu ia selalu membawa anak kucing itu dalam lengan jubahnya kemanapun ia pergi, sehingga orang-orang memanggilnya dengan Abu Hurairah. Ketika Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam mendengar kisah tentang nama gelarannya itu, beliau terkadang memanggilnya dengan nama ‘Abul Hirr”, yang artinya adalah : bapaknya kucing (jantan).

    Sepulangnya dari Khaibar, sebagaimana sahabat pendatang (Muhajirin) miskin lainnya, Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam menempatkan Abu Hurairah di serambi masjid yang dikenal sebagai Ahlus Shuffah, yang berarti menjadi tetangga Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Mereka tidak makan kecuali apa yang diberikan Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, sehingga mereka sering mengalami hal-hal yang bersifat mu’jizat dalam hal ini. Misalnya Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam mendapat hadiah segantang susu, beliau akan menyuruh Abu Hurairah memanggil seluruh penghuni Ahlus Shuffah yang berjumlah sekitar 70 orang (sebagian riwayat, 40 orang) untuk menikmati susu tersebut, dan mencukupi. Kadang hanya sepanci masakan daging, atau setangkup kurma, atau sedikit makanan lainnya, tetapi mencukupi untuk mengenyangkan keluarga Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam dan para penghuni Ahlus Shuffah.

     
  • erva kurniawan 2:56 pm on 28 January 2021 Permalink | Balas  

    Manfaat Silaturrahim 

    Manfaat Silaturrahim

    Oleh Ustadz Muslih Rasyid

     عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : ( مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ أَوْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ ) .

    Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, aku mendengar Rasulullah shalallahu ‘alahi wa salam bersabda:
    Barangsiapa yang ingin mudah (luas) rizkinya dan panjang umurnya hendaklah mempererat tali silaturahim
    (HR. Bukhori dan Muslim)

    Pelajaran yang terdapat di dalam hadits:

    1- Mengharapkan umur yang panjang dan rezki yang banyak adalah sifat umum yang ada pada manusia.

    2-Islam tidak mematikan fitrah manusia akan tetapi mengarahkannya.

    3- Silaturrahim memberikan manfaat duniawi bagi pelakunya sebelum manfaat terbesar di akhirat kelak.

    4- Bolehnya memotivasi seseorang untuk melakukan suatu ibadah dengan menyebutkan manfaat duniawi yang akan didapatkannya.

    5- Diluaskan rizkinya, pertumbuhan, lapang, berkah dan juga bertambah rizqi dengan sebenarnya.

    6- Panjang umur diartikan sebagai:

    • Berkah umur, di mana seseorang yang senantiasa mendapatkan taufik didalam keta’atan
    • Senantiasa dikenang oleh orang walaupun setelah dia meninggal dunia, dengan demikian seakan-akan dia masih hadir bersama kita.
      –  Diartikan makna hakiki di mana Allah Subhanahu wa Ta’ala menetapkan baginya takdir mu’allaq yaitu contohnya jika dia tidak bersilaturrahim maka umurnya hanya 50 tahun dan jika dia bersilaturrahim umurnya bisa sampai 60 tahun. 

    Tema hadist yang berkaitan dengan Al-Quran:

    1-Bertakwalah kalian kepada Allah dalam silaturahim. 

    وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأرْحَامَ

    Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kalian saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi. (An-Nisa: 1)

    2- Silaturahim, berbuat baik kepada kaum kerabat dan sanak famili, salah satu syarat besuk masuk surga bersama keluarga.

    وَالَّذِينَ يَصِلُونَ مَا أَمَرَ اللَّهُ بِهِ أَنْ يُوصَلَ

    dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkannya. (Ar-Ra’d: 21)

    3- Panjang umur diartikan makna hakiki di mana Allah Subhanahu wa Ta’ala menetapkan baginya takdir mu’allaq yaitu contohnya jika dia tidak bersilaturrahim maka umurnya hanya 50 tahun dan jika dia bersilaturrahim umurnya bisa sampai 60 tahun. Hal yang seperti ini telah diisyaratkan oleh Allah Azza wa Jalla dalam firman-Nya,

    يَمْحُو اللَّهُ مَا يَشَاءُ وَيُثْبِتُ ۖ وَعِنْدَهُ أُمُّ الْكِتَابِ

    Allah menghapuskan apa jua yang dikehendakiNya dan Ia juga menetapkan apa jua yang dikehendakinya. Dan (ingatlah) pada sisiNya ada “Ibu segala suratan”.
    (QS. Ar-Ra’ad ayat 39).

     
  • erva kurniawan 2:53 pm on 27 January 2021 Permalink | Balas  

    Kisah Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu (1) 

    Kisah Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu

    Sebagai buruh gembala kambing, Abu Hurairah juga seorang yang buta huruf (ummi). Tetapi kalau Allah Subhanahu Wata’ala memang telah berkehendak akan memberikan kemuliaan kepada seseorang, mudah sekali ‘jalannya’ walau mungkin ia memiliki banyak kekurangan, bahkan derajat yang rendah dalam pandangan manusia. Seperti halnya terjadi pada Bilal bin Rabah, ternyata Allah Subhanahu Wata’ala mengaruniakan kelebihan lain pada Abu Hurairah, yakni otak yang sangat jenius sehingga mempunyai kemampuan menghafal yang tidak ada bandingannya. Dengan karunia Allah ini, akhirnya ia menjadi seseorang yang paling banyak meriwayatkan hadits Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam.

    Kemampuan Abu Hurairah tersebut ternyata didukung dengan berkah yang diperolehnya dari Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Suatu ketika Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam pernah bersabda pada beberapa sahabat, “Siapa yang membentangkan surbannya di depanku hingga selesai pembicaraanku, kemudian meraihnya atau menangkupkan ke dirinya, maka ia takkan terlupa akan sesuatu apapun yang didengarnya dari diriku…”

    Abu Hurairah bereaksi cepat mendahului para sahabat lainnya membentangkan surbannya di depan Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Setelah beliau selesai berbicara, ia segera menangkupkan surbannya tersebut ke dirinya.

    Dalam peristiwa lainnya, Abu Hurairah bersama dua orang sahabat lainnya tengah berdzikir dan berdoa. Tiba-tiba Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam datang sehingga mereka menghentikan aktivitasnya untuk menghormati, tetapi beliau bersabda, “Lanjutkanlah doa kalian!!”

    Maka salah seorang sahabat melanjutkan berdoa, dan setelah ia selesai berdoa, Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam mengaminkannya. Sahabat satunya ganti berdoa, dan setelah selesai Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam mengaminkan doanya. Giliran Abu Hurairah, ia berdoa, “Wahai Allah, aku memohon kepadamu, apa yang dimohonkan oleh dua sahabatku ini, dan aku juga bermohon kepada-Mu karuniakanlah kepadaku ilmu yang tidak akan dapat aku lupakan!!”

    Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam tersenyum mendengar doa Abu Hurairah itu dan mengaminkannya pula.

    Setelah kejadian itu, ia tidak pernah terlupa apapun yang pernah disabdakan oleh Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Ia pernah berkata tentang kemampuannya itu, walau bukan bermaksud menyombongkan dirinya,”Tidak ada sahabat Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam yang lebih hafal dari pada aku akan hadits-hadits beliau, kecuali Abdullah bin Amr bin Ash, karena ia mendengar dan menuliskannya, sedangkan aku mendengar dan menghafalkannya.”

    Sebenarnyalah cukup banyak sahabat yang mempertanyakan bagaimana mungkin ia tahu begitu banyak hadits-hadits Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam padahal ia tidak termasuk sahabat yang memeluk Islam dan bergaul langsung dengan beliau sejak awal. Tetapi sebenarnya mudah dipahami dengan melihat kondisi yang ada. Walaupun hanya sekitar empat tahun hidup bersama Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, tetapi ia hampir selalu bersama-sama beliau, kecuali ketika beliau sedang bersama istri-istri beliau. Ia tidak memiliki perniagaan untuk dijalankannya sebagaimana kebanyakan kaum Muhajirin. Ia juga tidak memiliki tanah pertanian dan perkebunan yang menyibukkannya seperti kebanyakan kaum Anshar. Di waktu-waktu senggangnya, kadang Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam menceritakan berbagai hal dan peristiwa sebelum keislamannya, atau terkadang Abu Hurairah yang menanyakannya kepada beliau. Jadi, pantaslah ia lebih banyak mengetahuinya dari pada kebanyakan sahabat lainnya.

    Pada masa khalifah Muawiyah, sang khalifah pernah mengetes kemampuan hafalannya, walau tanpa sepengetahuannya. Abu Hurairah dipanggil menghadap Muawiyah, kemudian diperintahkan menyebutkan semua hadits yang ia dengar dari Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Diam-diam Muawiyah menyiapkan beberapa penulis di tempat tersembunyi untuk mencatat semua hadits yang disampaikan Abu Hurairah itu secara berurutan. Setahun kemudian, Abu Hurairah dihadapkan kembali kepada Muawiyah dan disuruh menyebutkan hadits-hadits tersebut, dan diam-diam juga, Muawiyah memerintahkan para pencatat itu untuk mengecek kebenarannya.

    Setelah Abu Hurairah berlalu, para penulis hadits tersebut mengatakan pada Muawiyah bahwa yang disampaikannya tersebut seratus persen persis sama dengan setahun sebelumnya, termasuk urut-urutannya, bahkan tidak ada satu hurufpun yang terlewat atau berbeda. Muawiyah hanya geleng-geleng kepala seolah tidak percaya, tetapi ini memang nyata.

    Lebih dari seribu enam ratus hadits yang diriwayatkan dari jalan sahabat Abu Hurairah. Tidak akan mencukupi jika semua kisah yang menyangkut dirinya dalam riwayat-riwayat tersebut dijabarkan dalam halaman ini.

     
  • erva kurniawan 2:53 pm on 26 January 2021 Permalink | Balas  

    Bahaya Dusta 

    Bahaya Dusta

    Oleh Ustadz Muslih Rasyid

    عَنْ عَبْدِ اللهِ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ  صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ، فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ، وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ، وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ صِدِّيقًا، وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ، فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ، وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ، وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ كَذَّابًا

    Dari ‘Abdullah, dia berkata: Rasulallâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Kalian wajib jujur, karena sesungguhnya kejujuran itu membawa kepada kebajikan, dan kebajikan membawa kepada surga. Jika seseorang senantiasa jujur dan berusaha untuk selalu jujur, akhirnya ditulis di sisi Allâh sebagai seorang yang selalu jujur. Dan jauhilah kedustaan, karena kedustaan itu membawa kepada kemaksiatan, dan kemaksiatan membawa ke neraka. Jika seseorang senantiasa berdusta dan selalu berdusta, hingga akhirnya ditulis di sisi Allâh sebagai seorang pendusta.”HR. Muslim, no. 105/2607

    Pelajaran yang terdapat di dalam hadits:

    1-  Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan umatnya untuk berkata yang baik, di antara bentuk berkata yang baik adalah jujur, yaitu memberitakan sesuatu sesuai dengan hakekatnya.

    2- Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga melarang dusta, yaitu memberitakan sesuatu yang tidak sesuai dengan hakekatnya.

    3- Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan dosa berdusta mengiringi dosa syirik  dan durhaka kepada orang tua. [HR. AlBukhâri,dan Muslim]
    Menunjukkan bahwa berdusta termasuk dosa-dosa besar yang paling besar.

    4-  Hadits ini menjelaskan
    bahwa dusta akan menyeret pelakunya ke neraka, maka hendaklah kita waspada.

    5- Maka janganlah kita mendatangkan sebab-sebab sebagai pendusta maka na’uzubillah kita akan ditakdirkan oleh Allah Sabhanahu Wa Ta’ala sebagai pendusta.

    Tema hadist yang berkaitan dengan Al Qur’an:

    1- Bahaya dusta banyak sekali, antara lain bahwa orang yang berdusta akan terhalang dari hidayah.

    إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي مَنْ هُوَ مُسْرِفٌ كَذَّابٌ

    Sesungguhnya Allâh tidak menunjuki orang-orang yang melampaui batas lagi pendusta. [Al-Mukmin/Ghâfir/40: 28]

    2- Demikian juga orang yang suka dusta pasti akan mendapatkan celaka.

    قُتِلَ الْخَرَّاصُونَ الَّذِينَ هُمْ فِي غَمْرَةٍ سَاهُونَ

    Terkutuklah orang-orang yang banyak berdusta, (yaitu) orang-orang yang terbenam dalam kebodohan yang lalai. [Adz-Dzâriyat/51: 10-11].

     
  • erva kurniawan 2:53 am on 25 January 2021 Permalink | Balas  

    Ali Bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘Anhu (5) Menjadi Khalifah 

    Ali Bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘Anhu

    Menjadi Khalifah

    Peristiwa pembunuhan Khalifah Utsman bin Affan yang menurut berbagai kalangan waktu itu kurang dapat diselesaikan karena fitnah yang sudah terlanjur meluas dan sudah diisyaratkan (akan terjadi) oleh Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam ketika dia masih hidup, dan diperparah oleh hasutan-hasutan para pembangkang yang ada sejak zaman Utsman bin Affan, menyebabkan perpecahan di kalangan kaum muslim sehingga menyebabkan perang tersebut. Tidak hanya selesai di situ, konflik berkepanjangan terjadi hingga akhir pemerintahannya. Pertempuran Shiffin yang melemahkan kekhalifannya juga berawal dari masalah tersebut. Ali bin Abi Thalib, seseorang yang memiliki kecakapan dalam bidang militer dan strategi perang, mengalami kesulitan dalam administrasi negara karena kekacauan luar biasa yang ditinggalkan pemerintahan sebelumya.

    Pembunuhan Ali di Kuffah

    Pada tanggal 19 Ramadan 40 Hijriyah, atau 27 Januari 661 Masehi, saat sholat di Masjid Agung Kuffah, Ali diserang oleh seorang Khawarij bernama Abdurrahman bin Muljam. Dia terluka oleh pedang yang diracuni oleh Abdurrahman bin Muljam saat ia sedang bersujud ketika sholat subuh. Ali memerintahkan anak-anaknya untuk tidak menyerang orang Khawarij tersebut, Ali malah berkata bahwa jika dia selamat, Abdurrahman bin Muljam akan diampuni sedangkan jika dia meninggal, Abdurrahman bin Muljam hanya diberi satu pukulan yang sama (terlepas apakah dia akan meninggal karena pukulan itu atau tidak). Ali meninggal dua hari kemudian pada tanggal 29 Januari 661 (21 Ramadan 40 Hijriyah) pada usia 59 tahun.

    Hasan bin Ali memenuhi Qisas dan memberikan hukuman yang sama kepada Abdurrahman bin Muljam atas kematian Ali.

     
  • erva kurniawan 2:53 am on 24 January 2021 Permalink | Balas  

    Pentingnya Amar Makruf Nahi Munkar 

    Pentingnya Amar Makruf Nahi Munkar

    Oleh Ustadz Muslih Rasyid

    عَنْ أَبِي سَعِيْد الْخُدْرِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ : مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَراً فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ اْلإِيْمَانِ [رواه مسلم]

    Dari Abu Sa’id Al Khudri radiallahuanhu berkata : Saya mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Siapa yang melihat kemunkaran maka rubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu maka rubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu maka (tolaklah) dengan hatinya dan hal tersebut adalah selemah-lemahnya iman. (Riwayat Muslim)

    Pelajaran yang terdapat dalam hadits :

    1. Menentang pelaku kebatilan dan menolak kemungkaran adalah kewajiban yang dituntut dalam ajaran Islam atas setiap muslim sesuai kemampuan dan kekuatannya.
    2. Ridha terhadap kemaksiatan termasuk diantara dosa-dosa besar.
    3. Sabar menanggung kesulitan dan amar ma’ruf nahi munkar.
    4. Amal merupakan buah dari iman, maka menyingkirkan kemunkaran juga merupakan buahnya keimanan.
    5. Mengingkari dengan hati diwajibkan kepada setiap muslim, sedangkan pengingkaran dengan tangan dan lisan berdasarkan kemampuannya.
    6. Seseorang yang tidak mengingkari dengan hatinya maka ia adalah orang yang mati dalam keadaan hidup, sebagaimana perkataan Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu tatkala ditanya, “Apakah kematian orang yang hidup?” Beliau menjawab:

    من لم يعرف المعروف بقلبه وينكر المنكر بقلبه

    “Orang yang tidak mengenal kebaikan dengan hatinya dan tidak mengingkari kemunkaran dengan hatinya.” (Riwayat Ibnu Abi Syaibah dalam Mushonnaf beliau no. 37577)

    Tema hadits yang berkaitan dengan Al-Quran :

    1. Keutamaan mengatasi kemunkaran

    فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ أَنْجَيْنَا الَّذِينَ يَنْهَوْنَ عَنِ السُّوءِ وَأَخَذْنَا الَّذِينَ ظَلَمُوا بِعَذَابٍ بَئِيسٍ بِمَا كَانُوا يَفْسُقُونَ

     Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, Kami selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan Kami timpakan kepada orang-orang yang zalim siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik.
    [Al-A’raaf: 165].

    2-  Untuk menyadarkan orang-orang yang lalai dan cambuk bagi orang yang terlena.

    وَإِذْ قَالَتْ أُمَّةٌ مِنْهُمْ لِمَ تَعِظُونَ قَوْمًا اللَّهُ مُهْلِكُهُمْ أَوْ مُعَذِّبُهُمْ عَذَابًا شَدِيدًا قَالُوا مَعْذِرَةً إِلَى رَبِّكُمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ

    Dan (ingatlah) ketika suatu umat di antara mereka berkata: “Mengapa kamu menasehati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan azab yang amat keras?” Mereka menjawab: “Agar kami mempunyai alasan (pelepas tanggung jawab) kepada Tuhanmu, dan supaya mereka bertakwa”(QS Al-A’raaf 164).

    3- Bukti Ukhuwah Islamiyah dan ta’awun sesama muslim.

    وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

    Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang maruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana “(QS At-Taubah 71).

     
  • erva kurniawan 2:49 pm on 23 January 2021 Permalink | Balas  

    Ali Bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘Anhu (4) 

    Ali Bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘Anhu

    Lanjutan

    Sebagian Kisah Pancaran Akhlak Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘Anhu

    Salah satu bentuk didikan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam yang jelas-jelas mencerminkan kepribadian beliau pada diri Ali adalah kesederhanaan (zuhud)-nya. Beberapa orang sahabat sering melihat Ali bin Abi Thalib menangis pada malam-malamnya, sambil berbicara sendiri, “Wahai dunia, apakah engkau hendak menipuku? Apakah kamu mengawasiku? Jauh sekali…jauh sekali… Godalah orang selain aku, sesungguhnya aku telah menceraikanmu dengan thalak tiga. Umurmu pendek, majelis-majelismu sangat hina, kemuliaan dan kedudukanmu sangat sedikit dan tidak berarti (akan habis). Alangkah sengsaranya aku, bekalku sedikit sedangkan perjalanan sangat jauh dan jalannya sangat berbahaya.”

    Itulah prinsip-prinsip mendasar dari akhlak Ali bin Abi Thalib, yang secara umum mewarnai jalan kehidupannya, termasuk ketika ia menjabat sebagai khalifah.

    Bekerja pada Orang Yahudi

    Suatu ketika Rasullullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam mengunjungi kedua cucunya, Hasan dan Husain, tetapi di sana beliau hanya menjumpai putrinya, Fathimah. Ketika beliau bertanya tentang keberadaan kedua cucunya, Fathimah berkata kalau keduanya sedang mengikuti ayahnya, Ali bin Abi Thalib, yang sedang bekerja menimba air pada orang Yahudi karena pada hari itu memang tidak ada persediaan makanan bagi mereka sekeluarga.

    Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam menjumpai Ali di kebun orang Yahudi itu, ia menimba air untuk menyiram tanaman di kebun tersebut dengan upah satu butir kurma untuk satu timba air. Hasan dan Husain sendiri sedang bermain-main di suatu ruang sementara tangannya sedang menggenggam sisa-sisa kurma. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam berkata kepada Ali, “Wahai Ali, apa tidak sebaiknya engkau bawa pulang anak-anakmu sebelum terik matahari akan menyengat mereka?”

    Ali menjawab, “Wahai Rasulullah, pagi ini kami tidak memiliki sesuatu pun untuk dimakan, karena itu biarkanlah kami disini hingga bisa mengumpulkan lebih banyak kurma untuk Fathimah.”

    Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam akhirnya ikut menimba air bersama Ali, hingga terkumpul beberapa butir kurma untuk bisa dibawa pulang.

    Pengadilan Atas Kepemilikan Baju Besi

    Ketika menjadi khalifah, Ali bin Abi Thalib telah kehilangan baju besinya pada perang Jamal. Suatu ketika ia berjalan-jalan di pasar, ia melihat baju besinya ada pada seorang lelaki Yahudi. Ali menuntut haknya atas baju besi itu dengan menunjukkan ciri-cirinya, tetapi si Yahudi bertahan bahwa itu miliknya.

    Ali mengajak si Yahudi menemui kadhi (hakim) untuk memperoleh keputusan yang adil. Yang menjadi kadhi adalah Shuraih, seorang muslim. Ali menyampaikan kepada kadhi tuntutan kepemilikannya atas baju besi yang sedang dibawa oleh si Yahudi.Ia menunjukkan ciri-cirinya, dan membawa dua orang saksi, Hasan putranya sendiri dan hambanya yang bernama Qanbar.

    Mendengar penuturan Ali, yang tak lain adalah Amirul Mukminin yang menjadi ‘Presiden’ kaum muslimin saat itu, Shuraih berkata dengan tegas, “Gantikan Hasan dengan orang lain sebagai saksi, dan kesaksian Qanbar saja tidak cukup!”

    “Apakah engkau menolak kesaksian Hasan?” Tanya Ali kepada Shuraih, “Padahal Rasulullah pernah bersabda Hasan dan Husain adalah penghulu pemuda di surga?”

    “Bukan begitu Ali,” Kata Shuraih, ia sengaja tidak menyebut Amirul Mukminin, karena begitulah kedudukannya di depan hukum, ia meneruskan, “Engkau sendiri pernah berkata bahwa tidak sah kesaksian anak untuk bapaknya.”

    Karena Ali tidak bisa menunjukkan saksi lain yang menguatkan kepemilikannya atas baju besi itu, Shuraih memutuskan baju besi itu milik si Yahudi, dan Ali menerima keputusan tersebut dengan lapang dada.

    Si Yahudi begitu takjub dengan peristiwa ini. Ia-pun mengakui

    kalau baju itu ditemukannya di tengah jalan, mungkin terjatuh dari unta milik Ali. Ia langsung mengucapkan syahadat, menyatakan dirinya masuk Islam, dan mengembalikan baju besinya kepada Ali. Tetapi karena keislamannya ini, justru Ali menghadiahkan baju besi tersebut kepadanya, dan menambahkan beberapa ratus uang dirham. Lelaki ini selalu menyertai Ali sehingga ia terbunuh syahid dalam perang Shiffin.

     
  • erva kurniawan 2:49 pm on 22 January 2021 Permalink | Balas  

    Bahaya Meninggalkan Amar Makruf Nahi Mungkar 

    Bahaya Meninggalkan Amar Makruf Nahi Mungkar

    Oleh Ustadz Muslih Rasyid

    عَنْ حُذَيْفَةَ بْنِ الْيَمَانِ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَتَأْمُرُنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلَتَنْهَوُنَّ عَنِ الْمُنْكَرِ أَوْ لَيُوشِكَنَّ اللَّهُ أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عِقَابًا مِنْهُ ثُمَّ تَدْعُونَهُ فَلَا يُسْتَجَابُ لَكُمْ

    Dari Huzhaifah bin Al-Yaman dari Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam bersabda:” Demi dzat yang jiwaku ditangan-Nya hendaknya engkau melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar, atau jika tidak Allah hampir mengirim azabnya, kemudian engkau berdo’a tetapi tidak dikabulkan”(HR At-Tirmidzi dan Ahmad).

    Pelajaran yang terdapat di dalam hadist:

    1- Informasi dari Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam tentang bahaya yang akan menimpa umat Islam.

    2- Tentang kewajiban apa yang harus dilakukan umat Islam menghadapi situasi yang berat , yaitu penjagaan bumi agar tidak menjadi sarang kejahatan.

    3- Perintah, umat Islam untuk berjamaah membuat suatu jaringan yang kokoh untuk menghadapi para penyeru ke api neraka.

    4- Keharusan melaksanakan fungsi amar ma’ruf dan nahi mungkar.

    5- Tidaklah ideal kalau seorang bergabung dan komitmen pada jamaah Islam sementara posisinya dalam jamaah tersebut hanya menjadi pelengkap penderita saja dan tidak turut aktif dalam berda’wah dan amar ma’ruf dan nahi mungkar.

    6- Sebaliknya juga tidak ideal jika ada orang yang berani melakukan amar ma’ruf dan nahi mungkar tanpa dilakukan dan dikordinasikan dalam sebuah jamaah yang kokoh.

    7- Konsekuensi tidak melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar, atau jika tidak Allah hampir mengirim azabnya, kemudian mereka berdo’a tetapi tidak dikabulkan.

    Tema hadist yang berkaitan dengan Al-Quran:

    1- Hukum amar ma’ruf dan nahi mungkar adalah wajib. Perintah tersebut disebutkan secara tegas dan jelas maupun disebutkan secara substansi dan urgensinya

    وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

    “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma`ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung” (QS Ali Imraan :104).

    2- Keutamaan melaksanakan nahi mungkar, selamat dari adzab Allah dan memperoleh ridha dan surga-Nya

    فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ أَنْجَيْنَا الَّذِينَ يَنْهَوْنَ عَنِ السُّوءِ وَأَخَذْنَا الَّذِينَ ظَلَمُوا بِعَذَابٍ بَئِيسٍ بِمَا كَانُوا يَفْسُقُونَ

    “Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, Kami selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan Kami timpakan kepada ooo orang-orang yang zalim siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik”(QS Al A’rraf :165).

    3- Penjagaan bumi agar tidak berubah menjadi sarang kejahatan.

    فَلَوْلَا كَانَ مِنَ الْقُرُونِ مِنْ قَبْلِكُمْ أُولُو بَقِيَّةٍ يَنْهَوْنَ عَنِ الْفَسَادِ فِي الْأَرْضِ إِلَّا قَلِيلًا مِمَّنْ أَنْجَيْنَا مِنْهُمْ وَاتَّبَعَ الَّذِينَ ظَلَمُوا مَا أُتْرِفُوا فِيهِ وَكَانُوا مُجْرِمِينَ وَمَا كَانَ رَبُّكَ لِيُهْلِكَ الْقُرَى بِظُلْمٍ وَأَهْلُهَا مُصْلِحُونَ

    “Maka mengapa tidak ada dari umat-umat yang sebelum kamu orang-orang yang mempunyai keutamaan yang melarang daripada (mengerjakan) kerusakan di muka bumi, kecuali sebahagian kecil di antara orang-orang yang telah Kami selamatkan di antara mereka, dan orang-orang yang zalim hanya mementingkan kenikmatan yang mewah yang ada pada mereka, dan mereka adalah orang-orang yang berdosa. Dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zalim, sedang penduduknya orang-orang yang berbuat kebaikan”(QS Hud :116-117).

     
  • erva kurniawan 2:49 pm on 21 January 2021 Permalink | Balas  

    Ali Bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘Anhu (3) : Ali Memuliakan Seorang Lanjut Usia 

    Kisah Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam

    ==== Ali Bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘Anhu ====

    === Lanjutan ===

    === Ali Memuliakan Seorang Lanjut Usia ===

    Suatu ketika di shalat jamaah subuh, tiba-tiba Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam ruku’ dalam waktu cukup lama. Bukan karena apa, tetapi malaikat Jibril datang dan menggelar salah satu sayapnya di punggung beliau sehingga beliau tidak bisa bangkit. Setelah Jibril pergi barulah beliau bisa i’tidal dan meneruskan shalat hingga selesai. Usai shalat para sahabat terheran-heran, dan salah satunya bertanya, “Apa yang terjadi, wahai Rasulullah, sehingga engkau memperpanjang ruku begitu lama yang sebelumnya belum pernah engaku lakukan??”

    Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam menceritakan tentang malaikat Jibril yang menahan beliau dalam ruku. Sahabat itu bertanya lagi, “Mengapa bisa seperti itu??”

    Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda, “Aku tidak tahu!!”

    Tidak berapa lama Jibril datang lagi dan berkata, “Wahai Muhammad, Ali tergesa-gesa untuk ikut berjamaah, tetapi di depannya ada seorang lelaki tua nashrani yang berjalan sangat pelan. Ali tidak mau mendahuluinya karena sangat memuliakan lelaki tua itu!! Karena itu Allah memerintahkan aku untuk menahanmu dalam ruku, agar Ali dapat ikut jamaah!!”

    Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam tampak terkagum-kagum dengan penjelasan Jibril tersebut, tetapi Jibril meneruskan, “Yang lebih mengagumkan lagi, Allah memerintahkan malaikat Mikail untuk menahan perputaran matahari dengan sayapnya, sehingga waktu subuh tidak habis karena menunggu Ali hadir!!”

    Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam memanggil Ali untuk meng-konfirmasi hal itu, Ali berkata dengan tenangnya seolah-olah tidak ada sesuatu yang ajaib terjadi, “Benar, ya Rasulullah, lelaki tua itu sangat pelan jalannya dan aku tidak suka untuk mendahuluinya karena memuliakannya. Tetapi ternyata ia tidak datang untuk shalat, untungnya engkau masih dalam keadaan ruku’ sehingga aku tidak tertinggal shalat jamaah bersamamu!!”
    Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam hanya tersenyum, dan menceritakan duduk permasalahannya kepada para sahabat. Setelah itu beliau bersabda, “Inilah derajat orang yang memuliakan seorang lanjut usia, walau ia bukan seorang muslim!!”

    === Ali di Jalan Zakaria dan Fathimah di Jalan Maryam ===

    Suatu ketika Ali bertanya kepada istrinya, “Wahai Fathimah, ada makanan untuk kusantap hari ini?”

    Fathimah berkata, “Tidak ada, aku berpagi hari dalam keadaan tidak ada makanan untukmu, begitu juga untukku dan kedua anak kita!!”

    “Tidakkah engkau menyuruhku untuk untuk mencari makanan?” Tanya Ali.

    “Aku malu kepada Allah untuk meminta kepadamu yang engkau tidak memilikinya!!”

    Kemudian Ali keluar rumah, ia yakin dan khusnudzon kepada Allah dan meminjam uang satu dinar untuk membeli makanan bagi keluarganya. Tetapi belum sempat membelanjakan uang satu dinar itu, ia melihat sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam lainnya, Miqdad al Aswad, sedang berjalan sendirian di padang pasir yang panas. Ali menghampirinya dan berkata, “Wahai Miqdad, apa yang menggelisahkanmu??”
    Miqdad berkata, “Wahai Abul Hassan, Janganlah menggangguku. Janganlah menanyakan kepadaku sesuatu yang di belakangku (peristiwa yang menimpa sebelumnya)!!”

    Ali berkata lagi, “Wahai Miqdad, tidak seharusnya engkau menyembunyikan keadaanmu dari aku!!”

    “Baiklah kalau engkau memang memaksa, demi Dzat yang memuliakan Muhammad dengan kenabian, tidak ada yang menggelisahkan aku dalam perjalanan ini, kecuali karena aku meninggalkan keluargaku dalam keadaan kelaparan. Ketika aku mendengar tangisan mereka, bumi serasa tidak mampu memikulku, aku pergi dengan tidak mempunyai muka (sangat malu)!!”

    Miqdad enggan menceritakan keadaannya karena ia sangat mengenal Ali. Keadaan Ali tidaklah lebih baik daripada dirinya, apalagi ia seorang yang sangat perasa dan pemurah. Dan hasil dari ceritanya itu langsung tampak. Ali mengucurkan air mata hingga membasahi jenggotnya. Dengan terbata ia berkata, “Aku bersumpah dengan Dzat yang engkau bersumpah dengan-Nya, tidaklah menggelisahkanku kecuali seperti yang menggelisahkan engkau juga, untuk itu aku telah meminjam uang satu dinar, ini untukmu saja, ambillah!! Aku dahulukan engkau daripada diriku sendiri!!”

    Miqdad menerima uang itu dengan gembira, dan Ali berlalu pergi ke Masjid untuk shalat zhuhur karena waktunya hampir menjelang. Ia tetap tinggal di masjid hingga shalat ashar dan maghrib. Usai shalat mangrib, tiba-tiba Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam menghampirinya dan berkata, “Wahai Abul Hasan, apakah kamu punya makanan untuk kita makan malam??”

    Pada masa Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam, beliau lebih sering mengerjakan shalat jamaah isya’ pada akhir waktu, yakni menjelang tengah malam. Karena itu setelah shalat magrib biasanya para sahabat pulang dahulu. Ali tersentak kaget mendengar pertanyaan beliau, ia tidak bisa berkata apa-apa karena malu kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam. Karena ia diam saja, beliau bersabda lagi, “Jika kamu berkata ‘tidak’ maka aku akan pergi. Jika engkau berkata ‘ya’ maka aku akan pergi bersamamu!!”

    “Baiklah, ya Rasulullah, marilah ke rumah saya!!”

    Mereka berjalan beriringan ke rumah Ali, dan Fathimah langsung menyambut ketika mengetahui kedatangan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam, dan mengucap salam. Beliau menjawab salam putri tercintanya itu sambil mengusap kepalanya, kemudian bersabda, “Bagaimana engkau malam ini? Sudah siapkah makan malam untuk kita? Semoga Allah mengampunimu, dan Dia telah melakukannya!!”

    Fathimah mengambil mangkuk besar berisi makanan, yang beberapa waktu sebelumnya tiba-tiba saja telah berada di rumahnya tanpa tahu siapa yang membawakannya. Ali mencium aroma makanan yang sangat lezat, yang belum pernah rasanya ia menemukan makanan seperti itu. Ia memandang tajam kepada istrinya, sebuah pertanyaan keras dan kemarahan bercampur dalam pandangannya itu. Fathimah berkata, “Subhanallah, alangkah tajamnya pandanganmu!! Apakah aku telah berbuat kesalahan sehingga engkau tampak begitu murka?”

    Ali berkata, “Apakah ada dosa yang lebih besar daripada yang engkau perbuat hari ini? Tadi pada aku menjumpaimu dan engkau bersumpah tidak memiliki makanan apapun, bahkan sudah dua hari lamanya!!”

    Fathimah menengadah ke langit sambil berkata, “Tuhanku Maha Tahu, bahwa aku tidaklah berkata kecuali kebenaran semata!!”

    Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam tersenyum melihat pertengkaran kecil tersebut. Sambil meletakkan tangan di pundak Ali dan mengguncang-guncangkannya, beliau bersabda, “Wahai Ali, inilah pahala dinarmu, inilah balasan dinarmu. Allah memberi rezeki kepada siapa saja yang dikehendakinya!!”

    Sesaat kemudian Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam menangis penuh haru, dan bersabda, “Segala puji bagi Allah, Dzat yang telah mengeluarkan kalian berdua di dunia ini, yang telah memperjalankan engkau, wahai Ali di jalan (Nabi) Zakaria, dan memperjalankan engkau, wahai Fathimah di jalan Maryam!!”

     
  • erva kurniawan 2:49 am on 20 January 2021 Permalink | Balas  

    SEHELAI RAMBUTMU LEBIH MULIA DARI JUBAH ULAMA 

    SEHELAI RAMBUTMU LEBIH MULIA DARI JUBAH ULAMA

    Suatu hari Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah dikunjungi seorang wanita yang ingin mengadu.

    “Ustadz, saya adalah seorang ibu rumah tangga yang sudah lama ditinggal mati suami. Saya ini sangat miskin, sehingga untuk menghidupi anak-anak saya, saya merajut benang di malam hari, sementara siang hari saya gunakan untuk mengurus anak-anak saya dan menyambi sebagai buruh kasar di sela waktu yang ada. Karena saya tak mampu membeli lampu, maka pekerjaan merajut itu saya lakukan apabila sedang terang bulan.”

    Imam Ahmad rahimahullah menyimak dengan serius penuturan ibu tadi. Perasaannya miris mendengar ceritanya yang memprihatinkan. Dia adalah seorang ulama besar yang kaya raya dan dermawan. Sebenarnya hatinya telah tergerak untuk memberi sedekah kepada wanita itu, namun ia urungkan dahulu karena wanita itu melanjutkan pengaduannya.

    “Pada suatu hari, ada rombongan pejabat negara berkemah di depan rumah saya. Mereka menyalakan lampu yang jumlahnya amat banyak sehingga sinarnya terang benderang. Tanpa sepengetahuan mereka, saya segera merajut benang dengan memanfaatkan cahaya lampu-lampu itu. Tetapi setelah selesai saya sulam, saya bimbang, apakah hasilnya halal atau haram kalau saya jual? Bolehkah saya makan dari hasil penjualan itu? Sebab, saya melakukan pekerjaan itu dengan diterangi lampu yang minyaknya dibeli dengan uang negara, dan tentu saja itu tidak lain adalah uang rakyat.”

    Imam Ahmad rahimahullah terpesona dengan kemuliaan jiwa wanita itu. Ia begitu jujur, di tengah masyarakat yang bobrok akhlaknya dan hanya memikirkan kesenangan sendiri, tanpa peduli halal haram lagi. Padahal jelas, wanita ini begitu miskin dan papa. Maka dengan penuh rasa ingin tahu, Imam Ahmad rahimahullah bertanya, “Ibu, sebenarnya engkau ini siapa?”

    Dengan suara serak karena penderitaannya yang berkepanjangan, wanita ini mengaku, “Saya ini adik perempuan Basyar Al-Hafi.”

    Imam Ahmad rahimahullah makin terkejut. Basyar Al-Hafi rahimahullah adalah Gubernur yang terkenal sangat adil dan dihormati rakyatnya semasa hidupnya. Rupanya, jabatannya yg tinggi tidak disalahgunakannya untuk kepentingan keluarga dan kerabatnya. Sampai-sampai adik kandungnya pun hidup dalam keadaan miskin.

    Dengan menghela nafas berat, Imam Ahmad rahimahullah berkata, “Pada masa kini, ketika orang-orang sibuk memupuk kekayaan dengan berbagai cara, bahkan dengan menggerogoti uang negara dan menipu serta membebani rakyat yang sudah miskin, ternyata masih ada wanita terhormat seperti engkau, ibu. Sungguh, sehelai rambutmu yang terurai dari sela-sela jilbabmu jauh lebih mulia dibanding dengan berlapis-lapis serban yang kupakai dan berlembar-lembar jubah yang dikenakan para ulama. Subhanallah, sungguh mulianya engkau, hasil rajutan itu engkau haramkan? Padahal bagi kami itu tidak apa-apa, sebab yang engkau lakukan itu tidak merugikan keuangan negara…”

    Kemudian Imam Ahmad rahimahullah melanjutkan, “Ibu, izinkan aku memberi penghormatan untukmu. Silahkan engkau meminta apa saja dariku, bahkan sebagian besar hartaku, niscaya akan kuberikan kepada wanita semulia engkau…”.

    Diriwayatkan dari Abu Bakr Ash-Shiddiq, dari Rasulullah, beliau bersabda:

    لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ جَسَدٌ غُذِيَ بِحَرَامٍ“

    Tidak akan masuk ke dalam surga jasad yang diberi makan dengan yang haram.”
    (Shahih Lighairihi, HR. Abu Ya’la, Al-Bazzar, Ath-Thabarani dalam kitab Al-Ausath dan Al-Baihaqi, dan sebagian sanadnya hasan. Shahih At-Targhib 2/150 no. 1730)
    Zaskia
    Saudaraku,, Jangan hanya sekedar cari harta, Carilah keberkahan dalam harta tsb.

     
  • erva kurniawan 2:47 am on 19 January 2021 Permalink | Balas  

    Mukmin Tidak Pernah Puas Akan Kebaikan 

    Mukmin Tidak Pernah Puas Akan Kebaikan

    Oleh Ustadz Muslih Rasyid

    عن أبي سعيد الخدري رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال :
    ( لَن يَشبَعَ المُؤمِنُ مِن خَيرٍ يَسمَعُهُ حَتَّى يَكُونَ مُنتَهَاهُ الجَنَّةُ ) 

    Dari abu Said al Khudri Radhiyallahu ’Anhu dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda, “Orang yang beriman itu tidak pernah puas mendengarkan hal-hal yang baik sampai dia mencapai syurga” [Hr. At-Tirmidzi] dan dishahihkan Al-Hakim (4/129)

    Pelajaran yang terdapat di dalam hadist:

    1- Dalam hadits diatas di sebutkan bahwa seorang Mukmin harus mencari ilmu kebaikan, baik kebaikan untuk di dunia maupun di akhirat yang kelak bisa mengantarkannya menuju nikmat Allah yaitu Surga.

    2- Mukmin yang mencari ilmu kebaikan harus berfikir secara Islami.

    3- Agama Islam menganjurkan mempergunakan akal pikiran untuk menganalisa, meneliti semua makhluk dan alam benda ciptaan Allah ini, agar iman dan keyakinan semakin hidup dan semakin tinggi mutunya.

    4- Manusia melihat semua alam ciptaan Allah Ta’ala yang ditangkap oleh penglihatan, dipikir di dalam alam pikirnya, dirasakan pertimbangannya dalam hati, sebagai anugerah Tuhan yang perlu dimanfaatkan sebagai ibadah.

    5- Berfikir itu pelita yang hidup di dalam hati manusia. Ia merupakan jalannya perasaan yang dikirimkan melalui otak manusia untuk dilaksanakan oleh aggota badan dan panca indera. Hamba Allah yang suka berfikir, akan menghidupkan ruhaninya, menyegarkan otaknya, dan menyegarkan pelaksanaan ibadahnya.

    6- Mukmin yang berfikir secara Islami pada umumnya akan mencari ilmu kebaikan. Sehingga dengan ilmu kebaikan itulah karakter atau akhlak seorang mukmin dapat terbentuk.

    Tema hadits yang berkaitan dengan Al-Quran:

    • Merekalah orang-orang yang mendapat berita gembira dalam kehidupan dunia dan akhiratnya.

    فَبَشِّرْ عِبَادِ الَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ ۚ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ هَدَاهُمُ اللَّهُ ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمْ أُولُو الْأَلْبَابِ

    Oleh itu gembirakanlah hamba-hambaKu yang berusaha mendengar perkataan-perkataan yang sampai kepadanya lalu mereka memilih dan menurut akan yang sebaik-baiknya (pada segi hukum agama); mereka itulah orang-orang yang diberi hidayah petunjuk oleh Allah dan mereka itulah orang-orang yang berakal sempurna.
    [Surat Az-Zumar :17- 18].

     
  • erva kurniawan 2:47 pm on 18 January 2021 Permalink | Balas  

    Ali Bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘Anhu (2) 

    Ali Bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘Anhu

    Lanjutan

    Pada perang Khandaq, sekelompok kecil pasukan musyrik Quraisy berhasil menyeberangi parit, mereka ini antara lain, Amr bin Abdi Wudd, Ikrimah bin Abu Jahl dan Dhirar bin Khaththab. Segera saja Ali bin Abi Thalib dan sekelompok sahabat yang berjaga pada sisi tersebut mengepung mereka. Amr bin Abdi Wudd adalah jagoan Quraisy yang jarang memperoleh tandingan. Siapapun yang melawannya kebanyakan akan kalah. Ia melontarkan tantangan duel, dan segera saja Ali bin Abi Thalib menghadapinya. Amr bin Wudd sempat meremehkan Ali karena secara fisik memang ia jauh lebih besar dan gagah. Setelah turun dari kudanya, ia menunjukkan kekuatannya, ia menampar kudanya hingga roboh. Namun semua itu tidak membuat Ali gentar, bahkan dengan mudah Ali merobohkan dan membunuhnya. Melihat keadaan itu, anggota pasukan musyrik lainnya lari terbirit-birit sampai masuk parit untuk menyelamatkan diri.

    Menjelang perang Khaibar, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda sambil memegang bendera komando (panji peperangan), “Sesungguhnya besok aku akan memberikan bendera ini pada seseorang, yang Allah akan memberikan kemenangan dengan tangannya. Ia sangat mencintai Allah dan Rasul-Nya, Allah dan Rasul-Nya pun mencintainya”

    Esoknya para sahabat berkumpul di sekitar Rasullullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam dan sangat berharap dialah yang akan ditunjuk Beliau untuk memegang bendera tersebut. Alasannya jelas, ‘Sangat Mencintai Allah dan Rasul-Nya, Allah dan Rasul-Nya juga mencintainya’, derajad apalagi yang lebih tinggi daripada itu, dan itu diucapkan sendirioleh beliau. Pandangan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam berkeliling untuk mencari seseorang, para sahabat mencoba menunjukkan diri dengan harapan akan ditunjuk beliau. Tetapi beliau tidak menemukan yang dicari, maka beliau bersabda, “Dimanakah Ali bin Abi Thalib?”

    Seorang sahabat menjelaskan kalau Ali sedang mengeluhkan matanya yang sakit. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam menyuruh seseorang untuk menjemputnya, dan ketika Ali telah sampai di hadapan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam, beliau mengusap mata Ali dengan ludah beliau dan mendoakan, seketika sembuh. Sejak saat itu Ali tidak pernah sakit mata lagi. Beliau menyerahkan panji peperangan kepada Ali. Ali berkata, “Wahai Rasulullah, aku akan memerangi mereka hingga mereka sama seperti kita!!”

    “Janganlah terburu-buru,” Kata Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam, “Turunlah kepada mereka, serulah mereka kepada Islam. Demi Allah, lebih baik Allah memberi hidayah mereka melalui dirimu, daripada ghanimah berupa himar yang paling elok sekalipun!!”

    Sebagian riwayat menyebutkan, pemilihan Ali sebagai pemegang komando atau panji, setelah dua hari sebelumnya pasukan muslim gagal merebut atau membobol benteng Na’im, benteng terluar dari Khaibar. Khaibar sendiri memiliki delapan lapis benteng pertahanan yang besar, dan beberapa benteng kecil lainnya.

    Ketika perisainya pecah pada peperangan ini, Ali menjebol pintu kota Khaibar untuk menahan serangan panah yang bertubi-tubi, sekaligus menjadikannya sebagai tameng untuk terus menyerang musuh. Usai perang, Abu Rafi dan tujuh orang lainnya mencoba membalik pintu tersebut tetapi mereka tidak kuat. Dalam peperangan ini benteng Khaibar dapat ditaklukkan dan orang-orang Yahudi yang berniat menghabisi Islam justru terusir dari jazirah Arabia.

    Begitulah, hampir tidak ada peperangan yang tidak diterjuninya, dan Ali bin Abi Thalib selalu menunjukkan kepahlawanan dan kekesatriaannya, sekaligus kualitas akhlaknya sebagai didikan wahyu, didikan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam.

     
  • erva kurniawan 2:47 pm on 17 January 2021 Permalink | Balas  

    Tanggung Jawab Seorang Pemimpin 

    Tanggung Jawab Seorang Pemimpin

    Oleh Ustadz Muslih Rashid

    عن ابن عمرعن النبى – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – انه قَالَ – أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رعيته وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ وَالْعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ ألا فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

    Dari Ibn Umar Radhiyallahu ‘Anhu dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam sesungguhnya bersabda : “Setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannnya. Seorang kepala negara adalah pemimpin atas rakyatnya dan akan diminta pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya. Seorang suami adalah pemimpin atas anggota keluarganya dan akan ditanya perihal keluarga yang dipimpinnya. Seorang isteri adalah pemimpin atas rumah tangga dan anak-anaknya dan akan ditanya perihal tanggung jawabnya.  Seorang pembantu/pekerja rumah tangga adalah bertugas memelihara barang milik majikannya dan akan ditanya atas pertanggungjawabannya. Dan kamu sekalian pemimpin dan akan ditanya (diminta pertanggungan jawab) dari hal-hal yang dipimpinnya.”(HR.Muslim).

    Pelajaran yang terdapat di dalam hadits:

    1- Hadist di atas sangat jelas menerangkan tentang kepemimpinan setiap orang muslim dalam berbagai posisi dan tingkatannya. Mulai dari tingkatan pemimpin rakyat sampai tingkatan pemimpin terhadap diri sendiri. Semua orang pasti memiliki tanggung jawab dan akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala atas kepemimpinannya kelak di akhirat.

    2- Etika paling pokok dalam kepemimpinan dalam Islam adalah tanggung jawab. Semua orang yang hidup di muka bumi ini disebut sebagai pemimpin. Karenanya, sebagai pemimpin, mereka semua memikul tanggung jawab, sekurang-kurangnya terhadap dirinya sendiri. Seorang suami bertanggung jawab atas istrinya, seorang bapak bertangung jawab kepada anak-anaknya, seorang majikan betanggung jawab kepada pekerjanya, seorang atasan bertanggung jawab kepada bawahannya, dan seorang presiden, bupati, gubernur bertanggung jawab kepada rakyat yang dipimpinnya, dst.

    3- Dengan demikian, setiap orang Islam harus berusaha untuk menjadi pemimpin yang paling baik dalam segala tindakannya.

    Tema hadist yang berkaitan dengan Al Qur’an:

    • Pemimpin harus berbuat adil dan ihsan (kebajikan).

    إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

    Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat ihsan (kebajikan), memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepada kalian agar kalian dapat mengambil pelajaran.[QS. al-Nahl ayat 90].

     
  • erva kurniawan 2:44 am on 16 January 2021 Permalink | Balas  

    Ali Bin Abi Thalib Radhiyallahu Anhu (1) 

    Ali Bin Abi Thalib Radhiyallahu Anhu

    Tumbuh dalam Didikan Kenabian Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam

    Ali bin Abi Thalib masih sepupu Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam, putra dari Abi Thalib bin Abdul Muthalib, paman yang mengasuh beliau sejak usia delapan tahun. Pamannya ini bersama Khadijah, istri beliau menjadi pembela utama beliau untuk mendakwahkan Islam selama tinggal di Makkah, walau Abi Thalib sendiri meninggal dalam kekafiran.
    Ali bin Abi Thalib lahir sepuluh tahun sebelum kenabian, tetapi telah diasuh Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam sejak usia 6 tahun.

    Sebagian riwayat menyebutkan ia orang ke dua yang memeluk Islam, yakni setelah Khadijah, riwayat lainnya menyebutkan ia orang ke tiga, setelah Khadijah dan putra angkat beliau Zaid bin Haritsah. Bisa dikatakan ia tumbuh dan dewasa dalam didikan akhlakul karimah Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam dan bimbingan wahyu. Maka tidak heran watak dan karakter Ali bin Abi Thalib mirip dengan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam. Dan secara keilmuan, ia mengalahkan sebagian besar sahabat lainnya, sehingga beliau Shallallahu ‘Alaihi Wassalam pernah bersabda, “Ana madinatul ilmu, wa Ali baabuuha…”(Saya kotanya ilmu dan Ali adalah pintunya).

    Apalagi, ia kemudian dinikahkan dengan putri kesayangan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam , Fathimah az Zahra, sehingga bimbingan pembentukan kepribadian Ali bin Abi Thalib oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam terus berlanjut hingga kewafatan beliau.

    Jiwa Perjuangan dan Kepahlawanan Ali bin Abi Thalib

    Salah satu yang terkenal dari Ali bin Abi Thalib adalah sifat ksatria dan kepahlawanannya. Bersama pedang kesayangannya yang diberi nama Dzul Fiqar, sebagian riwayat menyatakan pedangnya tersebut mempunyai dua ujung lancip, ia menerjuni hampir semua medan jihad tanpa sedikitpun rasa khawatir dan takut. Walau secara penampilan fisiknya Ali tidaklah kekar dan perkasa seperti Umar bin Khattab misalnya, tetapi dalam setiap duel dan pertempuran dengan pedangnya itu ia hampir selalu memperoleh kemenangan. Tidak berarti bahwa ia tidak pernah terluka dan terkena senjata musuh, hanya saja luka-luka yang dialaminya tidak pernah menyurutkan semangatnya.
    Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam seolah mengokohkan kepahlawanannya dengan sabda beliau, “Tiada pedang (yang benar-benar hebat) selain pedang Dzul Fiqar, dan tiada pemuda (yang benar-benar ksatria dan gagah berani) selain Ali bin Abi Thalib…” (Laa fatan illaa aliyyun).

    Ali bin Abi Thalib tidak pernah ketinggalan berjuang bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam menerjuni medan pertempuran. Ketika perang Badar akan dimulai, tiga penunggang kuda handal dari kaum musyrik Quraisy maju menantang duel. Mereka dari satu keluarga, Utbah bin Rabi’ah, Syaibah bin Rab’iah dan Walid bin Utbah. Tampillah tiga pemuda Anshar menyambut tantangan mereka, Auf bin Harits al Afra, Muawwidz bin Harits al Afra dan Abdullah bin Rawahah. Tetapi tokoh Quraisy ini menolak ketiganya, dan meminta orang terpandang dari golongan Quraisy juga. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam memerintahkan Ubaidah bin Harits, Hamzah dan Ali bin Abi Thalib. Ali menghadapi Walid, sebagian riwayat menyatakan ia menghadapi Syaibah. Ini adalah pertempuran pertamanya, tetapi dengan mudah Ali mengalahkan lawannya, yang jauh lebih terlatih dan berpengalaman.

    Pada perang Uhud, ketika pemegang panji Islam, Mush’ab bin Umair menemui syahidnya, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam memerintahkan Ali menggantikan kedudukannya. Tangan kiri memegang panji, tangan kanan mengerakkan pedang Dzul Fiqarnya, menghadapi serangan demi serangan yang datang. Tiba-tiba terdengar tantangan duel dari pemegang panji pasukan musyrik, yakni pahlawan Quraisy Sa’ad bin Abi Thalhah. Karena masing-masing sibuk menghadapi lawannya, tantangan tersebut tidak ada yang menanggapi, ia pun makin sesumbar, dan Ali tidak dapat menahan dirinya lagi. Setelah mematahkan serangan lawannya, ia meloncat menghadapi orang yang sombong tersebut, ia berkata, “Akulah yang akan menghadapimu, wahai Sa’ad bin Abi Thalhah. Majulah wahai musuh Allah…!!”

    Merekapun terlibat saling serang dengan pedangnya, di sela-sela dua pasukan yang bertempur rapat. Pada suatu kesempatan, Ali berhasil menebas kaki lawannya hingga jatuh tersungkur. Ketika akan memberikan pukulan terakhir untuk membunuhnya, Sa’ad membuka auratnya dan Ali-pun berpaling dan berlalu pergi, tidak jadi membunuhnya. Ketika seorang sahabat menanyakan alasan mengapa tidak membunuhnya, ia berkata, “Ia memperlihatkan auratnya, sehingga saya malu dan kasihan kepadanya…”

     
  • erva kurniawan 2:44 am on 15 January 2021 Permalink | Balas  

    Surga Diliputi Perkara Yang Dibenci Jiwa Neraka Diliputi Perkara Yang Disukai Nafsu 

    Surga Diliputi Perkara Yang Dibenci Jiwa Neraka Diliputi Perkara Yang Disukai Nafsu

    Oleh Ustadz Muslih Rashid

    عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رضي الله عنه قَالَ، قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « حُفَّتِ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ وَحُفَّتِ النَّارُ بِالشَّهَوَاتِ ».

    Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Surga itu diliputi dengan hal-hal yang tidak menyenangkan, dan neraka itu diliputi hal-hal yang menyenangkan.”
    (HR. Muslim IV/2174 no.2822, At-Tirmidzi IV/693 no.2559, dan Ahmad III/284 no.14062)

    Pelajaran yang terdapat di dalam hadits:

    1- Maksud sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa, neraka itu diliputi oleh hal-hal yg menyenangkan nafsu syahwat ialah bahwa jalan menuju neraka itu dipenuhi dengan hal-hal yang disukai oleh nafsu syahwat.

    2- Nafsu syahwat ada dua, syahwat faraj (kemaluan) dan buthun (perut).
    Nafsu syahwat faraj seperti: zina, homoseks, dan lain-lain.
    Nafsu syahwat buthun seperti:
    riba, korupsi, mengurangi takaran dan timbangan.
    Semuanya itu sangat disukai nafsu syahwat.

    3- Ketika seorang hamba melakukan hal-hal itu semua demi mengikuti hawa nafsu dan menyenangkan jiwanya yang dilarang oleh agama, maka ia pun terancam untuk masuk ke dalam api Neraka.

    4- Sedangkan sabda Nabi (surga itu dikelilingi oleh hal-hal yg tidak menyenangkan) maksudnya ialah bahwa jalan menuju surga itu dipenuhi dengan rintangan-rintangan dan amalan-amalan yang tidak disukai oleh jiwa manusia karena bertentangan dengan hawa nafsu. Seperti perintah mendirikan sholat 5 waktu, menunaikan zakat, infak, sodaqoh, puasa, berjihad di jalan Allah, kewajiban menuntut ilmu agama, menutup aurat, meninggalkan zina, judi, mabuk, korupsi, riba, dan dosa2 lainnya. Semuanya itu terasa sangat berat bagi jiwa manusia. Sehingga tatkala seorang hamba bersabar dan istiqomah dlm menjalankan setiap perintah Allah dan menjauhi setiap larangan-Nya yg mana terasa sangat berat bagi jiwanya dan bertentangan dengan keinginan hawa nafsunya, maka ia dijanjikan oleh Allah dan Rasul-Nya untuk masuk Surga yg penuh dengan kenikmatan yg kekal nan abadi. 

    5- Maka dari itu, Nabi shallallahu alaihi wasallam menggambarkan surga dan neraka dengan gambaran seperti itu. 

    Tema hadist yang berkaitan dengan Al Qur’an:

    • Yaitu takut akan hari ia dihadapkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan takut akan keputusan Allah terhadap dirinya di hari itu, lalu ia menahan hawa nafsunya dan tidak memperturutkannya serta menundukkannya untuk taat kepada Tuhannya, surgalah tempatnya.

    وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى
    فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى

    Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya.
    maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya)
    (An-Nazi’at: 40-41).

     
  • erva kurniawan 2:44 pm on 14 January 2021 Permalink | Balas  

    Kisah Utsman Bin Affan Radhiyallahu Anhu (3) 

    Kisah Utsman Bin Affan Radhiyallahu Anhu

    Pada awal hijrah ke Madinah, kaum Muhajirin mengalami kesulitan air. Sebenarnya ada mata air yang mengeluarkan air tawar yang segar dan enak yang disebut Sumur Raumah. Sayangnya mata air ini dikuasai oleh orang Yahudi, yang menjualnya satu geriba air dengan segantang gandum. Kaum Muhajirin yang kebanyakan meninggalkan kekayaannya di Makkah tentu saja tak mampu membayarnya.

    Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam mengharapkan ada sahabat yang membeli telaga tersebut untuk kepentingan umat muslim, maka tampillah Utsman bin Affan memenuhi harapan Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Pada awalnya si Yahudi menolak menjualnya, maka Utsman bersiasat dengan membeli separuhnya saja. Si Yahudi setuju dengan harga 12.000 dirham, dengan pembagian, satu hari untuk Utsman dan satu hari untuk si Yahudi.

    Ketika giliran waktu untuk Utsman, kaum muslimin dan masyarakat Madinah yang membutuhkan air dipersilahkan untuk mengambilnya dengan gratis dan tanpa batas. Karena itu mereka menampung untuk dua hari. Ketika tiba giliran waktu untuk si Yahudi, tak ada lagi orang yang membeli air darinya sehingga ia kehilangan pendapatannya dari telaga tersebut. Akhirnya ia menjual bagiannya tersebut kepada Utsman seharga 8.000 dirham, sehingga masyarakat Madinah bisa memperoleh air segar telaga tersebut kapan saja dengan cuma-cuma.

    Ketika kaum muslimin di Madinah makin banyak dan masjid tidak lagi bisa menampung, Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bermaksud melakukan perluasan dengan membeli tanah dan bangunan di sekitar masjid. Tampillah Utsman untuk merealisasikan maksud Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam tersebut, dan tanpa segan ia mengeluarkan 15.000 dinar. Begitupun setelah Fathul Makkah, Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bermaksud memperluas Masjidil Haram dengan membeli tanah dan bangunan sekitar masjid, sekali lagi Utsman tampil memenuhi harapan Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam dengan mengeluarkan sedekah 10.000 dinar.

    Masih banyak lagi kisah kedermawanan Utsman sehingga tak heran jika Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam berkata, bahwa teman beliau di surga adalah Utsman bin Affan.

    Satu peristiwa lagi di jaman Khalifah Abu Bakar, saat itu paceklik melanda kota Madinah, kaum musliminpun mengalami berbagai kesulitan. Ketika dilaporkan kepada Abu Bakar, ia berkata, “Insya Allah, besok sebelum sore tiba, akan datang pertolongan Allah…”

    Pagi hari esoknya, datanglah kafilah dagang Utsman dari Syam yang penuh dengan bahan makanan pokok. Berkumpullah para pedagang, termasuk dari kaum Yahudi yang biasa memonopoli perdagangan bahan makanan, mereka berlomba melakukan penawaran. Utsman berkata, “Berapa banyak kalian akan memberi saya keuntungan?”

    “Sepuluh menjadi dua belas.” Kata seorang pedagang.

    “Ada yang lebih tinggi?” Tanya Utsman.

    “Sepuluh menjadi lima belas.” Pedagang lain menawar.

    “Siapa yang berani menawarnya lebih dari itu, padahal seluruh pedagang Madinah berkumpul di sini?”

    Utsman bertanya, “Ada yang berani memberi keuntungan sepuluh menjadi seratus, atau sepuluh kali lipat?”

    “Apa ada yang mau membayar sebanyak itu?”

    “Ada, yakni Allah Subhanahu Wata’ala….” Kata Utsman dengan tegas. Para pedagang itupun berlalu pergi, dan Utsman membagi-bagikannya dengan cuma-cuma kepada warga fakir miskin Madinah dan mereka yang memerlukannya.

     
  • erva kurniawan 2:44 pm on 13 January 2021 Permalink | Balas  

    Antara Kebaikan dan Dosa 

    Antara Kebaikan dan Dosa

    Oleh Ustadz Muslih Rasyid

    عَنْ النَّوَّاسِ بنِ سَمْعَانَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى الله عليه وسلم قَالَ : الْبِرُّ حُسْنُ الْخُلُقِ وَاْلإِثْمُ مَا حَاكَ فِي نَفْسِكَ وَكَرِهْتَ أَنْ يَطَّلِعَ عَلَيْهِ النَّاسُ . [رَوَاهُ مُسْلِم] .
    وَعَنْ وَابِصَةَ بْنِ مَعْبَد رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : أَتَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : جِئْتَ تَسْألُ عَنِ الْبِرِّ قُلْتُ : نَعَمْ، قَالَ : اِسْتَفْتِ قَلْبَكَ، الْبِرُّ مَا اطْمَأَنَّتْ إِلَيْهِ النَّفْسُ وَاطْمَأَنَّ إِلَيْهِ الْقَلْبُ، وَاْلإِثْمُ مَا حَاكَ فِي النَّفْسِ وَتَرَدَّدَ فِي الصَّدْرِ، وَإِنْ أَفْتَاكَ النَّاسُ وَأَفْتَوْكَ “
    [حديث حسن رويناه في مسندي الإمامين أحمد بن حنبل والدارمي بإسناد حسن]

    Dari Nawwas bin Sam’an radhiallahuanhu , dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda : “Kebaikan adalah akhlak yang baik, dan dosa adalah apa yang terasa mengaggu jiwamu dan engkau tidak suka jika diketahui manusia “ Riwayat Muslim. Dan dari Wabishah bin Ma’bad radhiallahu’anhu dia berkata : Saya mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau bersabda : Engkau datang untuk menanyakan kebaikan ?, saya menjawab : Ya. Beliau bersabda : Mintalah pendapat dari hatimu, kebaikan adalah apa yang jiwa dan hati tenang karenanya, dan dosa adalah apa yang terasa mengganggu jiwa dan menimbulkan keragu-raguan dalam dada, meskipun orang-orang memberi fatwa kepadamu dan mereka membenarkannya.
    (Hadits hasan kami riwayatkan dari dua musnad Imam Ahmad bin Hanbal dan Ad Darimi dengan sanad yang hasan.

    Pelajaran yang terdapat di dalam hadits :

    1. Tanda perbuatan dosa adalah timbulnya keragu-raguan dalam jiwa dan tidak suka kalau hal itu diketahui orang lain.
    2. Siapa yang ingin melakukan suatu perbuatan maka hendaklah dia menanyakan hal tersebut pada dirinya .
    3. Anjuran untuk berakhlak mulia karena akhlak yang mulia termasuk unsur kebaikan yang sangat besar.
    4. Hati seorang mu’min akan tenang dengan perbuatan yang halal dan gusar dengan perbuatan haram.
    5. Melihat terlebih dahulu ketetapan hukum sebelum mengambil tindakan. Ambillah yang paling dekat dengan ketakwaan dan kewara’an dalam agama.
    6. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika menyampaikan sesuatu kepada para shahabatnya selalu mempertimbangkan kondisi mereka.
    7. Perhatian Islam terhadap pendidikan sisi agama yang bersifat internal dalam hati orang beriman dan meminta keputusannya sebelum mengambil tindakan.

    Tema hadits yang berkaitan dengan Al-Quran:

    1. Kebenaran melahirkan ketenangan hati

    وَمَا جَعَلَهُ اللَّهُ إِلا بُشْرَى وَلِتَطْمَئِنَّ بِهِ قُلُوبُكُمْ وَمَا النَّصْرُ إِلا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

    Dan Allah tidakmenjadikannya (mengirim bala bantuan itu), melainkan sebagai kabar gembira dan agar hati kalian menjadi tenteram karenanya. Dan kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha perkasa lagi Maha­ bijaksana.
    (Al-Anfal:10)

    1. Hati-hati dalam memberi fatwa

    وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولا

    Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempu­nyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggung­jawabannya.(Al-Isra:36).

     
    • Arfan Nasiru 7:33 pm on 14 Januari 2021 Permalink

      Bagus

  • erva kurniawan 2:41 pm on 12 January 2021 Permalink | Balas  

    Kisah Utsman Bin Affan Radhiyallahu Anhu (2) 

    Kisah Utsman Bin Affan Radhiyallahu Anhu

    Utsman bin Affan berasal dari kalangan bangsawan Suku Quraisy, kaya raya dan pengusaha yang sukses. Ia termasuk kelompok sahabat yang pertama-tama memeluk Islam. Dalam perjalanan pulang dari perniagaannya di Syam, di sebuah tempat teduh antara Ma’an dan Zarqa, ia tertidur dan bermimpi. Dalam mimpinya itu ia mendengar seorang penyeru agar mereka yang tidur segera bangun, karena Ahmad telah bangkit di Makkah!!

    Setibanya di Makkah, ia segera menemui sahabatnya, Abu Bakar dan menceritakan mimpinya. Ternyata Abu Bakar telah memeluk Islam, dan menceritakan tentang dakwah baru yang disampaikan Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Utsman yang sebelumnya memang begitu takjub dan terpesona dengan ketinggian dan kemuliaan akhlak Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, segera saja meminta Abu Bakar mengantarnya menghadap Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam untuk berba’iat memeluk Islam.

    Ketika keislamannya diketahui keluarganya, pamannya yang bernama Hakam bin Abul Ash bin Umayyah menangkap dan mengikatnya dengan tali, kemudian berkata, “Apakah kamu membenci agama nenek moyangmu dan lebih suka pada agama baru tersebut? Demi Allah, aku tidak akan melepaskan ikatanmu selamanya, jika kau tidak kembali ke agama nenek moyangmu!!”

    Tetapi keimanan telah merasuki jiwanya sehingga dengan tegas ia berkata, “Demi Allah aku tidak akan meninggalkan agama ini selama-lamanya, dan tidak akan berpisah dengannya.”

    Melihat keteguhannya yang rasanya tidak akan tergoyahkan, akhirnya Hakam melepaskan ikatannya.

    Mengenai Utsman bin Affan, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam menyatakan, “Tidak ada yang membahayakan Utsman, setelah apa yang dilakukannya hari ini….”

    Ungkapan ini disabdakan Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam setelah apa yang dibelanjakan Utsman bin Affan di jalan Allah untuk perang Tabuk. Pasukan yang dibentuk untuk menghadapi serangan pasukan Romawi ini disebut dengan Jaisyul Usrah (Pasukan di Masa Sulit), karena waktu itu musim panas, kekeringan dan paceklik melanda jazirah Arab. Tidak mudah menghimpun dana dan perbekalan sementara kebanyakan kaum muslimin sendiri dalam kesulitan menjalani hidup sehari-hari.

    Utsman bin Affan yang tengah mempersiapkan kafilah dagang ke Syam dengan 200 ekor unta lengkap barang dan perbekalannya berikut 200 uqiyah, langsung dibelokkan ke masjid Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam untuk pasukan Tabuk. Itu belum cukup juga, ia menambah dan menambah hingga mencapai 900 unta dan 100 kuda, riwayat lain menyebutkan sebanyak 940 unta dan 60 kuda, lengkap dengan perlengkapan dan perbekalannya. Masih belum puas bersedekah, Utsman datang ke kamar Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam dan menyerahkan 700 uqiyah emas, riwayat lain menyebutkan 1000 atau 10.000 dinar, yang langsung diterima oleh tangan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam sendiri.

    Ungkapan dan sabda Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam tersebut mungkin merupakan puncak kekaguman dan penghargaan beliau atas pengorbanan Utsman atas kekayaannya, demi kepentingan ummat dan agama Islam.

    InsyaAllah besok kita lanjutkan dengan Kisah Utsman Bin Affan Radhiyallahu ‘Anhu ini…

     
  • erva kurniawan 2:41 pm on 11 January 2021 Permalink | Balas  

    Kemana Masa Mudaku Melangkah? 

    Kemana Masa Mudaku Melangkah?

    Oleh Ustadz Muslih Rashid

    عن أبي هريرة رضي اللَّه عنه، رسول اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلم قال :
    سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ: اْلإِمَامُ الْعَادِلُ، وَشَابٌّ نَشَأَ بِعِبَادَةِ اللهِ، وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ، وَرَجُلاَنِ تَحَابَّا فِي اللهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ، وَرَجُلٌ دعته امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ: إِنِّيْ أَخَافُ اللهَ، وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لاَ تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِيْنُهُ، وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ

    Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,
    “Ada tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah dengan naungan ‘Arsy-Nya pada hari dimana tidak ada naungan kecuali hanya naungan-Nya semata. Mereka adalah pemimpin yang adil, pemuda yang tumbuh besar dalam beribadah kepada Rabbnya, seseorang yang hatinya senantiasa terpaut pada masjid, dua orang yang saling mencintai karena Allah; keduanya berkumpul berpisah karena Allah, seorang laki-laki yang diajak (berzina) oleh seorang wanita yang berkedudukan lagi cantik lalu mengatakan, ‘Sungguh aku takut kepada Allah’, seseorang yang bersedekah lalu merahasiakannya sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya, dan orang yang berdzikir kepada Allah di waktu sunyi, lalu berlinanglah air matanya” (Hadits shahih. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim).

    Pelajaran yang terdapat di dalam hadist:

    1- Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan ganjaran yang didapatkan oleh pemuda yang tumbuh besar dalam beribadah kepada Rabbnya sebagai bentuk kasih sayang beliau kepada para pemuda, agar mereka semangat menghamba kepada Rabb alam semesta.

    2- Bahwa salah satu golongan orang yang mendapatkan naungan ‘Arsy Allah pada hari akhir adalah pemuda yang tumbuh besar dalam beribadah kepada Rabbnya. Pada hari itu, manusia dikumpulkan di padang Mahsyar. Matahari didekatkan sedekat satu mil dari mereka, sehingga manusia berkeringat, hingga keringat tersebut menenggelamkan mereka sesuai dengan amalan masing-masing ketika di dunia ini. Maka, betapa beruntungnya orang-orang yang mendapatkan naungan ‘Arsy Allah saat itu, karena demikian panas terasa.

    3- Bahwa maknanya adalah pemuda yang saat masa muda, kebaikannya lebih banyak dan keburukannya lebih sedikit dibandingkan dengan pemuda lain yang tumbuh tidak dalam ketaatan kepada Allah. Lalu saat-saat tuanya dan akhir hidupnya, iapun taat kepada Rabbnya.

    4- Bahwa maknanya adalah pemuda yang terdidik dalam ketaatan kepada Allah. Sejak kecilnya ia tumbuh berkembang di atas ketaatan tersebut, sehingga ketika sampai usia muda, ia disibukkan dengan ketaatan, bahkan ia habiskan waktu mudanya dalam ketaatan kepada Rabbnya. Hingga iapun diganjar dengan mendapatkan naungan ‘Arsy Allah pada hari Akhir, karena langgengnya dalam menjaga diri dan mengendalikan hawa nafsu agar tidak berbuat sesuatu yang menyelisihi perintah Rabbnya.

    Tema hadist yang berkaitan dengan Al qur’an :

    • Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sosok utusan Allah yang paling semangat dalam mendidik para pemuda. Beliau memiliki kasih sayang yang sangat besar terhada umat ini. Beliau tidak ingin sedikitpun mereka terluput dari kebaikan.

    لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

    “Sungguh telah datang kepada kalian seorang Rasul dari kaum kalian sendiri, berat terasa olehnya penderitaan kalian, sangat menginginkan (keimanan dan kebaikan) bagi kalian, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin” (At-Taubah: 128).

     
  • erva kurniawan 2:41 pm on 10 January 2021 Permalink | Balas  

    Kisah Utsman Bin Affan Radhiyallahu Anhu (1) 

    Kisah Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam

    Kisah Utsman Bin Affan Radhiyallahu Anhu

    Utsman bin Affan bin Abil ‘Ash bin Umayyah bin Abdusy Syams bin Abdu Manaf bin Qushai bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luwa’i bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin an-Nadhr bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’addu bin Adnan.

    Abu Amr, Abu Abdullah al-Quraisy, al-Umawi Amirul mukminin Dzun Nurain yang telah berhijrah dua kali dan suami dari dua orang putri Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Ibu beliau bernama Arwa binti Kuraiz bin Rabi’ah bin Hubaib bin Abdusy Syams dan neneknya bernama Ummu Hakim Bidha’ binti Abdul Muththalib paman Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam.

    Beliau salah seorang dari sepuluh sahabat yang diberitakan masuk surga dan salah seorang anggota dari enam orang anggota Syura serta salah seorang dari tiga orang kandidat khalifah dan akhirnya terpilih menjadi khalifah sesuai dengan kesepakatan kaum Muhajirin dan Anshar Radhiyallahu ‘Anhum juga merupakan khulafaur Rasyidin yang ketiga, imam mahdiyin yang diperintahkan untuk mengikuti jejak mereka.

    Islam & Jihad Ustman bin Affan radhiyallahu ‘anhu

    Utsman bin Affan masuk Islam melalui dakwah Abu Bakar ash-Shiddiq. Beliau adalah orang pertama yang hijrah ke negri Ethiopia bersama istrinya Ruqayah binti Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam kemudian kembali ke Makkah dan hijrah ke Madinah. Beliau tidak dapat ikut serta pada perang Badar karena sibuk mengurusi putri Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam (istri beliau) yang sedang sakit, jadi beliau hanya tinggal di Madinah. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam Memberikan bagian dari harta rampasan dan pahala perang tersebut kepada beliau dan beliau dianggap ikut serta dalam peperangan. Ketika istri beliau meninggal, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam menikahkannya dengan adik istrinya yang bernama Ummu Kaltsum yang pada akhirnya juga meninggal ketika masih menjadi istri beliau. Beliau ikut serta dalam peperangan Uhud, Khandaq, Perjanjian Hudaibiyah yang pada waktu itu Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam membai’atkan untuk Utsman dengan tangan beliau sendiri. Utsman bin Affan juga ikut serta dalam peperangan Khaibar, Tabuk, dan beliau juga pernah memberikan untuk pasukan ‘Usrah sebanyak tiga ratus ekor unta dengan segala perlengkapannya.

    Dari Abdurrahman bin Samurah bahwa pada suatu hari Utsman bin Affan datang membawa seribu dinar dan meletakkannya di kamar Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda, ”Tidak ada dosa bagi Utsman setelah ia melakukan ini (diucapkan dua kali).”

    Utsman bin Affan menjadi khalifah setelah Umar Bin Khaththab Radhiyallahu ‘Anhu banyak menaklukkan berbagai negara melalui tangan beliau. Semakin lebarlah wilayah negara Islam dan bertambah luas serta sampailah misi Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam ke sebelah timur dan barat bumi ini. Nampaklah kebenaran Firman Allah Subhanahu Wata’ala.

    “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhaiNya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan merobah (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahKu dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang yang fasik.” (An-Nur: 55).

    Firman Allah Subhanahu Wata’ala:

    “Dia-lah yang mengutus RasulNya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia memenangkannya di atas segala agama-agama meskipun orang-orang musyrik benci.“ (Ash-Shaf: 9).

    Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:

    “jika Kaisar mati maka tida lagi kaisar setelahnya dan jika Kisra meninggal maka tiada lagi Kisra setelahnya, demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya harta-harta karun mereka akan di gunakan untuk perang di jalan Allah.”

    Semua ini terjadi dan terbukti pada zaman Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘Anhu.

     
  • erva kurniawan 2:41 pm on 9 January 2021 Permalink | Balas  

    Ilmu Dicabut dengan Wafatnya Ulama 

    Ilmu Dicabut dengan Wafatnya Ulama

    Oleh Ustadz Muslih Rashid

    عن عبد الله بن عمرو بن عاص رضي اللَّه عنه قال، قال رسول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :
    ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠﻪ ﻻ ﻳَﻘْﺒِﺾُ ﺍﻟﻌِﻠْﻢَ ﺍﻧْﺘِﺰَﺍﻋَﺎً ﻳَﻨْﺘَﺰِﻋُﻪُ ﻣﻦ ﺍﻟﻌِﺒﺎﺩِ ﻭﻟَﻜِﻦْ ﻳَﻘْﺒِﺾُ ﺍﻟﻌِﻠْﻢَ ﺑِﻘَﺒْﺾِ ﺍﻟﻌُﻠَﻤَﺎﺀِ ﺣﺘَّﻰ ﺇﺫﺍ ﻟَﻢْ ﻳُﺒْﻖِ ﻋَﺎﻟِﻢٌ ﺍﺗَّﺨَﺬَ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺭﺅﺳَﺎً ﺟُﻬَّﺎﻻً ، ﻓَﺴُﺌِﻠﻮﺍ ﻓَﺄَﻓْﺘَﻮْﺍ ﺑِﻐَﻴْﺮِ ﻋِﻠْﻢٍ ﻓَﻀَﻠُّﻮﺍ ﻭَﺃَﺿَﻠُّﻮﺍ

    Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash Radhiyallahu anhuma, beliau berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
    “Sesungguhnya Allah Ta’ala tidak mengangkat ilmu dengan sekali cabutan dari para hamba-Nya, akan tetapi Allah mengangkat ilmu dengan mewafatkan para ulama. Ketika tidak tersisa lagi seorang ulama pun, manusia merujuk kepada orang-orang bodoh. Mereka bertanya, maka mereka (orang-orang bodoh) itu berfatwa tanpa ilmu. mereka sesat dan menyesatkan.“[HR. Bukhari]

    Pelajaran yang terdapat di dalam hadits :

    1- Sungguh membuat hati cukup sedih jika mendengar berita wafatnya ulama. Terlebih ulama tersebut adalah ulama ahlus sunnah wal jamaah yang sangat giat, belajar, berdakwah dan memberikan pencerahan yang banyak kepada manusia.

    2- Dengan wafatnya ulama, berarti Allah telah mulai mengangkat ilmu dari manusia.

    3- Bahwa yang dimaksud ilmu di sini adalah ilmu untuk makrifatullah dan iman kepada-Nya serta ilmu mengenai hukum-hukum Allah, karena ilmu hakiki adalah ilmu yang berkenaan dengan hal ini.

    4- Dengan wafatnya para ulama maka proses mengajar akan berhenti, sehingga tidak ada yang menggantikan ulama-ulama sebelumnya.

    5- Hadits ini menjelaskan
    menghapuskannya dari dada para penghapalnya, akan tetapi maknanya adalah wafatnya para pemilik ilmu tersebut. Manusia kemudian menjadikan orang-orang bodoh untuk memutuskan hukum sesuatu dengan kebodohan mereka. Akhirnya mereka pun sesat dan menyesatkan orang lain.

    6- Para ulama pasti akan Allah wafatkan karena setiap yang bernyawa pasti akan merasakan kematian. Hendaknya kita terus semangat mempelajari ilmu dan mengamalkannya.

    Tema hadist yang berkaitan dengan Al-qur’an :

    1- Sesungguhnya yang benar-benar takut kepada Allah dari kalangan hamba-hamba-Nya hanyalah para ulama yang mengetahui tentang Allah Subhanahu wa Ta’ala Karena sesungguhnya semakin sempurna pengetahuan seseorang tentang Allah Subhanahu wa Ta’ala Yang Mahabesar, Mahakuasa, Maha Mengetahui lagi menyandang semua sifat sempurna dan memiliki nama-nama yang terbaik, maka makin bertambah sempurnalah ketakutannya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala

    إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ

    Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama.(Fathir: 28)

    2- Al-Quran secara implisit mengisyaratkan wafatnya ulama sebagai sebuah penyebab kehancuran dunia.
    Menurut suatu riwayat, Ibnu Abbas mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah rusaknya daerah-daerah itu dengan kematian ulama, ahli fiqih, dan ahli kebaikannya.
    Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, bahwa makna yang dimaksud ialah meninggal ulamanya.

    أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّا نَأْتِي الأرْضَ نَنْقُصُهَا مِنْ أَطْرَافِهَا

    Dan apakah mereka tidak melihat bahwa sesungguhnya Kami men­datangi daerah-daerah (orang-orang kafir), lalu Kami kurangi daerah-daerah itu (sedikit demi sedikit) dari tepi-tepinya? (Ar-Ra’d: 41).

     
  • erva kurniawan 2:37 pm on 8 January 2021 Permalink | Balas  

    Kisah Umar Bin Khaththab Radhiyallahu Anhu (6) 

    Kisah Umar Bin Khaththab Radhiyallahu Anhu

    ….Apakah engkau mengira bahwa sabda Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam akan terjadi pada jamanku?

    Seusai perang Hunain, ketika orang-orang Anshar merasa tidak puas dengan cara Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam membagi ghanimah, beliau mengumpulkan mereka dan menjelaskan alasannya. Setelah itu beliau bersabda, bahwa orang-orang Anshar suatu ketika akan menerima perlakuan berat sebelah dan tidak adil dari mereka yang sedang berkuasa.

    Suatu ketika Umar membagi-bagikan pakaian kepada umat Islam. Usaid bin Hudair, salah seorang tokoh sahabat Anshar, melihat seorang pemuda Quraisy memakai pakaian pemberian Umar yang lebih bagus daripada yang diterimanya, iapun berkata, “Benarlah Allah dan Rasulnya!!”

    Ketika Umar diberitahu tentang penuturan Usaid, segera saja ia menemui Usaid, yang saat itu sedang shalat. Dengan sabar Umar menunggunya sampai selesai shalat, setelah itu ia berkata, “Wahai Usaid, apakah engkau mengira bahwa sabda beliau itu (yakni sabda beliau seusai Perang Hunain) akan terjadi pada jamanku ini? Sesungguhnya pakaian itu telah aku berikan kepada seseorang yang mengikuti perang Badar dan Uhud, dan juga Ba’iatul Aqabah, dan pemuda Quraisy itu telah membeli pakaian tersebut darinya!”

    Setelah mendengar penjelasan tersebut, Usaid berkata, “Demi Allah, aku mengira hal itu tidak akan terjadi pada jamanmu!!”

    Dalam kasus yang sama, Muhammad bin Maslamah Radhiyallahu ‘Anhu, seorang sahabat Anshar juga, dua kali bertemu dengan orang Quraisy yang berpakaian bagus, dan mereka berkata kalau diberi oleh Amirul Mukminin, yakni Umar bin Khaththab. Sejenak kemudian ia bertemu seorang Anshar yang berpakaian jelek, yang juga diberi oleh Umar. Maka, ketika ia masuk ke dalam Masjid Nabawi, iapun berseru agak keras, “Allahu Akbar, sungguh benarlah Allah dan RasulNya!”

    Ibnu Maslamah mengulang ucapannya tersebut sampai dua kali. Umar yang mendengar ucapannya tersebut segera menghampirinya dan menanyakan maksudnya, tetapi Ibnu Maslamah menunda menjawabnya hingga ia selesai shalat sunnah.

    Usai shalat, ia menemui Umar dan menceritakan apa yang ditemuinya dalam perjalanan, dan juga sabda Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam kepada orang-orang Anshar setelah berakhirnya Perang Hunain, kemudian ia berkata, “Sungguh aku tidak ingin dan tidak senang, sabda Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam tersebut terjadi pada jamanmu ini!”

    Umar menangis mendengar penuturan tersebut, dan berkata, “Aku memohon ampunan kepada Allah, sungguh aku tidak akan mengulanginya lagi!”

     
  • erva kurniawan 2:37 pm on 7 January 2021 Permalink | Balas  

    Saling Memberi Nasehat Kebaikan Kepada Sesama Muslim 

    Saling Memberi Nasehat Kebaikan Kepada Sesama Muslim

    Oleh Ustadz Muslih Rashid

    عن جرير بن عبد الله رضي الله عنه قَالَ: بَايَعْتُ رسولَ الله صلى الله عليه وسلم عَلَى إقَامِ الصَّلاةِ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ، والنُّصْحِ لِكُلِّ مُسْلِمٍ. مُتَّفَقٌ عَلَيهِ.

    Dari Jarir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku pernah berbaiat (berjanji setia) pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam supaya menegakkan shalat, menunaikan zakat dan memberi nasehat kepada setiap muslim.” (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari no. 57 dan Muslim no. 56).

    Pelajaran yang terdapat di dalam hadist:

    1- Ini menunjukkan bahwa saling menasehati itu didasarkan karena kita muslim adalah bersaudara sehingga kita ingin agar saudara kita pun menjadi baik.

    2- Dan juga menunjukkan bahwa bentuk kasih dan sayang terhadap sesama muslim adalah dengan saling menasehati.

    3- Arti nasehat -menurut para ulama- adalah menginginkan kebaikan pada orang lain. Sebagaimana kata Al Khottobi rahimahullah,

    النصيحةُ كلمةٌ يُعبر بها عن جملة هي إرادةُ الخيرِ للمنصوح له

    “Nasehat adalah kalimat ungkapan yang bermakna memberikan kebaikan kepada yang dinasehati” (Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 219).

    4- Nasehat adalah engkau suka jika saudaramu memiliki apa yang kau miliki. Engkau bahagia sebagaimana engkau ingin yang lain pun bahagia. Engkau juga merasa sakit ketika mereka disakiti. Engkau bermuamalah (bersikap baik) dengan mereka sebagaimana engkau pun suka diperlakukan seperti itu.” (Syarh Riyadhis Sholihin, 2: 400).

    Al Fudhail bin ‘Iyadh mengatakan,

    المؤمن يَسْتُرُ ويَنْصَحُ ، والفاجرُ يهتك ويُعيِّرُ

    “Seorang mukmin itu biasa menutupi aib saudaranya dan menasehatinya. Sedangkan orang fajir (pelaku dosa) biasa membuka aib dan menjelek-jelekkan saudaranya.” (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 225).

    5- Semoga Allah memberikan kita sifat saling mencintai sesama dengan saling menasehati dalam kebaikan dan takwa.

    Tema hadist yang berkaitan dengan Al qur’an :

    1- Maksud nasehat adalah supaya orang lain menjadi baik. Ingatlah maksud nasehat adalah ingin orang lain menjadi baik. Jadi dasarilah niat seperti itu.

    أُبَلِّغُكُمْ رِسَالاتِ رَبِّي وَأَنَا لَكُمْ نَاصِحٌ أَمِينٌ

    Aku menyampaikan amanat-amanat Tuhanku kepada kalian, dan aku hanyalah pemberi nasihat yang dapat dipercaya bagi kalian. (Al-A’raf: 68)

    2- Allah Subhanahu wa Ta’ala bersumpah dengan menyebutkan bahwa manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, yakni rugi dan binasa.
    Maka dikecualikan dari jenis manusia yang terhindar dari kerugian, yaitu orang-orang yang beriman hatinya dan anggota tubuhnya mengerjakan amal-amal yang saleh.
    dan nasihat-menasihati supaya menaati kebenaran.
    Yakni menunaikan dan meninggalkan semua yang diharamkan dan nasihat-menasihati supaya menetapi dalam kesabaran.
    Yaitu tabah menghadapi musibah dan malapetaka serta gangguan yang menyakitkan dari orang-orang yang ia perintah melakukan kebajikan dan ia larang melakukan kemungkaran.

    وَالْعَصْرِ ،إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ ، إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ

    Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat-menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran.
    [Al-‘Asr, ayat 1-3].

     
  • erva kurniawan 2:37 am on 6 January 2021 Permalink | Balas  

    Kisah Umar Bin Khaththab Radhiyallahu Anhu (5) Karamah Umar bin Khaththab 

    Kisah Umar Bin Khaththab Radhiyallahu Anhu

    Karamah Umar bin Khaththab

    Memperingatkan Pasukan Perang dari Mimbar Jum’at

    Suatu ketika Umar bin Khaththab tengah berkhutbah di Masjid Madinah, tiba-tiba berseru lantang, “Wahai pasukan Ibnu Hishn, gunung! gunung! Menjauhlah dari gunung! Barang siapa meminta srigala menggembalakan kambing, ia dzalim!”

    Sesaat kemudian ia meneruskan khutbahnya. Tentu saja para jamaah jum’at saat itu saling berpandangan tak mengerti, apa maksud dari Amirul Mukminin dengan perkataannya tsb. Usai shalat, Ali bin Abi Thalib menghampiri Umar dan menanyakan apa yang terjadi.

    “Engkau mendengarnya?” Tanya Umar.

    “Tentu saja, dan juga semua orang di dalam masjid!” Kata Ali.

    Umar menjelaskan, kalau dengan hatinya ia melihat orang-orang musyrikin bersiap menyerang pasukan muslim melalui pundak-pundak mereka, mereka akan melewati gunung. Jika orang mukmin berpaling dari gunung, mereka dapat menyerang dan menang, tetapi jika mereka melintasi gunung, mereka yang akan hancur. Karena itu aku berteriak memperingatkan mereka.

    Sebulan kemudian ada pembawa berita ke Madinah tentang kemenangan pasukan muslimin. Pada hari peperangan itu terdengar suara seperti suara Umar memperingatkan, “Wahai pasukan Ibnu Hishn, gunung! Gunung ! Menjauhlah dari gunung!” Mereka mengikuti suara tersebut sehingga Allah memberi kemenangan kepada mereka.

    Berkirim Surat kepada Sungai Nil

    Mesir ditaklukkan pasukan muslim dan Amr bin Ash diangkat sebagai Gubernur Mesir. Suatu saat ia didatangi sekelompok penduduk sekitar sungai Nil karena sungai itu sedang kering. Mereka berkata, “Wahai Gubernur, saat ini sungai Nil sedang kering. Kami biasa melakukan suatu tradisi, dan sungai Nil itu tidak akan mengalirkan air kecuali jika kami memenuhi tradisi tersebut.”

    Waktu Amr bin Ash menanyakan tentang tradisi tersebut, mereka menjelaskan, bahwa setelah berlalu sebelas hari dari bulan tersebut, mereka mencari seorang gadis untuk dikurbankan. Mereka meminta kerelaan orang tuanya, kemudian gadis ini didandani dan diberi perhiasan yang paling indah, dan akhirnya dilemparkan ke sungai Nil sebagai persembahan. Jika semua itu dilakukan, biasanya Nil akan mengalirkan airnya lagi.

    Tentu saja Amr bin Ash melarang dilanjutkannya tradisi yang seperti itu, karena Islam menghancurkan tradisi-tradisi jahiliah yang merusak. Kembalilah penduduk sekitar Nil ini ke rumahnya masing-masing dan sungai itu tetap dalam keadaan kering, hingga hampir saja mereka memutuskan untuk pindah.

    Melihat keadaan yang memprihatinkan masyarakat itu, Amru bin Ash mengirim surat pada Umar bin Khaththab dan menceritakan keadaan tersebut. Umar membalas surat Amr bin Ash dan membenarkan tindakan yang diambilnya untuk menghentikan tradisi kuno tsb. Selain itu Umar juga menyelipkan suatu surat lain, yang ditujukan untuk sungai Nil. Amr diminta untukmelemparkan surat tersebut ke dalam sungai Nil yang sedang kering. Isi surat tersebut adalah sebagai berikut :

    “Dari hamba Allah, Umar bin Khaththab, Amirul Mukminin, kepada hamba Allah Nil di Mesir, Amma Ba’du. Jika engkau mengalir dari dirimu sendiri, maka janganlah kamu mengalir. Namun jika Allah yang mengalirkan, maka mintalah kepada Dzat Yang Maha Kuat untuk mengalirkanmu.”

    Amr melemparkan surat tersebut ke sungai Nil pada malam harinya, sehari sebelum peringatan hari raya salib. Pada pagi harinya, sungai Nil telah terisi air sedalam enam belas hasta hanya dalam semalam, dan mengalir terus hingga sekarang. Sungguh dengan ijin Allah, tradisi kuno yang berjalan ratusan bahkan ribuan tahun telah dihancurkan oleh secarik surat Umar bin Khaththab.

     
  • erva kurniawan 2:37 pm on 5 January 2021 Permalink | Balas  

    Do’a Pemimpin yang Adil 

    Do’a Pemimpin yang Adil

    Oleh Ustadz Muslih Rashid

    عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « ثَلاَثَةٌ لاَ تُرَدُّ دَعْوَتُهُمُ الإِمَامُ الْعَادِلُ وَالصَّائِمُ حَتَّى يُفْطِرَ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ »

    Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ’Alaihi Wassalam bersabda, “Ada tiga do’a yang tidak tertolak: (1) do’a pemimpin yang adil, (2) do’a orang yang berpuasa sampai ia berbuka, (3) do’a orang yang terzholimi.” (HR. Tirmidzi no. 3595, Ibnu Majah no. 1752. Hadits ini dishahihkan oleh Ibnu Hibban dalam shahihnya no. 2408 dan dihasankan oleh Ibnu Hajar).

    Pelajaran yang terdapat di dalam hadist

    1- Boleh jadi ibadahnya sedikit, boleh jadi tak banyak amalan sunnah yang dikerjakan, tapi mustajabah do’anya karena ia memimpin dengan adil.

    2- Qais bin Sa’ad berkata, “Sehari bagi imam yang adil, lebih baik daripada ibadah seseorang di rumahnya selama enam puluh tahun.”

    3- Maka alangkah ruginya, alangkah celakanya dan binasalah jika masa yang singkat sebagai pemimpin tak dimanfaatkan sepenuh kesungguhan dengan menegakkan keadilan dan kebenaran.

    4- Kepemimpinan akan berakhir dalam waktu singkat. Tapi adilnya kepemimpinan akan membawa kebaikan yang tiada akhir hingga Yaumil Qiyamah.

    5- Sebaliknya, kezhaliman akan membawa petaka yang tiada akhir. Di dunia beriring cerca, di akhirat musibah besar yang tak terkira. Pedih bersambung-sambung tiada ujungnya.

    6- Jika seorang pemimpin melakukan kezhaliman yang sangat besar sehingga rakyat sengsara dan tak dapat menjalankan agama dengan baik, maka ketika itulah akan banyak orang yang mustajabah do’anya bersebab dizhalimi. Jika itu terjadi, gunakanlah untuk mendo’akan kebaikan, bagi dirimu, keluargamu, keturunanmu dan orang lain.

    7- Yang jelas, di setiap rezim selalu ada pintu do’a yang makbul; boleh jadi bagi pemimpin yang adil, boleh jadi bagi rakyat yang dizhalimi. Tapi seburuk-buruk keadaan adalah zhalimnya rakyat. Siapakah itu? Seseorang yang tidak direnggut haknya, tidak dinistakan, tidak pula ditelantarkan. Tapi ia bertindak zhalim dan melampaui batas.

    8- Sesungguhnya setiap pemimpin memiliki hak untuk kita do’akan dengan kebaikan. Dan setiap do’a bermanfaat bagi yang mendo’akan, terlebih ketika ia mendo’akan secara diam-diam tanpa sepengetahuan yang dido’akan. Jika kita do’akan kebaikan bagi seorang pemimpin, mungkin Allah Ta’ala akan jadikan ia baik, mungkin kebaikan itu bagi kita sendiri.

    Rasulullah shallaLlahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

    دَعْوَةُ الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ لأَخِيْهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ مُسْتَجَابَةٌ عِنْدَ رَأْسِهِ مَلَكٌ مُوَكَّلٌ. كُلَّمَا دَعَا ِلأَخِيْهِ بِخَيْرٍ، قَالَ الْمَلَكُ الْمُوَكَّلُ بِهِ: آمِيْنَ. وَلَكَ بِمِثْلٍ

    “Do’a seorang muslim untuk saudaranya yang dilakukan tanpa sepengetahuan orang yang dido’akannya adalah do’a yang akan dikabulkan. Pada kepalanya ada malaikat yang menjadi wakil baginya. Setiap kali dia berdo’a untuk saudaranya dengan sebuah kebaikan, maka malaikat tersebut berkata: ‘Aamiin dan engkau pun mendapatkan apa yang ia dapatkan.’” (HR. Muslim).

    Tema hadist yang berkaitan dengan Al qur’an

    – Allah Ta’ala dekat dengan hamba-hamba-Nya yang beriman dan taat kepada-Nya ketika mereka berdo’a, menganjurkan kepada mereka untuk berdo’a, serta berjanji mengabulkan do’a-do’a yang mereka panjatkan.

    وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ

    “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS. Al-Baqarah [2]: 186).

     
  • erva kurniawan 2:34 pm on 4 January 2021 Permalink | Balas  

    Kisah Umar Bin Khaththab Radhiyallahu Anhu (4) Menolong persalinan keluarga pengembara 

    Kisah Umar Bin Khaththab Radhiyallahu Anhu

    Menolong persalinan keluarga pengembara

    Telah menjadi kebiasaan Umar sebagai Amirul Mukminin untuk berkeliling kota saat malam hari menjelang. Suatu ketika ia menemukan suatu kemah tua dari kulit unta di suatu padang, yang sebelum ini tidak pernah ditemuinya. Di luarnya ada seorang lelaki duduk termenung. Umar menghampirinya, dan bertanya, “Assalamualaikum, dari mana anda datang?”

    “Wahai tuan,” Kata orang itu, “Saya orang asing disini yang datang dari hutan, saya hendak menemui Amirul Mukminin untuk mengharap belas kasihannya.”

    Tampaknya orang tersebut belum pernah bertemu dan mengenali wajah Umar, dan Umar tidak mau membuka jati dirinya. Ia berkata, “Katakanlah keperluanmu, aku bersedia membantu,”

    Tiba-tiba didengarnya ada suara rintihan dari dalam kemah, Umar menanyakannya lagi, tetapi orang tersebut malah menyuruh Umar pergi, tanpa menjelaskannya. Setelah Umar terus mendesak, orang tersebut berkata, “Jika benar engkau ingin membantu, baiklah kuberitahukan. Di dalam kemah tersebut adalah istriku yang mengerang kesakitan karena akan melahirkan.”

    “Apakah ada orang lain yang sedang merawatnya?” Tanya Umar.

    Orang tersebut menggeleng sedih. Mendengar jawaban ini, Umar bergegas pulang dan menemui istrinya, Umi Kultsum binti Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam . Ia menceritakan secara apa yang dilihatnya, dan berkata, “Wahai istriku, sesungguhnya Allah Subhanahu Wata’ala membuka jalan bagimu, jalan yang mulia di sisi Allah, agar engkau memperoleh peluang berbuat kebaikan malam ini.”

    Umar memintanya membantu persalinan pengembara tsb. dan istrinya setuju. Ia mempersiapkan peralatan yang dibutuhkan dan Umar juga membawa perbekalan, kemudian bergegas menuju padangdimana suami istri pengembara itu berada. Sampai di sana, Umi Kultsum langsung masuk kemah dan menolong persalinan sang istri, sedang Umar menyalakan api kemudian memasak makanan untuk dua orang tersebut.

    Tidak berapa lama, terdengar seruan Umi Kultsum dari dalam kemah, “Ya Amirul Mukminin, ucapkanlah tahniah (selamat) kepada saudaramu itu, karena ia memperoleh seorang anak laki-laki.”

    Mendengar ucapan dari dalam kemah tersebut, si lelaki jadi terkejut. Tidak disangkanya kalau yang bersusah payah membantunya ini ternyata Umar, Amirul Mukminin yang sempat diacuhkannya. Umar meminta istrinya membawa masuk makanan bagi sang ibu baru tsb. Dan terhadap si lelaki yang tampak terkejut, ia berkata, “Tidak mengapa wahai Saudaraku, janganlah kedudukanku ini membebani perasaanmu. Datanglah besok menemuiku, aku akan mencoba menolongmu!”

    Setelah semuanya selesai, Umar dan Istrinya, Ummi Kultsum berpamitan.

    Umar Menemukan Menantunya

    Salah satu kebiasaan Umar bin Khaththab saat menjadi khalifah, adalah berkeliling kota di waktu malam untuk mengetahui keadaan umat Islam. Ia khawatir kalau ada di antara mereka yang merasa terdzalimi karena kepemimpinannya, dan akan memberatkan hisabnya di akhirat.

    Dalam salah satu perjalanannya menjelang fajar, ia mendengar pembicaraan seorang ibu dan anak. Ibunya meminta anak perempuannya untuk mencampur susu yang akan dijual pagi harinya dengan air. Tetapi sang anak dengan tegas menolak dan berkata, “Bagaimana mungkin aku mencampurnya, sedangkan Amirul Mukminin telah melarangnya!”

    Tetapi ibunya tetap saja menyuruh anaknya, karena kebanyakan penjual susu melakukan itu, apalagi Amirul Mukminin Umar bin Khaththab tidak akan mengetahuinya. Tetapi putrinya itu bertahan untuk tidak mencampurinya dan berkata, “Jika Umar tidak melihatnya, pasti Tuhannya Umar melihatnya, aku tidak mau melakukannya karena sudah dilarang.”

    Umar begitu tersentuh dengan ucapan anak perempuan itu. Pagi harinya ia menyuruh putranya, Ashim untuk mencari tahu tentang keluarga tersebut, yang ternyata salah seorang dari Bani Hilal. Umar berkata pada anaknya, “Wahai anakku, nikahlah dengannya, sesungguhnya ia yang pantas melahirkan keturunan seorang penunggang kuda yang akan memimpin Arab.”

    Ashim memenuhi permintaan ayahnya tersebut menikah dengan anak gadis penjual susu. Dari pernikahannya itu, istrinya melahirkan seorang anak perempuan, yang kemudian dinikahi Abdul Aziz bin Marwan. Dari pernikahan ini lahirlah Umar bin Abdul Aziz, seorang pemimpin adil dan jujur, tak ubahnya Khulafaur Rasyidin yang empat, walaupun ia tumbuh dan dewasa di kalangan Bani Umayyah yang mengagungkan kemewahan dan kekuasaan. Seorang pemimpin yang zuhud, sederhana dan wara’ sebagaimana kakek buyutnya, Umar bin Khaththab, sehingga ia sering disebut Khulafaur Rasyidin yang ke lima.

     
  • erva kurniawan 2:34 pm on 3 January 2021 Permalink | Balas  

    Memelihara Sunah 

    Memelihara Sunah

    Oleh Ustadz Muslih Rashid

    عن أَبي نَجيحٍ العِرباضِ بنِ سَارية رضي الله عنه قَالَ: وَعَظَنَا رسولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم مَوعظةً بَليغَةً وَجِلَتْ مِنْهَا القُلُوبُ، وَذَرَفَتْ مِنْهَا العُيُونُ، فَقُلْنَا: يَا رسولَ اللهِ، كَأَنَّهَا مَوْعِظَةُ مُوَدِّعٍ فَأوْصِنَا، قَالَ: ((أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإنْ تَأمَّر عَلَيْكُمْ عَبْدٌ حَبَشِيٌّ، وَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اختِلافًا كَثيرًا، فَعَليْكُمْ بسُنَّتِي وسُنَّةِ الخُلَفاءِ الرَّاشِدِينَ المَهْدِيِيِّنَ عَضُّوا عَلَيْهَا بالنَّواجِذِ، وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ؛ فإنَّ كلَّ بدعة ضلالة)). رواه أَبُو داود والترمذي، وَقالَ: ((حديث حسن صحيح)).

    Dari Abu Najih al-‘Irbadh bin Sariyah Radhiallahu ‘anhu, katanya: “Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam pernah memberikan Kami Nasehat Yang membuat hati kami bergetar dan air mata Kami bercucuran. Maka kami berkata: “Ya Rasulullah, seakan-akan ini merupakan Nasehat perpisahan, maka berilah kami wasiat. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
    “Saya wasiatkan kalian untuk bertaqwa kepada Allah ta’ala, tunduk dan patuh kepada pemimpin kalian meskipun yang memimpin kalian adalah seorang budak Habasyi. Karena diantara kalian yang hidup (setelah ini) akan menyaksikan banyaknya perselisihan. Hendaklah kalian berpegang teguh pada sunnahku dan sunnah Khulafauurrasyidin yang mendapat petunjuk, gigitlah (genggamlah dengan kuat) dengan gerahammu. Hendaklah kalian menghindari perkara-perkara yang diada-adakan, karena sesungguhnya segala sesuatu kebid’ahan itu adalah sesat.”
    Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dan Tirmidzi dan Tirmidzi mengatakan bahawa ini adalah Hadis hasan shahih.

    Pelajaran yang terdapat dalam hadits:

    1- Hadist ini menunjukkan tentang sunnahnya memberikan wasiat saat berpisah karena di dalamnya terdapat kebaikan dan kebahagiaan dunia dan akhirat.

    2- Taqwa kepada Allah merupakan hal paling penting untuk disampaikan seorang Muslim kepada Muslim lainnya, kemudian mendengar dan taat kepada pemimpin-pemimpin kita yang memegang pemerintahan itu, apabila mereka tetap menjalankan pemerintahan selama tidak terdapat di dalamnya maksiat sebagaimana yang diridhai oleh Allah.

    3- Sunnahku yakni perjalanan dan sari hidupku.

    4- Keharusan untuk berpegang teguh terhadap Sunnah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam dan Sunnah Khulafaurrasyidin, karena di dalamnya terdapat kemenangan dan kesuksesan, khusus nya tatkala banyak terjadi perbedaan dan perpecahan. Khulafaurrasyidin adalah pengganti-pengganti Nabi yang bijaksana dan senantiasa mengikuti kebenaran. Mereka itu adalah Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali radhiallahu ‘anhum.

    5- Gigitlah dengan teguh sekuat-kuatnya dan jangan sampai terlepas sedikitpun.

    6- Apa yang disabdakan Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam ini merupakan kebenaran, saat ini bermacam-macam perselisihan yang kita hadapi sekarang, baik karena banyaknya faham baru yang tumbuh dan perpecahan sesama ummat Islam sendiri serta hal-hal lain.

    7- Karena itu satu-satunya jalan agar kita tetap selamat di dunia dan akhirat adalah dengan berpegang teguh pada sunnah Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam dan sunnah khulafaurrasyidin, yang intinya di dalam kandungan al-Quran dan Hadist.

    8- Bid’ah yakni sesuatu yang tidak ada dalam agama lalu diada-adakan sehingga seolah-olah itu juga termasuk dalam agama. Bid’ah yang sedemikian inilah yang sesat dan setiap yang sesat pasti ke neraka sebagaimana dalam Hadis lain disebutkan:
    “Maka sesungguhnya setiap sesuatu yang diada-adakan, itu bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat dan setiap kesesatan adalah di dalam neraka.”

    9- Tetapi kalau yang diada-adakan itu baik (masholihul mursalah), maka tentu saja tidak terlarang seperti mendirikan sekolah-sekolah (madrasah), pondok-pondok, dengan cara yang serba modern. Semua tidak terlarang sekalipun dalam zaman  Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam belum ada.

    Tema hadist yang berkaitan dengan Al-Quran:

    • Perintah Memelihara Sunnah Dan Adab-adabnya

    وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

    “Apa saja yang diberikan oleh Rasul kepadamu semua, maka ambillah itu – yakni lakukanlah – dan apa saja yang dilarang olehnya, maka hentikanlah itu.” (al-Hasyr: 7)

    Allah Ta’ala berfirman lagi:

    وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَىٰ

    إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَىٰ

    “Ia – yakni Muhammad – itu tidaklah berkata-kata dengan kemauannya sendiri. Itu tiada lain kecuali wahyu yang diwahyukan kepadanya.” (an-Najm: 3-4)

    Juga Allah Ta’ala berfirman pula:

    قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

    “Katakanlah-hai Muhammad, jikalau engkau semua mencintai Allah, maka ikutilah aku, maka Allah tentu mencintai engkau semua dan akan mengampuni dosa-dosamu.” (ali-lmran:31)

     
  • erva kurniawan 2:34 am on 2 January 2021 Permalink | Balas  

    Kisah Umar Bin Khaththab Radhiyallahu Anhu (3) 

    Kisah Umar Bin Khaththab Radhiyallahu Anhu

    Klausul ini tampak nyata “kerugiannya” ketika datang salah seorang Quraisy yang telah masuk Islam, Abu Jandal bin Suhail bin Amr dalam keadaan terbelenggu datang kepada Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam untuk meminta perlindungan. Ketika itu pihak kaum Quraisy, Suhail bin Amr, langsung meminta agar Abu Jandal, yang tidak lain anaknya sendiri, dikembalikan lagi kepadanya.

    Walaupun dengan berbagai argumen, ternyata Rasulullah tidak bisa mempertahankan Abu Jandal untuk bersama umat Islam lainnya. Saat itu, Umar mendekati Abu Jandal menasehatinya tetap bersabar, tetapi juga mendekatkan gagang pedangnya kepada Abu Jandal. Sebenarnya ia berharap Abu Jandal akan mengambil pedang tsb. dan membabatkan ke tubuh ayahnya, tetapi itu tidak dilakukan oleh Abu Jandal.

    Sikapnya yang temperamental dan tegas dengan kebenaran, memaksanya untuk menemui Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam setelah perjanjian ini dikukuhkan. Ia berkata kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, “Ya Rasulullah, bukankah kita berada di atas kebenaran dan mereka di atas kebathilan?”

    Nabi membenarkan.

    “Bukankah korban meninggal di antara kita berada di surga, dan korban mati di antara mereka di neraka.” Kata Umar lagi.

    Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam membenarkan lagi. Umar berkata lagi, “Lalu mengapa kita harus merendahkan agama kita dan kembali, padahal Allah belum memberikan keputusan antara kita dan mereka.?”

    Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam menjawab, “Wahai Ibnul Khaththab, aku adalah Rasul Allah, dan aku tidak akan mendurhakaiNya, Dia penolongku, dan sekali-kali Dia tidak akan menelantarkan aku.”

    Bukan namanya Umar al Faruq, kalau ia berhenti dengan penjelasan seperti itu, ia berkata lagi, “Bukankah engkau telah memberitahukan kepada kami, kita akan mendatangi Ka’bah dan Thawaf disana?”

    “Apakah aku pernah menjanjikan kita melakukannya tahun ini?” Kata Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam.

    “Tidak, Ya Nabi…!” Jawab Umar.

    Maka Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam menegaskan, “Kalau begitu, engkau akan pergi ke Ka’bah dan thawaf disana!!”

    Walau tidak bisa lagi mendebat Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, kemudian Umar mendatangi Abu Bakar dan menyampaikan keresahan yang dirasakannya dan sebagian besar orang Islam lainnya. Tetapi Abu Bakar memberikan jawaban yang sama dengan Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, dan akhirnya ia menasehati Umar, “Patuhlah engkau kepada perintah dan larangan beliau sampai engkau meninggal dunia, Demi Allah, beliau berada di atas kebenaran.”

    Tak lama berselang, turunlah wahyu Allah, “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata.” (Al Fath 1). Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam membacakan ayat ini dan ayat-ayat selanjutnya kepada Umar, barulah hatinya merasa tenang.

    Berlalulah waktu, Umar menyadari apa yang dilakukannya kepada Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, dan tak habisnya ia menyesali sikapnya. Ia ungkapkan kegundahan hatinya dengan kata-katanya, “Setelah itu aku terus menerus melakukan berbagai amal, bersedekah, berpuasa, shalat dan berusaha membebaskan dari apa yang kulakukan saat itu. Aku selalu dibayangi dengan peristiwa itu, dan aku berharap semoga ini merupakan kebaikan (sebagai penebus sikapku saat itu)”

    Kelembutan Hati Umar

    Rasa kasihan kepada kepada pemeluk non Muslim

    Sikap tegas dan temperamental Umar bin Khaththab ternyata berubah drastis ketika ia telah dibaiat menjadi khalifah, pernah ia melewati biara seorang rahib, yang kemudian memanggilnya. Ketika melihat kehidupannya yang susah dan semangatnya dalam zuhud -meninggalkan segala kesenangan dunia- Umar jadi menangis.

    Begitu diberitahukan kalau dia seorang Nashrani, Umar berkata, “Aku tahu dia seorang Nashrani, aku kasihan kepadanya. Sayang sekali ia dalam kelelahan dan kepayahan dalam kehidupan dunia ini, sedangkan di akhirat nanti ia masuk neraka.”

    Pernah dikabarkan kepada Umar yang saat itu menjabat sebagai Amirul Mukminin, bahwa ada seseorang yang murtad, lalu oleh pasukan yang dipimpin oleh Abu Musa Radhiyallahu ‘Anhu, orang tersebut dihukum mati. Umar menyesalkan tindakan tsb. Dan berkata, “Apakah engkau telah menahannya selama tiga hari dan memberinya roti, serta memintanya untuk kembali kepada Islam dan bertaubat, kembali kepada perintah Allah? Ya Allah, sesungguhnya aku tidak hadir saat itu, tidak memerintahkannya, dan tidak ridha atas apa yang mereka lakukan jika kabar ini sampai kepadaku sebelumnya.”

    Walaupun secara hukum syariat, apa yang dilakukan oleh Abu Musa sebagai komandan pasukan tidak salah, tetapi tetap saja hal itu meresahkan Umar sebagai Amirul Mukminin, yang sebenarnya harus melindungi semua manusia yang berada di bawah pemerintahannya.

     
  • erva kurniawan 2:34 pm on 1 January 2021 Permalink | Balas  

    Meraih Keberkahan Dengan Harta Halal 

    Meraih Keberkahan Dengan Harta Halal

    Oleh Ustadz Muslih Rashid

    عن أنس رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عن أمّ سُلَيم أَنَّها قَالتْ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَنَسٌ خَادِمُكَ ادْعُ اللَّهَ لَه،ُ قَالَ: «اللَّهُمَّ أَكْثِرْ مَالَهُ وَوَلَدَهُ، وَبَارِكْ لَهُ فِيمَا أَعْطَيْتَهُ»

    Dari Anas Radhiyallahu ‘Anhu dari Ummu Sulaaim bahwasanya ia berkata, ya Rasulullah bahwa Anas pelayananmu, mohonkan do’a kepada Allah untuknya; Beliau berdo’a:
    “Ya Allah, perbanyaklah harta dan keturunannya, dan berkahilah ia pada apa yang Engkau karuniakan kepadanya.” (HR Bukhari dan Muslim)

    Pelajaran yang terdapat di dalam hadist
     
    1- Ketahuilah bahwa yang terpenting dalam urusan harta dan rizki bukanlah pada sedikit atau banyaknya. Yang terpenting adalah keberkahannya.

    2- Tidak ada kebaikan pada harta yang banyak jika tidak berkah. Dan beragam kebaikan akan muncul pada harta yang disertai keberkahan di dalamnya.

    3- Arti dari keberkahan,

    البركة هي ثبوت الخير الإلهي في الشيء

    “Barakah adalah tetapnya kebaikan ilahi pada sesuatu.”

    4- Maka seorang mukmin, yang dicari dalam seluruh sisi kehidupannya di dunia ini adalah keberhakannya. Termasuk dalam urusan harta. Karena banyaknya harta tidak menjamin kebahagian dan kecukupan.

    5- Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bukanlah kekayaan itu dengan banyaknya harta, kekayaan itu adalah kekayaan jiwa.” Muttafaq ‘alaih.

    Tema hadist yang berkaitan dengan Al qur’an :

    1- Allah menyebutkan, bahwa ada diantara manusia yang justru Allah siksa dengan harta kekayaannya.

     فَلَا تُعْجِبْكَ أَمْوَالُهُمْ وَلَا أَوْلَادُهُمْ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ بِهَا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَتَزْهَقَ أَنْفُسُهُمْ وَهُمْ كَافِرُونَ

    “Maka janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki dengan (memberi) harta benda dan anak-anak itu untuk menyiksa mereka dalam kehidupan di dunia dan kelak akan melayang nyawa mereka, sedang mereka dalam Keadaan kafir.” (QS. At Taubah: 55)

    2- Banyaknya harta juga bisa jadi termasuk istidraj

    وَٱلَّذِینَ كَذَّبُوا۟ بِـَٔایَـٰتِنَا سَنَسۡتَدۡرِجُهُم مِّنۡ حَیۡثُ لَا یَعۡلَمُونَ وَأُمۡلِی لَهُمۡۚ إِنَّ كَیۡدِی مَتِینٌ

    “Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, nanti Kami akan menarik mereka dengan berangaur-angsur (ke arah kebinasaan) (Istidraj), dengan cara yang tidak mereka ketahui. dan aku memberi tangguh kepada mereka. Sesungguhnya rencana-Ku Amat teguh.” (QS. Al A’râf: 182-183)

    3- Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika engkau melihat Allah memberikan kepada seorang hamba (kenikmatan) dunia yang disukainya padahal ia suka bermaksiat, maka itu adalah istidraj.” Kemudian beliau membaca firman Allah,

    فَلَمَّا نَسُوا۟ مَا ذُكِّرُوا۟ بِهِۦ فَتَحۡنَا عَلَیۡهِمۡ أَبۡوَ ٰ⁠بَ كُلِّ شَیۡءٍ حَتَّىٰۤ إِذَا فَرِحُوا۟ بِمَاۤ أُوتُوۤا۟ أَخَذۡنَـٰهُم بَغۡتَةࣰ فَإِذَا هُم مُّبۡلِسُونَ

    “Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, Maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.” (QS. Al An’âm: 44).

     
c
Compose new post
j
Next post/Next comment
k
Previous post/Previous comment
r
Balas
e
Edit
o
Show/Hide comments
t
Pergi ke atas
l
Go to login
h
Show/Hide help
shift + esc
Batal