Updates from Februari, 2021 Toggle Comment Threads | Pintasan Keyboard

  • erva kurniawan 8:11 am on 28 February 2021 Permalink | Balas  

    Doa Untuk Mayit 

    Oleh Ustadz Muslih Rasyid

    من حديث عثمان بن عفان رضي الله عنه قال : كان النبي صلى الله عليه وسلم : (إِذَا فَرَغَ مِنْ دَفْنِ الْمَيِّتِ وَقَفَ عَلَيْهِ ، فَقَالَ : اسْتَغْفِرُوا لِأَخِيكُمْ ، وَسَلُوا لَهُ بِالتَّثْبِيتِ ، فَإِنَّهُ الْآنَ يُسْأَلُ) وصححه الشيخ الألباني في صحيح أبي داود .

    Hadist dari Usman bin Affan Radhiyallahu ‘Anhu berkata,
    “Dahulu Nabi sallallahu’alaihi wa sallam ketika selesai menguburkan mayat, beliau berdiri dan mengatakan, “Mintakan ampunan untuk saudara anda semua, dan mohonkan kepadanya keteguhan. Karena dia sekarang sedang ditanya.” Dinyatakan shahih oleh Al-Albany dalam Shahih Abi Daud)

    Pelajaran yang terdapat di dalam hadist:

    1- Nabi berpesan kepada umatnya bila ada yang meninggal dunia setelah jenazah dimakamkan untuk melakukan beberapa hal:
    Pertama, meminta ampunan kepada orang tersebut. Imam Ibnu Alan dalam Dalil Al-Falihin menjelaskan alasan untuk memintakan ampunan dikarenakan doa dari orang lain sangat bermanfaat bagi orang yang telah meninggal.
    Kedua, meminta agar diberikan Keteguhan hati saat ditanya malaikat setelah dikuburkan. Menurut Abu al-Lais as-Samarkandi dalam Tanbih al-Ghafilin menjelaskan bahwa keteguhan hati ada tiga kategori. Pertama. Allah mengajarkan kebenaran kepada dirinya sehingga mudah menjawab pertanyaan malaikat. Kedua, Allah menghilangkan ketakutan saat ditanya malaikat. Ketiga, Allah memperlihatkan surga kepada dirinya sehingga kuburannya seperti pertamanan surga.

    2- Dari penjelasan ini, penting kiranya saat menghantarkan jenazah sampai pemakaman tak terburu-buru pulang sampai mendoakan orang yang meninggal terlebih dahulu.

    Tema hadist yang berkaitan dengan Al qur’an :

    1- Memintakan ampunan dikarenakan doa dari orang lain sangat bermanfaat bagi orang yang telah meninggal.

    رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالإيمَانِ وَلا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلا

    Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami. (Al-Hasyr: 10)

    2- Sesungguhnya orang mukmin itu apabila mati, ia didudukkan di dalam kuburnya, lalu ditanyai, “Siapakah Tuhanmu, apakah agamamu, dan siapakah nabimu?” Maka Allah meneguhkannya, dan ia menjawab, “Tuhanku Allah, agamaku Islam, dan nabiku Muhammad Shalallahu’alaihi Wasallam

    يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الآخِرَةِ وَيُضِلُّ اللَّهُ الظَّالِمِينَ وَيَفْعَلُ اللَّهُ مَا يَشَاءُ

    Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki.[Ibrahim :27].

     
  • erva kurniawan 1:54 am on 27 February 2021 Permalink | Balas  

    Kisah Abdullah Bin Zubair Radhiyallahu ‘Anhu 

    Kisah Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam

    Abdullah bin Zubair Radhiyallahu ‘Anhu merupakan salah satu sosok sahabat yang istimewa, karena ia berhijrah ketika dalam kandungan ibunya. Ibunya pun seorang yang istimewa, Asma binti Abu Bakar, yang mempunyai peran besar ketika Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam dan Ayahnya dalam awal hijrah dicari-cari oleh orang kafir Quraisy untuk dibunuh. Ayahnya adalah seorang sahabat yang dijamin masuk surga ketika masih hidup, salah satu dari sepuluh sahabat, Zubair bin Awwam Radhiyallahu ‘Anhu.

    Allah menambah keistimewaannya karena ia menjadi bayi pertama yang lahir di masa hijrah. Tidak bisa dibayangkan bagaimana beratnya Asma binti Abu Bakar berhijrah, ia dalam keadaan hamil tua ketika harus menempuh panasnya padang pasir sejauh hampir 500 km. Ketika baru beberapa hari di Quba, ia melahirkan dan bayinya dibawa kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam. Beliau mengecup pipi dan mulutnya, hingga air liur Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam memasuki rongga mulutnya, dan memberi nama ‘Abdulah’.

    Tidak cukup sampai disitu saja, seluruh kaum muslimin, baik Muhajirin atau Anshar, menggendong bayi Abdullah ini keliling kota Madinah sambil menggemakan tahlil dan takbir. Apa yang sebenarnya terjadi? Ternyata, Beberapa waktu sebelumnya orang-orang Yahudi menyebarkan berita bahwa dukun-dukun mereka telah menyihir kaum muslimin hingga menjadi mandul. Bagi penduduk Madinah, ancaman ini bukan hal sepele, karena selama ini mereka menganggap kaum Yahudi sebagai orang yang ‘dekat’ dengan Tuhan. Tetapi dengan kelahiran Abdullah ini, mereka memperoleh bukti bahwa orang-orang Yahudi tersebut hanya menyebarkan kabar bohong semata.

    Ibnu Zubair hanya dalam masa kanak-kanak ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam masih hidup, tetapi itu cukup membuatnya tumbuh menjadi pribadi yang kokoh dan teguh dengan keislaman, sebagaimana kedua orang tuanya. Ia berba’iat kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam ketika masih berusia 7 tahun, dan beliau menerima ba’iatnya, padahal biasanya beliau tidak mau menerima ba’iat dari anak-anak. Ia tumbuh menjadi seorang ahli ibadah sebagaimana orangtuanya, dan sahabat sahabat senior Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam lainnya. Kesehariannya banyak diisinya dengan membaca dan mengkaji Al Qur’an, serta sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam, memperbanyak ibadah dan berpuasa di hari-hari yang panas karena rasa takutnya kepada Allah. Ketika sedang shalat, yakni saat sedang ruku dan sujud, tak jarang burung-burung dara bertengger di punggungnya tanpa sedikitpun merasa terganggu shalatnya.

    Suatu ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam tercenung, seperti menerawang jauh, kemudian bersabda lagi, “Tetapi bagaimanapun engkau akan membunuh orang, atau orang itu yang akan membunuhmu.”

    Sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam semacam ramalan bagaimana akhir kehidupan Ibnu Zubair. Bahkan saat kelahirannya, beliau pernah mengibaratkan bahwa Ibnu Zubair ini seperti seekor domba yang dikelilingi harimau yang berbulu domba.

    Pada masa khalifah Utsman bin Affan, ia bergabung dengan pasukan muslim yang dipersiapkan untuk menyerang pasukan Romawi yang berjumlah 200.000 orang, sementara pasukan muslim sendiri hanya 20.000 orang. Pimpinan pasukan adalah gubenur Mesir, Abdullah bin Abi Sarah. Pasukan ini ditujukan untuk membebaskan Afrika, Andalusia dan Konstantinopel dari penjajahan dan tirani Romawi.

    Pimpinan pasukan Romawi yang bernama Jarjir mengadakan sayembara, barang siapa bisa membunuh Abdullah bin Abi Sarah, ia berhak memperoleh hadiah sebesar 100.000 dinar dan menikahi anaknya. Sayembara ini disebarkan juga di kalangan kaum muslim. Abdullah bin Zubair melihat bahaya adu domba ini dalam strategi Jarjir itu. Karena itu dengan persetujuan komandannya, ia membuat sayembara tandingan, ia berkata, “Kita tidak perlu khawatir, kita juga mengumumkan, bahwa barang siapa yang bisa membunuh Jarjir, ia memperoleh hadiah 100.000 dinar, dan berhak menikahi putrinya.”

    Ternyata tidak mudah membangkitkan semangat pasukan muslim hanya dengan sekedar sayembara tandingan seperti itu. Karena itu, Abdullah bin Zubair bersama sekelompok sahabat dan temannya menjadi pasukan perintis untuk menjebol pagar betis pasukan Romawi yang berlipat sepuluh kali lipat banyaknya tersebut. Ia berkata kepada pasukan perintis yang mendukungnya, “Lindungilah punggungku, dan marilah menyerbu musuh bersamaku…!!”

    Pasukan ini berhasil membelah pasukan Romawi, dan terus merangsek maju menuju satu titik, yakni tempat pengendali dan komandan pasukan, Jarjir. Seolah bahtera yang membelah gelombang, pasukan perintis ini seolah tidak terbendung hingga akhirnya sampai berhadapan dengan Jarjir. Abdullah bin Zubair sendiri yang bertempur dengan komandan pasukan Romawi yang ditakuti itu, dan akhirnya ia berhasil membunuhnya.

    Panji-panji Islam berkibar di pusat komando pasukan Romawi, dan pasukan muslim yang terus bergerak di belakangnya juga berhasil memporak-porandakan pasukan Romawi lainnya. Kemenangan yang gemilang ini tak lepas dari peran dan keberanian Abdullah bin Zubair, karena itu Abdullah bin Abi Sarah, komandan pasukan muslim, memberikan kehormatan kepadanya untuk menyampaikan sendiri berita kemenangan ini kepada Khalifah Utsman di Madinah.

     
  • erva kurniawan 8:10 am on 26 February 2021 Permalink | Balas  

    Kisah Usamah Bin Zaid Radhiyallahu Anhu 

    Kisah Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam

    Tiba-tiba saja wajah Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam berubah merah padam tanda beliau marah, beliau berkata, “Celaka engkau wahai Usamah, begitukah tindakanmu terhadap orang yang mengucap ‘La ilaaha illallah’??”

    “Wahai Rasulullah,” Kata Usamah mencoba menjelaskan dan membela diri, walau dengan ketakutan, “Dia mengatakan kalimat itu hanya untuk menyelamatkan diri saja….!!”

    “Begitu!!” Kata Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam, masih dengan nada tinggi, pertanda beliau masih marah, “Mengapa tidak engkau belah dadanya dan engkau lihat apakah ia mengatakannya itu ikhlas dari hatinya atau karena pura-pura semata??”

    Memang, bukanlah hak dan kewajiban kita menilai apa yang ada di dalam hati seseorang, apa yang tampil dan terlihat itu saja yang menjadi ukuran kita dalam mengambil sikap. Itulah pelajaran berharga yang ingin disampaikan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam pada pemuda kesayangan beliau tersebut, sekaligus kepada kita semua.

    Atas peristiwa tersebut, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam menyatakan Usamah telah bersalah, tetapi tidak ditetapkan qishas (hukum bunuh, dipancung) atas dirinya, karena “pembunuhan” yang dilakukannya tidak sengaja, hanya suatu kesalahan. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam mengumpulkan harta benda untuk membayar diyat (seratus ekor unta) kepada keluarga pemanggul panji musyrik yang mengucap “La ilaaha illallaah” tersebut.

    Usamah sendiri tak henti-hentinya bertobat dan menyesali “kelancangannya” tersebut, yang menyebabkan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam marah kepadanya, walaupun kemudian beliau mendoakan untuk mendapat rahmat dan maghfirah Allah baginya. Tetapi setiap kali mengingat peristiwa tersebut, selalu saja ia menangis dan menyesal sambil berkata, “Andai saja ibuku tidak pernah melahirkan diriku…..!!”

    Beberapa hari sebelum wafat, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam menghimpun pasukan besar yang akan dikirim ke Syam, tepatnya di wilayah Palestina, pada tempat bernama Abna. Latar belakang pengiriman pasukan ini adalah terbunuhnya Farwah bin Amr al Judzami, bekas komandan pasukan Arab yang berpihak Romawi, yang juga gubernur Ma’an karena keputusannya memeluk Islam. Ia disalib dan dipenggal kepalanya oleh penguasa Romawi di Palestina.

    Pasukan besar tersebut terdiri dari pejuang-pejuang senior dari kaum Muhajirin dan Anshar ini, termasuk Umar bin Khaththab dan para Ahlul Badr lainnya. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam memutuskan pimpinan pasukan diserahkan kepada Usamah bin Zaid. Keputusan beliau ini ternyata menimbulkan perbincangan dan kritikan dari beberapa orang sahabat. Yang paling keras komentarnya adalah Ayyasy bin Abi Rabiah, ia berkata, “Anak kecil itu menjadi komandan dan amir dari kaum muhajirin awal??”

    Saat itu Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam telah sakit cukup parah dan beliau tidak mengetahui secara langsung perbincangan pro-kontra yang terjadi dan berkembang di masyarakat Madinah. Ketika Umar mengabarkan hal tersebut, beliau bangkit dan mengikat kepala beliau dengan sorban untuk mengurangi rasa sakit. Sambil memakai selimut, beliau naik ke atas mimbar di mana orang-orang sedang berkumpul. Setelah memuji Allah, beliau bersabda, “Telah kudengar sebagian dari kalian mengecam kepemimpinan Usamah. Demi Allah, jika kalian mengecam dirinya, berarti kalian mengecam bapaknya. Demi Allah, sungguh ia (Zaid bin Haritsah) layak sebagai pemimpin, dan sepeninggal bapaknya, putranya sangat layak sebagai pemimpin. Dan sungguh, Zaid adalah orang yang sangat aku kasihi, demikian juga Usamah. Keduanya layak untuk mendapat semua kebajikan, karena itu, berwasiatlah kalian dalam kebajikan karena ia adalah sebaik-baiknya orang di tengah kalian…!!”

    Peristiwa tersebut terjadi pada hari sabtu tanggal 10 Rabi’ul Awal. Setelah khutbah beliau itu, para sahabatyang ikut dalam pasukan tersebut berpamitan kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam, termasuk Umar bin Khaththab. Hari Ahadnya, Usamah menemui Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam, keadaan sakit beliau makin parah dan sempat pingsan. Setelah siuman, Usamah membungkuk dan mencium beliau sambil matanya berkaca-kaca. Tetapi Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam hanya mengangkat tangannya, seakan-akan berdoa, kemudian beliau mengusapkannya ke wajah Usamah. Usamah menangkap isyarat tersebut sebagai doa restu untuk keberangkatannya, ia pun berangkat menuju tempat pasukan berkumpul di Jurf, sebuah tempat tidak jauh di luar Madinah, sekitar tiga mil.

    Senin pagi tanggal 12 Rabi’ul Awwal tahun 11 hijriah, seharusnya ia memberangkatkan pasukannya ke Palestina, tetapi Usamah merasa tidak tenang dengan kondisi Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam yang ditinggalkannya kemarin. Karena itu ia kembali ke rumah Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam, dan setibanya disana, beliau tampak sehat, Usamah-pun gembira. Beliau sekali lagi mendoakan Usamah, kemudian bersabda, “Berangkatlah engkau dengan berkat dari Allah…!!”

     
  • erva kurniawan 8:10 am on 25 February 2021 Permalink | Balas  

    Ilmu Dicabut dengan Wafatnya Ulama 

    Oleh Ustadz Muslih Rasyid

    عن عبد الله بن عمرو بن عاص رضي اللَّه عنه قال، قال رسول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :
    ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠﻪ ﻻ ﻳَﻘْﺒِﺾُ ﺍﻟﻌِﻠْﻢَ ﺍﻧْﺘِﺰَﺍﻋَﺎً ﻳَﻨْﺘَﺰِﻋُﻪُ ﻣﻦ ﺍﻟﻌِﺒﺎﺩِ ﻭﻟَﻜِﻦْ ﻳَﻘْﺒِﺾُ ﺍﻟﻌِﻠْﻢَ ﺑِﻘَﺒْﺾِ ﺍﻟﻌُﻠَﻤَﺎﺀِ ﺣﺘَّﻰ ﺇﺫﺍ ﻟَﻢْ ﻳُﺒْﻖِ ﻋَﺎﻟِﻢٌ ﺍﺗَّﺨَﺬَ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺭﺅﺳَﺎً ﺟُﻬَّﺎﻻً ، ﻓَﺴُﺌِﻠﻮﺍ ﻓَﺄَﻓْﺘَﻮْﺍ ﺑِﻐَﻴْﺮِ ﻋِﻠْﻢٍ ﻓَﻀَﻠُّﻮﺍ ﻭَﺃَﺿَﻠُّﻮﺍ

    Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash Radhiyallahu anhuma, beliau berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
    “Sesungguhnya Allah Ta’ala tidak menggangkat ilmu dengan sekali cabutan dari para hamba-Nya, akan tetapi Allah mengangkat ilmu dengan mewafatkan para ulama. Ketika tidak tersisa lagi seorang ulama pun, manusia merujuk kepada orang-orang bodoh. Mereka bertanya, maka mereka (orang-orang bodoh) itu berfatwa tanpa ilmu. mereka sesat dan menyesatkan.“ [HR. Bukhari]

    Pelajaran yang terdapat di dalam hadits :

    1- Sungguh membuat hati cukup sedih jika mendengar berita wafatnya ulama. Terlebih ulama tersebut adalah ulama ahlus sunnah wal jamaah yang sangat giat, belajar, berdakwah dan memberikan pencerahan yang banyak kepada manusia.

    2- Dengan wafatnya ulama, berarti Allah telah mulai mengangkat ilmu dari manusia.

    3- Bahwa yang dimaksud ilmu di sini adalah ilmu untuk makrifatullah dan iman kepada-Nya serta ilmu mengenai hukum-hukum Allah, karena ilmu hakiki adalah ilmu yang berkenaan dengan hal ini.

    4- Dengan wafatnya para ulama maka proses mengajar akan berhenti, sehingga tidak ada yang menggantikan ulama-ulama sebelumnya.

    5- Hadits ini menjelaskan
    menghapuskannya dari dada para penghapalnya, akan tetapi maknanya adalah wafatnya para pemilik ilmu tersebut. Manusia kemudian menjadikan orang-orang bodoh untuk memutuskan hukum sesuatu dengan kebodohan mereka. Akhirnya mereka pun sesat dan menyesatkan orang lain.

    6- Para ulama pasti akan Allah wafatkan karena setiap yang bernyawa pasti akan merasakan kematian. Hendaknya kita terus semangat mempelajari ilmu dan mengamalkannya.

    Tema hadist yang berkaitan dengan Al-qur’an :

    1- Sesungguhnya yang benar-benar takut kepada Allah dari kalangan hamba-hamba-Nya hanyalah para ulama yang mengetahui tentang Allah Subhanahu wa Ta’ala Karena sesungguhnya semakin sempurna pengetahuan seseorang tentang Allah Subhanahu wa Ta’ala Yang Mahabesar, Mahakuasa, Maha Mengetahui lagi menyandang semua sifat sempurna dan memiliki nama-nama yang terbaik, maka makin bertambah sempurnalah ketakutannya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala

    إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ

    Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama.(Fathir: 28)

    2- Al-Quran secara implisit mengisyaratkan wafatnya ulama sebagai sebuah penyebab kehancuran dunia.
    Menurut suatu riwayat, Ibnu Abbas mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah rusaknya daerah-daerah itu dengan kematian ulama, ahli fiqih, dan ahli kebaikannya.
    Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, bahwa makna yang dimaksud ialah meninggal ulamanya.

    أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّا نَأْتِي الأرْضَ نَنْقُصُهَا مِنْ أَطْرَافِهَا

    Dan apakah mereka tidak melihat bahwa sesungguhnya Kami men­datangi daerah-daerah (orang-orang kafir), lalu Kami kurangi daerah-daerah itu (sedikit demi sedikit) dari tepi-tepinya. (Ar-Ra’d: 41).

     
  • erva kurniawan 8:08 am on 24 February 2021 Permalink | Balas  

    Kisah Utbah Bin Ghazwan Radhiyallahu Anhu 

    Kisah Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam

    Begitulah cara Utbah mengajarkan pola hidup yang dipeganginya, semuanya disandarkan dan dikembalikan kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam. Tentu, bagi pemeluk Islam belakangan yang tidak sempat hidup bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam, dan tidak mengalami masa-masa sulit mempertahankan keimanan dan keislaman, hal-hal tersebut terasa mustahil, seperti dongeng saja dan bukan kenyataan. Bagaimanapun juga, suasana dan pengaruh magnetis yang dipancarkan dari sosok Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bisa memotivasi seseorang berbuat sesuatu yang di luar nalar, seolah di bawah kendali kekuatan ghaib yang bernama keimanan.

    Orang-orang tersebut terus mendorongnya untuk merubah pola hidupnya, dan seakan ingin menyadarkan kedudukannya sebagai seorang penguasa muslim. Keteguhan sikapnya dalam zuhud dan kesederhanan seolah-olah mencoreng ‘nama-baik’ Islam di antara penguasa lainnya seperti Persia dan Romawi. Tetapi dengan tegas Utbah berkata, “Aku berlindung kepada Allah dari sanjungan orang-orang terhadap diriku karena kemewahan duniawi, yang sesungguhnya nilainya sangat kecil di sisi Allah…!!”

    Ketika tampak sekali ekspresi wajah-wajah tidak sepakat dengan pendiriannya tersebut, ia berkata lagi, “Besok atau lusa, kalian akan menjumpai dan melihat amir (yang kalian inginkan itu), menggantikan diriku!”

    Pada suatu musim haji, ia menyerahkan pimpinan pemerintahan Bashrah kepada sahabatnya dan ia pergi ke Makkah untuk melaksanakan ibadah haji. Usai haji, ia pergi ke Madinah dan menghadap Khalifah Umar, dan mengajukan pengunduran dirinya dari jabatan wali negeri Bashrah. Tetapi seperti bisa diduga, Umar menolak dengan tegas keinginannya tersebut, dengan ucapannya yang sangat terkenal, “Apakah kalian membai’at aku dan menaruh amanat khilafah di pundakku, kemudian kalian meninggalkan aku dan membiarkan aku memikulnya seorang diri? Tidak, demi Allah tidak kuizinkan kalian melakukan itu!!”

    Kalaulah tipikal amir atau wali negeri itu suka bermewah-mewahan dengan harta duniawiah, tidak perlu diminta, Umar akan segera memecatnya seperti terjadi pada Muawiyah ketika menjabat amir di Syam. Terpaksalah Utbah harus meninggalkan Madinah, kota Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam yang selalu menjadi kerinduannya, dan kembali ke Bashrah yang justru sangat ingin dihindarinya karena harus memegang jabatan wali negeri di sana. Tampak keresahan dan kegamangan melingkupi wajahnya. Sebelum menaiki tunggangannya, ia menghadap kiblat dan berdoa, “Ya Allah, janganlah aku Engkau kembalikan ke Bashrah, janganlah aku Engkau kembalikan kepada jabatan pemerintahan selama-lamanya….!!”

    Ternyata Allah Subhanahu Wata’ala mengabulkan permintaannya. Walaupun ia tidak mengingkari perintah khalifah Umar untuk kembali ke Bashrah, tetapi dalam perjalanan kembali tersebut, Allah berkenan memanggilnya ke haribaan-Nya, menghindarkan dirinya dari kegalauan dan keresahan jiwa karena memegang jabatan wali negeri. Sebagian riwayat menyebutkan ia terjatuh dari tunggangannya ketika belum jauh meninggalkan kota Madinah. Tampaknya ia tidak ingin dipisahkan lagi dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam terlalu jauh.

     
  • erva kurniawan 8:08 am on 23 February 2021 Permalink | Balas  

    Masuk Surga Dengan Rahmat Allah 

    Oleh Ustadz Muslih Rasyid

    عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «لَا يَدْخُلُ أَحَدٌ مِنْكُمُ الْجَنَّةَ بِعَمَلِهِ» قَالُوا: وَلَا أَنْتَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: «وَلَا أَنَا، إِلَّا أَنْ يَتَغَمَّدَنِي اللَّهُ مِنْهُ بِرَحْمَةٍ وَفَضْلٍ..

    Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ’Anhu berkata : Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda : “Tidak akan masuk surga seorangpun diantara kalian karena amalannya” Para Sahabat bertanya : Demikian juga Anda wahai Rasulullah? Nabi menjawab: “ Tidak juga aku, Kecuali Allah melimpahkan Rahmat dan Kemurahannya padaku (maka Aku masuk syurga)”[ Bukhori Muslim]

    Pelajaran yang terdapat di dalam hadist:

    1- Sebanyak apapun Amal seseorang tidak akan bisa memasukkannya ke syurga, sebab amalannya tersebut bukanlah voucer yang bisa ditukarkan tiket untuk masuk syurga.

    2- Satu-satunya yang bisa memasukkan orang ke Syurga adalah Allah Subhanahu Wata’ala dengan Rahmatnya.

    3- Amal Shalih bisa jadi salah satu sebab seseorang masuk syurga, karena dengan orang beramal shalih maka kemungkinan mendapat Rahmat Allah lebih besar.

    4- Rahmat Allah didapatkan dengan bertaqwa (melaksanakan perintah-perintahnya dan menjauhi larangan-larangannya).

    Tema hadits yang berkaitan dengan Al qur’an :

    1- Amal Shalih merupakan salah satu sebab seseorang masuk syurga, karena dengan orang beramal shalih maka kemungkinan mendapat Rahmat Allah lebih besar

    الَّذِينَ تَتَوَفَّاهُمُ الْمَلَائِكَةُ طَيِّبِينَ يَقُولُونَ سَلَامٌ عَلَيْكُمُ ادْخُلُوا الْجَنَّةَ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُون

    Orang-Orang yang telah diwafatkan oleh Malaikat dalam keadaan Baik, mereka (malaikat) mengucapkat Salam kepada mereka Masuklah kalian ke syurga dengan apa-apa yang telah kalian kerjakan (dari amal shaleh).[An Nahl:32]

    2- Sesungguhnya rahmat Allah selalu mengincar orang-orang yang berbuat kebaikan, yaitu mereka yang mengikuti perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Seperti pengertian yang 

    إِنَّ رَحْمَةَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِنَ الْمُحْسِنِينَ

    Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik. (Al-A’raf: 56)

     
  • erva kurniawan 8:07 am on 22 February 2021 Permalink | Balas  

    Kisah Abu Dzar Al Ghifari Radhiyallahu Anhu (3) 

    Kisah Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam

    Maka dimulailah babak baru perjuangannya. Abu Dzar mendatangi pusat-pusat kekuasaan dan kekayaan, para penguasa dan hartawan, khususnya yang tidak lagi meneladani Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam dalam mengemban amanat harta dan jabatan. Dalam menyampaikan kebenaran, lidahnya tak kalah tajamnya dengan pedangnya. Ia mengutip Surah at Taubah ayat 34-35, dan merangkaikannya menjadi syair singkat yang segera saja menjadi simbol perjuangannya, “Berilah kabar gembira para penumpuk harta, yang menumpuk emas dan perak, mereka akan diseterika dengan seterika api neraka, menyeterika kening dan pinggang mereka di hari kiamat….”

    Segera saja Abu Dzar mendapat sambutan hangat di seluruh penjuru negeri yang dikunjunginya. Banyak sekali orang yang bergabung dan berdiri di belakangnya untuk mendukung perjuangannya. Kalau orang Islam biasa yang mengucapkan kalimat tersebut di hadapan penguasa dan para hartawan, tentulah tidak begitu besar pengaruhnya. Tetapi seorang sahabat sekaliber Abu Dzar, yang berdiri kokoh menghadapi penguasa dan hartawan, dengan tegas dan tanpa gentar sedikitpun menasehati mereka, seolah memunculkan kutub baru, kutub kaum tertindas dan teraniaya dalam negeri Islam yang begitu kaya dan melimpah.

    Inilah rahasianya, kenapa Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam dalam menasehatinya langsung pada titik tertinggi, “Bersabarlah engkau, sampai engkau menemui aku…!!”

    Dan beliau tidak menasehatinya untuk berjuang dengan lisannya. Kutub baru yang terjadi karena perjuangannya bisa menimbulkan fitnah baru yang lebih besar daripada fitnah yang telah ada, yakni perpecahan umat. Dan Abu Dzar menyadari satu hal, tidak semua orang tulus dan murni berjuang untuk menegakkan kalimat dan agama Allah. Ada sebagian orang yang memanfaatkan perjuangannya menegakkan kebenaran, untuk memenuhi ambisi dan keinginan nafsunya. Maka ketika Khalifah Utsman memanggilnya untuk kembali ke Madinah, ia segera memenuhinya.

    Tiba di Madinah, Khalifah Utsman memintanya dengan halus untuk tinggal bersamanya, segala kebutuhannya akan dipenuhi. Tentu saja tawaran seperti itu ditolaknya, ia hanya meminta izin untuk mengasingkan diri di pedalaman padang pasir di Rabadzah. Ia ingin melaksanakan wasiat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam kepadanya untuk bersabar di tempat terpencil, sehingga tidak terganggu dengan fitnah-fitnah yang mulai menyebar. Khalifah Utsman mengijinkannya.

    Abu Dzar tinggal di Rabadzah bersama istri, anak dan pembantunya yang sudah tua, dan beberapa ekor unta sebagai sumber kehidupannya. Suatu ketika datang seseorang dari Bani Sulaim menemuinya dan berkata “Saya ingin tinggal bersama engkau, agar aku dapat mendalami pengetahuan tentang perintah Allah, dan juga mengenal sifat-sifat yang dimiliki Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam. Saya bersedia membantu hambamu yang sudah tua itu dalam memelihara onta-ontamu!”

    “Aku tidak mau tinggal dengan orang yang tidak menuruti kehendakku,” Kata Abu Dzar, “Jika kamu berjanji akan melakukan apa yang suruh, aku akan mengijinkanmu tinggal bersamaku.”

    “Bagaimana cara menuruti kehendak-kehendakmu?” Tanya orang Bani Sulaim itu.

    “Apabila aku menyuruh membelanjakan hartaku, hendaknya engkau membelanjakan yang terbaik dari hartaku itu.” Kata Abu Dzar. Orang itu menyetujuinya, dan ia tinggal bersama Abu Dzar sambil menggembalakan unta-untanya.

    Suatu ketika ada kabar bahwa ada sekelompok orang-orang miskin yang kehabisan bekal makanan, berkemah di dekat mata air. Abu Dzar memerintahkan pembantunya dari bani Sulaim untuk menyembelih satu ekor unta buat mereka. Ia memilih yang terbaik dari unta yang dimiliki Abu Dzar, dan ternyata ada dua, salah satunya tampak lebih bagus untuk ditunggangi. Karena dimaksudkan untuk bekal makanan dan akan disembelih, ia memilih unta yang satunya kemudian dibawa menghadap Abu Dzar. Ketika melihat unta tersebut, Abu Dzar berkata, “Engkau mengkhianati janjimu dulu?”

    Orang tersebut sadar apa yang dimaksudkan Abu Dzar, ia membawa kembali unta tersebut dan menukarnya dengan unta yang lebih bagus untuk ditunggangi. Abu Dzar menyuruh dua pembantunya menyembelih unta tersebut dan membagikan dagingnya. Untuk keluarganya, sama banyaknya dengan keluarga dalam kelompok orang miskin tersebut.

     
  • erva kurniawan 8:06 am on 21 February 2021 Permalink | Balas  

    Sahabat yang Punya Hutang tidak Dishalati oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam 

    Oleh Ustadz Muslih Rasyid

    عن جابر رضي الله عنه قال،
    كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يُصَلِّي عَلَى رَجُلٍ مَاتَ وَعَلَيْهِ دَيْنٌ فَأُتِيَ بِمَيِّتٍ فَقَالَ أَعَلَيْهِ دَيْنٌ قَالُوا نَعَمْ دِينَارَانِ قَالَ صَلُّوا عَلَى صَاحِبِكُمْ
    Dari Jabir radhiyallahu anhu berkata,
    “Adalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak menshalatkan laki-laki yang memiliki hutang. Lalu didatangkan mayit ke hadapannya. Beliau bersabda: “Apakah dia punya hutang?”  Mereka menjawab: “Ya, dua dinar. Beliau bersabda, “Shalatlah untuk sahabat kalian.”[HR. Abu Daud No. 3343, dishahihkan Syaikh Al-Albani dalamShahih wa Dhaif Sunan Abi Daud No. 3343]

    Pelajaran yang terdapat di dalam hadits:

    1- Maksudnya adalah Nabi shallallahu alaihi wa sallam ingin menjelaskan kepada para sahabatnya bahwa, hutang sangat tidak layak ditunda dibayar sampai meninggal, padahal ia sudah mampu membayarnya.

    2- Sahabat yang punya hutang tidak dishalati oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, padahal shalat beliau adalah syafaat.

    3- Ibnu Qayyim Al-Jauziyah menjelaskan bahwa shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah syafaat. Beliau berkata, Jika didatangkan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam seorang mayit, lalu dia hendak menshalatkan maka Beliau akan bertanya, apakah dia punya hutang atau tidak? Jika dia tidak punya hutang maka Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wassalam menshalatkannya, jika dia punya hutang maka Beliau tidak mau menshalatkannya, namun mengizinkan para sahabat menshalatkan mayit itu. Sesungguhnya shalat Beliau (untuk si mayit) adalah syafaat (penolong) dan syafaat Beliau adalah hal yang pasti.”[Zaadul Ma’ad, 1/486, Mu’ssasah Risalah, Beirut, cet. XVII, 1415 H, Syamilah]

    4- Semoga kita terlepas dari jeratan utang :

    اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ الْجُبْنِ وَالْبُخْلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ غَلَبَةِ الدَّيْنِ وَقَهْرِ الرِّجَالِ

    Allahumma inni a’udzu bika minal Hammi wal hazan, wa a’udzu bika minal ‘ajzi wal kasal, wa a’udzu bika minal jubni wal bukhl, wa a’udzu bika min ghalabatid dain wa qahrir rijal.
    Artinya : Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari bingung dan sedih. Aku berlindung kepada Engkau dari lemah dan malas. Aku berlindung kepada Engkau dari pengecut dan kikir. Dan aku berlindung kepada Engkau dari lilitan hutang dan kesewenang-wenangan manusia.”Aamiin ya rabbal’alamin.

    Tema hadist yang berkaitan dengan Al Qur’an:

    • Karena keagungan Allah Subhana wa Ta’ala dan kebesaran serta ketinggian-Nya, hingga tidak ada seorang pun yang berani memberikan syafaat kepada seseorang di sisi-Nya melainkan dengan izin dari-Nya.

    مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلا بِإِذْنِهِ

    Tidak ada seorang pun yang dapat memberi syafaat di sisi-Nya melainkan dengan seizin-Nya. (Al-Baqarah: 255)

    وَلا يَشْفَعُونَ إِلَّا لِمَنِ ارْتَضى

    dan mereka tidak memberi syafaat melainkan kepada orang yang diridai Allah. (Al-Anbiya: 28).

     
  • erva kurniawan 8:04 am on 20 February 2021 Permalink | Balas  

    Kisah Abu Dzar Al Ghifari Radhiyallahu Anhu (2) 

    Kisah Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam

    Pada perang Tabuk yang terkenal dengan nama Jaisyul Usrah (Pasukan di masa sulit), beberapa orang tertinggal dari rombongan besar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam. Dan ketika ini dilaporkan, beliau bersabda, “Biarkanlah! Andaikan ia berguna, tentu akan disusulkan oleh Allah kepada kalian. Dan jika tidak, Allah telah membebaskan kalian dari dirinya.”

    Salah seorang yang tertinggal tersebut adalah Abu Dzar. Keledai yang ditungganginya sangat lelah sehingga tidak bisa bergerak lagi. Berbagai cara dicoba Abu Dzar agar keledainya berjalan lagi tetapi tidak berhasil, bahkan akhirnya mati.

    Sementara itu rombongan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam sedang beristirahat ketika pagi tiba. Seorang sahabat melaporkan ada satu sosok terlihat berjalan sendiri di jauh di ufuk. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda, “Mudah-mudahan orang itu Abu Dzar…!!”

    Setelah dekat dan sampai di hadapan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam, ternyata memang Abu Dzar-lah orangnya. Ia memanggul barang dan perbekalan di punggungnya dan meneruskan perjalanan menyusul rombongan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam dengan berjalan kaki. Walau jelas terlihat kelelahannya, tetapi wajahnya bersinar gembira bisa bertemu dengan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam dan anggota pasukan lainnya. Beliau menatapnya penuh takjub, kemudian dengan senyum yang santun dan penuh kasih, beliau bersabda, “Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya pada Abu Dzar, ia berjalan sendirian, ia meninggal sendirian, dan ia akan dibangkitkan sendirian…”

    Sebuah bentuk pujian, atau sebuah ramalan, atau sebuah bentuk rasa kasihan, atau apapun itu, hanyalah sebuah gambaran tentang apa yang telah dan akan dijalani oleh Abu Dzar, bahkan pada hari kebangkitan nanti.

    Dari sejak pertama memeluk Islam, keberaniannya mengekspresikan keimanannya di saat dan tempat yang bisa membahayakan dirinya, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam langsung mengetahui watak dan karakter Abu Dzar, apalagi dengan kondisi lingkungan Bani Ghifar yang mendidiknya. Suatu ketika Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda kepadanya, “Wahai Abu Dzar, bagaimana pendapatmu jika menjumpai para pembesar yang mengambil upeti untuk keperluan pribadinya.”

    Dengan tegas Abu Dzar menjawab, “Demi Allah yang telah mengutus engkau dengan kebenaran, aku akan luruskan mereka dengan pedangku!”

    Beliau tersenyum, kemudian bersabda, “Maukah aku beri jalan yang lebih baik dari itu…”

    Abu Dzar mengangguk, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda, “Bersabarlah engkau, sampai engkau menemui aku…!!”

    Inilah gambaran situasi yang akan dihadapi oleh Abu Dzar sepeninggal Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam. Tetapi di masa khalifah Abu Bakar dan Umar, tidak ada sesuatu yang mengusik kehidupan Abu Dzar, situasi tidak jauh berbeda seperti masa hidupnya Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam.

    Setelah wafatnya Umar bin Khaththab, yang memang digelari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam dengan istilah “Pintunya Fitnah” atau “Gemboknya Fitnah”, sedikit demi sedikit fitnah duniawiah menjalari umat Islam. Apalagi wilayah Islam makin luas dan harta kekayaan melimpah ruah. Gaya hidup Romawi dan Persia sedikit demi sedikit diadopsi oleh para penguasa muslim. Jurang pemisah antara kaum fakir miskin dan penguasa atau hartawan mulai terbentuk. Pada keadaan seperti inilah jiwa Abu Dzar terusik. Abu Dzar menerawang jauh ke belakang, teringat akan waktu bersama Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam dan apa yang beliau sabdakan tentang dirinya. Beliau sudah mewasiatkan dirinya untuk bersabar dan tidak menggunakan pedangnya. Tetapi jiwa perjuangan untuk menegakkan kebenaran seakan tidak bisa terbendung. “Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam melarang aku untuk meluruskan mereka dengan pedang, tetapi beliau tidak pernah melarang untuk meluruskan dengan lidah dan nasihat,” begitu pikirnya.

     
  • erva kurniawan 8:02 am on 19 February 2021 Permalink | Balas  

    Mati syahid Terhalang Masuk Surga Karena Hutang 

    Oleh Ustadz Muslih Rasyid

    عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ جَحْشٍ رضي الله عنه قَالَ : 
    َقَالَ : وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ ! لَوْ أَنَّ رَجُلا قُتِلَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ أُحْيِيَ ، ثُمَّ قُتِلَ ، ثُمَّ أُحْيِيَ ، ثُمَّ قُتِلَ ، وَعَلَيْهِ دَيْنٌ مَا دَخَلَ الْجَنَّةَ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ دَيْنُهُ
    Dari Muhammad bin Jahsin radhiAllahu anhu berkata, Rasulullah shalallahu alaihi wa salam bersabda:
    “Demi yang jiwaku ada ditanganNya, seandainya seorang laki-laki terbunuh di jalan Allah, kemudian dihidupkan lagi, lalu dia terbunuh lagi dua kali, dan dia masih punya hutang, maka dia tidak akan masuk surga sampai hutangnya itu dilunasi.”[ HR. Ahmad No. 22546, An Nasa’i No. 4684, Ath Thabarani dalam Al Kabir No. 556 Syaikh Al Albani mengatakan: hasan. Lihat Shahihul Jami’  No. 3600]

    Pelajaran yang terdapat di dalam hadits:

    1- Sangat bahaya dan rugi dunia-akhirat, jika sengaja menunda membayar hutang padahal mampu.

    2- Jika meninggal dan membawa hutang, ia akan terhalang masuk surga meskipun mati syahid.

    Tema hadist yang berkaitan dengan Al Qur’an:

    1- Sesungguhnya Allah telah menerima apa yang telah dikorbankan oleh hamba-hamba-Nya yang taat kepada-Nya, lalu menukarnya dengan pahala yang ada di sisi-Nya dari karunia-Nya. Al-Hasan Al-Basri dan Qatadah mengatakan, “Mereka yang berjihad di jalan Allah, demi Allah, telah berjual beli kepada Allah, lalu Allah memahalkan harganya.”

    إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِي التَّوْرَاةِ وَالإنْجِيلِ وَالْقُرْآنِ وَمَنْ أَوْفَى بِعَهْدِهِ مِنَ اللَّهِ فَاسْتَبْشِرُوا بِبَيْعِكُمُ الَّذِي بَايَعْتُمْ بِهِ وَذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

    Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan Al-Qur’an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kalian lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.
    [At-taubah:111]

    2- Keutamaan memberikan  kemudahan dan tangguhan waktu bagi yang kesusahan serta meghapuskannya

    وَإِنْ كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَى مَيْسَرَةٍ وَأَنْ تَصَدَّقُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

    dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, Maka berilah tangguh sampai Dia berkelapangan. dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. (QS. al-Baqarah: 280).

     
  • erva kurniawan 7:59 am on 18 February 2021 Permalink | Balas  

    Kisah Abu Dzar Al Ghifari Radhiyallahu Anhu (1) 

    Kisah Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam

    Abu Dzar Al Ghifari Radhiyallahu’ Anhu, yang nama aslinya Jundub bin Janadah berasal dari Bani Ghifar yang tinggal jauh dari kota Makkah, tetapi ia merupakan kelompok sahabat yang pertama memeluk Islam (as sabiqunal awwalun). Ia termasuk orang yang menentang pemujaan berhala pada jaman jahiliah, karena itu ia langsung tertarik ketika mendengar kabar tentang seorang nabi yang mencela berhala dan para pemujanya.

    Ia merupakan orang dewasa ke lima atau ke enam yang memeluk Islam. Ketika ia menceritakan kepada Nabi Shallallahu ’Alaihi Wassalam bahwa ia berasal dari Ghifar, beliau tersenyum penuh kekaguman. Bani Ghifar terkenal sebagai perampok yang suka mencegat kafilah dagang di belantara padang pasir. Mereka sangat ahli melakukan perjalanan di malam hari, gelap gulita bukan halangan bagi mereka, karena itu kabilah ini sangat ditakuti oleh kafilah dagang. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam makin takjub ketika mengetahui bahwa Abu Dzar datang sendirian hanya untuk mendengar dan mengikuti risalah Islam yang beliau bawa, yang sebenarnya baru didakwahkan secara sembunyi-sembunyi. Beliau hanya bisa berkata, “Sungguh Allah memberikan hidayah kepada siapa yang dikehendakiNya…”

    Setelah keislamannya, beliau menyarankan agar ia menyembunyikan keimanannya dan kembali kepada kaumnya sampai waktunya Allah memberikan kemenangan. Karena sebagai perantau yang sendirian, akan sangat berbahaya jika diketahui ia telah memeluk agama baru yang menentang penyembahan berhala. Ia bisa memahami saran beliau tersebut, tetapi jiwa seorang Ghifar yang pantang takut dan menyerah seolah memberontak, ia berkata, “Demi Tuhan yang menguasai nyawaku, aku takkan pulang sebelum meneriakkan keislamanku di Masjid.”

    Ia berjalan ke Masjidil Haram, dan di sana di ia meneriakkan syahadat sekeras-kerasnya. Itulah teriakan dan lantunan keras syahadat yang pertama di masjidil haram, dan mungkin juga yang pertama di bumi ini. Tak ayal lagi orang-orang musyrik merubung dan memukulinya hingga ia jatuh pingsan.

    Abbas bin Abdul Muthalib, paman Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam yang mendengar kabar tersebut segera datang ke masjid, tetapi melihat kondisinya, tidak mudah melepaskan Abu Dzar dari kemarahan massa, karena itu ia berkata diplomatis, “Wahai orang Quraisy, dia adalah orang dari Kabilah Bani Ghifar. Dan kalian semua adalah kaum pedagang yang selalu melewati daerah mereka. Apa jadinya jika mereka tahu kalian telah menyiksa anggota keluarganya??”

    Merekapun melepaskannya. Tetapi pada hari berikutnya, ketika Abu Dzar melihat dua wanita mengelilingi berhala Usaf dan Na-ilah sambil bermohon, lagi-lagi jiwa tauhidnya terusik. Ia mencegat dua wanita tersebut dan menghina dua berhala itu sejadi-jadinya, sehingga dua wanita itu menjerit ketakutan. Tak pelak orang-orang musyrik berkumpul dan sekali lagi menghajarnya beramai-ramai hingga pingsan. Melihat kejadian tersebut, sekali lagi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam memerintahkannya untuk segera pulang ke kabilahnya.

    Kembali ke daerahnya, Abu Dzar mendakwahkan risalah Islam kepada kaumnya, sehingga sedikit demi sedikit mereka memeluk Islam. Ia juga mendakwahkan kepada kabilah tetangganya, Bani Aslam, sehingga cahaya hidayah menerangi kabilah ini. Beberapa tahun kemudian ketika Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam sudah tinggal di Madinah, serombongan besar manusia datang dengan suara gemuruh, kalau tidaklah gema takbir yang terdengar, pastilah mereka mengira sedang diserang musuh. Ternyata mereka adalah Kabilah Bani Ghifar dan Bani Aslam, dua kabilah yang terkenal jadi momok perampokan kafilah dagang di belantara padang pasir, berkamuflase menjadi raksasa pembela kebenaran dan penebar kebaikan. Dan hidayah Allah tersebut datang melalui tangan Abu Dzar.

    Ketika dua rombongan besar ini menghadap Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam, beliau berkaca-kaca diliputi keharuan, suka cita dan rasa kasih berlimpah. Beliau bersabda kepada Kabilah Bani Ghifar, “Ghifaarun ghafarallahu laha….” (Suku Ghifar telah diampuni oleh Allah).

    Kemudian beliau berpaling kepada Kabilah Bani Aslam sambil bersabda, “Wa Aslamu Saalamahallahu….” (Suku Aslam telah diterima dengan selamat (damai) oleh Allah).

     
  • erva kurniawan 7:58 am on 17 February 2021 Permalink | Balas  

    Orang yang Berniat Tidak Mau Melunasi Hutang Akan Dihukumi Sebagai Pencuri 

    Oleh Ustadz Muslih Rasyid

    عَنْ صُهَيْبِ الْخَيْرِ رَضِيَ الله عَنْهُ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: “أَيُّمَا رَجُلٍ يَدِينُ دَيْنًا وَهُوَ مُجْمِعٌ أَنْ لَا يُوَفِّيَهُ إِيَّاهُ لَقِيَ اللَّهَ سَارِقًا

    Dari Shuhaib Al-Khoir Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wa salam bersabda:
    “Siapa saja yang berhutang lalu berniat tidak mau melunasinya, maka dia akan bertemu Allah (pada hari kiamat) dalam status sebagai pencuri.” [HR. Ibnu Majah no. 2410. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih]

    Pelajaran yang terdapat di dalam hadits:

    1- Allah Subhanahu wa Ta’ala melarang hamba-hamba-Nya yang beriman memakan harta sebagian dari mereka atas sebagian yang lain dengan cara yang batil, yakni melalui usaha yang tidak diakui oleh syariat.

    2- Orang yang berhutang harus punya azam yang kuat untuk melunasi hutang-hutangnya.

    3- Orang yang berhutang dan berniat tidak mau melunasi , akan bertemu dengan Allah dengan status sebagai pencuri.

    Tema hadist yang berkaitan dengan Al Qur’an:

    1- Sesungguhnya Allah telah melarang kita memakan harta sesama kita dengan cara yang batil, sedangkan makanan adalah harta kita yang paling utama. 

    يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا

    Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kalian. Dan janganlah kalian membunuh diri kalian, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepada kalian. [An-nisa-29]

    2- Ancaman bagi orang yang mencuri.

    وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

    Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksa. [Al-Maidah: 38].

     
  • erva kurniawan 7:57 am on 16 February 2021 Permalink | Balas  

    Kisah Hamzah Bin Abdul Muthalib Radhiyallahu Anhu 

    Kisah Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam

    Hamzah bin Abdul Muthalib adalah sahabat sekaligus paman Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam. Walau sebagai paman, Hamzah seusia (lebih kurang sama) dengan beliau, bahkan ia juga saudara sesusu Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam, sama-sama dipelihara dan disusui oleh Halimah as Sa’diyah. Bahkan sebelum dibawa kepada Bani Sa’d bin Bakr, kabilahnya Halimah as Sa’diyah, keduanya pernah disusui oleh Tsuwaibah, salah satu sahaya Abu Lahab yang saat itu sedang menyusui anaknya, Masruh. Mereka berdua juga teman sepermainan dan tumbuh dewasa bersama-sama.

    Hamzah adalah seorang lelaki Quraisy yang sangat terpandang dan sangat disegani. Ia sangat menjunjung tinggi harga diri dan kehormatan keluarganya. Ia mempunyai kegemaran (hobbi) berburu, dan hal itu membuat dirinya makin ditakuti oleh orang-orang Quraisy lainnya.

    Suatu hari di bulan Dzulhijjah tahun ke enam dari nubuwwah, ketika baru pulang dari perburuannya, seorang budak wanita milik Abdullah bin Jad’an berkata kepadanya, “Wahai Abu Ammarah (nama kunyahnya Hamzah), ketika berada di Shafa, aku melihat Abu Jahal mencaci maki dan melecehkan keponakanmu, Muhammad. Bahkan ia memukul kepalanya hingga terluka!!”

    Mendengar laporan tersebut Hamzah sangat marah. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam adalah putra kakak kandungnya, sedangkan Abu Jahal hanya saudara sepupunya. Penghinaan kepada beliau sama artinya dengan penghinaan kepada dirinya, apalagi ayahnya telah wafat. Masih dengan menenteng busur panahnya, ia berjalan berkeliling mencari Abu Jahal, setiap orang yang ditemuinya selalu ditanya keberadaan Abu Jahal. Ketika ditemuinya di dekat masjid, ia berkata, “Wahai orang yang berpantat kuning (yakni, Abu Jahal), beraninya engkau mencela anak saudaraku, sedangkan aku berada di atas agamanya…!!”

    Setelah itu Hamzah memukul kepala Abu Jahal dengan busur panah yang dipegangnya hingga luka menganga. Orang-orang Bani Makhzum (kabilahnya Abu Jahal) berdiri ingin melakukan perlawanan, dan orang-orang Bani Hasyim (kabilahnya Hamzah dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam) juga segera berdiri di belakang Hamzah. Kalau dibiarkan mungkin bisa terjadi perang saudara saat itu. Tetapi Abu Jahal berkata kepada kaumnya, “Biarkan saja Abu Ammarah, karena aku memang telah mencaci maki anak saudaranya dengan cacian yang sangat menyakitkan!!”

    Mungkin apa yang dikatakan Hamzah bahwa ia berada di atas agama Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam adalah hanya ungkapan kemarahan dan perasaan harga dirinya yang tersinggung. Tetapi bisa jadi itu memang jalan hidayah Allah, karena setelah itu ia menghadap Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam dan menyatakan dirinya memeluk Islam.

    Keislaman Hamzah bin Abdul Muthalib seolah menjadi pemicu bangkitnya kekuatan Islam, apalagi tiga hari kemudian disusul dengan keislaman Umar bin Khaththab. Atas inisiatif Umar, kaum muslimin yang selama ini beribadah dan berdakwah dengan sembunyi-sembunyi, jadi berani melakukannya dengan terang-terangan. Saat itu juga, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam mengeluarkan kaum muslimin dalam dua barisan, barisan pertama dipimpin oleh Hamzah dan barisan kedua dipimpin Umar. Mereka berjalan menuju Baitullah dengan menggemakan tasbih, tahmid, tahlil dan takbir kemudian berkumpul di dekat Ka’bah. Kaum kafir Quraisy hanya bisa memandang tanpa berani berbuat apa-apa.

    Ketika perang Badar mulai pecah, seorang lelaki perkasa dari Quraisy, Aswad bin Abdul Asad al Makhzumy sesumbar akan menghabisi kaum muslimin. Maka Hamzah maju menghadapi orang sombong tersebut dan dengan mudah membunuhnya. Kemudian tampillah tiga pahlawan kafir Quraisy yang masih bersaudara, Utbah bin Rabiah, Syaibah bin Rabiah dan Walid bin Utbah, menantang duel. Tiga orang pemuda Anshar, Auf bin Harits al Afra, Muawwidz bin Harits al Afra dan Abdullah bin Rawahah berniat menghadapi mereka, tetapi mereka hanya menginginkan sesama Quraisy saja. Maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam memerintahkan Hamzah, Ali dan Ubadah bin Harits yang juga bersaudara untuk menghadapinya, dan dengan mudah mengalahkan mereka. Hanya saja Ubadah sempat terluka parah, dan akhirnya gugur sebagai syahid.

    Dalam perang Badar itu, Hamzah memakai tanda bulu burung pada bajunya. Ia berperang dengan perkasanya sehingga pasukan musuh porak poranda. Seorang lelaki musyrik bertanya tentang siapa dia, dan dijawab kalau dia adalah Hamzah bin Abdul Muthalib. Ia berkata, “Dialah yang banyak menimbulkan kesusahan pada kita.”

     
  • erva kurniawan 7:56 am on 15 February 2021 Permalink | Balas  

    Pentingnya Memohon Perlindungan Dari Hutang 

    Oleh Ustadz Muslih Rasyid

    عَنْ عُرْوَةَ أَنَّ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَخْبَرَتْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَدْعُو فِي الصَّلَاةِ وَيَقُولُ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْمَأْثَمِ وَالْمَغْرَمِ فَقَالَ لَهُ قَائِلٌ مَا أَكْثَرَ مَا تَسْتَعِيذُ يَا رَسُولَ اللَّهِ مِنْ الْمَغْرَمِ قَالَ إِنَّ الرَّجُلَ إِذَا غَرِمَ حَدَّثَ فَكَذَبَ وَوَعَدَ فَأَخْلَفَ

    Dari ‘Urwah bahwa ‘Aisyah radliallahu ‘anha mengabarkan kepadanya bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam berdo’a dalam shalat: ” ALLAHUMMA INNII A’UUDZU BIKA MINAL MA’TSAMI WAL MAGHRAM ” (Ya Allah aku berlindung kepadamu dari berbuat dosa dan terlilit hutang).
    Lalu ada seseorang yang bertanya: “Mengapa anda banyak meminta perlindungan dari hutang, ya Rasulullah?” Beliau menjawab: “Sesungguhnya seseorang apabila sedang berhutang ketika dia berbicara biasanya berdusta dan bila berjanji sering menyelisihinya”. (HR Bukhari)

    Pelajaran yang terdapat di dalam hadist:

    1- Hadits di atas menjelaskan
    contoh isti’adzah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Al-isti’adzah artinya meminta perlindungan. Ulama kita menjelaskan bahwa al-isti’adzah adalah termasuk ibadah yang sangat penting.

    2- para ulama menyebutkan tentang contoh-contoh ibadah yang tidak boleh dipalingkan kecuali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, mereka tidak lupa menyebutkan al-Isti’adzah. Dan karena pentingnya masalah ini, dalam Al-Qur’an ada ayat-ayat khusus tentang al-isti’adzah yang dikenal dengan surat Al-Mu’awwizatain, surat tentang meminta perindungan yaitu dalam surat al-Falaq dan serta an-Nas.

    3- Al-isti’adzah merupakan salah satu bentuk doa, makanya pada hadits yang disebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa, dan doanya ternyata al-isti’adzah. Karena pada hakikatnya, jika kita perhatikan seorang yang berdoa dengan doa apa saja, maka pasti dia tidak akan lepas dari dua hal yaitu meminta manfaat pada Allah Subhanahu wa Ta’ala seperti meminta rezki, ilmu dan meminta agar diberi anak atau  meminta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk dijauhkan dari kemudharatan atau dari suatu bahaya atau sesuatu yang ditakuti.

    4- Adapun minta dijauhkan dari bahaya, inilah yang dibahasakan dengan al-isti’adzah atau meminta perlindungan.

    5- Mengapa banyak meminta perlindungan dari hutang?. Sesungguhnya seseorang apabila sedang berhutang ketika dia berbicara biasanya berdusta dan bila berjanji sering menyelisihinya.

    Tema hadist yang berkaitan dengan Al qur’an :

    1- Masalah al-isti’adzah ini telah dibahas panjang lebar oleh ulama kita, terutama ketika membahas tafsir dari surat al-Falaq dan surat an-Nas. Dan juga ketika mereka memulai tafsir dari Al-Qur’an. Karena Al-Qur’an dimulai dengan surat Al-Fatihah dan membaca Al-Qur’an dimulai dengan isti’adzah. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

    فإذا قرأت القرآن فاستعذ بالله من الشيطان الرجيم

    “Apabila kalian hendak membaca Al-Qur’an maka berlindunglah kepada Allah dari godaan Setan.” (Q.S. an-Naml: 98).

    2- Utang piutang seolah tidak bisa dilepaskan dari kehidupan kita sehari-hari. Memang utang piutang tidak diharamkan dalam Islam, tetapi hal ini bisa menjadi haram apabila tidak dibayar sesuai dengan perjanjian.
    Begitu pentingnya utang piutang, Allah Swt berfirman dalam Surah Al-Baqarah ayat 282 dengan cukup panjang:

    يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ وَلْيَكْتُبْ بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ وَلا يَأْبَ كَاتِبٌ أَنْ يَكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللَّهُ فَلْيَكْتُبْ وَلْيُمْلِلِ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْئًا فَإِنْ كَانَ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ سَفِيهًا أَوْ ضَعِيفًا أَوْ لَا يَسْتَطِيعُ أَنْ يُمِلَّ هُوَ فَلْيُمْلِلْ وَلِيُّهُ بِالْعَدْلِ وَاسْتَشْهِدُوا شَهِيدَيْنِ مِنْ رِجَالِكُمْ فَإِنْ لَمْ يَكُونَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَامْرَأَتَانِ مِمَّنْ تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَاءِ أَنْ تَضِلَّ إِحْدَاهُمَا فَتُذَكِّرَ إِحْدَاهُمَا الأخْرَى وَلا يَأْبَ الشُّهَدَاءُ إِذَا مَا دُعُوا وَلا تَسْأَمُوا أَنْ تَكْتُبُوهُ صَغِيرًا أَوْ كَبِيرًا إِلَى أَجَلِهِ ذَلِكُمْ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ وَأَقْوَمُ لِلشَّهَادَةِ وَأَدْنَى أَلا تَرْتَابُوا إِلا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً حَاضِرَةً تُدِيرُونَهَا بَيْنَكُمْ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَلا تَكْتُبُوهَا وَأَشْهِدُوا إِذَا تَبَايَعْتُمْ وَلا يُضَارَّ كَاتِبٌ وَلا شَهِيدٌ وَإِنْ تَفْعَلُوا فَإِنَّهُ فُسُوقٌ بِكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ .

    Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kalian menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kalian menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berutang itu mengimlakan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikit pun dari utangnya. Jika yang berutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakan, maka hendaklah walinya mengimlakan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antara kalian). Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kalian ridai, supaya jika seorang lupa, maka yang seorang lagi mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kalian jemu menulis utang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat menguatkan kesaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguan kalian. (Tulislah muamalah kalian itu), kecuali jika muamalah itu perdagangan tunai yang kalian jalankan di antara kalian; maka tak ada dosa bagi kalian, (jika) kalian tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kalian berjual-beli; dan janganlah penulis dan saksi saling menyulitkan. Jika kalian lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada diri kalian. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajar kalian; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
    [Al baqoroh :282].

     
  • erva kurniawan 7:54 am on 14 February 2021 Permalink | Balas  

    Kisah Hamzah Bin Abdul Muthalib Radhiyallahu Anhu 

    Kisah Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam

    Dalam perang Uhud, ketika pasukan muslim porak poranda karena sebagian besar pemanah meninggalkan posnya, seorang sahabat melihat Hamzah di dekat sebuah pohon sedang berdoa, “Aku adalah singa Allah dan singa Rasul-Nya. Wahai Allah, aku berlepas diri kepadaMu dari perbuatan orang-orang musyrik, aku memohonkan ampunanMu atas apa yang dilakukan oleh mereka (kaum muslim) atas Abu Sufyan dan teman-temannya (yakni melarikan diri dari musuh).”

    Setelah itu, ia terjun lagi dalam pertempuran, menghadang pasukan musyrikin walaupun keadaannya tidak berimbang, pasukan musuh terlalu banyak. Setiap orang musyrik yang mencoba mendekati dan memeranginya pasti terbunuh. Saat itu, Wahsyi mencoba mendekati sambil bersembunyi di balik pohon dan batu-batuan. Tiba-tiba muncul Siba bin Abdul Uzza, Hamzah langsung menyongsongnya sambil berkata, “Mendekatlah padaku, hai anak lelaki wanita tukang khitan…!!”

    Ketika Hamzah sedang sibuk melawan dan menyerang Siba, Wahsyi bersiap menggerak-gerakkan tombaknya. Saat Hamzah sedang memukul kepala Siba dengan pukulan yang bisa menghancurkan kepalanya, Wahsyi melemparkan tombaknya ke arah Hamzah dan mengenai pinggang bagian bawahnya dan tembus di antara dua pahanya. Hamzah mencoba mengejarnya, tetapi jatuh dan syahid seketika.

    Wahsyi mengambil tombaknya, mencabutnya dari tubuh Hamzah dan kembali ke kemahnya sambil menunggu peperangan usai. Ia memang tidak punya kepentingan dengan pertempuran itu. Niatnya membunuh Hamzah hanya untuk kemerdekaan dirinya dari perbudakan, dan juga hadiah yang dijanjikan oleh Hindun binti Utbah.

    Usai perang, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam mencari jenazah Hamzah dan sahabat yang melihat Hamzah tadi mengantar beliau ke dekat pohon dimana Hamzah berdoa. Ketika melihat jenazahnya yang ditoreh, diiris bahkan dirusak itu, beliau menahan nafasnya sehingga tersengal-sengal, dan beliau bersabda, “Kafanilah jenazahnya..!” Bangkitlah seorang lelaki Anshar dan memberikan pakaiannya untuk dibuat kafan jenazah Hamzah. Kemudian Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda, “Penghulu para syuhada di sisi Allah pada hari kiamat adalah Hamzah..!”

     
  • erva kurniawan 7:53 am on 13 February 2021 Permalink | Balas  

    Pentingnya Menunaikan Amanah dan Silaturahim 

    Oleh Ustadz Muslih Rasyid

    عن حُذَيفَة وأبي هريرة رضي الله عنهما قالا: قَالَ رَسُول الله صلى الله عليه وسلم: ((يَجمَعُ اللهُ تبَارَكَ وَتَعَالَى النَّاسَ فَيَقُومُ المُؤمِنُونَ حَتَّى تُزْلَفَ لَهُمُ الجَنَّةُ، فَيَأتُونَ آدَمَ صَلَواتُ اللهِ عَلَيهِ، فَيقُولُونَ: يَا أَبَانَا اسْتَفْتِحْ لَنَا الجَنَّةَ، فَيقُولُ: وَهَلْ أخْرَجَكُمْ مِنَ الجَنَّةِ إلا خَطيئَةُ أبيكُمْ! لَسْتُ بِصَاحِبِ ذلِكَ، اذْهَبُوا إِلَى ابْنِي إِبْراهيمَ خَلِيل اللهِ.
    قَالَ: فَيَأتُونَ إبرَاهِيمَ فَيَقُولُ إبراهيم: لَسْتُ بِصَاحِبِ ذلِكَ إِنَّمَا كُنْتُ خَليلًا مِنْ وَرَاءَ وَرَاءَ، اعْمَدُوا إِلَى مُوسَى الَّذِي كَلَّمَهُ الله تَكليمًا. فَيَأتُونَ مُوسَى، فَيَقُولُ: لستُ بِصَاحِبِ ذلِكَ، اذْهَبُوا إِلَى عِيسى كلمةِ اللهِ ورُوحه، فيقول عيسى: لستُ بصَاحبِ ذلِكَ.
    فَيَأتُونَ مُحَمَّدًا صلى الله عليه وسلم فَيَقُومُ فَيُؤذَنُ لَهُ، وتُرْسَلُ الأَمَانَةُ وَالرَّحِمُ فَيَقُومانِ جَنْبَتَي الصِّرَاطِ يَمِينًا وَشِمَالًا فَيَمُرُّ أوَّلُكُمْ كَالبَرْقِ)) قُلْتُ: بأبي وَأمِّي، أيُّ شَيءٍ كَمَرِّ البَرقِ؟ قَالَ: ((ألَمْ تَرَوا كَيْفَ يمُرُّ وَيَرْجِعُ في طَرْفَةِ عَيْن، ثُمَّ كَمَرّ الرِّيحِ، ثُمَّ كَمَرِّ الطَّيْرِ، وَأَشَدِّ الرِّجَال تَجْري بهمْ أعْمَالُهُمْ، وَنَبيُّكُمْ قَائِمٌ عَلَى الصِّراطِ، يَقُولُ: رَبِّ سَلِّمْ سَلِّمْ، حَتَّى تَعْجِزَ أعْمَالُ العِبَادِ، حَتَّى يَجِيء الرَّجُلُ لا يَسْتَطِيعُ السَّيْرَ إلا زَحْفًا، وَفي حَافَتي الصِّراطِ كَلاَلِيبُ معَلَّقَةٌ مَأمُورَةٌ بِأخْذِ مَنْ أُمِرَتْ بِهِ، فَمَخْدُوشٌ نَاجٍ، وَمُكَرْدَسٌ في النَّارِ)) وَالَّذِي نَفْسُ أَبي هُرَيْرَةَ بِيَدِهِ، إنَّ قَعْرَ جَهَنَّمَ لَسَبْعُونَ خَرِيفًا. رواه مسلم.

    Dari Hudzaifah dan Abu Hurairah radhiallahu ‘anhuma, keduanya berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
    “Allah Tabaraka wa Ta’ala mengumpulkan seluruh manusia lalu berdirilah kaum mu’minin sehingga didekatkanlah syurga untuk mereka. Mereka mendatangi Adam shalawatullah ‘alaihi, lalu berkata: “Hai bapak kita, mohonkanlah untuk kita supaya syurga itu dibuka.” Adam menjawab: “Bukankah yang menyebabkan keluarnya engkau semua dari syurga itu, tiada lain kecuali kesalahan bapakmu semua ini. Bukan aku yang dapat berbuat sedemikian itu. Pergilah ke tempat anakku Ibrahim, kekasih Allah.”
    Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wassalam meneruskan: “Selanjutnya Ibrahim berkata: “Bukannya aku yang dapat berbuat sedemikian itu, hanya saja aku ini sebagai kekasih dari belakang itu, dari belakang itu – maksudnya untuk sampai ke tingkat yang setinggi itu tidak dapat aku melakukannya. Pergilah menuju Musa yang Allah telah berfirman kepadanya secara langsung.” Mereka mendatangi Musa, lalu Musa berkata: “Bukannya aku yang dapat berbuat sedemikian itu. Pergilah ke tempat Isa, sebagai kalimatullah – disebut demikian kerana diwujudkan dengan firman Allah: Kunduna abin artinya “Jadilah tanpa ayah – dan juga sebagai ruhullah – maksudnya mempunyai ruh dari Allah dan dengannya dapat menghidupkan orang mati atau hati yang mati.” Seterusnya setelah didatangi Isa berkata: “Bukan aku yang dapat berbuat sedemikian itu.” Kemudian mereka mendatangi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wassalam, lalu Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wassalam berdiri – di bawah ‘Arasy – dan untuknya diizinkan memohonkan sesuatu.
    Pada saat itu amanat dan kekeluargaan dikirimkan, keduanya berdiri di kedua tepi Ash-Shirath -jambatan, iaitu sebelah kanan dan kiri. Maka orang yang pertama-tama dari engkau semua itu melaluinya sebagai cepatnya kilat.”
    Saya – yang merawikan Hadis – bertanya: “Bi-abi wa ummi, bagaimanakah benda yang berlalu secepat kilat?” Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wassalam menjawab: “Tidakkah engkau semua mengetahui, bagaimana ia berlalu dan kemudian kembali dalam sekelip mata. Kemudian yang berikutnya dapat melalui Ash Shirath sebagai jalannya angin, kemudian sebagai terbangnya burung, lalu sebagai seorang yang berlari kencang. Bersama mereka itu berjalan pulalah amalan-amalan mereka sedang Nabimu ini – Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wassalam – berdiri di atas Ash-Shirath tadi sambil mengucapkan: “Ya Tuhanku, selamatkanlah, selamatkanlah.” Demikian itu hingga hamba-hamba yang lemah amalan-amalannya, sampai-sampai ada seorang lelaki yang datang dan tidak dapat berjalan melainkan dengan merangkak -sebab ketiadaan kekuatan amalnya untuk membuat ia dapat berjalan baik.”
    Pada kedua tepi Ash-shirath itu ada beberapa kait yang digantungkan dan diperintah untuk menyambar orang yang diperintah untuk disambarnya. Maka dari itu ada orang yang tergaruk tubuhnya, tetapi lepas lagi – selamat – dan ada yang terpelanting ke dalam neraka – yang sebahagian menindihi sebahagian orang yang lain.
    Demi Zat yang jiwa Abu Hurairah ada di dalam genggaman kekuasaanNya, sesungguhnya dasar bawah neraka Jahanam niscaya sejauh tujuh puluh tahun perjalanan.” (Riwayat Muslim)

    Pelajaran yang terdapat di dalam hadist:

    1- Allah akan mengumpulkan manusia pada hari kiamat untuk hisab (perhitungan) dan balasan.

    2- Lantas orang-orang mukmin berdiri hingga surga didekatkan kepada mereka, namun tidak dibuka karena lamanya waktu berdiri pada hari kiamat.

    3- Maka mereka pergi menemui Adam -‘alaihi as-salām- meminta kepadanya agar ia memohon kepada Allah untuk membukakan surga bagi mereka. Adam menolak mereka bahwa dirinya bukan orang yang pantas untuk itu. Hal ini disebabkan dosanya yang menjadi sebab keluarnya mereka semua dari surga.

    4- Lantas ia mengutus mereka (pergi) kepada Ibrahim, karena ia adalah khalīlullāh (kekasih Allah), dan kekasih merupakan derajat kecintaan yang paling tinggi. Lantas mereka pergi kepada Ibrahim. Ibrahim berkata kepada mereka, “Aku tidak memiliki derajat yang tinggi seperti itu.

    5- Pergilah kepada Musa karena Allah -Subḥānahu- telah berbicara kepadanya secara langsung tanpa perantara.” Mereka pun mendatangi Musa -‘alaihi as-salām-. Lalu Musa berkata kepada mereka, “Aku bukan orang yang pantas untuk itu.

    6- Pergilah kepada Isa -‘alaihi as-salām- karena Allah telah menciptakannya dengan kalimat dari-Nya.” Lantas mereka pergi menemui Isa. Isa berkata kepada mereka, “Aku bukan orang yang pantas untuk itu.”

    7- Selanjutnya mereka pergi kepada Nabi kita Muhammad -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- lalu meminta kepada beliau agar memohon kepada Allah untuk menetapkan keputusan di antara mereka dan membukakan surga untuk mereka.

    8- Beliau menjawab (permintaan) mereka lalu beliau diberi izin.

    9- Lantas datanglah amanat dan kekeluargaan, lalu keduanya berdiri di dua tepi jembatan; yaitu jembatan yang membentang di atas Jahanam. Orang-orang melintas di atasnya sesuai dengan amalan-amalan mereka. Orang yang di dunia bersegera melakukan amal saleh maka dia melintas dengan cepat di atas jembatan ini. Demikian pula sebaliknya. Di antara mereka ada yang selamat; ada juga yang jatuh di Jahanam.

    10- Sesungguhnya dasar Jahanam tidak dapat dicapai kecuali setelah tujuh puluh tahun perjalanan karena jauhnya. Kita berlindung kepada Allah darinya.  

    11- Didalam hadist memberikan petunjuk bahwa amanah dan silaturahim merupakan dua perkara yang sangat besar dan mempunyai kedudukan yang utama, bila seseorang tidak ada masalah didalam amanah dan silaturahim maka akan sukses melewati shirath (jembatan berada diatas neraka) dengan sukses.

    Tema hadist yang berkaitan dengan  Al qur’an:

    1- Allah Subhanahu wa Ta’ala memberitahukan bahwa Dia memerintahkan agar amanat-amanat itu disampaikan kepada yang berhak menerimanya.

    إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا

    Allah Ta’ala berfirman:
    “Sesungguhnya Allah itu memerintahkan kepada engkau semua supaya engkau semua menunaikan – memberikan – amanat kepada ahlinya – pemiliknya.”(an-Nisa’: 58)

    2- Bahwa amanat adalah taklif dan menerima semua perintah serta larangan berikut segala persyaratannya. Yaitu apabila dikerjakan mendapat pahala, dan jika ditinggalkan mendapat siksa. Lalu amanat ini diterima oleh manusia karena kelemahan, kebodohan, dan kezalimannya, terkecuali bagi orang yang diberi taufik oleh Allah, dan akhirnya hanya kepada Allah-lah kita memohon pertolongan.

    إِنَّا عَرَضْنَا الأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الإنْسَانُ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا

    Allah Ta’ala berfirman pula:
    “Sesungguhnya Kami  telah memberikan amanat [18]kepada langit,  bumi dan gunung-gunung, tetapi mereka enggan memikulnya dan merasa takut terhadap itu, sedang manusia suka memikulnya, sesungguhnya manusia itu amat menganiaya serta bodoh sekalian.” (al-Ahzab: 72).

    3- Silaturahmi, berbuat baik kepada kaum kerabat dan sanak famili, juga kepada kaum fakir miskin, orang-orang yang memerlukan bantuan, dan mendermakan kebajikan.

    وَالَّذِينَ يَصِلُونَ مَا أَمَرَ اللَّهُ بِهِ أَنْ يُوصَلَ

    dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkannya. (Ar-Ra’d: 21).

     
  • erva kurniawan 1:52 am on 12 February 2021 Permalink | Balas  

    Kisah Abu Ubaidah Bin Jarrah Radhiyallahu Anhu 

    Kisah Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam

    Pada masa khalifah Abu Bakar, ia mengikuti pasukan besar yang dipimpin oleh Khalid bin Walid untuk menghadang pasukan Romawi, yang dikenal dengan nama Perang Yarmuk. Walau ia seorang sahabat besar, senior dan seorang kepercayaan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam serta kepercayaan ummat, ia hanyalah seorang prajurit biasa sebagaimana banyak sahabat besar lainnya. Dan tidak ada masalah baginya kalau komandannya adalah Khalid bin Walid, yang baru memeluk Islam setelah perjanjian Hudaibiyah, sebelum terjadinya Fathul Makkah. Padahal sebelumnya ia sangat gencar memerangi kaum muslimin sewaktu masih kafirnya. Bahkan Khalid bin Walid juga yang berperan besar menggagalkan kemenangan pasukan muslim di perang Uhud dan memporak-porandakan kaum muslimin, bahkan hampir mengancam jiwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam. Tetapi itulah gambaran umum karakter sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam yang sebenarnya, termasuk Abu Ubadiah bin Jarrah. Ikhlas berjuang di jalan Allah, tidak karena jabatan, kekuasaan, harta, nama besar, atau bahkan tidak untuk kemenangan itu sendiri. Tetapi semua ikhlas karena Allah dan RasulNya.

    Kembali ke perang Yarmuk, ketika pertempuran berlangsung sengit dan kemenangan sudah tampak di depan mata, datanglah utusan dari Madinah menemui Abu Ubaidah membawa dua surat dari khalifah. Pertama mengabarkan tentang kewafatan khalifah Abu Bakar, dan Umar diangkat sebagai khalifah atau penggantinya. Kedua, tentang keputusan khalifah Umar mengangkat Abu Ubaidah bin Jarrah sebagai komandan seluruh pasukan, menggantikan Khalid bin Walid.

    Setelah membaca dua surat tersebut, Abu Ubaidah menyuruh utusan tersebut menyembunyikan diri di tenda sampai pertempuran selesai, ia meneruskan menyerang musuh. Setelah perang usai dan pasukan Romawi dipukul mundur, Abu Ubaidah menghadap Khalid layaknya seorang prajurit kepada komandannya, dengan hormat dan penuh ta’dhimnya, dan menyerahkan dua surat dari khalifah Umar tersebut. Usai membaca dua surat itu, Khalid ber-istirja’ (mengucap Inna lillaahi wa inna ilaihi rooji’un), dan memberitahukan kepada seluruh pasukan tentang isi dua surat tersebut, kemudian ia menghadap Abu Ubaidah, tak kalah hormat dan ta’dhimnya, dan berkata, “Semoga Allah memberi rahmat anda, wahai Abu Ubaidah, mengapa anda tidak menyampaikan surat ini padaku ketika datangnya..??”

    Abu Ubaidah yang cukup mengenal ketulusan dan keikhlasan Khalid dalam berjuang, menjawab dengan santun, “Saya tidak ingin mematahkan ujung tombak anda! Kekuasaan dunia bukanlah tujuan kita, dan bukan pula untuk dunia kita beramal dan berjuang! Tidak masalah dimana posisi kita, kita semua bersaudara karena Allah!!”

    Sebagian riwayat menyatakan utusan tersebut menemui Khalid bin Walid, setelah membacanya ia menyuruh utusan bersembunyi sampai perang usai. Setelah kemenangan tercapai, Khalid bin Walid menghadap Abu Ubaidah layaknya seorang prajurit kepada komandannya, dan peristiwa berlangsung penuh ketulusan dan keikhlasan seperti riwayat sebelumnya.

    Abu Ubaidah wafat ketika menjabat sebagai gubernur Syam, pada masa khalifah Umar bin Khaththab. Saat itu berjangkit penyakit tha’un (semacam wabah penyakit) yang menyerang dan membunuh beberapa orang sekaligus Ketika wafatnya ini, sahabat Mu’adz bin Jabal berkata khalayak ramai yang turut menghantar jenazahnya, “Sesungguhnya kita sekalian telah kehilangan seseorang yang, Demi Allah, aku menyangka tidak ada oranglain yang lebih sedikit dendamnya, lebih bersih hatinya, dan paling jauh dari perbuatan merusak, lebih cintanya pada kehidupan akhirat, dan lebih banyak memberikan nasehat kecuali Abu Ubaidah ini. Keluarlah kalian untuk menyalatkan jenazahnya, dan mohonkan rahmat Allah untuknya.”

    Mu’adz memimpin shalat jenazahnya dan turun ke liang lahat bersama Amru bin ‘Ash dan Dhahak bin Qais.

     
  • erva kurniawan 1:50 am on 11 February 2021 Permalink | Balas  

    Orang yang Berniat Tidak Mau Melunasi Hutang Akan Dihukumi Sebagai Pencuri 

    Oleh Ustadz Muslih Rasyid

    عَنْ صُهَيْبِ الْخَيْرِ رَضِيَ الله عَنْهُ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: “أَيُّمَا رَجُلٍ يَدِينُ دَيْنًا وَهُوَ مُجْمِعٌ أَنْ لَا يُوَفِّيَهُ إِيَّاهُ لَقِيَ اللَّهَ سَارِقًا

    Dari Shuhaib Al-Khoir Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wa salam bersabda:
    “Siapa saja yang berhutang lalu berniat tidak mau melunasinya, maka dia akan bertemu Allah (pada hari kiamat) dalam status sebagai pencuri.” [HR. Ibnu Majah no. 2410. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih]

    Pelajaran yang terdapat di dalam hadits:

    1- Allah Subhanahu wa Ta’ala melarang hamba-hamba-Nya yang beriman memakan harta sebagian dari mereka atas sebagian yang lain dengan cara yang batil, yakni melalui usaha yang tidak diakui oleh syariat.

    2- Orang yang berhutang harus punya azam yang kuat untuk melunasi hutang-hutangnya.

    3- Orang yang berhutang dan berniat tidak mau melunasi , akan bertemu dengan Allah dengan status sebagai pencuri.

    Tema hadist yang berkaitan dengan Al Qur’an:

    1- Sesungguhnya Allah telah melarang kita memakan harta sesama kita dengan cara yang batil, sedangkan makanan adalah harta kita yang paling utama. 

    يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا

    Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kalian. Dan janganlah kalian membunuh diri kalian, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepada kalian. [An-nisa-29]

    2- Ancaman bagi orang yang mencuri.

    وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

    Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksa. [Al-Maidah: 38]

     
  • erva kurniawan 1:49 am on 10 February 2021 Permalink | Balas  

    Kisah Hamzah Bin Abdul Muthalib Radhiyallahu Anhu 

    Kisah Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam

    Hamzah bin Abdul Muthalib adalah sahabat sekaligus paman Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam. Walau sebagai paman, Hamzah seusia (lebih kurang sama) dengan beliau, bahkan ia juga saudara sesusu Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam, sama-sama dipelihara dan disusui oleh Halimah as Sa’diyah. Bahkan sebelum dibawa kepada Bani Sa’d bin Bakr, kabilahnya Halimah as Sa’diyah, keduanya pernah disusui oleh Tsuwaibah, salah satu sahaya Abu Lahab yang saat itu sedang menyusui anaknya, Masruh. Mereka berdua juga teman sepermainan dan tumbuh dewasa bersama-sama.

    Hamzah adalah seorang lelaki Quraisy yang sangat terpandang dan sangat disegani. Ia sangat menjunjung tinggi harga diri dan kehormatan keluarganya. Ia mempunyai kegemaran (hobbi) berburu, dan hal itu membuat dirinya makin ditakuti oleh orang-orang Quraisy lainnya.

    Suatu hari di bulan Dzulhijjah tahun ke enam dari nubuwwah, ketika baru pulang dari perburuannya, seorang budak wanita milik Abdullah bin Jad’an berkata kepadanya, “Wahai Abu Ammarah (nama kunyahnya Hamzah), ketika berada di Shafa, aku melihat Abu Jahal mencaci maki dan melecehkan keponakanmu, Muhammad. Bahkan ia memukul kepalanya hingga terluka!!”

    Mendengar laporan tersebut Hamzah sangat marah. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam adalah putra kakak kandungnya, sedangkan Abu Jahal hanya saudara sepupunya. Penghinaan kepada beliau sama artinya dengan penghinaan kepada dirinya, apalagi ayahnya telah wafat. Masih dengan menenteng busur panahnya, ia berjalan berkeliling mencari Abu Jahal, setiap orang yang ditemuinya selalu ditanya keberadaan Abu Jahal. Ketika ditemuinya di dekat masjid, ia berkata, “Wahai orang yang berpantat kuning (yakni, Abu Jahal), beraninya engkau mencela anak saudaraku, sedangkan aku berada di atas agamanya…!!”

    Setelah itu Hamzah memukul kepala Abu Jahal dengan busur panah yang dipegangnya hingga luka menganga. Orang-orang Bani Makhzum (kabilahnya Abu Jahal) berdiri ingin melakukan perlawanan, dan orang-orang Bani Hasyim (kabilahnya Hamzah dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam) juga segera berdiri di belakang Hamzah. Kalau dibiarkan mungkin bisa terjadi perang saudara saat itu. Tetapi Abu Jahal berkata kepada kaumnya, “Biarkan saja Abu Ammarah, karena aku memang telah mencaci maki anak saudaranya dengan cacian yang sangat menyakitkan!!”

    Mungkin apa yang dikatakan Hamzah bahwa ia berada di atas agama Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam adalah hanya ungkapan kemarahan dan perasaan harga dirinya yang tersinggung. Tetapi bisa jadi itu memang jalan hidayah Allah, karena setelah itu ia menghadap Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam dan menyatakan dirinya memeluk Islam.

    Keislaman Hamzah bin Abdul Muthalib seolah menjadi pemicu bangkitnya kekuatan Islam, apalagi tiga hari kemudian disusul dengan keislaman Umar bin Khaththab. Atas inisiatif Umar, kaum muslimin yang selama ini beribadah dan berdakwah dengan sembunyi-sembunyi, jadi berani melakukannya dengan terang-terangan. Saat itu juga, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam mengeluarkan kaum muslimin dalam dua barisan, barisan pertama dipimpin oleh Hamzah dan barisan kedua dipimpin Umar. Mereka berjalan menuju Baitullah dengan menggemakan tasbih, tahmid, tahlil dan takbir kemudian berkumpul di dekat Ka’bah. Kaum kafir Quraisy hanya bisa memandang tanpa berani berbuat apa-apa.

    Ketika perang Badar mulai pecah, seorang lelaki perkasa dari Quraisy, Aswad bin Abdul Asad al Makhzumy sesumbar akan menghabisi kaum muslimin. Maka Hamzah maju menghadapi orang sombong tersebut dan dengan mudah membunuhnya. Kemudian tampillah tiga pahlawan kafir Quraisy yang masih bersaudara, Utbah bin Rabiah, Syaibah bin Rabiah dan Walid bin Utbah, menantang duel. Tiga orang pemuda Anshar, Auf bin Harits al Afra, Muawwidz bin Harits al Afra dan Abdullah bin Rawahah berniat menghadapi mereka, tetapi mereka hanya menginginkan sesama Quraisy saja. Maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam memerintahkan Hamzah, Ali dan Ubadah bin Harits yang juga bersaudara untuk menghadapinya, dan dengan mudah mengalahkan mereka. Hanya saja Ubadah sempat terluka parah, dan akhirnya gugur sebagai syahid.

    Dalam perang Badar itu, Hamzah memakai tanda bulu burung pada bajunya. Ia berperang dengan perkasanya sehingga pasukan musuh porak poranda. Seorang lelaki musyrik bertanya tentang siapa dia, dan dijawab kalau dia adalah Hamzah bin Abdul Muthalib. Ia berkata, “Dialah yang banyak menimbulkan kesusahan pada kita.”

     
  • erva kurniawan 1:48 am on 9 February 2021 Permalink | Balas  

    Hukum Wanita Mengiringi Jenazah Hingga Kekuburan 

    Oleh Ustadz Muslih Rasyid

    عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ – رضى الله عنها – قَالَتْ نُهِينَا عَنِ اتِّبَاعِ الْجَنَائِزِ ، وَلَمْ يُعْزَمْ عَلَيْنَا

    Dari Ummu ‘Athiyah –radhiyallahu ‘anha-, ia berkata, “Kami (para wanita) dilarang mengiringi jenazah. Namun larangannya tidak terlalu keras bagi kami.” (HR. Bukhari no. 1278 dan Muslim no. 938).

    Pelajaran yang terdapat di dalam hadist:

    1- Seringkali kita melihat para wanita pun ikut serta mengiringi jenazah hingga kuburan. Padahal sifat wanita biasanya tidak tabah. Sehingga mayoritas ulama memakruhkan wanita mengiringi jenazah hingga pemakaman.

    2- Mayoritas ulama berpandangan bahwa wanita dimakruhkan keluar mengiringi jenazah. Demikian dinukil oleh Imam Nawawi dari pendapat mayoritas ulama dan mayoritas sahabat seperti Ibnu Mas’ud, Ibnu ‘Umar, Abu Umamah, dan ‘Aisyah. Lihat Al Majmu’, 5: 278.

    3- Sedangkan ulama Hanafiyah berpendapat bahwa keluarnya wanita untuk maksud tersebut dihukumi makruh tahrim (artinya: haram).

    4- Ibnu Hajar menjelaskan bahwa maksud hadits di atas, “Tidak ditegaskan jika hal tersebut terlarang keras sebagaimana dalam larangan-larangan lainnya. Seakan-akan Ummu ‘Athiyah berkata: kami dilarang mengiringi jenazah dan bukan larangan haram (tetapi makruh).”

    5- Al Qurthubi menjelaskan, “Secara tekstual, hadits Ummu ‘Athiyah menunjukkan bahwa larangan yang dimaksud adalah larangan makruh tanzih. Demikian pendapat mayoritas ulama. Imam Malik berpendapat bolehnya. Demikian pula pendapat ulama Madinah.”

    6- Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Makna hadits adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang para wanita untuk mengiringi jenazah dan larangannya adalah makruh tanzih, bukan makruh yang menunjukkan keharaman.

    7- Madzhab Syafi’iyah- berpendapat hal itu makruh dan bukanlah haram berdasarkan pemahaman dari hadits ini. Al Qodhi ‘Iyadh berkata bahwa mayoritas ulama melarang para wanita mengiringi jenazah. Sedangkan ulama Madinah membolehkannya. Begitu pula dengan Imam Malik, namun beliau memakruhkan untuk para gadis.” (Syarh Muslim, 1: 46)

    Tema hadist yang berkaitan dengan Al qur’an :

    • Hanya Dia sendirilah yang Hidup Kekal dan tidak mati, sedangkan jin dan manusia semuanya mati, begitu pula para malaikat umumnya dan para malaikat pemangku Arasy. Hanya Allah sematalah Yang Maha Esa lagi Mahaperkasa Yang Kekal Abadi. Dengan demikian, berarti Allah Yang Maha akhir, sebagaimana Dia Maha Pertama (Akhirnya Allah tidak ada kesudahannya dan Permulaan Allah tidak ada awal-nya, pent.).

    كُلُّ مَنْ عَلَيْها فانٍ وَيَبْقى وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلالِ وَالْإِكْرامِ

    Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Tetap kekal Zat Tuhan-mu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan. (Ar-Rahman: 26-27).

     
  • erva kurniawan 1:46 am on 8 February 2021 Permalink | Balas  

    Kisah Abu Ubaidah Bin Jarrah Radhiyallahu Anhu 

    Kisah Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam

    Ketika itu waktunya shalat dhuhur, Umar berusaha menampilkan dirinya di dekat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam. Namun walau Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam telah melihat dirinya, beliau masih mencari-cari seseorang. Ketika pandangan beliau jatuh pada Abu Ubaidah, beliau bersabda, “Wahai Abu Ubaidah, pergilah berangkat bersama mereka, dan selesaikan apabila terjadi perselisihan di antara mereka….!”

    Inilah dia orang terpercaya itu, dan para sahabat lainnya tidak heran kalau ternyata Abu Ubaidah yang dimaksudkan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam. Beberapa kali, dalam beberapa kesempatan berbeda, beliau menyebut Abu Ubaidah sebagai ‘Amiinul Ummah’, orang kepercayaan ummat Islam ini.

    Abu Ubaidah-pun menyertai rombongan tersebut kembali ke Najran, sebagaimana diperintahkan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam. Sebagian riwayat menyebutkan, dua dari tiga pemimpinnya masuk Islam setelah mereka tiba di Najran, Yakni Al Aqib atau Abdul Masih, pemimpin yang mengendalikan roda pemerintahan, dan As Sayyid atau Al Aiham atau Syurahbil, pemimpin yang mengendalikan masalah peradaban dan politik. Lambat laun Islam menyebar di Najran berkat bimbingan ‘Amiinul Ummah’ ini. Bahkan akhirnya Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam mengirimkan Ali bin Thalib untuk membantu Abu Ubaidah dalam urusan Shadaqah dan Jizyah dari masyarakat Najran yang makin banyak yang memeluk Islam.

     
  • erva kurniawan 1:45 am on 7 February 2021 Permalink | Balas  

    Larangan Tertawa Berlebihan 

    Oleh Ustadz Muslih Rasyid

    عن أبي هريرة رضي الله عنه، عن النبي صلى الله عليه وسلم قال:
    وَلَا تُكْثِرِ الضَّحِكَ، فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُمِيتُ القَلْبَ

    Dari Abu hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari  Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
    “Dan janganlah terlalu banyak tertawa. Sesungguhnya terlalu banyak tertawa dapat mematikan hati.” [HR. Tirmidzi 2/50, Dishahihkan Syaikh Al-Albani]

    Pelajaran yang terdapat di dalam hadist :

    1- Segala sesuatu yang berlebihan dalam Islam tentu dilarang, sebab bisa memberikan dampak yang buruk, hal itu wajib diketahui oleh kita sebagai umat muslim untuk melakukan segala sesuatu dengan wajar dan tidak berlebihan terhadap sesuatu.

    2- Bercanda dan tertawa boleh-boleh saja, asalkan tidak dilakukan terus menerus dan menjadi kebiasaan hidupnya. Terlalu banyak tertawa akan membuat keras hati bahkan bisa mematikan hati. Hati sulit menerima kebenaran dan tersentuh dengan kebaikan dan kelembutan.

    3- Jika tertawa dilakukan dengan berlebihan tentu bukan hal yang baik, membuat lupa akan ibadah, membuat lupa akan dosa dosa.

    4- Jika aktivitas bahaya tertawa berlebihan dalam Islam yakni tertawa ini di lakukan sehari-hari maka tanpa kita sadari waktu kita akan terbuang sia-sia hanya untuk bercanda atau hal yang tidak berguna lain nya. 

    5- Aisyah istri Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam mengatakan bahwa: “Aku belum pernah melihat baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tertawa terbahak-bahak hingga terlihat lanjut-langit mulut beliau. Beliau biasanya hanya tersenyum.
    (Hadist Bukhari Muslim)

    Tema hadist yang berkaitan dengan Al qur’an :

    • Kebahagiaan yang sejati itu bukan berupa tertawa dan sering bercanda, tetapi bahagia itu adalah rasa tenang dan ketentraman dalam hati. Inilah tujuan kehidupan seorang muslim di dunia dan Allah turunkan ketenangan pada hati seorang muslim.

    هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ السَّكِينَةَ فِي قُلُوبِ الْمُؤْمِنِينَ لِيَزْدَادُوا إِيمَانًا مَعَ إِيمَانِهِمْ

    “Dialah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin untuk menambah keimanan atas keimanan mereka (yang telah ada).” [AL-Fath: 4].

     
  • erva kurniawan 1:43 am on 6 February 2021 Permalink | Balas  

    Kisah AbdulRahman Bin Auf Radhiyallahu ‘Anhu 

    Kisah Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam

    Suatu hari, beberapa tahun setelah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam wafat, terdengar suara bergemuruh dan debu mengepul menuju kota Madinah, seolah-olah ada pasukan yang sedang menyerbu kota Madinah. Ummul Mukminin, Aisyah Radhiyallahu ‘Anha berkata, “Apa yang sedang terjadi di kota Madinah ini?”

    Seseorang menjelaskan bahwa kafilah dagang Abdurrahman bin Auf baru datang dari Syam, sebanyak 700 kendaraan penuh dengan barang yang bermacam-macam. Masyarakat Madinah menyambut dengan gembira kedatangan kafilah tersebut karena mereka pasti akan ikut merasakan manfaatnya. Mendengar penjelasan tersebut, Aisyah tercenung sesaat seolah-olah mengingat sesuatu, kemudian ia berkata, “Aku ingat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam pernah bersabda : Abdurrahman bin Auf masuk surga dengan perlahan-lahan. Ini yang mungkin dimaksud beliau….”

    Sebagian riwayat menyebutkan, sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam tentang dirinya tersebut dengan redaksi yang berbeda, yakni : Abdurrahman bin Auf masuk surga dengan merangkak, dan beberapa redaksi lainnya yang intinya adalah ia “tertunda” karena terlalu banyaknya harta kekayaannya. Walaupun ia memperoleh harta kekayaannya dengan jalan halal dan membelanjakan atau mengeluarkan dengan jalan halal pula, tetapi ia harus melewati hisab yang tentunya lebih lama dibanding sahabat-sahabat as Sabiqunal Awwalin lainnya.

    Sebagian sahabat yang mendengarkan ucapan Aisyah tersebut menyampaikan ucapan tersebut kepada Abdurrahman bin Auf. Ia segera ingat, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam memang pernah bersabda seperti itu, dan ia juga ingat bahwa beliau memberitakan, bahwa pertanyaan akhirat tentang umur dan ilmu hanya satu, tetapi tentang harta ada dua, bagaimana mendapatkannya dan dimana/bagaimana membelanjakannya?
    Sebelum sempat barang perniagaannya diturunkan dari kendaraan, ia bergegas menemui Aisyah, dan berkata, “Anda telah mengingatkanku akan hadits, yang sebelumnya tak pernah kulupakan. Dengan ini saya memohon dengan sangat anda menjadi saksi, bahwa kafilah dagang dan semua muatan berikut kendaraan dan perlengkapannya kubelanjakan di jalan Allah Subhanahu Wata’ala.”

    Sewaktu ia sakit keras menjelang ajalnya, Aisyah mendatanginya dan menawarkan agar jenazahnya nanti dimakamkan di halaman rumahnya, sehingga berdekatan dengan makam Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam, Abu Bakar dan Umar yang ada di dalam rumahnya. Tetapi ia memang seorang yang rendah hati, ia merasa malu diberikan penghargaan yang setinggi itu, ia memilih untuk dimakamkan didekat makam sahabatnya yang telah mendahuluinya, Utsman bin Madz’um Radhiyallahu ‘Anhu di Baqi.

    Pada detik-detik terakhir nyawanya akan dicabut, ia sempat menangis dan berkata, “Aku khawatir dipisahkan dari sahabat-sahabatku karena kekayaanku yang melimpah ini…”

     
  • erva kurniawan 1:41 am on 5 February 2021 Permalink | Balas  

    Do’a Memohon perbaikan Urusan Dunia Agama dan Akhirat 

    Oleh Ustadz Muslih Rasyid

    عن أبي هريرة رضي اللَّه عنه قال،
    كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « اللَّهُمَّ أَصْلِحْ لِى دِينِىَ الَّذِى هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِى وَأَصْلِحْ لِى دُنْيَاىَ الَّتِى فِيهَا مَعَاشِى وَأَصْلِحْ لِى آخِرَتِى الَّتِى فِيهَا مَعَادِى وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لِى فِى كُلِّ خَيْرٍ وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لِى مِنْ كُلِّ شَرٍّ »

    Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu berkata,
    “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berdoa sebagai berikut: “Allahumma ashlih lii diiniilladzii huwa ‘ishmatu amrii, wa ashlih lii dun-yaayallatii fiihaa ma’aasyii, wa ash-lih lii aakhiratiillatii fiihaa ma’aadii, waj’alil hayaata ziyaadatan lii fii kulli khairin, waj’alil mauta raahatan lii min kulli syarrin” [Ya Allah ya Tuhanku, perbaikilah bagiku agamaku sebagai benteng (ishmah) urusanku; perbaikilah bagiku duniaku yang menjadi tempat kehidupanku; perbaikilah bagiku akhiratku yang menjadi tempat kembaliku! Jadikanlah ya Allah kehidupan ini mempunyai nilai tambah bagiku dalam segala kebaikan dan jadikanlah kematianku sebagai kebebasanku dari segala kejahatan!] (HR. Muslim no. 2720).

    Pelajaran yang terdapat di dalam hadist

    1- Islam adalah benteng yang melindungi seseorang agar tidak terjerumus dalam kesalahan dan ketergelinciran serta menjaga dari kesesatan dan sekedar mengikuti hawa nafsu.

    2- Seorang muslim beramal untuk dunianya seaka-akan ia hidup selamanya dan dia beramal untuk akhiratnya seakan-akan ia akan mati besok.

    3- Seharusnya umur panjang seorang muslim dijadikan sebagaimana sarana untuk menambah amalan kebaikan dan ketaatan.

    4- Kematian adalah kebebasan dari segala kejelekan. Maksudnya, boleh jadi seseorang di dunia hidup lama, namun hanya kerusakan yang ia perbuat. Oleh karenanya, kematian itulah yang menyebabkan ia terbebas dari banyak kejelekan.

    5- Karena hidup yang sementara dan kematian yang pasti datang, maka hendaklah setiap hamba memperbaiki ibadahnya dan mengokohkan amalannya, bertawakkal dan selalu meminta tolong pada Allah.

    6- Semoga dengan do’a singkat namun penuh makna yang diajarkan Nabi shallallahu alaihi wasallam ini bisa kita hafalkan dan amalkan. Sehingga sajian do’a ini bermanfaat.

    Tema hadist yang berkaitan dengan Al qur’an :

    • Doa yang mencakup semua kebaikan di dunia dan memalingkan semua keburukan, karena sesungguhnya kebaikan di dunia itu mencakup semua yang didambakan dalam kehidupan dunia, seperti kesehatan, rumah yang luas, istri yang cantik, rezeki yang berlimpah, ilmu yang bermanfaat, amal saleh, kendaraan yang mudah, dan sebutan yang baik serta lain-lainnya; semuanya itu tercakup di dalam ungkapan mufassirin. Semua hal yang  disebutkan tadi termasuk ke dalam pengertian kebaikan di dunia.
      Adapun mengenai kebaikan di akhirat, yang paling tinggi ialah masuk surga dan hal-hal yang berkaitan dengannya, seperti aman dari rasa takut yang amat besar di padang mahsyar, dapat kemudahan dalam hisab, dan lain sebagainya.

     وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ , أُولَئِكَ لَهُمْ نَصِيبٌ مِمَّا كَسَبُوا وَاللَّهُ سَرِيعُ الْحِسَابِ

    Maka di antara manusia ada orang yang mendoa, “Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia,” dan tiadalah baginya bagian (yang menyenangkan) di akhirat. Dan di antara mereka ada orang yang mendoa, “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan perliharalah kami dari siksa neraka.”Mereka itulah orang-orang yang mendapat bagian dari apa yang mereka usahakan; dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya.[Al Baqarah: 201-202].

     
  • erva kurniawan 1:39 am on 4 February 2021 Permalink | Balas  

    Kisah Abdurrahman Bin Auf Radhiyallahu Anhu 

    Kisah Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam

    Abdurrahman bin Auf termasuk dalam kelompok sahabat as Sabiqunal Awwalun, ia memeluk Islam pada hari-hari pertama Islam didakwahkan, yakni lewat perantaraan Abu Bakar ash Shiddiq. Ia juga termasuk dari sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga ketika masih hidupnya. Sembilan orang lainnya adalah empat khalifah Khulafaur Rasyidin, Abu Bakar, Umar Utsman dan Ali, kemudian Abu Ubaidah bin Jarrah, Sa’d bin Abi Waqqash, Sa’id bin Zaid, Thalhah bin Ubaidillah dan Zubair bin Awwam Radhiyallahu ‘Anhuma.

    Abdurrahman bin Auf termasuk seorang sahabat yang selalu berhasil dalam perniagaannya, sehingga hartanya selalu berlimpah. Apapun bidang usaha yang ditekuninya selalu memberikan keuntungan, sehingga ia sempat takjub atas dirinya sendiri, dan berkata, “Sungguh mengherankan diriku ini, seandainya aku mengangkat batu tentulah kutemukan emas dan perak di bawahnya.”

    Namun kekayaannya yang melimpah tidak menjadikannya takabur. Orang yang belum pernah mengenalnya, bila bertemu untuk pertama kali, mereka tidak akan bisa membedakan antara dirinya sebagai tuan dan pelayan/pegawainya, karena kesederhanaan penampilannya.

    Pernah ia dipusingkan dengan hartanya yang begitu berlimpah sehingga ia begitu gelisah dan tidak bisa tidur. Istrinya yang bijak dan penuh keimanan memberikan saran yang bisa menentramkan hatinya. Sang istri berkata, “Hendaknya hartamu engkau bagi tiga, dengan sepertiganya, engkau carilah saudaramu seiman yang berhutang dan lunasilah hutang mereka. Sepertiganya lagi, carilah saudaramu seiman yang memerlukan uang dan berilah mereka pinjaman. Dan sepertiganya lagi, engkau pakai sebagai modal perniagaanmu…”

    Ketika Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam menyeru agar umat Islam bersedekah untuk mendanai Perang Tabuk, Abdurrahman bin Auf menyedekahkan seluruh hartanya yang berjumlah sekitar 200 uqiyah atau 8000 dirham. Umar bin Khaththab mengadukan sikap Abdurrahman kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam karena tidak menyisakan apapun untuk keluarganya, sedangkan ia sendiri menyedekahkan separuh hartanya sebanyak 100 uqiyah, separuhnya lagi ditingalkan untuk keperluan keluarganya.

    Karena pengaduan Umar ini, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam memanggilnya, kemudian bertanya, “Wahai Abdurrahman, apakah engkau meninggalkan sesuatu untuk keluarga yang engkau tinggalkan!”

    “Benar, ya Rasulullah!” Kata Abdurrahman, “Aku telah meninggalkan untuk keluargaku sesuatu yang lebih baik dan lebih banyak daripada apa yang kusedekahkan!”

    “Berapa?” Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bertanya.

    “Kebaikan dan rezeqi yang dijanjikan oleh Allah dan RasulNya!”

    Rasulullah Shallallahu’
    ‘Alaihi Wassalam membenarkan sikapnya dan menerima alasan Abdurrahman tersebut.

     
  • erva kurniawan 3:03 pm on 3 February 2021 Permalink | Balas  

    Pentingnya Menuntut Ilmu 

    Pentingnya Menuntut Ilmu

    Oleh Ustadz Muslih Rasyid

    عن أبي هريرة رضي اللَّه عنه أنه قال، قال رسول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :
    الدُّنْيَا مَلْعُونَةٌ مَلْعُونٌ مَا فِيهَا إِلاَّ ذِكْرَ اللَّهِ وَمَا وَالاَهُ أَوْ عَالِمٌ أَوْ مُتَعَلِّمٌ

    Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
    “Dunia dan seluruh isinya dilaknati, kecuali dzikir mengingat Allah, taat pada-Nya (mau mengikuti tuntunan, pen.), orang yang berilmu (seorang alim) atau orang yang belajar ilmu agama.” (HR Ibnu Majah, no. 4112; Tirmidzi, no. 2322. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan)

    Pelajaran yang terdapat di dalam hadist:

    1- Kalimat di atas seakan-akan maksudnya adalah dunia itu dicela, artinya dunia itu tidak dipuji kecuali bagi yang rajin berdzikir, yang beribadah pada Allah, seorang alim, atau yang mau belajar atau mendalami agama.

    2- Kesimpulannya jika ingin selamat maka jadilah bagian dari empat orang berikut ini:
    -Orang yang rajin berdzikir
    -Orang yang beribadah sesuai tuntunan

    • Orang yang ‘alim (berilmu)
    • Orang yang mau belajar.

    3- Dari Al-Hasan Al-Bashri, dari Abu Ad-Darda’, ia berkata,

    كُنْ عَالِمًا ، أَوْ مُتَعَلِّمًا ، أَوْ مُسْتَمِعًا ، أَوْ مُحِبًّا ، وَلاَ تَكُنْ الخَامِسَةَ فَتَهْلَكُ. قَالَ : فَقُلْتُ لِلْحَسَنِ : مَنِ الخَامِسَةُ ؟ قال : المبْتَدِعُ

    “Jadilah seorang alim atau seorang yang mau belajar, atau seorang yang sekedar mau dengar, atau seorang yang sekedar suka, janganlah jadi yang kelima.”

    4- Humaid berkata pada Al-Hasan Al-Bashri, yang kelima itu apa. Jawab Hasan, “Janganlah jadi ahli bid’ah (yang beramal asal-asalan tanpa panduan ilmu, pen.) (Al-Ibanah Al-Kubra karya Ibnu Batthah)

    Tema hadist yang berkaitan dengan Al qur’an :

    1- Ada banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang menjelaskan atau hanya sekedar menyinggung tentang keutamaan menuntut ilmu,

    وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ

    Tidak sepatutnya bagi orang-orang mu’min itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.[At taubah :122]

    2- Sesungguhnya barang siapa yang berendah diri terhadap perintah Allah, niscaya Allah akan meninggikan kedudukannya dan mengharumkan namanya. 

    يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

    niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al-Mujadilah: 11).

     
  • erva kurniawan 3:01 am on 2 February 2021 Permalink | Balas  

    Kisah Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu (4) 

    Kisah Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu

    Beberapa waktu kemudian, Umar ingin mengangkatnya menjadi amir di suatu daerah lain. Dengan meminta maaf, Abu Hurairah menolak penawaran tersebut. Ketika Umar menanyakan alasannya, Abu Hurairah menjawab, “Agar kehormatanku tidak sampai tercela, hartaku tidak dirampas, dan punggungku tidak dipukul…”

    Beberapa saat berhenti, ia meneruskan lagi seakan ingin memberi nasehat kepada Umar, “Dan aku takut menghukum tanpa ilmu, dan bicara tanpa belas kasih…”

    Umar pun tak berkutik dan tidak bisa memaksa lagi seperti biasanya.

    Pada masa kekhalifahan selanjutnya, Abu Hurairah selalu mendapat penghargaan yang tinggi berkat kedekatannya bersama Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam dan periwayatan hadits-hadits beliau, sehingga secara materi sebenarnya ia tidak pernah kekurangan, sebagaimana masa kecilnya atau masa-masa bersama Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Tetapi dalam kelimpahan harta dan ketenaran ini, Abu Hurairah tetap bersikap zuhud dan sederhana dalam kehidupannya, sebagaimana dicontohkan Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam.

    Pernah suatu kali di masa khalifah Muawiyah, ia mendapat kiriman uang seribu dinar dari Marwan bin Hakam, tetapi keesokan harinya utusan Marwan datang menyatakan kalau kiriman itu salah alamat. Dengan tercengang ia berkata, “Uang itu telah habis kubelanjakan di jalan Allah, satu dinar-pun tidak ada yang bermalam di rumahku. Bila hakku dari baitul mal keluar, ambillah sebagai gantinya!!”

    Abu Hurairah wafat pada tahun 59 hijriah dalam usia 78 tahun, pada masa khalifah Muawiyah.

    Ketika ia sakit menjelang kewafatannya, tampak ia amat sedih dan menangis, sehingga orang-orang menanyakan sebab kesedihannya tersebut. Abu Hurairah berkata, “Aku menangis bukan karena sedih akan berpisah dengan dunia ini. Aku menangis karena perjalananku masih jauh, perbekalanku sedikit, dan aku berada di persimpangan jalan menuju ke neraka atau surga, dan aku tidak tahu di jalan mana aku berada??”

    Ketika banyak sahabat yang menjenguknya dan mendoakan kesembuhan baginya, segera saja Abu Hurairah berkata, “Ya Allah, sesungguhnya aku telah rindu bertemu dengan-Mu, semoga demikian juga dengan Engkau….!!”

    Tidak lama kemudian nyawanya terbang kembali ke hadirat Ilahi, dan jasadnya dimakamkan di Baqi, di antara sahabat-sahabat Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam lain yang telah mendahuluinya.

     
  • erva kurniawan 3:01 am on 1 February 2021 Permalink | Balas  

    Berdoa Ketika Turun Hujan 

    Berdoa Ketika Turun Hujan

    Oleh Ustadz Muslih Rasyid

    عن أم المؤمنين عائشة رضي اللَّه عنهاقالت،
    إِنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ إِذَا رَأَى الْمَطَرَ قَالَ اللَّهُمَّ صَيِّباً نَافِعاً

    Dari Ummul Mukminin, ’Aisyah radhiyallahu ’anha berkata:
    “Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ketika melihat turunnya hujan, beliau mengucapkan, ”Allahumma shoyyiban nafi’an” [Ya Allah turunkanlah pada kami hujan yang
    bermanfaat]”. (HR. Bukhari no. 1032)

    Pelajaran yang terdapat di dalam hadist:

    1- Hadits ini berisi anjuran untuk berdo’a ketika turun hujan agar kebaikan dan keberkahan semakin bertambah, begitu pula semakin banyak kemanfaatan.

    2- Turun Hujan Waktu Mustajab untuk Berdo’a.
    Begitu juga terdapat hadits dari Sahl bin Sa’d, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

    ثِنْتَانِ مَا تُرَدَّانِ الدُّعَاءُ عِنْدَ النِّدَاءِوَ تَحْتَ المَطَرِ

    “Dua do’a yang tidak akan ditolak: [1] do’a ketika adzan dan [2] do’a ketika ketika turunnya hujan.” (HR. Al Hakim dan Al Baihaqi. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa
    hadits ini hasan.

    Tema hadist yang berkaitan dengan
    Al-qur’an :

    1- Apabila kamu perintahkan mereka untuk berdoa kepada-Ku, hendaklah mereka berdoa kepada-Ku, niscaya Aku akan mengabulkan mereka.

    وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ

    Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang mendoa apabila ia berdoa kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Aku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.[Al-baqarah :186]

    2- Hujan yang membawa manfaat. Allah mengirimkan angin yang mengarak awan, kemudian mengirimkan angin yang membawa air sehingga awan mengandung banyak air. Setelah itu Allah mengirimkan angin yang mengawinkan tumbuh-tumbuhan, maka tumbuh-tumbuhan itu menjadi berbuah dengan suburnya

    وَأَرْسَلْنَا الرِّيَاحَ لَوَاقِحَ فَأَنزلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَسْقَيْنَاكُمُوهُ وَمَا أَنْتُمْ لَهُ بِخَازِنِينَ 

    Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan) dan Kami turunkan hujan dari langit, lalu Kami beri minum kalian dengan air itu, dan sekali-kali bukanlah kalian yang menyimpannya. [Al-Hijr:22].

     
c
Compose new post
j
Next post/Next comment
k
Previous post/Previous comment
r
Balas
e
Edit
o
Show/Hide comments
t
Pergi ke atas
l
Go to login
h
Show/Hide help
shift + esc
Batal