Menyambut Ramadhan dengan Ziarah Kubur
Jalaluddin Rakhmat
Sebagian kaum muslim Indonesia, dari dulu sampai sekarang, biasa menyambut bulan Ramadhan dengan acara ziarah ke kubur. Orang Jawa menyebutnya nyadran, sementara orang Sunda menyebutnya nadran. Dalam acara itu, mereka berkunjung ke pusara orang tua atau karib kerabat yang telah mendahului mereka menghadap Allah swt. Belakangan ada sebagian di antara kita yang memandang ziarah kubur sebagai perbuatan yang tidak diajarkan Islam, tetapi diadopsi dari ajaran leluhur. Betulkah pendapat itu? Apakah ziarah kubur merupakan sunnah yang dianjurkan Nabi saw ataukah bid’ah, hal baru yang dibuat-buat kemudian hari? Apa dasar-dasar ziarah dalam Al-Quran dan Sunnah?.
Ziarah ke kuburan dapat terdiri dari tiga macam. Kesatu, ziarah orang-orang mulia yang masih hidup kepada orang-orang mulia yang telah meninggal. Misalnya para ulama yang mengunjungi pusara ulama lainnya. Di dalam hadis-hadis kita temukan bahwa kebiasaan orang- orang mulia untuk berziarah ke kuburan orang-orang mulia lainnya dicontohkan oleh Rasulullah saw. Menurut hadis-hadis sahih yang sampai kepada kita, diriwayatkan ketika Rasulullah saw melakukan perjalanan isra-mikraj, beliau berziarah ke kuburan para nabi dengan diantarkan malaikat Jibril. Jibril memerintahkan Nabi turun dari Buraq dan melakukan salat di samping kuburan setiap nabi.
Dari peristiwa itu juga Nabi mengajarkan adab ziarah, Beliau turun dari kendaraannya dan menunaikan salat di dekat kuburan dengan penuh kerendahan hati, lalu berdoa di depan kuburan. Hadis yang meriwayatkan ziarahnya Rasulullah ke kuburan para nabi terdapat dalam semua kitab hadis yang berkenaan dengan peristiwa Isra.
Di dalam hadis yang diriwayatkan Al-Hakim dalam Mustadrak-nya, disebutkan bahwa Fathimah ra setiap hari Jumat berziarah ke kuburan Hamzah, pamannya yang syahid pada Perang Uhud. Waktu Fathimah mengunjungi makam Hamzah, Rasulullah tidak pernah melarangnya bahkan beliau menganjurkannya. Setelah Rasulullah saw meninggal dunia, setiap hari Fathimah berziarah ke pusara ayahnya. Setiap hari ia menangis dan berdoa agar ia dapat segera menyusul ayahnya.
Tentang Sayyidah Fathimah, Rasulullah saw bersabda: Sesungguhnya Fathimah itu adalah bagian dari diriku. Siapa yang membuat marah Fathimah, ia membuat marah aku; dan siapa yang menyakiti Fathimah, ia menyakiti aku (Shahih Bukhari). Aisyah juga pernah berkata bahwa tidak ada orang yang paling menyerupai Nabi, dalam hal wajah dan akhlaknya, selain Fathimah. Saya mengutip hadis-hadis itu untuk menunjukkan bahwa apa yang dilakukan oleh Fathimah juga merupakan perbuatan yang harus dicontoh. Tidak mungkin Fathimah yang dijamin kesuciannya dalam Al-Quran surat Al-Ahzab ayat 33 melakukan perbuatan tercela. Seperti halnya Fathimah yang setiap Jumat berziarah kepada Hamzah, kita juga harus secara rutin mengunjungi kuburan keluarga kita. Bila kita buka kitab-kitab tasawuf tentang amalan-amalan yang harus dilakukan setiap hari Jumat, salah satu di antaranya adalah berziarah ke kuburan kaum muslimin. Demikian pula salah satu amalan dalam menyambut Ramadhan adalah berziarah ke kuburan kaum muslimin.
Tradisi berziarah di antara orang-orang mulia itu dilanjutkan oleh para ulama besar berikutnya. Imam Syafii, misalnya, sering berziarah ke makam Abu Hanifah di Mekkah. Ketika Imam Syafii melakukan salat dalam kunjungannya ke makam Abu Hanifah, ia tinggalkan qunut pada salat subuhnya demi menghormati Abu Hanifah yang telah meninggal dunia (karena Abu Hanifah tidak menfatwakan tentang kewajiban qunut pada salat subuh). Imam Syafii memberikan sebuah contoh yang sangat indah, yang sayangnya tidak diteruskan oleh para pengikutnya; yakni, menghargai orang yang pendapatnyaberbeda, meskipun ia telah meninggal dunia.Setiap kali Imam Syafii berziarah ke makam Abu Hanifah, ia berdoa di depan makam itu dan bertawasul kepada Allah swt dengan perantaraan Abu Hanifah untuk memenuhi hajat-hajatnya. Imam Syafii meniru Rasulullah saw ketika berdoa di depan kuburan para nabi atas perintah Jibril as.
Ketika Fathimah binti Asad, istri Abu Thalib berhijrah ke Madinah, ia meninggal dunia. Rasulullah saw menguburkannya di Baqi. Saat pemakaman, Rasulullah saw turun ke kuburan Fathimah binti Asad dan berbaring di sisinya seraya memeluk ibu asuhnya itu. Lalu Rasulullah membaca doa tawasul: Ya Allah, aku bermohon kepada-Mu dengan bertawasul kepada nabi-nabi-Mu dan nabi-nabi yang Kau utus sebelum aku.
Salah satu adab dalam berziarah adalah berdoa dan memulai doa kita dengan membaca tawasul yang singkat, seperti yang diajarkan Nabi saw di atas: Ya Allah aku bermohon kepada-Mu melalui tawasul kepada Nabi- Mu dan keluarganya, janganlah engkau azab mayit ini. Sebuah hadis menyebutkan, barang siapa yang berziarah ke kuburan dan membaca doa itu, Allah akan menganugrahkan perlindungan dari dahsyatnya hari kiamat.
Jenis ziarah yang kedua, adalah ziarah orang-orang mulia kepada kuburan orang-orang biasa. Nabi saw sering berziarah ke kuburan kaum muslimin. Beliau sering berdoa di atas kuburan mereka seraya beristighfar memohonkan ampunan bagi para pendurhaka yang menjadi ahli kubur itu, sebagai bukti bahwa kedatangan Nabi adalah rahmatan lil ‘alamin.
Sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari menyebutkan: Rasulullah saw melewati dua kuburan. Lalu beliau berkata, “Kedua ahli kubur ini sedang diazab Tuhan, meskipun bukan karena dosa yang besar.” Rasulullah saw lalu meletakkan di atas kedua kuburan itu pelepah kurma yang masih hijau sambil berdoa. Rasulullah kemudian berkata, “Sesungguhnya kedua pelepah kurma itu, insya Allah, akan meringankan azab mereka sampai pelepah itu mengering.” Dengan berkah kehadiran Rasulullah ke kuburan itu, Tuhan meringankan azabnya.
Ibnu Hajar Al-Asqalani, dalam Fathul Bâri, ketika membahas hadis ini menulis: “Ada kemungkinan, kuburan itu bukan kuburan kaum muslimin melainkan kuburan kaum kafir. Hal itu menunjukkan bolehnya berziarah ke kuburan orang kafir. Apa rahasianya meringankan azab untuk orang kafir itu? Rahasianya adalah ketika Rasulullah datang, Allah menurunkan rahmat-Nya, karena Nabi membaca zikir, menyebut asma Allah. Kedua pelepah kurma yang masih hijau itu sebetulnya selalu bertasbih selama mereka dalam keadaan basah.” Seluruh pepohonan dan tanaman bertasbih kepada Allah swt. Kedua pelepah kurma itu disimpan Nabi agar selalu bertasbih untuk meringankan azab para penghuni kubur. Sekiranya yang meninggal adalah orang Islam, maka manfaat dari doa Rasulullah itu akan berlipat ganda karena ia memperoleh syafaat Nabi saw. Nabi bersabda, “Syafaatku kukhususkan untuk orang- orang yang berbuat dosa besar dari kalangan umatku.”
Semua keterangan di atas menunjukkan bahwa Rasulullah yang teramat mulia juga mengunjungi kuburan mereka yang tidak mulia, bahkan para pendosa. Selain itu, Rasulullah mengunjungi kuburan kaum muslimin untuk memberikan penghormatan kepada mereka.
Seperti dalam sebuah hadis riwayat Bukhari: Di zaman Nabi, hidup seorang perempuan kulit hitam yang pekerjaannya membersihkan masjid. Ketika ia meninggal dunia, kaum muslimin menshalatkan dan menguburkannya pada malam hari. Suatu saat, ketika Rasulullah mengunjungi pekuburan, beliau melewati kuburan perempuan itu. Wangi harum yang semerbak tercium oleh ruh Rasulullah yang suci. Rasulullah bertanya kepada para sahabat yang menyertainya, “Kuburan siapakah ini?” “Ini adalah kuburan perempuan kulit hitam yang sering membersihkan masjid,” jawab para sahabat. Rasulullah lalu bertanya, “Mengapa kalian tidak memberitahu aku ketika kalian menguburkannya?” Kemudian Rasulullah salat di depan kuburan perempuan kulit hitam itu. Setelah salat, Rasulullah bertanya lagi, “Bagaimana perbuatannya ketika ia hidup?” Para sahabat menjawab, “Ia adalah perempuan yang baik.” “Apa pekerjaan yang dilakukannya?” Rasulullah masih bertanya. “Ia membersihkan masjid,” jawab para sahabat.
Rasulullah saw tidak hanya mengunjungi kuburan perempuan kulit hitam itu, seorang budak belian yang pada masa itu sering diperlakukan dengan hina, tetapi beliau juga mensalatkan dan mendoakannya. Tuhan menyingkapkan tirai alam malakut kepada Nabi dan memperlihatkan perempuan itu sebagai orang yang mulia di alam barzakh, yang menyebarkan harum semerbak di sekitarnya.
Sayyid Ismail bin Mahdi Al-Hasani, dalam Kitab Nafasur Rahmân, menulis: Hendaknya orang-orang yang mulia sering berkunjung ke orang- orang yang kurang mulia di antara mereka. Walaupun mereka adalah para ahli kasyaf. Dengan berkunjung ke kuburan, mereka dapat melihat keadaan orang-orang yang dikubur sehingga mereka dapat mendoakan kebaikan bagi para ahli kubur itu.
Saya teringat sebuah kisah ketika seorang yang salih pergi mengunjungi pekuburan kaum muslimin. Setelah mengucapkan salam, orang salih itu lalu berdoa. Ia ingin tahu apa yang terjadi dengan para penghuni kubur di sekitarnya. Usai berdoa, tiba-tiba ia mendapati dirinya berada di sebuah taman yang sangat indah. Ia menyusuri setapak jalan yang membawanya ke istana yang megah. Di tempat itu duduk seseorang di atas tahta yang gemerlapan. Puluhan khadam melayaninya. Wajahnya ceria dan gembira. Namun tiba-tiba wajah yang cerah itu berubah muram. Ia melihat dari salah satu sudut tamannya berdatangan rombongan lebah dengan dengungan yang amat nyaring. Orang di atas tahta lalu menjulurkan lidahnya untuk disengat kawanan lebah itu. Serangga-serangga itu pun lalu merubungi lidah orang itu sampai pingsan. Setelah itu, kawanan lebah pun menghilang. Ketika orang itu tersadar, wajahnya menjadi ceria gembira seperti sedia kala. Namun lebah-lebah itu datang lagi dan peristiwa yang sama terulang kembali.
Orang salih yang melihat semua ini keheranan, “Apa yang terjadi dengan dirimu?” tanyanya. “Dahulu, ketika aku masih hidup, alhamdulillah, aku banyak beramal salih. Aku sering membantu orang- orang yang kekurangan, aku tak meninggalkan ibadatku di hari-hari yang mulia, dan aku pun berziarah ke Masjidil Haram. Tapi satu saat, aku jatuh cinta pada anak perempuan tetanggaku. Aku melamarnya namun orang tuanya tak menerima lamaranku. Karena jengkel, kusebarkan berita pada orang banyak bahwa sebenarnya perempuan itu telah menikah diam-diam.Karena berita yang kusebarkan, sampai sekarang perempuan itu tak menemukan jodohnya. Tak ada seorang pun yang melamarnya. Aku lalu meninggal dunia.
Setiap kali perempuan itu menangis menyesali nasibnya, Tuhan mengirimkan kawanan lebah itu untuk menyiksa diriku. Aku bermohon kepada-Nya agar dilepaskan dari azab ini, tapi Tuhan berkata bahwa aku tak bisa dilepaskan dari azab ini sebelum perempuan itu memaafkanku dan sebelum ia menemukan jodohnya. Tapi aku telah mati dan tak bisa meminta maaf kepadanya. Aku lalu bertawasul dengan perantara Imam Ali kw. Imam Ali berkata, “Nanti akan datang kepadamu seorang salih, sampaikan pesanmu kepadanya.” Kini engkau telah datang kepadaku. Tolong sampaikan permohonan maafku kepada perempuan itu dan keluarganya dan tolong bantu mencarikan jodoh bagi dirinya. Hanya dengan itulah aku bisa selamat dari azab ini.”
Orang yang salih itu berziarah sehingga Tuhan menyingkapkan tirai malakut kepadanya. Ia mampu melihat keadaan ahli kubur yang diziarahinya. Kisah ini menunjukkan bahwa ziarah orang salih ke kuburan adalah sebuah amal yang utama walaupun kuburan itu adalah kuburan orang awam, orang kebanyakan. Ziarah tidak hanya dilakukan kepada orang-orang yang salih tetapi juga kepada orang-orang yang biasa.
Contoh lain dari ziarah orang yang mulia kepada orang yang tidak semulia dia adalah kebiasaan Rasulullah saw untuk berkunjung ke kuburan para syuhada Perang Uhud. Banyak di antara para jamaah haji Indonesia yang ketika berangkat ke Madinah tak mengunjungi kuburan para syuhada Perang Uhud itu. Bahkan kepada Rasulullah pun mereka tak berziarah padahal Rasulullah bersabda, “Barang siapa yang mengunjungiku setelah aku mati sama seperti mengunjungiku ketika aku hidup.” Rasulullah juga bersabda, “Siapa yang naik haji, pergi ke Masjidil Haram, tapi tak mengunjungi aku, ia telah melecehkan aku.” Dalam hadis yang lain Rasulullah berkata, “Barang siapa yang berziarah padaku, aku pastikan syafaatku baginya.”
Ketika kita meninggal, di malam pertama kesendirian kita, perasaan sedih, cemas, dan takut yang luar biasa akan menyergap kita di alam Barzakh. Malam itu adalah saat yang paling menakutkan bagi ahli kubur. Di waktu itu, sebagian ahli kubur akan mendapatkan kehormatan dan kebahagiaan dikunjungi Rasulullah saw yang mulia. Mereka yang beruntung itu adalah mereka yang pernah berziarah ke kuburan Rasulullah saw.
Jenis ziarah yang ketiga adalah ziarah dari kaum muslimin yang awam kepada kaum muslimin awam lainnya. Inilah ziarah yang biasa kita lakukan kepada orang tua, karib kerabat, dan saudara-saudara kita. Dalilnya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim yang diterima dari Abu Hurairah: Rasulullah saw bersabda, “Sering berkunjung kepada kuburan itu akan mengingatkan kalian kepada akhirat dan kepada maut. Hadis ini juga dimuat oleh Al-Turmudzi dalam shahih-nya.
Ziarah kubur adalah sunnah Rasulullah saw. Ziarah juga adalah cara kita untuk mendoakan orang-orang yang telah mendahului kita. Al- Quran mencontohkan doa itu: Tuhanku ampunilah orang-orang yang telah mendahului kami dalam keimanan. (QS. Al-Hasyr:10). Itulah perintah Al-Quran agar kita mendoakan orang-orang yang telah lebih dahulu meninggal dunia. Doa itu kita baca ketika berziarah ke kubur.
Perintah ziarah kubur ditujukan baik bagi lelaki maupun perempuan. Bila ziarah kubur itu memiliki pahala dan keutamaan yang amat besar, maka melarang perempuan untuk berziarah akan menyebabkan mereka kehilangan amal salih dan syafaat Rasulullah saw. Islam tidak memberikan ajaran yang diskriminatif; yang hanya menguntungkan kaum lelaki saja.
Sebagian pendapat yang mengharamkan perempuan berziarah didasarkan kepada hadis dari Abu Hurairah: Rasulullah saw bersabda, “Allah melaknat perempuan-perempuan yang berziarah ke kubur.” Bila dilakukan penelitian terhadap hadis ini akan ditemukan bahwa dari segi sanadnya, hadis ini tidak cukup kuat. Hadis ini pun bertentangan dengan hadis-hadis lain yang disepakati kesahihannya oleh semua orang, misalnya hadis yang menganjurkan bila kita berkunjung ke kuburan, kita mengucapkan salam kepada para ahli kubur. Hadis itu menceritakan Rasulullah yang mengajarkan bacaan salam bagi ahli kubur kepada Aisyah. Sekiranya perempuan yang berziarah kubur itu dilaknat, Rasulullah tidak akan mengajarkan bacaan salam itu kepada Aisyah, istrinya sendiri.
Hadis yang lain meriwayatkan Rasulullah pernah menemukan seorang perempuan sedang berziarah sambil menangis. Rasulullah tidak melarang perempuan itu berziarah. Beliau hanya berkata, “Penghuni kubur itu sedang diazab padahal keluarganya sedang menangis.” Hadis ini lalu menimbulkan kesalahpahaman; bahwa mayit diazab karena tangisan keluarganya. Sampai suatu saat -setelah Rasulullah saw meninggal- Aisyah mendengar Abdullah Ibnu Umar berkata, “Mayit itu disiksa karena tangisan keluarganya.” Aisyah lalu berkata, “Semoga Allah menyayangi Abdullah Ibnu Umar. Ia tidak berbohong, ia hanya salah dengar.”
Ziarah kubur bermanfaat bagi penziarah dan yang diziarahi. Rasulullah saw bersabda, “Ziarahilah orang-orang yang sudah mati di antara kamu karena mereka bergembira dengan ziarah yang kau lakukan. Dan hendaklah orang menyampaikan hajatnya di kuburan kedua orang tuanya setelah ia berdoa terlebih dahulu kepada mereka.” (Bihârul Anwâr, juz 10, hal. 97) Riwayat lain dari Dawud Al-Riqqi menyatakan: Aku bertanya kepada Abu Abdillah as, “Kalau ada seseorang berdoa di kuburan bapak, ibu, karib kerabat, atau yang bukan saudaranya, apakah itu ada manfaatnya?” Abu Abdillah menjawab, “Betul, itu bermanfaat. Kunjungan itu akan merupakan hadiah bagi mereka. Hadiah itu akan masuk kepada mereka sama seperti kalian memberikan hadiah bagi sesama kalian.”
Salah satu adab ziarah adalah berbicara kepada orang yang telah meninggal dunia. Sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari mengisahkan suatu peristiwa setelah Perang Uhud. Rasulullah mengajak bicara kepada para jenazah syuhada Uhud, “Apakah kalian telah menemukan apa yang dijanjikan Rasulullah kepada kalian itu benar?” Umar bin Khaththab berkata, “Ya Rasulallah, kau ajak bicara orang yang mati padahal dia tak mendengarmu.” Rasulullah saw menjawab, “Hai Umar, engkau tidak lebih mendengar dari mereka.” Para ahli kubur mendengar ucapan kita sama seperti orang yang masih hidup. Salam yang kita ucapkan kepada para ahli kubur pun pada hakikatnya adalah mengajak mereka bicara: Salam bagi kalian, hai penghuni kampung ini. Kalian telah mendahului kami dan insya Allah, kami akan menyusul kalian.
Satu saat, Imam Ali kw melewati pekuburan. Ia mengajak bicara para ahli kubur, “Hai, penghuni kampung yang penuh kesepian. Hai, penghuni kubur yang penuh kegelapan. Hai, mereka yang bergelimang debu. Hai, mereka yang terasing dari kampung halamannya. Hai, mereka yang dalam kesendirian dan ketakutan. Kalian telah mendahului kami dan kami pasti akan menyusul kalian. Adapun rumah-rumah kalian telah dihuni oleh orang lain. Suami-suami dan istri-istri kalian telah menikah lagi dengan orang lain. Harta-harta kalian telah dibagi- bagikan. Ini berita kami untuk kalian, lalu bagaimana berita kalian untuk kami?” Imam Ali lalu menengok sahabat-sahabatnya dan berkata, “Kalaulah mereka itu diberi izin untuk berbicara, mereka akan menjawab pertanyaan kita dengan ucapan: Sesungguhnya bekal yang paling baik untuk alam kubur itu adalah takwa.”
Adab yang sebaiknya kita amalkan ketika ziarah ke kubur adalah mengucapkan salam seperti di atas. Lalu ketika kita sampai di kuburan, letakkan tangan kita di atas kuburan seraya membaca surat Al-Fatihah, surat Al-Qadr tujuh kali, surat Al-Ikhlas sebelas kali, Ayat Kursi, serta membaca bagian awal dan akhir dari surat Al- Baqarah. Bila kita masih mempunyai waktu, bacalah surat Yasin di kuburan itu. Setelah itu bacalah doa.
Bila waktu kita sedikit, kita dapat cukup membaca surat Al-Fatihah, Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan Al-Nas masing-masing satu kali saja. Setelah itu lalu membaca doa tawasul kepada Nabi Muhammad dan keluarganya agar mayit itu tidak diazab Allah swt.
***
Ditranskrip oleh Ilman Fauzi dari ceramah Jalaluddin Rakhmat pada Pengajian Ahad, tanggal 19 Nopember 2000, di Masjid Al-Munawwarah, Bandung.
Pusat Sewa Laptop 8:33 pm on 29 Juni 2016 Permalink
Luar biasa. Akal memang hebat ya. Keep posting gan.