Updates from Oktober, 2020 Toggle Comment Threads | Pintasan Keyboard

  • erva kurniawan 1:45 am on 31 October 2020 Permalink | Balas  

    Keutamaan Shalat Shubuh Berjamaah 

    Keutamaan Shalat Shubuh Berjamaah

    Oleh Ustadz Muslih Rasyid

    عن عثمان رضي اللَّه عنه قال، قال رسول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ :
    مَنْ صَلَّى الْعِشَاءَ فِي جَمَاعَةٍ فَكَأَنَّمَا قَامَ نِصْفَ اللَّيْلِ وَمَنْ صَلَّى الصُّبْحَ فِي جَمَاعَةٍ فَكَأَنَّمَا صَلَّى اللَّيْلَ كُلَّهُ

    Dari ‘Usman radhiyallahu anhu berkata, bersabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam :
    “Barangsiapa yang shalat isya` berjama’ah maka seolah-olah dia telah shalat malam selama separuh malam. Dan barangsiapa yang shalat shubuh berjamaah maka seolah-olah dia telah shalat seluruh malamnya.” (HR. Muslim no. 656)

    Pelajaran yang terdapat di dalam hadist:

    1- Menjalankan shalat shubuh berjama’ah, merupakan perkara yang tidak mudah, karena dikerjakan pada saat waktu tidur sedang nyenyak, cuaca masih dingin, dan rasa malas. Itu sebabnya, terdapat berbagai macam keutamaan atau pahala besar jika kita dapat melazimkannya.

    2- Adapun keutamaan shalat shubuh berjama’ah, antara lain:
    a- Mengerjakan shalat shubuh pada waktunya secara berjamaah merupakan sifat orang mukmin
    Hendaknya seorang mukmin bersemangat menghilangkan sifat orang-orang munafik dari dirinya , Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

    إن أثقل الصلاة على المنافقين صلاة العشاء وصلاة الفجر ولو يعلمون ما فيهما لأتوهما ولو حبوا . رواه البخاري ومسلم

    “Sesungguhnya shalat yang paling berat bagi orang-orang munafik adalah shalat Isya dan shalat Shubuh. Seandainya mereka mengetahui apa keutamaan yang ada di dalam keduanya, niscaya mereka akan mendatanginya (dengan berjamaah) meskipun dengan keadaan merangkak” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

    b- Mendapatkan berkah dari Allah Ta’ala.
    Shalat Subuh berjama’ah berpeluang mendapatkan berkah dari Allah Ta’ala. Sebab, aktivitas yang dilaksanakan pada waktu pagi, terlebih aktivitas wajib dan dilaksanakan berjamaah seperti shalat shubuh, telah didoakan agar mendapatkan berkah. Yang mendoakannya adalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam:

    اللهمَّ باركْ لأمتي في بكورِها

    Artinya: “Ya Allah, berkahilah umatku pada waktu paginya”. (H.R. Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibn Majah)

    c- Mendapatkan cahaya yang sempurna pada hari Kiamat.
    Kondisi pada waktu shubuh umumnya masih gelap, walau dengan penerangan listrik yang ada. Namun, dengan kondisi seperti itulah justru terdapat ganjaran yang besar dari Allah Ta’ala bagi manusia-manusia yang menuju masjid buat melaksanakan shalat dengan cahaya yang sempurna di hari Kiamat kelak. Seperti dalam hadits disebutkan:

    عن بريدة الأسلمي رضي الله عنه عن النبي – صلى الله عليه وسلم قال :بشِّرِ المشَّائين في الظُّلَم إلى المساجد بالنور التام يوم القيامة

    Artinya: Dari Buraidah al-Aslami Radhiyallahu ‘Anhu, dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang berjalan pada saat gelap menuju masjid, dengan cahaya yang sempurna pada hari Kiamat.” (H.R. Abu Dawud dan Tirmidzi).
    Mendapatkan ganjaran shalat malam sepenuh waktunya.

    d- Barang siapa yang shalat shubuh maka dirinya dalam perlindungan atau penjagaan Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

    من صلى الصبح فهو في ذمة الله. رواه مسلم

    “Barangsiapa yang shalat shubuh maka dirinya dalam perlindungan Allah” (HR. Muslim)

    e- Mengerjakan shalat shubuh dan ashar secara berjama’ah pada waktunya adalah diantara sebab masuk surga dan keselamatan dari api neraka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

    من صلى البردين دخل الجنة

    “Barangsiapa yang shalat didua waktu yang dingin niscaya masuk surga” (Muttafaqun ‘alaih)
    f- Bisakah kita melakukan shalat malam atau tahajud sepenuh malam? Tentu sangat sulit dengan beragam aktivitas siang hari yang juga harus kita kerjakan. Namun demikian, pahala melakukan shalat malam sepenuh waktu malam ternyata bisa kita dapatkan dengan melakukan shalat Subuh secara berjama’ah. Sebagaimana
    hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam diatas.

    Tema hadist yang berkaitan dengan Al qur’an :

    • Bahwa kutamaan shalat Subuh itu disaksikan oleh para malaikat yang telah bertugas di malam hari dan para malaikat yang akan bertugas di siang hari.

    أَقِمِ الصَّلاةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ وَقُرْآنَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرْآنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا .

    Dirikanlah salat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan(dirikanlah pula shalat) Subuh. Sesungguhnya shalat Subuh itu disaksikan (oleh malaikat).[Al-isra :78]

     
  • erva kurniawan 1:43 am on 30 October 2020 Permalink | Balas  

    Kisah Zaid Bin Datsinah Radhiyallahu Anhu 

    Kisah Zaid Bin Datsinah Radhiyallahu Anhu

    Zaid bin Datsinah Radhiyallahu ‘Anhu, seorang sahabat Anshar yang termasuk dalam kelompok sepuluh sahabat dibawah pimpinan Ashim bin Tsabit. Kelompok sahabat ini dikirim Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam untuk mematai-matai kaum Quraisy (atau dalam riwayat lain, atas permintaan Bani Adhal dan Qarah untuk mendakwahi kaumnya). Kemudian mereka ini dikhianati sehingga terjadi pertempuran tidak seimbang dengan 100 orang kafir, delapan orang menemui syahidnya, Zaid bin Datsinah dan Khubaib bin Adi tertawan, dan dijual kepada orang-orang Quraisy di Makkah. Zaid dibeli oleh Shafwan bin Umayyah dengan harga 50 ekor unta.

    Pada waktu yang ditetapkan untuk eksekusi, Zaid dibawa ke suatu tempat di luar Masjidil Haram. Orang-orang telah berkumpul untuk melihat hukuman mati yang akan dijatuhkan kepada Zaid. Sebagian orang-orang kafir melemparinya dengan anak panah sambil membujuknya kembali murtad. Tetapi ia tidak bergeming sedikitpun dan memasrahkan dirinya kepada Allah.

    Abu Sufyan bertanya kepadanya, “Maukah kau, jika kepalamu yang akan dipenggal ini digantikan dengan kepala Muhammad, dan kamu dibebaskan sehingga bisa berkumpul dan bergembira bersama keluargamu?”

    Tetapi Abu Sufyan dan orang-orang kafir itu memperoleh jawaban yang mengejutkan, Zaid berkata, “Demi Allah, kehidupanku bersama keluargaku tidak akan menjadi senang, jika aku membiarkan duri sekecil apapun menusuk badan kekasihku, Muhammad.”

    Abu Sufyan berkata, “Kasih sayang yang ditunjukkan sahabat-sahabatnya kepada Muhammad tidak ada bandingannya.”

    Shafwan telah menugaskan salah satu hamba sahayanya bernama Nisthas untuk membunuh Zaid, ia menikam tubuh Zaid dengan lembing sehingga menemui syahidnya. Sebelum ajal menjemputnya, ia sempat berkata, “Ya Allah, sampaikan salamku kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam ….!”

    Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam yang berada di Madinah mendengar salam yang disampaikannya lewat malaikat Jibril, dan beliau membalasnya, sambil mengabarkan pada sahabat-sahabat lainnya tentang pembunuhan Zaid dan Khubaib oleh orang kafir Quraisy.

     
  • erva kurniawan 1:41 am on 29 October 2020 Permalink | Balas  

    Etika Orang Beriman 

    Etika Orang Beriman

    Oleh Ustadz Muslih Rasyid

    عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْراً أًوْ لِيَصْمُتْ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ . [رواه البخاري ومسلم

    Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda: Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia berkata baik atau diam, siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia menghormati tetangganya dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan tamunya (Riwayat Bukhari dan Muslim)

    Pelajaran yang terdapat di dalam hadist:

    1. Iman terkait langsung dengan kehidupan sehari-hari.
    2. Islam menyerukan kepada sesuatu yang dapat menumbuhkan rasa cinta dan kasih sayang dikalangan individu masyarakat muslim.
    3. Termasuk kesempurnaan iman adalah perkataan yang baik dan diam dari selainnya.
    4. Berlebih-lebihan dalam pembicaraan dapat menyebabkan kehancuran, sedangkan menjaga pembicaraan merupakan jalan keselamatan.
    5. Islam sangat menjaga agar seorang muslim berbicara apa yang bermanfaat dan mencegah perkataan yang diharamkan dalam setiap kondisi.
    6. Tidak memperbanyak pembicaraan yang diperbolehkan, karena hal tersebut dapat menyeret kepada perbuatan yang diharamkan atau yang makruh.
    7. Termasuk kesempurnaan iman adalah menghormati tetangganya dan memperhatikanya serta tidak menyakitinya.
    8. Wajib berbicara saat dibutuhkan, khususnya jika bertujuan menerangkan yang haq dan beramar ma’ruf nahi munkar.
    9. Memuliakan tamu termasuk diantara kemuliaan akhlak dan pertanda komitmennya terhadap syariat Islam.
    10. Anjuran untuk mempergauli orang lain dengan baik.

    Tema hadits dan ayat-ayat Al Quran yang terkait :

    1- Menjaga perkataan

    مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ

    Tidak ada sebarang perkataan yang dilafazkannya (atau perbuatan yang dilakukannya) melainkan ada di sisinya malaikat pengawas yang sentiasa sedia (menerima dan menulisnya).
    [Surat Qaf 18]

    2- Hubungan baik dengan tetangga :

    وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا

    Dan hendaklah kamu beribadat kepada Allah dan janganlah kamu sekutukan Dia dengan sesuatu apa jua; dan hendaklah kamu berbuat baik kepada kedua ibu bapa, dan kaum kerabat, dan anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, dan jiran tetangga yang dekat, dan jiran tetangga yang jauh, dan rakan sejawat, dan orang musafir yang terlantar, dan juga hamba yang kamu miliki. Sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang-orang yang sombong takbur dan membangga-banggakan diri;
    [Surat An-Nisa’ 36]

    3- Sikap mulia terhadap tamu :

    هَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ ضَيْفِ إِبْرَاهِيمَ الْمُكْرَمِينَ
    إِذْ دَخَلُوا عَلَيْهِ فَقَالُوا سَلَامًا ۖ قَالَ سَلَامٌ قَوْمٌ مُنْكَرُونَ
    فَرَاغَ إِلَىٰ أَهْلِهِ فَجَاءَ بِعِجْلٍ سَمِينٍ
    فَقَرَّبَهُ إِلَيْهِمْ قَالَ أَلَا تَأْكُلُونَ

    Sudahkah sampai kepadamu (wahai Muhammad) perihal tetamu Nabi Ibrahim yang dimuliakan?
    Ketika mereka masuk mendapatkannya lalu memberi salam dengan berkata: “Salam sejahtera kepadamu!” Ia menjawab: Salam sejahtera kepada kamu! “(Sambil berkata dalam hati): mereka ini orang-orang yang tidak dikenal.
    Kemudian ia masuk mendapatkan Ahli rumahnya serta dibawanya keluar seekor anak lembu gemuk (yang dipanggang).
    Lalu dihidangkannya kepada mereka sambil berkata: “Silalah makan”.
    [Surat Adz-Dzariyat :24-25-26-27].

     
  • erva kurniawan 1:36 am on 28 October 2020 Permalink | Balas  

    Kisah Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam: Abdullah Bin Amr Bin Ash Radhiyallahu Anhu (2) 

    Kisah Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam: Abdullah Bin Amr Bin Ash Radhiyallahu Anhu

    Walau telah dinasehati langsung oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam, semangatnya untuk beribadah tidak segera mengendor begitu saja, tetapi ia tidak melalaikan kewajiban dan hak-hak keluarga, badan, tamu dan lain-lainnya. Ibadahnya dengan intensitas tinggi masih saja berlangsung tanpa bisa dihalangi lagi. Melihat keadaannya itu, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam akhirnya bersabda, “Sesungguhnya engkau tidak tahu, bisa jadi Allah akan memanjangkan umurmu…!!”

    Benarlah apa yang disabdakan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam, ia mencapai usia tua, tubuhnya mulai lemah dan tulangnya seakan tak mampu menyangga tubuhnya dalam waktu lama. Ia susah payah menetapi amal istiqomah yang telah “dijanjikannya” kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam di masa mudanya. Ia jadi menyesal mengapa tidak menerima nasehat beliau saat mudanya itu. Ia seringkali berkata, “Aduhai malangnya nasibku, mengapa tidak aku ikuti keringanan yang diberikan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam …!!”

    Abdullah bin Amr mempunyai kebiasaan mencatat apapun yang disabdakan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam, dalam sebuah catatan yang disebut Shadiqah, hal ini dimaksudkan agar ia mudah menghafalkannya. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam memang pernah melarang para sahabat untuk mencatat sabda-sabda beliau karena dikhawatirkan akan tumpang tindih dengan ayat-ayat Al Qur’an. Tetapi kemudian Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam secara khusus menugaskan beberapa orang sahabat untuk mencatat firman-firman Allah tersebut, dan Ibnu Amr bin Ash tidak termasuk di dalamnya sehingga beliau membiarkannya.

    Beberapa sahabat juga berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam juga manusia biasa, terkadang beliau marah, dan dalam marahnya ini beliau mengatakan sesuatu. Begitu juga terkadang beliau hanya bercanda dalam ucapannya itu. Karena itu jangan engkau mencatat apapun yang beliau sabdakan!!”

    Karena nasehat mereka ini, Abdullah bin Amr sempat menghentikan kebiasaannya tersebut. Tetapi tampaknya ia merasa ‘gatal’ jika sesaat saja tidak ‘merekam’ apa yang dilakukan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam. Karena itu ia bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam tentang apa yang dilakukannya, termasuk nasehat beberapa orang sahabat, maka beliau bersabda, “Teruskanlah menulis, demi Allah yang jiwaku ada di tanganNya, setiap perkataanku adalah kebenaran, walaupun aku dalam keadaan marah, ataupun senang.”

    Abu Hurairah juga pernah berkomentar atas kebiasaan Abdullah bin Amr ini, “Di antara para sahabat, tidak ada yang menyamai saya dalam hal hafalan hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam, kecuali Ibnu Amr bin Ash, karena dia selalu mencatat segala apa yang disabdakan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam, sedangkan saya hanya mengandalkan ingatan saja.”

    Pada masa pemerintahan Abdullah bin Zubair, Abdullah bin Amr meninggal pada usia 72 tahun di mushalla rumahnya, ketika itu ia baru selesai menjalankan shalat dan sedang bermunajat kepada Allah. Sungguh saat akhir yang amat indah (khusnul khotimah) yang amat dirindukan oleh semua kaum muslimin.

     
  • erva kurniawan 1:32 am on 27 October 2020 Permalink | Balas  

    Kisah Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam: Abdullah Bin Amr Bin Ash Radhiyallahu Anhu (1) 

    Kisah Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam: Abdullah Bin Amr Bin Ash Radhiyallahu Anhu

    Abdullah bin Amr bin Ash Radhiyallahu ‘Anhu adalah putra dari seorang ahli strategy perang dan negarawan ulung, Amr bin Ash, tetapi ia lebih dahulu memeluk Islam daripada bapaknya itu. Ia seorang yang saleh, banyak menghabiskan waktunya untuk beribadah, kecuali jika sedang berjihad di jalan Allah. Ketika menyandang senjata untuk mempertahankan dan meninggikan kalimat-kalimat Allah, ia akan berada di barisan terdepan karena sangat merindukan memperoleh ‘rezeqi’ kesyahidan.

    Dalam usianya yang masih muda, aktivitas ibadahnya begitu tinggi, siang berpuasa, malam dihabiskan dengan tahajud dan membaca Al Qur’an sehingga ia mampu mengkhatamkannya dalam sehari. Ia begitu zuhud, bahkan tidak pernah ia membicarakan masalah duniawiah sejak ia berba’iat kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam, padahal lingkungan keluarga termasuk kalangan bangsawan dan kaya-raya. Ketika ia dinikahkan, beberapa hari kemudian ayahnya datang mengunjungi dan bertemu istrinya. Amr bin Ash berkata, “Bagaimana keadaan kalian?”

    Istrinya berkata, “Sungguh aku tidak mencela akhlak dan kesalehannya, tetapi sepertinya ia tidak membutuhkan seorang wanita di sisinya!!”

    Amr bin Ash menatap tidak mengerti, tetapi kemudian ia mendapat penjelasan, kalau Abdullah bin Amr sama sekali belum menyentuhnya dalam beberapa hari setelah menikah itu. Ia begitu intens beribadah seperti biasanya, sehingga tidak ada sedikitpun waktu untuk istrinya. Hal itu memaksa Amr bin Ash melaporkannya kepada Rasululah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam, sehingga beliau campur tangan untuk ‘mengerem’ semangat ibadahnya. Tetapi di hadapan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam, Abdullah bin Amr justru berkata, “Ya Rasulullah, ijinkanlah saya menggunakan sepenuh tenaga saya untuk beribadah kepada Allah?”

    Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda, “Jika engkau melakukan semua itu, badanmu akan lemah, matamu akan sakit karena tidak tidur semalaman. Sesungguhnya badanmu punya hak, keluargamu juga punya hak, dan para tamupun punya hak atas dirimu…!”

    Maka terjadilah “tawar-menawar” antara Abdullah dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam dalam soal ibadahnya. Kalau umumnya manusia akan meminta ijin beribadah seringan dan sesedikit mungkin, maka Abdullah meminta ijin untuk beribadah sebanyak dan seberat mungkin. Dalam soal puasa misalnya, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam menyarankannya agar berpuasa tiga hari dalam sebulan, tetapi Abdullah minta tambahan, diberi dua hari dalam seminggu, masih minta tambahan lagi, akhirnya ditetapkan Nabi SAW sehari berpuasa sehari berbuka, yakni puasanya Nabi Dawud AS.

    Begitu juga dalam soal mengkhatamkan Al Qur’an, pertama Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam menyarankannya untuk khatam sebulan sekali saja. Abdullah melakukan penawaran, sehingga Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam menetapkan 20 hari sekali, kemudian 10 hari sekali, dan seminggu sekali. Tetapi Ibnu Amr bin Ash masih meminta lebih lagi, akhirnya Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam menetapkannya untuk khatam Al Qur’an setiap tiga hari sekali (dalam riwayat lain, lima hari sekali). Begitu juga soal shalat malam, beliau melarang Abdullah menghabiskan waktu malam untuk shalat sunnah terus-menerus, harus ada waktu untuk mengistirahatkan tubuhnya dengan tidur, dan mempergauli istrinya.

     
  • erva kurniawan 1:31 am on 26 October 2020 Permalink | Balas  

    Ancaman bagi Penguasa yang Menipu Rakyatnya 

    Ancaman bagi Penguasa yang Menipu Rakyatnya

    Oleh Ustadz Muslih Rasyid

    وَعَنْ مَعْقِلِ بْنِ يَسَارٍ رضي الله عنه قَالَ  سَمِعْتُ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ: مَا مِنْ عَبْدِ يَسْتَرْعِيهِ اَللَّهُ رَعِيَّةً يَمُوتُ يَوْمَ يَمُوتُ وَهُوَ غَاشٌّ لِرَعِيَّتِهِ إِلَّا حَرَّمَ اَللَّهُ عَلَيْهِ اَلْجَنَّةَ

    Dan dari “Ma’qil Ibnu Yasar radhiyallahu ‘anhu berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Seorang hamba yang diserahi Allah untuk memimpin rakyat lalu ia mati pada hari kematiannya ketika ia menipu rakyatnya, Allah pasti akan mengharamkannya masuk surga.’”
    [Takhrij hadits: Diriwayatkan oleh imam al-Bukhari dalam kitab al-Ahkam juz 4 hal 235 dan diriwayatkan oleh imam Muslim dalam kitab al-Iman juz 1 hal 88 (dikutip dari catatan kaki kitab Bulugh al-Maram Min Adillah al-Ahkam hal 606 hadits no. 1517)]

    Pelajaran yang terdapat di dalam hadits:

    1- Hadits di atas sudah cukup sebagai muhasabah dan peringatan keras bagi para penguasa yang suka menzhalimi, menyusahkan dan menipu rakyat.

    2- Pemimpin jangan sampai berlaku curang dan menipu rakyat, karena akibatnya sangat berat. Bahkan dalam hadits disebutkan Allah mengharamkan para penguasa yang menipu rakyatnya untuk masuk surga. Na’udzubillah min dzalik.

    3- Semoga hadits ini bisa menjadi peringatan bagi para penguasa khususnya dan seluruh umat Islam pada umumnya. 

    Tema hadist yang berkaitan dengan Al Qur’an:

    1- Ancaman bagi seorang termasuk pemimpin yang berbuat zhalim

    إِنَّمَا السَّبِيلُ عَلَى الَّذِينَ يَظْلِمُونَ النَّاسَ وَيَبْغُونَ فِي الأرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

    “Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zhalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat ‘adzab yang pedih” [QS. Asy-Syuuraa : 42].

    كَانُوا لا يَتَنَاهَوْنَ عَنْ مُنْكَرٍ فَعَلُوهُ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَفْعَلُونَ

    “Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu” [QS. Al-Maaidah : 79].

     
  • erva kurniawan 1:30 am on 25 October 2020 Permalink | Balas  

    Kisah Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam: Suhail Bin Amr Radhiyallahu Anhu 

    Kisah Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam: Suhail Bin Amr Radhiyallahu Anhu

    Suhail bin Amr adalah seorang yang mempunyai kemuliaan dan kedudukan tinggi di kalangan kaum Quraisy. Dia ditunjuk mewakili kaum musyrikin Makkah ketika terjadi perjanjian Hudaibiyah dengan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam, dan dengan pongahnya ia menolak ketika Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam meminta perjanjian itu dibuka dengan “Bismillahirrahmanirrahiim.” Ia berkata, “Demi Allah aku tidak tahu, siapa itu Ar Rahman? Tetapi tulislah, Bismika Allahumma…!!”

    Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam mengalah, begitu juga ketika Ali bin Abi Thalib, penulis perjanjian itu menulis nama, “Muhammad, utusan Allah.” Segera saja Suhail berkata, “Andaikata kami tahu (yakin) bahwa engkau Rasul Allah, kami tidak akan menghalangimu masuk Masjidil Haram dan tidak pula memerangimu. Karena itu tulislah : Muhammad bin Abdullah!!”

    Ali menolak untuk mengubahnya, tetapi Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam mengalah dan memerintahkan Ali untuk menggantinya seperti permintaan Suhail. Kemudian beliau bersabda, “Bagaimanapun aku adalah Rasul Allah sekalipun kalian semua mendustakan aku!!”

    Sikapnya itu sangat disesalinya ketika kemudian ia menjadi Islam dan mengikuti Haji Wada’ bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam. Di Mina, Suhail menyerahkan unta kurbannya kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam, dan beliau sendiri yang menyembelihnya. Suhail memunguti dan mengumpulkan rambut Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam waktu tahallul, sambil menangis dan bertobat, menyesali perbuatannya saat perjanjian Hudaibiyah tersebut, Potongan rambut beliau itu diletakkan di atas matanya.

    Ketika terjadi Fathul Makkah, dimana Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersama hampir seluruh kaum muslimin memasuki Makkah dengan penuh kemenangan atas kaum musyrikin, Suhail mengunci diri dalam rumahnya. Ia merasa tidak aman dari pembunuhan karena sikap permusuhannya terhadap Islam selama ini, karena itu ia menyuruh anaknya, Abdullah bin Suhail, menemui Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam untuk meminta perlindungan.

    Ketika Abdullah bin Suhail menghadap Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam dan menyampaikan maksud bapaknya ini beliau bersabda, “Ya, ia aman dengan perlindungan dari Allah, maka hendaknya ia menampakkan dirinya.”

    Dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam berpaling pada kaum muslimin di sekeliling beliau dan bersabda, “Barang siapa bertemu dengan Suhail, janganlah ia memandangnya dengan pandangan amarah. Biarkan ia keluar, demi hidupku, sesungguhnya Suhail mempunyai kemuliaan dan kebijaksanaan, tidak mungkin orang seperti dia tidak tahu tentang Islam. Dan sungguh ia telah menyaksikan bahwa kuda yang ia pacu dengan cepat untuk melawan kaum muslimin tidak bermanfaat sama sekali!!”

    Setelah Abdullah kembali dan melaporkan apa yang didengar dan dilihatnya, Suhail berkata, “Demi Allah, beliau adalah orang yang sangat baik, ketika masih muda ataupun setelah tua.”

    Namun pengakuannya ini belum membuatnya mantap mengikuti risalah yang dibawa Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wassalam.

    Selagi Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam dan kaum muslimin masih berada di Makkah, kabilah-kabilah Arab yang tidak mau tunduk pada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam dan merasa kuat, bersatu untuk memerangi kaum Muslimin. Mereka bermarkas di dekat Hunain, sepuluh mil lebih dari Arafah. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam mengerahkan pasukan muslimin dan beberapa kabilah yang bersekutu, walaupun belum memeluk Islam, dan Suhail ikut serta dalam peperangan ini. Sekembalinya dari pertempuran, di daerah bernama Ji’ranah, Suhail menyatakan dirinya memeluk Islam, dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam memberikan bagian ghanimah perang Hunain.

    Pada masa Khalifah Umar bin Khaththab, ia bersama beberapa pembesar Quraisy yang telah memeluk Islam, di antaranya Abu Sufyan bin Harb dan Harits bin Hisyam akan menemui khalifah, tetapi tertahan di depan pintu rumah karena Umar belum mengijinkannya. Beberapa saat kemudian muncul Shuhaib, Bilal dan Ammar yang langsung diijinkan masuk oleh Umar.

    Abu Sufyan dan beberapa lainnya terlihat marah melihat perlakuan Umar tersebut, tetapi Suhail berkata, “Wahai kaumku, sesungguhnya aku telah melihat apa yang ada di wajah kalian. Sekiranya kalian ingin marah, marahlah pada diri kalian sendiri. Kita semua diseru kepada Islam, mereka bersegera menyambutnya, tetapi kalian terlambat. Sungguh keutamaan yang telah mereka peroleh dahulu lebih banyak yang terluput dari kalian, daripada sekedar keistimewaan pintu Umar yang kalian berlomba memasukinya.”

    Menyadari kekurangannya ini, Suhail memutuskan meninggalkan tanah kelahirannya, Makkah Mukarramah, untuk bergabung dengan pasukan yang berjaga di garis depan di Syam. Ketika berangkat disertai Abu Said bin Fadhalah, salah seorang sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam, Suhail berkata, “Aku telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda, ‘Berdirinya seseorang di jalan Allah walau sesaat, lebih baik daripada amal sepanjang hidupnya.’ Sungguh aku akan berjaga berjaga di garis depan dan tidak akan kembali lagi ke Makkah.”

    Suhail tetap berada di Syam bersama pasukan yang berjuang di sana, hingga akhirnya wafat karena wabah penyakit tha’un yang melanda kota Amawas.

     
  • erva kurniawan 1:28 am on 24 October 2020 Permalink | Balas  

    Kisah Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam: Kultsum Bin Hikam Radhiyallahu Anhu 

    Kisah Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam: Kultsum Bin Hikam Radhiyallahu Anhu

    Kultsum Bin Hikam
    Dalam suatu pasukan atau misi dakwah yang dikirim Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam, Kultsum bin Hikam ditugaskan beliau sebagai imam dalam melaksanakan shalat. Ia mempunyai kebiasaan unik, setiap selesai membaca Al Fatihah dan surat yang dipilihnya, ia selalu menutupnya dengan membaca surat al Ikhlas (Qul huwallahu ahad…dst) sebelum ruku, pada setiap rakaat pada semua shalatnya.Beberapa orang anggota pasukan sempat memperbincangkan masalah tersebut. Mereka menganggapnya sebagai hal baru yang dibuat-buat (bid’ah) karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam tidak pernah melakukannya. Tetapi mereka juga tidak berani menegur karena ia merupakan imam pilihan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam.

    Ketika kembali ke Madinah, barulah mereka melaporkan hal tersebut kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam tentang kebiasaan unik Kultsum tersebut. Atas pengaduan ini, beliau bersabda, “Tanyakanlah langsung kepadanya mengapa ia berbuat demikian..!!”

    Mereka segera menemui Kultsum dan menanyakan alasannya berbuat seperti itu sebagaimana diperintahkan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam. Kultsum berkata, “Karena dalam ayat-ayat tersebut (yakni surat al Ikhlas), terdapat kandungan sifat Dzat Yang Maha Pemurah, maka saya senang sekali membacanya dalam shalat…!!”

    Mereka membawa jawaban Kultsum ini kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam, dan beliau bersabda, “Kabarkanlah kepadanya (Kultsum), bahwa Allah Subhanahu Wata’ala mencintai dirinya karena kebiasaannya dalam shalat itu…!!”

    Sungguh keberuntungan bagi Kultsum, mungkin hanya ijtihadnya sendiri membaca Surat al Ikhlas dalam setiap rakaat shalat, dengan dalih adanya sifat Pemurah Allah dalam surat tersebut. Tetapi ternyata itu menjadi sebab ia dicintai Allah Subhanahu Wata’ala.

     
  • erva kurniawan 1:23 am on 23 October 2020 Permalink | Balas  

    Kisah Puteri Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam: Fatimah Az Zahrah Radhiyallahu Anha 

    Kisah Puteri Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam: Fatimah Az Zahrah Radhiyallahu Anha

    Fatimah az Zahrah adalah putri Rasulullah SAW yang ke empat. Sebagian riwayat menyatakan ia lahir pada tahun ke satu dari kenabian, tetapi riwayat lain menyebutkan ia lahir lima tahun sebelum kenabian. Nama Fatimah diberikan berdasarkan wahyu atau ilham yang diterima Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam, artinya ‘menahan’ atau ‘terbebas dari neraka’. Menurut Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam, Fatimah adalah ratunya para bidadari di surga, karenanya ia menjadi putri yang paling dicintai Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam.

    Fatimah menikah dengan Ali bin Abi Thalib pada tahun 2 hijriah, pernikahan inipun atas perintah Allah melalui wahyu atau ilham yang diterima Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam. Tujuh setengah bulan setelah pernikahan barulah mereka tinggal bersama dalam satu rumah. Dari penikahannya ini, mereka memiliki beberapa putra dan putri. Putra pertama adalah Hasan, kemudian Husain setahun kemudian, dan disusul Muhasan yang meninggal ketika masih kecil. Putri pertamanya adalah Ruqayyah, yang meninggal ketika masih kecil, disusul Ummu Kultsum dan Zainab.

    Fatimah merupakan kerabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam yang paling terdahulu menyusul setelah wafatnya beliau. Diriwayatkan, ketika Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam sedang sakit keras menjelang sakaratul maut, beliau berbisik kepada Fatimah, dan ia jadi menangis tersedu-sedu. Beberapa saat kemudian beliau membisiki Fatimah lagi, kali ini ia tertawa gembira. Ketika beberapa orang bertanya kepadanya tentang sikapnya yang aneh, dari menangis kemudian tertawa, Fatimah menjelaskan bahwa pada bisikan pertama, beliau memberitahukan kalau beliau akan segera meninggalkan dunia ini, kembali ke hadirat Ilahi Subhanahu Wata’ala, karena itu ia menangis tersedu-sedu. Pada bisikan kedua, beliau memberitahukan bahwa anggota keluarga beliau yang pertama kali menyusul, kembali ke hadirat Ilahi Subhanahu Wata’ala adalah Fatimah sendiri, karenanya ia tertawa gembira karena ia tidak akan terlalu lama berpisah dengan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam.

    Fatimah adalah putri kesayangan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam, namun demikian beliau tidak pernah melimpahinya dengan kekayaan dan kesenangan dunia, justru beliau mendorongnya untuk selalu beramal dan berpayah-payah untuk memperoleh keuntungan di akhirat. Pernikahannya dengan Ali bin Abi Thalib tidak membuat kehidupannya lebih ringan, karena karakter Ali adalah didikan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam, kaya akan ilmu sehingga sangat zuhud terhadap dunia.

    Fatimah terbiasa mengerjakan sendiri pekerjaan rumah tangganya. Menggiling gandum, mengangkut air untuk kebutuhan sehari-hari, dan beberapa pekerjaan lainnya, sehingga tangannya kasar dan timbul bintik-bintik hitam yang tebal. Melihat penderitaan istrinya ini, suatu kali Ali berkata kepada Fatimah, “Pergilah engkau menghadap Rasulullah, mintalah seorang pembantu untuk meringankan pekerjaanmu!”

    Memang waktu itu baru saja datang beberapa orang hamba sahaya diberikan kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam. Memenuhi perintah suaminya, Fatimah berangkat menemui Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam, tetapi ternyata banyak orang yang datang di majelis Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam, Fatimah malu untuk menyampaikan maksudnya, dan ia pulang kembali. Keesokan harinya, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam yang datang ke rumah Fatimah, beliau berkata, “Wahai Fatimah, ada apa engkau datang untuk menemuiku kemarin?”

    Fatimah hanya diam, malu untuk menyampaikan maksudnya. Ali yang kemudian menjawab, “Wahai Rasulullah, dia mengerjakan pekerjaan rumah sendirian, menggiling gandum, mengangkat air, membersihkan rumah, dan pekerjaan lainnya, sehingga timbul bintik hitam di tangannya, luka-luka di dadanya dan pakaiannya menjadi kotor. Kemarin engkau mendapat beberapa hamba sahaya, maka kusuruh ia meminta salah seorang dari mereka untuk membantu pekerjaannya.”

    Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam tersenyum mendengar penjelasan Ali, kemudian bersabda, “Wahai Fatimah, bertakwalah kepada Allah, tetaplah menyempurnakan kewajibanmu kepada Allah, dan kerjakanlah pekerjaan rumah tanggamu. Kemudian, ketika engkau akan tidur, ucapkanlah Subhanallah 33 kali, Alhamdulillah 33 kali, dan Allahu Akbar 34 kali. Ini lebih baik bagimu daripada seorang pembantu.”

    Putri kesayangan dan didikan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam ini berkata dengan tulus, “Saya ridha dengan keputusan Allah dan RasulNya.

     
  • erva kurniawan 1:22 am on 22 October 2020 Permalink | Balas  

    Putra-Putri Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam 

    Putra-Putri Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam

    Putra Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam ada tiga orang, dari Khadijah dua orang, yaitu Qasim dan Abdullah, sedangkan seorang lagi dari istri beliau yang berstatus hamba, yaitu Mariyah al Qibthiyah, yaitu Ibrahim.
    Putri Rasullullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam sebanyak empat orang, semuanya dari Khadijah, yaitu Zainab, Ruqayyah, Ummi Kultsum dan Fatimah az Zahrah. Sedangkan dari istri-istri lainnya, beliau tidak memperoleh anak keturunan.

    Qasim adalah putra Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam yang pertama, tetapi ada pula yang menyatakan bahwa ia adik Zainab. Ia meninggal ketika berusia sekitar 2 tahun. Sedangkan Abdullah lahir ketika beliau telah diangkat menjadi Rasul. Ia juga disebut sebagai Thayyib, dan juga Thahhir. Abdullah juga meninggal ketika masih kecil. Hal ini sempat membuat orang-orang kafir Quraisy gembira, mereka beranggapan dengan tidak adanya anak keturunan, akan terputuslah nama dan risalah Islam yang beliau sampaikan. Mereka tidak sadar bahwa kenabian tidaklah diturunkan dan risalah keislaman tidaklah berhenti dengan tidak adanya anak keturunan.

    Tidak seperti enam putra-putri beliau dari Khadijah yang lahir di Makkah, Ibrahim lahir di Madinah, tepatnya pada bulan Dzulhijjah tahun 8 hijriah. Setelah tujuh hari kelahirannya, beliau melaksanakan aqiqah, menyembelih dua ekor kambing dan mencukur rambutnya dan menanamnya, kemudian bersedekah perak seberat rambut yang dipotong. Yang memotong rambut Ibrahim adalah sahabat Abu Hindi Bayadhi. Beliau kemudian bersabda, “Aku beri nama anak saya ini, seperti nama kakeknya, yaitu Ibrahim.”

    Ibrahim meninggal dunia pada bulan Rabi’ul Awwal tahun 10 hijriah dalam usia 16 bulan. Sebagian riwayat menyatakan usianya 18 bulan ketika meninggal. Beliau sempat mengeluarkan air mata ketika memakamkan jenazah putra beliau ini.

     
  • erva kurniawan 1:20 am on 21 October 2020 Permalink | Balas  

    Kisah Puteri Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam: Ummu Kultsum Radhiyallahu Anha 

    Kisah Puteri Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam: Ummu Kultsum Radhiyallahu Anha

    Ummu Kultsum adalah adik dari Zainab, lebih tua beberapa tahun daripada Fatimah az Zahrah. Ia dinikahkan dengan Utaibah bin Abu Lahab ketika masih kanak-kanak. Ketika turun Surah Al Lahab, Utaibah dipaksa menceraikan Ummu Kultsum oleh Abu Lahab, karena isi surah yang mencela sikap Abu Lahab ini.

    Berbeda dengan saudaranya, Utbah yang menyesali perintah ayahnya, Utaibah justru mendukungnya. Bahkan setelah menceraikan, ia mendatangi majelis Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam tanpa adab dan sopan santun, kemudian mencaci dan menghina Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam. Karena sikapnya yang keterlaluan ini, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam berdoa, “Ya Allah, hendaknya Engkau siksa dia dengan anjing dari anjing-anjingmu…!”

    Abu Thalib yang mendengar peristiwa ini, ia berkata kepada Utaibah, “Kamu tidak akan mati sebelum doa Muhammad itu terlaksana atasmu.”

    Utaibah sendiri merasa khawatir atas doa Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam, walau tidak percaya dengan kenabian beliau. Suatu ketika ia melakukan perjalanan dagang ke Syam bersama kafilah ayahnya, Abu Lahab, ia berkata, “Aku sangat khawatir dan cemas dengan doa Muhammad itu, karena itu setiap orang di kafilah ini hendaklah berjaga-jaga!!”

    Ketika kafilah dagang ini bermalam di suatu tempat, mereka membentuk lingkaran dengan barang dagangan yang dibawanya, Utaibah tidur di tengahnya, dan anggota lainnya tidur mengelilinginya. Tengah malam ketika mereka tidur nyenyak, datanglah seekor singa, dan setiap orang wajahnya diciumnya. Ketika tiba giliran Utaibah, singa itu menerkamnya dan memisahkan kepalanya dari tubuhnya, setelah itu sang singa berlalu.

    Sebagian riwayat menyebutkan, Utaibah ini yang masuk Islam dan Utbah yang mati diterkam singa. Yang jelas salah satu dari putra Abu Lahab ini memang memeluk Islam, dan satunya tewas diterkam singa, sebagai pengabulan doa Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam.

    Setelah Ruqayyah meninggal dunia pada Rabi’ul Awwal tahun 3 hijriah, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam menikahkan Ummu Kultsum ini dengan Utsman bin Affan. Tetapi belum sempat mempunyai anak, Ummu Kultsum meninggal pada bulan Sya’ban tahun 3 hijriah.

     
  • erva kurniawan 1:18 am on 20 October 2020 Permalink | Balas  

    Kisah Puteri Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam: Ruqayah Radhiyallahu Anha 

    Kisah Puteri Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam: Ruqayah Radhiyallahu Anha

    Ruqayyah adalah adik Zainab, tiga tahun lebih muda dari kakaknya tersebut. Ia lahir ketika Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam berusia 33 tahun. Selagi masih kecil, ia telah dinikahkan dengan Utbah bin Abu Lahab, sebagaimana adiknya Ummu Kultsum dinikahkan dengan adik Utbah, Utaibah bin Abu Lahab. Ketika turun Surah Al Lahab, Abu Lahab berkata kepada dua anaknya, “Haram bagiku bertemu dengan kalian sebelum kalian menceraikan putri Muhammad!!”

    Karena ancaman ini, keduanya menceraikan putri-putri Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam, walau dengan berat hati. Walaupun demikian, sebenarnya mereka belum pernah berkumpul karena saat itupun mereka masih kecil. Utbah kemudian memeluk Islam pada saat Fathul Makkah, setelah sebelumnya menceraikan istrinya.

    Setelah memasuki usia dewasa, Ruqayyah dinikahkan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam dengan Utsman bin Affan. Mereka berdua sempat hijrah ke Habasyah, dan kemudian mereka berdua hijrah lagi ke Madinah, setelah ada perintah Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam untuk melaksanakannya.

    Ketika terjadi perang Badar, Ruqayyah sedang sakit keras, sehingga Utsman diminta Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam tinggal di Madinah menunggui istrinya. Saat kabar kemenangan kaum muslimin di perang Badar sampai di Madinah, Utsman sedang memakamkan jenazah istrinya.

    Dari pernikahannya ini, Ruqayyah mempunyai seorang anak benama Abdullah bin Utsman, ia lahir ketika mereka masih berhijrah di Habasyah. Abdullah meninggal ketika masih berusia 6 tahun, riwayat lain menyebutkan, ia meninggal satu tahun sebelum kewafatan ibunya.

     
  • erva kurniawan 1:13 am on 19 October 2020 Permalink | Balas  

    Kemuliaan Do’a 

    Kemuliaan Do’a

    عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَيْسَ شَيْءٌ أَكْرَمَ عَلَى اللَّهِ تَعَالَى مِنْ الدُّعَاءِ

    Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, berkata bahwasannya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda, Tidak ada sesuatu yang paling mulia di sisi Allah dari pada doa [HR. Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad]

    Pelajaran yang terdapat di dalam hadist:

    1- Makna hadits tersebut adalah tidak ada sesuatu ibadah qauliyah (ucapan) yang lebih mulia di sisi Allah daripada doa.

    2- Para ulama mengatakan kenapa doa sesuatu yang paling mulia di sisi Allah Ta’ala dibandingkan yang lainnya: “Karena di dalam doa terdapat bentuk sikap perendahan diri seorang hamba kepada Allah dan menunjukkan kuasanya Allah Ta’ala.”

    3- Allah Ta’ala amat sangat, menyukai hamba-Nya merendah diri kepada-Nya dan menunjukkan bahwa hanya Allah Ta’ala satu-satu-Nya Yang Berkuasa, Yang Maha Pengatur, yang Maha Pencipta, tiada sekutu bagi-Nya.

    Tema hadist yang berkaitan dengan Al-Quran:

    1- Seorang yang tidak berdoa adalah orang sombong

    وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ

    Dan Rabbmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina.[Al- Mukmin: 60.].

     
  • erva kurniawan 1:11 am on 18 October 2020 Permalink | Balas  

    Kisah Maimunah Binti Harits Radhiyallahu Anha Ummul Mukminin 

    Kisah Maimunah Binti Harits Radhiyallahu Anha
    Ummul Mukminin

    Maimunah binti Harits, nama aslinya adalah Barrah, nama Maimunah diberikan Shallallahu ‘Alaihi Wassalam setelah beliau menikahinya.
    Dua orang saudaranya menjadi istri paman Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam, yaitu Ummu Fadhl Lubabah binti Harits menjadi istri Abbas Radhiyallahu ’Anhu, dan Salma binti Harits menjadi istri Hamzah Radhiyallahu ‘Anhu. Ayahnya adalah Harits bin Hazn. Ia juga masih termasuk bibi dari Khalid bin Walid dari pihak ibu. Menurut sebagian riwayat, sebelumnya ia telah menikah dua kali, salah satunya dengan Abu Rahn bin Abdul Uzza. Setelah menjadi janda, ia menyerahkan urusannya kepada Abbas, suami saudaranya.

    Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam melaksanakan Umrah Wadha pada tahun 7 hijriah, sebagai pelaksanaan salah satu klausul perjanjian Hudaibiyah. Beliau tinggal selama tiga hari dan sebagian besar penduduk Makkah tinggal di luar kota, sehingga kaum muslimin bebas melaksanakan aktivitas dan ibadah, seperti ketika di Madinah. Ternyata keadaan ini menarik perhatian orang-orang Makkah, sehingga ada yang kemudian memeluk Islam, salah satunya adalah Barrah. Karena keislamannya ini, Abbas menemui Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam, dan meminta beliau untuk bersedia menikahi Barrah. Ternyata beliau menyetujui permintaan pamannya ini, dan memberikan mas kawin sebesar 400 dirham.

    Saat itu Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam dan kaum muslimin telah tiga hari berada di Makkah, datanglah Suhail bin Amr dan Huwaithib bin Abdul Uzza dan meminta beliau dan rombongan dari Madinah untuk segera meninggalkan Makkah. Beliau meminta tangguh beberapa hari untuk melaksanakan walimah dan perjamuan pernikahannya dengan Barrah, sekaligus mengundang mereka untuk hadir, tetapi permintaan ini ditolak. Akhirnya rombongan dari Madinah keluar dari kota Makkah, dan menetap di suatu tempat bernama Sarif selama beberapa hari. Beliau meninggalkan pembantunya, Abu Rafi’ Radhiyallahu ‘Anhu di Makkah, dan diminta membawa Maimunah menyusul rombongan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam. Ketika mereka berdua sampai di Sarif, pernikahanpun dilangsungkan, dan beliau mengganti nama Barrah dengan Maimunah.

    Maimunah menikah dengan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam pada bulan Dzulqaidah tahun 7 hijriah, ketika itu ia berusia 26 tahun. Ia meninggal pada tahun 51 hijriah ketika berusia 71 tahun di Sarif, tempat ia disusulkan dan dinikahi dengan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam, dan dimakamkan disana. Tetapi sebagian riwayat menyebutkan ia wafat pada tahun 61 hijriah pada usia 81 tahun.

    Aisyah Radhiyallahu ‘Anha menyatakan bahwa di antara istri-istri Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam lainnya, Maimunah adalah wanita yang paling salehah, dan sangat menjaga hubungan silaturahmi. Maimunah juga selalu menyibukkan diri dengan shalat dan pekerjaan rumah tangganya. Para ahli sejarah sepakat, bahwa Maimunah adalah istri yang terakhir dinikahi Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam.

    Suatu ketika Maimunah memerdekakan budak perempuannya, tetapi ia lupa tidak meminta ijin dahulu kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam. Saat itu memang bukan sedang gilirannya didatangi beliau, sementara niatnya untuk memerdekakan telah begitu menguat, sehingga begitu saja ia melakukannya. Ketika tiba giliran Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam mengunjunginya, ia berkata kepada beliau, “Wahai Rasulullah, apakah tuan telah merasa bahwa saya telah memerdekakan budak perempuan saya?”

    “Apakah engkau telah melakukannya?” Tanya Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam.

    “Sudah…!!” Kata Maimunah. Memang, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam selalu memotivasi siapapun, apalagi keluarga dekat termasuk istri-istri beliau untuk tidak menunda-nunda jika ingin berbuat kebajikan. Tetapi dalam kasus ini, beliau melihat ada manfaat yang lebih besar dari apa yang telah dilakukan oleh Maimunah, yakni membantu meringankan beban kerabatnya. Beliau bersabda, “Seandainya budak tersebut engkau berikan kepada bibimu, niscaya engkau memperoleh pahala yang lebih besar….!!”

     
  • erva kurniawan 8:08 am on 17 October 2020 Permalink | Balas  

    Kisah Aisya Binti Abu Bakar Radhiyallahu AnhaUmmul Mukminin 

    Aisyah binti Abu Bakar merupakan istri yang paling dicintai Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam setelah Khadijah, dan satu-satunya wanita yang dinikahi Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam dalam keadaan gadis. Ia mendapat panggilan kesayangan dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam, Khumaira, artinya, yang pipinya kemerah-merahan. Ia adalah seorang wanita yang cerdas, sehingga setelah Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam wafat, banyak sahabat yang bertanya kepada Aisyah tentang berbagai permasalahan.

    Ia lahir pada tahun ke 4 kenabian, dan wafat pada usia 66 tahun, malam selasa tanggal 17 Ramadhan tahun 57 Hijriah.

    Awal mula pernikahan ini, adalah ketika Khaulah binti Hakim menemui Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam beberapa waktu setelah meninggalnya Khadijah. Ia menanyakan kesediaan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam untuk menikah lagi, dan ia memberikan pandangan, jika janda, adalah Saudah binti Zam’ah bin Qais, dan jika gadis, adalah Aisyah binti Abu Bakar. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam menyerahkan urusan ini pada Khaulah. Ketika Khaulah menemui orang tua Aisyah, baik ibunya, Ummu Ruman atau bapaknya Abu Bakar sempat terkejut, karena Aisyah masih termasuk keponakan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam sendiri.

    Khaulah menemui Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam tentang status Aisyah yang masih keponakan beliau, tetapi beliau menyampaikan bahwa Aisyah tidak termasuk keponakan yang terlarang untuk dinikahinya. Abu Bakar dan Ummu Ruman dengan gembira menerima lamaran Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam lewat Khaulah ini. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam datang ke rumah Abu Bakar, dan beliau dinikahkan sendiri oleh Abu Bakar dengan putrinya, Aisyah.

    Beberapa bulan lamanya setelah tinggal di Madinah, Abu Bakar bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam, tentang putrinya, “Wahai Rasulullah, mengapa engkau tidak mengajak Aisyah tinggal bersama engkau?”

    “Saya tidak mempunyai peralatan rumah tangga..!” Kata Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam.

    Mendengar jawaban beliau itu, Abu Bakar membeli peralatan rumah tangga yang diperlukan, dan membawanya ke rumah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam. Setelah semuanya siap, Abu Bakar mengantarkan Aisyah ke rumah beliau, di bulan Syawal tahun 1 atau 2 hijriah di waktu dhuha.

    Setelah ditinggal wafat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam, Aisyah sering memperoleh hadiah uang dari para sahabat, seperti Muawiyah, Abdullah bin Umar, Zubair bin Awwam dll., sehingga sebenarnya ia tidak dalam keadaan kekurangan. Tetapi didikan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam atas dirinya tidak sedikitpun berubah. Kemurahan dan kesederhanaan tetap menjadi pola hidupnya sebagaimana yang dijalaninya bersama Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam, sehingga hidupnya cenderung dalam kekurangan.

    Suatu ketika Aisyah memperoleh hadiah dua karung uang yang masing-masing berisi 100.000 dirham. Ia membagi-bagikan uang tersebut kepada fakir miskin dari pagi hingga sore sehingga tidak tersisa sama sekali. Hari itu Aisyah sedang berpuasa, saat masuk waktu maghrib, pembantunya datang membawa makanan untuk berbuka berupa sepotong roti dan minyak zaitun. Ia berkata kepada Aisyah, “Seandainya engkau tadi menyisakan satu dirham, tentu aku bisa menyediakan sepotong daging untuk menu berbuka.”

    “Mengapa engkau baru mengatakannya sekarang,” Kata Aisyah, “Andai tadi engkau mengatakannya, tentu kusisakan satu dirham untukmu.”

    Suatu ketika Aisyah dalam keadaan puasa, dan hanya memiliki sepotong roti untuk persiapan berbuka. Tiba-tiba datang datang seorang lelaki miskin meminta makanan kepadanya, Aisyahpun menyuruh pembantunya menyerahkan sepotong roti yang ada. Pembantunya berkata, “Jika kita memberikan roti ini, kita tidak memiliki makanan lagi untuk berbuka puasa…!”

    “Biarlah, berikan saja roti itu kepadanya.” Kata Aisyah.

    Aisyah adalah seorang yang sangat cerdas, masa remajanya bisa dikatakan dihabiskan bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam. Dengan demikian ia mampu menghafal begitu banyak Hadits dan juga ayat Al Qur’an, padahal saat itu belum populer alat tulis dan buku catatan sebagai sarana penyimpan informasi. Tak kurang dari 2.210 hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah. Tidak hanya itu, ia juga mampu memberikan solusi berbagai permasalahan agama yang mucul kemudian, berdasarkan apa yang dialaminya bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam. Apa yang disabdakan dan dilakukan beliau, menjadi dasar acuannya dalam memberikan solusi. Tak jarang beberapa sahabat terkemukamendatangi Aisyah untuk meminta pertimbangan.

     
c
Compose new post
j
Next post/Next comment
k
Previous post/Previous comment
r
Balas
e
Edit
o
Show/Hide comments
t
Pergi ke atas
l
Go to login
h
Show/Hide help
shift + esc
Batal