Updates from Januari, 2014 Toggle Comment Threads | Pintasan Keyboard

  • erva kurniawan 6:25 am on 31 January 2014 Permalink | Balas  

    Sepotong Maaf Untuk Mama 

    ibu dan  anakSepotong Maaf Untuk Mama

    “Ki… Tolongin mama sebentar dong.”

    Aku merungut sambil beringsut setengah malas. Beginilah nasib jadi anak satu-satunya di rumah. Sejak bang Edo kuliah di Jakarta, akulah yang jadi tempat mama minta tolong. Biasanya bang Edolah yang mengantar mama ke supermarket, ke pengajian, atau sekadar membawakan tas mama yang pulang dari kantor. Memang begitulah abangku yang satu itu. Sedang aku ? Wuih, biasanya aku dengan bandelnya menghindar. Tapi sekarang aku sudah tidak bisa lari lagi.

    Memang, sejak papa meninggal, mama makin sering minta ditemani ke mana-mana. Mungkin mama kesepian. Di hari kerja, mama disibukkan dengan urusan kantornya. Sedang di akhir pekan, mama selalu minta ditemani anak-anaknya.

    “Ki, mama minta tolong dong…”

    Aku menyumpalkan tangan ke telinga. Aduh, mama….

    “Ki, tolong ambilin berkas kerja mama di bu Joko dong.”

    “Lho, kok bisa ada di bu Joko, Ma ?”

    “Iya, tadi habis pulang dari kantor, mama mampir dulu ke sana. Kayaknya berkas-berkas itu ketinggalan deh di sana. Soalnya di mobil udah nggak ada. Bisa nggak kamu ambilin ?”

    Aku melongo, sering sekali mama minta tolong saat aku benar-benar sibuk. Rasanya ingin teriak. Kali ini aku benar-benar sibuk ! Besok ada dua tugas yang harus dikumpulkan. Belum lagi sorenya ada ujian akhir. Mana sempat mampir-mampir ke rumah orang? Mana sudah malam begini…

    “Aduh, Mama…. Kiki bener-bener sibuk… Besok ada ujian dan tugas-tugas yang harus dikumpulin. Jadi…”

    “Ya, udah kalo kamu nggak mau.”, balas mama dengan ketus. Aku hanya bisa menghembuskan nafas dan kembali mengerjakan tugasku.

    “…Kamu tuh memang nggak pernah kasihan sama Mama…”, bisik mama lirih dengan sedikit terisak.

    Suara mama sedikit sumbang. Sepertinya mama sedang terkena flu. Aku menatap langit-langit dengan lesu. Dengan lemas akhirnya aku memanggil mama. “Iya deh Ma… Biar Kiki yang pergi…”

    Gelap. Gelap sekali. Apalagi banyak lampu jalanan yang sudah mati. Capek rasanya harus berusaha melihat. Rumah bu Joko sebenarnya tidak jauh dari rumah kami. Tapi karena sudah malam, palang-palang jalan di kompleks itu sudah diturunkan dan tidak ada penjaganya. Jadinya, aku harus mengambil jalan memutar yang letaknya cukup jauh. Kalau tidak salah, satu-satunya palang yang tidak ditutup ketika malam adalah… Ah, dari sini belok kiri. Astaghfirulllah… Ternyata ditutup juga… Aku membaringkan kepalaku di atas kemudi. Rasanya penat sekali.

    Entah, harus masuk ke kompleks ini lewat jalan yang mana. Setelah setengah jam berputar-putar, barulah aku menemukan jalan masuknya. Rasanya lega sekali ketika sampai di depan rumah bu Joko. Kutekan belnya sekali, tidak ada jawaban. Dua kali, tetap tidak ada jawaban. Tiga kali, empat kali, hasilnya tetap sama. Akhirnya dengan menelan setumpuk rasa malu, kutekan lagi bel rumah mereka sambil mengucapkan salam keras-keras. Dari belakang aku mendengar suara berdehem. Aduh, ada hansip. Aku menangguk basa-basi. Aduh, mama ! Bikin malu saja !

    “Oh, kertas apa ya ?”, tanya bu Joko dengan mata setengah mengantuk.

    Aku jadi tidak enak sendiri menganggu malam-malam begini. Menit-menit selanjutnya, kami berdua mencari-cari berkas yang dikatakan mama. Tidak hanya di ruang tamu. Tapi juga di ruang tengah, ruang makan dan dapur. Lalu aku menelepon ke rumah. “Ma, berkasnya nggak ada tuh. Mama simpan di map warna apa ?”

    “He..he…he…Udah ketemu, Ki. Ternyata sama bi Isah diturunin dari mobil terus ditaruh di meja makan.”

    “Tau gitu kenapa nggak telpon Kiki ! Kiki kan bawa handphone !”

    “Wah, maaf Ki… Mama nggak tahu kamu bawa handphone. Mama kira…”

    “Ah, udahlah ! Mama nyusahin Kiki aja !” Aku lantas membanting gagang telepon dengan sedikit kejam.

    Aku berbalik dan menemukan bu Joko menatapku dengan tatapan ngeri. Aku memaksakan sebuah senyum, minta maaf lalu pamit secepatnya. Setengah ngebut aku memacu mobilku. Hujan rintik-rintik membuat ruang pandangku semakin sempit. Nyaris jam dua belas malam. Hah, dua jam terbuang percuma. Kalau dipakai untuk mengerjakan tugas, mungkin sekarang sudah selesai… Dasar mama …

    Brakkk!!! Tiba-tiba terdengar suara yang sangat keras. Bunyinya seperti kaleng yang robek. Sesaat aku semuanya semakin gelap. Aku tidak bisa Lagi membedakan mana atas dan bawah. Sekujur tubuhku seperti dihimpit dari berbagai arah. Sejenak kesadaranku seperti lenyap.

    Penduduk-penduduk sekitar mulai berdatangan. Mereka membantuku keluar dari mobil yang sepertinya ringsek parah. Mataku dibasahi sesuatu. Ketika  kusentuh, rasanya lengket. Ya Allah, darah… Tubuhku lebih gemetar karena takut daripada karena sakit. “Neng, nggak apa-apa neng ?”, tanya seseorang.

    Aku berusaha berdiri walau sempoyongan. Kucoba menggerakkan tangan,kaki,  serta mencek apakah semuanya masih ada. Kupejamkan mata dan berusaha mencari sumber sakit. Sepertinya tubuhku baik-baik saja. Tidak ada yang patah. Aku menatap rongsokan mobilku dengan tidak percaya. Ternyata aku menabrak sebuah truk besar yang sedang diparkir di pinggir jalan. Sumpah, aku tidak melihatnya sama sekali tadi !

    “Neng, nggak apa-apa ?”, ucap seseorang mengulangi pertanyaannya. Aku berusaha menjawab. Tapi yang terasa malah sakit dan darah. Orang di hadapanku lalu mengucap istighfar. Barulah aku sadar apa yang menyebabkannya. Darah segar berlomba mengucur dari mulutku. Lidahku…Aku langsung tak sadarkan diri.

    Ketika tersadar, aku sudah berada di rumah sakit. Rasa nyeri mengikuti dan menghajarku tanpa ampun. Air mata menetes dari mataku… Ya Allah, sakit sekali….

    “Udah, Ki. Jangan banyak bergerak. Dokter bilang kamu butuh banyak istirahat.” Aku hanya bisa menatap mata mama yang sembab tanpa bisa menjawab sepatah katapun. Mama ikut menangis mendengar rintihanku. Kecelakaan itu tidak mencederaiku parah. Tidak ada tulang yang patah,tidak ada luka dalam. Hanya satu, lidahku nyaris putus karena tergigit olehku ketika tabrakan terjadi. Akibatnya lidahku harus dijahit. Sayangnya tidak ada bius yang bisa meredakan sakitnya. Setelah itupun dokter tidak yakin aku bisa berbicara selancar sebelumnya. Tangisku meluber lagi. Yang langsung teringat adalah setumpuk kata-kata dan perilaku kasar yang selama ini kulontarkan pada mama. Ini betul-betul hukuman dari Allah…

    Walau sepertinya hanya luka ringan, namun sakitnya teramat sangat. Setiap kali jarum disisipkan dan benangnya ditarik, sepertinya nyawaku dirobek. Dan dikoyak-koyak. Aku hanya bisa melolong tanpa bisa melawan. Kata dokter kalau lukanya di tempat lain, sakitnya mungkin bisa diredam dengan bius. Tapi tidak bisa jika lukanya di lidah. Hari-hari selanjutnya betul-betul siksaan. Lupakanlah tentang kuliah, tugas atau ujian. Untuk minum saja aku tersiksa. Aku menjerit-jerit tiap ada benda yang harus melewati mulutku.

    Aku hanya bisa menangis. Menangis karena sakit, dan penyesalan. Selama aku dirawat, mamalah yang dengan telaten menungguiku. Dengan sabar ia membantuku untuk apapun yang aku perlukan. Kami hanya bisa berkomunikasi lewat sehelai kertas. Berkali-kali aku tuliskan, “Mama, maafkan Kiki…”

    Mama juga sudah berkali-kali mengatakan telah memaafkan aku. Tapi tetap  saja rasa bersalah itu tak kunjung hilang. Ini benar-benar peringatan keras dari Allah. Aku benar-benar malu. Walau aktif di kegiatan keagamaan, ternyata nilai-nilai itu belum benar-benar mengalir dalam darahku. Aku tersenguk-senguk setiap ingat bagaimana cara aku memperlakukan mama.

    Bagaimana mungkin aku merasa diberatkan dengan permintaannya padahal aku sudah menyusahkannya seumur hidup ? Allah, ampuni aku… Aku benar-benar telah menzhalimi diriku sendiri…. Jangan biarkan aku mati sebagai anak durhaka…. Kukira penderitaanku berakhir jika sudah diizinkan pulang ke rumah.

    Ternyata hukuman ini belum berakhir di situ. Bulan-bulan selanjutnya aku harus berlatih mengucapkan kata-kata yang selama ini mengalir mudah dari bibirku. Kembali lagi mama membimbingku belajar bicara seperti yang ia lakukan ketika aku kecil. Himpitan penyesalan itu baru hilang ketika kata-kata itu berhasil kuucapkan walau patah-patah. “Mama… Maafkan Kiki…”

    ***

    Diambil dari tulisan Ariyanti Pratiwi, Matematika ’99 ITB, kiriman sdr. Andry Irawan,

     
  • erva kurniawan 5:26 am on 30 January 2014 Permalink | Balas  

    Ada Air Mata Tertahan 

    Ada Air Mata Tertahan

    Oleh: M. Fauzil Adhim

    “Apabila datang kepadamu seorang laki-laki datang untuk meminang yang engkau ridho terhadap agama dan akhlaqnya maka nikahkanlah dia. Bila tidak engkau lakukan maka akan terjadi fitnah di muka bumi dan akan timbul kerusakan yang merata di muka bumi.” (HR Tarmidzi dan Ahmad)

    Saya tidak tahu apakah ini merupakan hukum sejarah yang digariskan oleh Allah. Ketika orang mempersulit apa yang dimudahkan Allah,  mereka akhirnya benar-benar mendapati keadaan yang sulit dan nyaris tak menemukan jalan keluarnya. Mereka menunda-nunda pernikahan tanpa ada alasan syar’i dan akhirnya mereka mereka benar-benar takut melangkah di saat hati sudah sangat menginginkannya. Atau ada yang sudah benar-benar gelisah tak kunjung ada yang mau serius.

    Kadangkala lingkaran ketakutan itu berlanjut. Bila di usia dua puluh tahunan mereka menunda pernikahan karena takut dengan ekonominya yang belum mapan, di usia menjelang tiga puluh hingga sampai tiga puluh lima berubah lagi masalahnya. Laki-laki mengalami sindrom kemapanan (meski wanita juga banyak yang demikian, terutama mendekati usia 30). Mereka (laki-laki) menginginkan pendamping dengan kriteria yang sulit dipenuhi. Seperti hukum kategori, semakin banyak kriteria semakin sedikit yang masuk kategori. Begitu pula kriteria tentang jodoh, ketika menetapkan kriteria yang terlalu banyak maka akhirnya bahkan tidak ada yang sesuai dengan keinginan kita. Sementara wanita yang sudah berusia sektar 35 tahun, masalah nya bukan kriteria tetapi soal apakah ada orang yang mau menikah dengannya. Ketika usia sudah 40-an, ketakutan kaum laki-laki sudah berbeda lagi, kecuali bagi mereka yang tetap terjaga hatinya. Jika sebelumnya banyak kriteria yang dipasang pada usia 40-an muncul ketakutan apakah dapat mendampingi isteri dengan baik. Lebih-lebih ketika usia beranjak 50 tahun, ada ketakutan lain yang mencekam. Yaitu kekhawatiran ketidakmampuan mencari nafkah sementara anak masih kecil. Atau ketika masalah nafkah tak merisaukan khawatir kematian lebih dahulu menjemput sementara anak-anak masih banyak perlu dinasehati. Apabila tak ada iman maka muncul keputusasaan.

    WAHAI ALI JANGAN KAU TUNDA-TUNDA

    Apa yang menghimpit saudara kita sehingga mereka sanggup meneteskan air mata. Awalnya adalah karena mereka menunda apa yang harus disegerakan, mempersulit apa yang seharusnya dimudahkan. Padahal Rasululloh berpesan:

    “Wahai Ali, ada tiga perkara jangan di tunda-tunda, apabila sholat telah tiba waktunya, jenazah apabila telah siap penguburannya, dan perempuan apabila telah datang laki-laki yang sepadan meminangnya.” (HR Ahmad)

    Hadis ini menunjukan agar tidak boleh mempersulit pernikahan baik langsung maupun tak langsung. Secara langsung adalah menuntut mahar yang terlalu tinggi. Atau yang sejenis dengan itu. Ada lagi yang tidak secara langsung. Mereka membuat kebiasaan yang mempersulit, meski nyata-nyata menuntut mahar yang tinggi atau resepsi yang mewah. Sebagian orang mengadakan acara peminangan sebagai acara tersendiri yang tidak boleh kalah mewah dari resepsi pernikahan, sebagian lainnya melazimkan acara penyerahan hadiah atau uang belanja untuk biaya pernikahan secara tersendiri.

    Bila seseorang tak kuat menahan beban, maka bisa saja melakukan penundaan pernikahan semata karena masalah ini. Saya sangat khawatir akan keruhnya niat dan bergesernya tujuan. Sehingga pernikahan itu kehilangan barokahnya. Na’udzubillah

    Penyebab lain adalah lemahnya keyakinan kita bahwa Allah pasti akan memberi rezeki atau bisa jadi cerminan dari seifat tidak qona’ah  mencukupkan diri dengan yang ada).

    PILIHLAH YANG BERTAKWA

    Suatu saat ada yang datang menemui Al Hasan (cucu Rasululloh). Ia ingin bertanya sebaiknya dengan siapa putrinya menikah? Maka Al Hasan ra berkata:

    “Kawinkanlah dia dengan orang yang bertakwa kepada Allah. Sebab jika laki-laki mencintainya, ia memuliakannya, dan jika ia tidak  menyenaginya ia tidak akan berbuat zalim padanya.”

    Nasihat AL Hasan menuntun kita untuk membenahi pikiran. Jika kita menikah dengan orang yang bertakwa cinta yang semula tak ada meski Cuma benihnya dapat bersemi indah karena komitmen yang memenuhi jiwa.

    ***

     
  • erva kurniawan 2:26 am on 29 January 2014 Permalink | Balas  

    Untaian Harap 

    berdoa 1Untaian Harap

    Dengarkanlah untaian harap seorang hamba yang duduk bersimpuh sambil menengadahkan tangan ditengah sunyinya malam diakhir sujud-sujud panjangnya…

    “….. Ya Allah berikan aku handphone lengkap dengan pulsanya yang banyak supaya aku bisa mudah berhubungan saudara2ku dan mengetahui kabarnya”

    “Ya Allah berikan aku notebook plus multimedia dan printer portable-nya agar aku bisa mengetahui informasi dunia memberitahu pada yang belum tahu dan membuat dokumentasi yang baik”

    “Ya Allah berikan aku mobil yang keciil saja supaya aku bisa dipakai urusan da’wah dengan mudah survey … syuro …jemput muajih..”

    “Ya Allah berikan aku sebuah rumah sederhana yang luaaas pekarangannya supaya bisa kujadikan markazud da’wah”

    “Ya Allah berikan aku kompor gas dan tabungnya supaya aku bisa buat konsumsi dengan cepat untuk para mujahid”

    “Ya Allah berikan aku otak yang encer dan kesempatan belajar setinggi2nya supaya aku bisa pintar dan mudah menghafal Al Qur’an”

    “Ya Allah berikan aku uang yang banyak biar bisa kusumbangkan pada yang membutuhkan”

    “Ya Allah berikan pasangan hidup yang Engkau sukai dan baik supaya aku bisa bersama-sama membangun miniatur daulah yang baik”

    “Ya Allah berikan aku anak-anak yang cerdik dan sholeh supaya bisa dijadikan kebanggaan dan tabungan di akhirat kelak”

    “Ya Allah berikan aku kesempatan untuk keliling dunia supaya kubisa tafakuri belahan duniaMu yang lain”

    ……………………………… Namun Ya Allah aku ….. (sambil terisak ia meneruskan untaian harapnya)…………………… aku ini hanyalah seorang hamba yang dhoif dan lemah …………….. seringkali khilaf untuk bersyukur

    janganlah kau kabulkan Ya Allah……… jangan … kalau sekiranya itu semua bisa membuatku terlena………. Apalah arti semua itu ….. kalau bukan untukMu…..

    Ya Allah ….. sesungguhya kuminta semua itu karna hanya ingin membuktikan cinta padaMu dengan berbagai cara……. Engkaulah yang Maha Mengetahui mana saja yang patut kudapat……. atau tidak sama sekali bila itu semua justru membuatku jauh dariMu tak usahlah Kau berikan…. cukup saja hamba diberi setitik cintaMu…………………kabulkanlah Ya Allah….. (Adzan Subuh berkumandang menutup untaian-untaian harap seorang hamba)

    “Rabbanaa aatinaa fiddunyaa hasanah wafil aakhirati hasanah..waqinaa adzabannaar”.

    ***

    Dari sahabat di Pesanggrahan

     
  • erva kurniawan 2:15 am on 28 January 2014 Permalink | Balas  

    Jaga Mulut 

    tertawa 1Jaga Mulut

    Luqman Alhakim adalah seorang budak hitam. Bibirnya tebal, dan kedua kakinya melekuk, sehingga kalau berjalan tampak lucu. Meskipun demikian, dia seorang yang arif bijaksana. Luqman tidak pernah berperilaku buruk, bahkan dalam ucapannya. Apa yang keluar dari kedua bibirnya adalah kebijaksanaan. Ia tidak pernah mengucapkan sesuatu pun, kecuali hal-hal yang mulia, penuh makna dan hikmah, serta berguna. Allah mengabadikan namanya di dalam Alquran sebagai salah satu teladan umat manusia.

    Suatu kali tuannya menyuruh Luqman agar menyembelih beberapa ekor kambing untuk sebuah keperluan. ”Luqman, coba ambilkan untukku dua bagian yang terbaik dari daging-daging itu,” kata tuannya. Sejurus kemudian Luqman datang dan menyerahkan potongan hati dan lidah.

    ”Sekarang, ambilkan untukku bagian yang terburuknya,” pinta tuannya lagi. Luqman bergegas, dan sejenak kemudian datang. Namun, lagi-lagi ia menyerahkan potongan hati dan lidah. ”Apa maksudmu dengan ini semua, Luqman? Mengapa yang terbaik dan terburuk sama bentuknya?” tanya sang tuan keheranan.

    ”Tuan, jika kedua bagian ini sudah baik, tidak ada lagi yang lebih baik dari keduanya. Sebaliknya, jika kedua bagian ini sudah buruk, tidak ada lagi yang lebih buruk dibandingkan dengan keduanya,” jawab Luqman.

    Tentang mulut, Nabi saw seringkali mewanti-wanti agar menjaganya dengan sungguh-sungguh karena ia paling berpotensi mencelakakan kita. ”Siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka berbicaralah hanya yang baik-baik. Jika tidak sanggup, sebaiknya diam.” Sabda beliau di kali yang lain, ”Cukuplah seorang menjadi penduduk neraka, ketika ia tidak bisa menjaga lisannya.” Berkenaan dengan itu pula, Ali bin Abi Talib berkata, ”Berbahagialah orang yang bisa menahan kelebihan mulutnya dan menginfakkan kelebihan hartanya”.

    ***

    Diambil dari kolom Hikmah Republika

     
  • erva kurniawan 6:27 am on 27 January 2014 Permalink | Balas  

    Memberi Itu Indah 

    adab-sedekahMemberi Itu Indah

    Banyak orang beranggapan bahwa memberikan sesuatu (harta, ilmu pengetahuan, dan pemikiran) kepada orang lain yang tidak dapat memberikan balasan langsung, merupakan sesuatu yang sia-sia dan tidak boleh dilakukan. Teori kerja dengan imbalan yang bersifat material, atau ibadah yang hanya dikaitkan dengan balasan pahala semata itu begitu mendominasi sebagian besar umat kita. Karenanya, tidak jarang umat Islam memiliki sifat bakhil, kikir, dan sama sekali tidak mau memberi, kecuali dengan imbalan dan upah yang jelas, terukur dan terstruktur.

    Dalam sebuah hadis riwayat Imam Turmudzi, Rasulullah SAW bersabda, ”Pemurah itu akan dekat dengan Allah [rahmat-Nya], dekat dengan sesama manusia [cinta dan kasih sayangnya], dengan surga [nikmatnya], dan jauh dari neraka [adzanya]. Sebaliknya, orang yang bakhil akan jauh dari Allah, jauh dari sesama manusia, jauh dari surga, tetapi dekat dengan neraka.”

    Orang yang mengeluarkan zakat dengan kesadaran dan keikhlasan penuh akan mendapatkan kebersihan, kesucian, dan ketenangan jiwa (QS 9:103). Ia akan diberi kemudahan oleh Allah SWT dalam mengatasi berbagai problem hidup dan kehidupannya (QS 70: 19-25). Sementara itu, hartanya akan terus berkembang dan bertambah dari waktu ke waktu (QS 30:39).

    Dalam sebuah hadis sahih riwayat Ibn Abiddunya, Rasulullah SAW bersabda, ”Sedekah itu tidak akan menyebabkan sesuatu pada harta, kecuali hanya akan memperbanyaknya. Karena itu, bersedekahlah kamu sekalian, pasti Allah akan mencurahkan rahmat-Nya.” Dalam sebuah hadis yang lain riwayat Ibn Majah, Rasulullah SAW bersabda, ”Iri dan dengki itu akan menghabiskan segala kebaikan yang kita lakukan sebagaimana api menghanguskan kayu bakar. Sedekah akan menghapuskan segala kesalahan sebagaimana air memadamkan api. Shalat itu adalah cahayanya orang mukmin dan puasa itu penghalang mukmin dari azab neraka.”

    Orang yang suka berzakat dan berinfak akan memiliki etos kerja dan usaha kuat, yang menyebabkannya senantiasa berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan rezeki yang halal, untuk kemudian sebagiannya diberikan kepada mereka yang membutuhkan dan berhak menerima. Mari kita tumbuhkan kecintaan untuk memberi dan memberi. Insya Allah kita akan menjadi orang kaya, baik material maupun spiritual.

    ***

    Diambil dari artikel kolom Hikmah Republika, karya KH. Didin Hafidzuddin

     
  • erva kurniawan 5:22 am on 26 January 2014 Permalink | Balas  

    Dosa yang kita lupakan 

    ampunDosa yang kita lupakan

    Sahabat,

    Dalam suatu kesempatan, seorang rekan berkisah tentang seorang pembantu rumah tangga. Pada awal kerjanya, dia diberitahu majikannya bahwa tugasnya adalah membersihkan lantai, membersihkan jendela, membersihkan halaman, menyiram tanaman dan membuka-tutup pintu untuk orang yang datang dan pergi. Majikannya menjanjikan bonus tertentu bila dia melakukan tugas-tugasnya dengan baik; Sederhana dan tampaknya mudah; bekerja sebaik-baiknya lalu dia akan dapat gaji ditambah bonus.

    Dengan suka hati dia menghapal ‘diluar kepala’ kelima tugasnya. Membersihkan lantai, membersihkan jendela, membersihkan halaman, menyiram tanaman dan membuka-tutup pintu. Diulang-ulangnya hingga dia dapat memastikan bahwa kelima tugas tersebut dapat diselesaikannya dengan sebaik-baiknya. Demi bonus yang akan diperolehnya, diapun berkonsentrasi pada tugas-tugasnya.

    Suatu ketika sang majikan harus pergi dengan meninggalkan anak-anaknya di rumah. Sementara anak-anak yang besar sibuk dengan urusannya masing-masing, si bungsu malah asyik bermain di halaman. Dia mendekati kolam lalu berusaha untuk berenang. Adalah suatu hal yang berbahaya bagi anak kecil bermain-main di kolam seorang diri, meski kolam itu ada di dekat rumah. Namun demikian sang pembantu coba menyakinkan diri bahwa tugas dia hanya lima. Menjaga anak bukanlah tugasnya. Dia coba meyakinkan lagi bahwa bila saja dia tunaikan kelima tugas tersebut dengan sebaik-baiknya tentu dia akan mendapatkan bonus sebagaimana yang dijanjikan kepadanya.

    Singkat cerita, sang anak bungsu ‘gelagepan’ di kolam lalu tenggelam. Sang pembantu masih coba meyakinkan bahwa menolong anak tersebut bukan tugasnya. Untuk lebih menyakinkan lagi, dia ucapkannya kembali kata-kata majikannya tentang tugasnya, yakni membersihkan lantai, membersihkan jendela, membersihkan halaman, menyiram tanaman dan membuka-tutup pintu. Ternyata tidak dia jumpai tugas menjaga anak. Maka dia tidak bergerak sedikitpun untuk menolong anak tersebut hingga tak ada lagi gerakan di kolam. Anak tesebut mati lemas.

    Ketika sang majikan datang dan menanyakan kemana si bungsu, tanpa rasa bersalah sedikitpun sang pembantu memberitahu bahwa anak tersebut ada di kolam, barangkali tenggelam di sana, sembari mengingat-ingat tugasnya yang lima yang selalu ditunaikannya dengan baik. Lalu bagaimana reaksi sang majikan terhadap pembantu ini? Bila kita adalah majikan tersebut, tentu saja kita tahu tindakan apa yang paling pantas terhadapnya.

    Keadaan kita hari ini, barangkali tidak bedanya dengan keadaan sang pembantu tersebut. Kita telah berusaha sebaik-baiknya menunaikan tugas apa saja sebatas pada yang ‘diperintahkan’ kepada kita. Kita tahu betul bahwa kewajiban sholat lima waktu harus kita tunaikan sebaik-baiknya setiap hari, namun kita tidak peduli dengan orang-orang lain yang melalaikannya. Kita tahu betul tanggung jawab kita terhadap diri sendiri, istri, anak, orangtua dan saudara-saudara kita, dan apa saja yang dapat kita berikan sebagai tanda sayang kita kepada mereka, namun kita tidak peduli dengan yang selainnya. Kita tahu bagaimana ‘mengamalkan’ agama tapi kita lupa bahwa dakwah adalah bagian dari amal agama.

    Hari ini kita mengetahui bahwa membunuh adalah dosa, mencuri atau korupsi adalah dosa, berzina adalah dosa, minum arak adalah dosa, berkata dusta adalah dosa, akan tetapi kita lupa bahwa meninggalkan dakwah adalah dosa. Padahal dosa tidak dakwah kadarnya mencakup dosa membunuh, mencuri, zina dan sebagainya. Karena tidak ada dakwahlah maka ada pembunuhan. Karena tidak ada dakwahlah maka ada pencurian. Karena tidak ada dakwahlah maka ada perzinaan dan seterusnya.

    Sebagian dari kita mengatakan bahwa untuk dakwah kita perlu punya ilmu dulu. Dan ilmu yang dimaksud adalah penguasaan yang baik atas berbagai pengetahuan (yang justru baru berkembang bersamaan dengan menyebarnya Islam ke seluruh pelosok dunia). Barangkali pernyataan ini benar, bila kita bermaksud menyempurnakan segala sesuatunya. Namun demikian, sebagaimana yang kita sampaikan kepada para mu’alaf, kita tetap harus melakukan sholat meskipun kita baru bisa mengucapkan basmallah. Dan dengan cara yang sama, kita harus buat dakwah meskipun kita baru bisa menjabat tangan saudara kita.

    Menjadi da’i sebenarnya tidak sesukar yang kita bayangkan pada hari ini. Siapapun dari ummat ini yang memiliki kalimah laa ilaaha illallah dalam hatinya adalah orang-orang yang punya tanggung jawab untuk ‘menumpahkannya’ kepada orang lain. Keadaan saat ini dimana kita mempersulit diri dengan berbagai syarat agar kita ‘layak’ buat dakwah, hanya menunjukkan betapa jauhnya kita dari kepahaman para sahabat Rasulullah saw.

    Lalu pertanyaannya adalah berapa lamakah seseorang dapat menjadi da’i sejak pertama kali dia bersyahadat? Adakah setiap orang berkewajiban menuntut ‘ilmu’ yang menjadikannya layak dipanggil ‘ulama atau ustdaz, baru setelah itu buat dakwah? Mestinya tidak demikian bila referensi kita adalah para sahabat Rasulullah saw.

    Saat Abu Bakar ra. menyatakan keislamannya, dia telah mengajak beberapa orang lainnya kepada iman-yakin yang benar pada hari yang sama. Dari usahanya pada hari itu beberapa orang mengimani bahwa Allah adalah tuhan mereka dan tidak ada tuhan selain-Nya dan mereka mengimani bahwa Muhammad (saw) adalah nabi dan rasul-Nya.

    Pada hari pertama Abu Dzar Ghiffari ra bersyahadat, dia telah umumkan keislamannya kepada kaum Quraisy di depan ka’bah. Seolah-olah dia ingin mengatakan sekaligus mengajak kaum yang belum beriman tersebut agar segera beriman. Kalau saja Ibnu Abbas (yang saat itu masih dalam kekafiran) tidak mengingatkan kaumnya akan perhubungannya dengan kaum Ghiffar, tentu mereka semua sudah membunuhnya.

    Selanjutnya bila kita baca atau dengar lagi dan lagi kisah-kisah mereka (yakni sahabat-sahabat Rasulullah), kita akan jumpai di sana bahwa mereka adalah para da’i sejak awal keislamannya. Demikianlah Rasulullah saw membina mereka sehingga siapa saja yang menyatakan keimanannya, mereka akan meyakini bahwa dakwah adalah tugas mereka. Setiap orang yang buat dakwah adalah da’i. Lalu kita dapati di sana (pada masa Rasulullah saw), setiap da’i akan ‘melahirkan’ da’i baru. Bahkan sebelum perintah ibadah (sholat) diturunkan, mereka menyangka bahwa agama ini identik dengan dakwah manusia kepada Allah.

    Kita mestinya bangga dengan titel da’i. Gelar inilah yang pada gilirannya kelak akan menjadikan kita mulia, bahkan ketika kita masih hidup di dunia ini. Bayangkan, betapa pilihan Allah tidak pernah salah. Dia memilih (selalu yang terbaik dari kebanyakan manusia) orang-orang yang akan mengemban kerja para nabi. Dia memuliakan kita dengan kerja ini sebagaimana kita meletakkan sesuatu di puncak ketinggian.

    Dan pilihan itu telah jatuh kepada kita ketika Dia berkata, “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab (Kristen/Yahudi) beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS 3:110)

    Ketika kita sadar dan kita tidak ingin seperti pembantu di atas, maka tidak ada jalan lain buat kita (bahkan bagi keselamatan ummat ini) selain dengan segera buat dakwah. Hendaknya kita tidak menundanya lagi hingga ‘anak yang akan tenggelam’ dapat diselamatkan. Kita bergerak menjumpai manusia dan tidak menunggu sampai mereka datang kepada kita. Kita yakin bahwa pada saatnya kelak, sama saja apakah kita mengharapkannya atau tidak, kita akan mendapat gaji, bonus dan tentu saja hadiah yang luar biasa dari Allah yang maha memiliki lagi maha kaya.

    Subhanallah.

    ***

    Diambil dari artikel kolom Hikmah Republika, karya KH. Didin Hafidzuddin

     
  • erva kurniawan 3:03 am on 25 January 2014 Permalink | Balas  

    Jagalah Makananmu Maka Allah Akan Menjagamu MasyaAllah Sebanyak… 

    makanan1Jagalah Makananmu Maka Allah Akan Menjagamu

    MasyaAllah, Sebanyak ini.?

    Kuamati kembali daftar dzat halal dan haram yang tertera di dalam majalah tersebut. Aku benar-benar shock karena makanan yang selama ini masuk dalam tubuhku mengandung dzat haram. Ingin rasanya aku keluarkan kembali semua isi perutku tapi hal itu tidaklah mungkin. Penyesalan tidak ada gunanya justru saat inilah seharusnya aku banyak bersyukur kepadaNya. Dia Yang Maha Tahu telah mengingatkan aku betapa pentingnya menjaga setiap tetes dzat yang masuk ke dalam tubuh. Dia Yang Maha Tahu pula yang telah mengajariku bahwa dengan menjaga makanan kita, maka kita telah menjaga keimanan.

    Saat ini, di negeri orang yang mayoritas penduduknya non muslim, aku merasakan betapa pentingnya arti makanan. Di saat yang lain makan dengan lahap, sementara kita harus teliti membaca kandungan dzat makanan kita. Disaat yang lain bebas memilih makanan kesukaan kita, sementara kita harus menahan rasa lapar yang mendera. Dan semua tidak semudah seperti yang aku bayangkan sebelumnya karena dzat-dzat itu tidak hanya menyeretku ke jurang kemalasan dan ke lembah kehinaan tetapi menutup semua jalan yang ingin aku lewati. “Ya” Aku jadi malas beibadah kepadaNya, dan Allah tidak memperkenankan aku bermunajat kepadaNya di malam hari karena tanpa aku sadari telah begitu banyaknya dzat haram yang masuk kedalam tubuh ini. Belum lagi urusan-urusan tiba-tiba jadi sulit untuk aku tembus.

    Kenapa dzat? Kenapa tidak langsung khamr, daging babi dan yang lainnya?”

    Karena yang besar dan terlihat secara fisik biasanya lebih mudah untuk dihindari. Justru yang kecil dan tidak terlihat yang sulit sekali dihindari dan kita mudah terjebak. Pada awalnya, aku hanya mengetahui dzat 472e saja yang haram. Setiap kali membeli sesuatu, aku selalu mengeceknya dan semua berjalan lancar. Ibadah harian yang biasa aku kerjakanpun tidak ada masalah berarti. Sampai akhirnya aku menyadari “ada sesuatu yang tidak beres.” Aku sangat sulit sekali bangun malam walaupun aku sudah mencoba berbagai macam strategi. Dan akhirnya aku menemukan daftar itu di sebuah majalah Islam. Aku bersihkan semua makanan yang mengandung dzat-dzat tersebut dan mulai saat itu aku memilih tidak makan kalau kandungan dzatnya tidak jelas atau meragukan. Subhanallah kini aku bisa bangun malam kembali, bermunajat kepadaNya, dan melaksanakan ibadah yang lain dengan lebih khusyuk. Allahpun membuka begitu banyak jalan kemudahan untukku dan segala urusan menjadi lancar. Alhamdulillah segala Puji Hanya Untuk Allah Yang Mencintai kebaikan dan hanya menerima sesuatu yang baik.

    Ada kebiasaan hidup yang hampir sama antara Rasulullah, para sahabat, dan orang–orang sholeh, mereka selalu menjaga makanan mereka. Menggalakan puasa demi penyucian diri dan kedekatan dengan RobbNya.

    Masih segar dalam ingatan kita kisah seorang pemuda yang menemukan apel di sungai, kemudian ia memakannya. Di tengah menikmati apel itu, ia tersadar bahwa apa yang ia makan bukanlah miliknya. Setelah mencari dan mencari, akhirnya ia dapat menemukan sang pemilik buah apel itu. Akhir cerita, sang pemilik pohon apel, menikahkan pemuda itu dengan salah seorang anaknya. Bukti keimanan terpancar dalam diri pemuda tersebut. Ia sangat menyadari bahwa setiap tetes makanan yang masuk kedalam tubuh pasti akan mempengaruhi kecintaannya pada Allah. Karena setiap output pasti tergantung dengan input maka makanlah makanan yang halal, cek dzat-dzat yang terkandung didalamnya, jangan remehkan yang kecil, karena kita bisa selamat dengannya atau bahkan terpuruk dilembah kehinaan karenanya. Jagalah makananmu, maka Allah akan menjagamu.

    Wallahu’a’lam bishshowab

    ***

    Dari Sahabat: Zamah Saari – eramuslim.

     
  • erva kurniawan 3:46 am on 24 January 2014 Permalink | Balas  

    Menyiasiati Rapuhnya Kemauan 

    Reciting-QuranMenyiasiati Rapuhnya Kemauan

    Lemahnya kemauan sering membuat orang enggan berbuat kebaikan, padahal manfaat dan maslahat terpulang pada dirinya. Mengapa ini sering terjadi?

    Siapa yang tak kenal Salman al-Farisi? Sahabat Rasul berkebangsaan Persia ini menempuh perjalanan panjang dan rintangan berat demi menjemput hidayah. Berbagai dera siksa telah dirasainya. Keluarga yang dikasihinya rela ia tinggalkan. Lebih dari itu, ia juga telah mengecap derita menjadi budak yang diperjual belikan. Usahanya tak sia-sia, ketika akhirnya ia tiba di Madinah dan bertemu Rasulullah saw. Keimanan dan hidayah yang diperolehnya berhasil memupus duka dan kepedihan yang telah ia jalani. Strateginya yang brilian dengan cara menggali parit, atas izin Allah, sukses melindungi Madinah dari serangan pasukan koalisi kaum Musyrikin dan Yahudi dalam perang Ahzab.

    Salman adalah contoh nyata sebuah perjuangan gigih menggapai hidayah. Fitrah dan nuraninya yang jernih mendambakan petunjuk yang dapat dipakainya dalam hidup. Amat wajar, jika ia mendapat anugerah dari Rasulullah saw sebagai bagian dari keluarga Rasul. Ia menjadi contoh tentang semangat dan tekad yang membaja dalam menemukan kebenaran.

    Dalam kenyataan sehari-hari, berbagai godaan memang datang silih berganti memenuhi ruang benak setiap Muslim. Sering terjadi, kemauan begitu lemah sehingga enggan berbuat demi kemaslahatan diri sendiri, di dunia ataupun di akhirat. Lemahnya kemauan itu, dilatari oleh kekeliruan dalam menyikapi tipu daya syetan. Dalam rangka pencerahan tekad dan kemauan ini, Ustadz Abdullah Abdul Aziz al-Idan dalam “Man yamna’uka min al-hidayah” , menguraikan enam pandangan yang layak diresapi oleh setiap Mukmin dalam rangka mengokohkan kemauan dan membajakan tekad untuk bersama menjemput hidayah Allah.

    Pertama, penting ditegaskan tentang urgensi kebertahapan jiwa (tadarruj), dengan memulai dari amal shalih yang sedikit tapi kontinu. Ibnul Qayyim, seorang ulama yang banyak menulis tentang masalah-masalah ruhiyah, menjelaskan fenomena ini dalam Ighatsah al-Lahfaan (I/183-184). Menurutnya, syetan ingin menjatuhkan manusia pada satu dari dua sisi. Di satu sisi, ia begitu semangat sehingga bernafsu melakukan banyak hal sehingga ia tak sanggup lagi lalu berhenti. Di sisi lain, ia menganggap enteng sehingga hanya melakukan sedikit amal.

    Seorang ulama pernah mengungkapkan, “Allah tidak memerintahkan suatu urusan, kecuali syetan mempunyai dua jalan untuk menggoda: sikap berlaku kurang dan lalai, atau melampaui batas dan berlebih-lebihan.”

    Kedua, keinginan dan tekad kuat itu hanya datang dari dalam diri, bukan dari luar. Ia harus menggunakan waktunya dengan penuh semangat betapapun sulit dan buruk situasi dihadapinya. Ia harus dalam tujuan baiknya untuk istiqamah, berdakwah dan menebar manfaat bagi diri dan umat. Bukan malah terbuai dalam angan-angan menanti masa depan yang tak pasti.

    Ketiga, harus disadari bahwa “barang dagangan” Allah itu mahal (Ash-Shaff:10-11). Setelah menyadarinya, akan terasa ringanlah berbagai kepayahan dan kesulitan yang dirasakan dalam mengerjakan ketaatan. Rasulullah saw dan para sahabat ra telah memberi teladan perjuangan dalam menegakkan agama, dengan pengorbanan waktu, kesungguhan dan harta, mulai dari menuntut ilmu, mengamalkannya, dan sabar mendakwahkannya. “Ketahuilah sesungguhnya barang dagangan Allah itu mahal. Ketahuilah sesungguhnya barang dagangan Allah itu adalah sorga,” (HR Tirmidzi No. 2374).

    Keempat, hendaknya kita renungkan kondisi orang-orang kafir dan penganut ajaran dan pemikiran sesat. Mereka berjuang habis-habisan dalam kebatilan, tapi tak beroleh ganjaran di akhirat. Sebaliknya, orang Mukmin pasti mendapat ganjaran atas usaha dan perjuangannya. Menghindari kemaksiatan dan kemungkaran hanyalah sebuah pengorbanan kecil dibanding ganjaran sorga yang akan diperoleh.

    Kelima, setiap Mukmin yang ikhlas dan bertekad kuat dalam melaksanakan sunnah Rasulullah saw dan amal shalih, pasti mendapat pertolongan dan petunjuk dari Allah SWT (QS al-Ankabut: 69). Problema yang sering dihadapi oleh umat Islam, mereka ingin berbuat yang besar tapi melupakan yang kecil. Ini adalah kekeliruan besar dalam pendidikan. Semestinya, ia memulai dari yang kecil agar dapat melaksanakan yang besar. Seperti ungkapan seorang ulama, “Siapa yang mengamalkan apa yang ia ketahui, Allah akan menganugrahkan kepadanya pengetahuan terhadap sesuatu yang tak ia ketahui.”

    Keenam, doa adalah senjata Mukmin yang amat efektif. Doa adalah otaknya ibadah, sabda Rasul saw (HR Tirmidzi No. 3293). Seorang yang bertekad dengan sungguh-sungguh dan ikhlas memperbaiki diri, hendaknya memperbanyak doa dan kepasrahan kepada Allah. Diriwayatkan bahwa kaum salaf berdoa kepada Allah dalam setiap kebutuhan mereka, bahkan garam untuk makanan mereka sekalipun. Orang yang mengharapkan istiqamah, petunjuk dan keteguhan hati dalam kebenaran, tentu sangat memerlukan doa. Apalagi di zaman ini yang penuh dengan sebab-sebab futur (lemahnya semangat ketaatan), kelalaian dan penyimpangan. Rasulullah saw mengajarkan doa, “Wahai Yang Maha Membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku atas agama-Mu,” (HR Tirmidzi No.2066).

    Berbagai pemahaman ini diharapkan membantu kita mengokohkan kemauan dan semangat yang terkadang lemah dan rapuh. Sebab, dengan memahami tinggi dan mulianya tujuan dapat membantu mengokohkan semangat untuk berbuat dan terus berbuat. Bi idzinillah.

    ***

    Dari Sahabat: M. Nurkholis Ridwan

     
  • erva kurniawan 2:41 am on 23 January 2014 Permalink | Balas  

    Antara Harapan Dan Kenyataan 

    cincin pernikahanAntara Harapan Dan Kenyataan

    EPISODE 1 :

    Saat Fulanah masih seorang gadis, yang ada di benaknya dan yang kemudian menjadi tekadnya adalah keinginan menjadi isteri shalihat yang taat dan selalu tersenyum manis. Pendeknya, ingin memberikan yang terbaik bagi suaminya kelak sebagai jalan pintas menuju surga. Tekad itu diperolehnya setelah mengikuti berbagai ‘tabligh’, ceramah, dan seminar keputerian serta membaca sendiri berbagai risalah. Bahkan banyak pula ayat Al-Qur’an dan Hadits yang berkaitan dengan hal itu telah dihafalnya, seperti “Ar Rijalu qowwamuna alan nisaa’…”,”Faso lihatu qonitatu hafizhotu lilghoibi bima hafizhallah…” (QS. An-Nisa ayat 34).

    Juga Hadits :”Ad dunya mata’, wa khoiru mata’iha al mar’atus sholihat.” (dunia adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan adalah isteri sholihat).

    Atau, hadits “Wanita sholihat adalah yang menyenangkan bila dipandang, taat bila disuruh dan menjaga apa-apa yang diamanahkan padanya.

    Begitu pula hadits “Jika seorang isteri sholat lima waktu, shaum di bulan Ramadhan dan menjaga kehormatan dirinya serta suaminya dalam keadaan ridha padanya saat ia mati, maka ia boleh masuk surga lewat pintu yang mana saja. (HR Ahmad dan Thabrani). Hadits yang berat dan seram pun dihafalnya, “Jika manusia boleh menyembah manusia lainnya, maka aku perintahkan isteri menyembah suaminya.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi,Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban) Figur isteri yang sholihat, taat, dan setia serta qona’ah seperti Kha-\dijah r.a. benar-benar terpatri kuat di benak Fulanah dan jelas ingin ditirunya.

    Maka, tatkala Allah SWT telah menakdirkan ia mendapat jodoh seorang Muslim yang sholih, ‘alim dan berkomitmen penuh pada Islam,Fulanah pun melangkah ke gerbang pernikahan dengan mantap. Begitu khidmat dan khusyu karena kesadaran penuh untuk beribadah dan menjadikan jihad dan syahid sebagai tujuan hidup berumah tangga.

    EPISODE 2

    Tatkala Fulan masih menjadi seorang jejaka, ia sering membatin, berangan-angan, dan bercita-cita membentuk rumah tangga Islami dengan seorang Muslimah sholihat yang menyejukkan hati dan mata.

    Alangkah bahagianya menjadi seorang suami dan seorang “qowwam” yang “qooimin bi nafsihi wa muuqimun lil ghoirihi” (tegak atas dirinya dan mampu menegakkan orang lain, terutama isteri dan anak-anaknya). Juga menjadi ‘imam yang adil’ yang akan memimpin dan mengarahkan isteri dan anak-anaknya. Alangkah menenangkannya mempunyai seorang isteri yang akan dijaganya lahir dan batin, dilindungi dan disayanginya karena ia adalah amanah Allah SWT yang telah dihalalkan baginya dengan dua kalimat Allah SWT.

    Ia bertekad untuk mempergauli isterinya dengan ma’ruf (QS An-Nisa:19) dan memperhatikan hadits Rasulullah SAW tentang kewajiban-kewajiban seorang suami. “Hanya laki-laki mulialah yang memuliakan wanita.”

    “Yang paling baik di antara kamu, wahai mu’min, adalah yang paling baik perlakuannya terhadap isterinya. Dan akulah (Muhammad SAW) yang paling baik perlakuannya terhadap isteri-isteriku.”

    “Wanita seperti tulang rusuk manakala dibiarkan ia akan tetap bengkok, dan manakala diluruskan secara paksa ia akan patah.” (HR. Bukhari dan Muslim) Fulan pun bertekad meneladani Rasulullah SAW yang begitu sayang dan lembut pada isterinya. Tidak merasa rendah dengan ikut meringankan beban pekerjaan isteri seperti membantu menyapu, menisik baju dan sekali-sekali turun ke dapur.

    Seperti ucapan Rasulullah kepada Bilal : “Hai Bilal, mari bersenang-senang dengan menolong wanita di dapur.” Karena Rasulullah suka bergurau dan bermain-main dengan isteri seperti berlomba lari dengan Aisyah r.a. (HR Ahmad), maka ia pun berkeinginan meniru hal itu serta menyapa isteri dengan panggilan lembut ‘Dik’ atau ‘Yang’.

    EPISODE-EPISODE SELANJUTNYA

    Fulan dan Fulanah pun ditakdirkan Allah SWT untuk menikah. Pasangan yang serasi karena sekufu dalam dien, akhlaq, dan komitmen dengan Islam. Waktu pun terus berjalan. Dan walaupun tekad dan cita-cita terus membara, kian banyak hal-hal realistis yang harus dihadapi. Sifat, karakter, pembawaan, selera, dan kegemaran serta perbedaan latar belakang keluarga yang semula mudah terjembatani oleh kesatuan iman, cita-cita, dan komitmen ternyata lambat laun menjadi bahan-bahan perselisihan.

    Pertengkaran memang bumbunya perkawinan,tetapi manakala bumbu yang dibubuhkan terlalu banyak, tentu rasanya menjadi tajam dan tak enak lagi. Ternyata, segala sesuatunya tak seindah bayangan semula. Antara harapan dan kenyataan ada terbentang satu jarak. Taman bunga yang dilalui ternyata pendek dan singkat saja.

    Cukup banyak onak dan duri siap menghadang. Sehabis meneguk madu, ternyata ‘brotowali’ yang pahitpun harus diteguk. Berbagai masalah kehidupan dalam perkawinan harus dihadapi secara realistis oleh pasangan mujahid dan mujahidah sekalipun.

    Allah tak akan begitu saja menurunkan malaikat-malaikat untuk menyelesaikan setiap konflik yang dihadapi. “Innallaha laa yughoyyiru ma biqoumi hatta yughoyyiru maa bi anfusihim” (QS Ar-Raad : 6). Ada seorang isteri yang mengeluhkan cara bicara suaminya terutama jika marah atau menegur, terdengar begitu ‘nyelekit’. Ada pula suami yang mengeluh karena dominasi ibu mertua terlalu besar.

    Perselisihan dapat timbul karena perbedaan gaya bicara, pola asuh, dan latar belakang keluarganya. Kejengkelan juga mulai timbul karena ternyata suami bersikap ‘cuek’, tidak mau tahu kerepotan rumah tangga, karena beranggapan “itu khan memang tugas isteri.”

    Sebaliknya, ada suami yang kesal karena isterinya tidak gesit dan terampil dalam urusan rumah tangga, maklum sebelumnya sibuk kuliah dan jadi ‘kutu buku’ saja. Fulan pun mulai mengeluh. Ternyata isterinya tidak se-“qonaah” yang diduganya, bahkan cenderung menuntut, kurang bersahaja dan kurang bersyukur.

    Fulanah sebaliknya. Ia mengeluh, sang suami begitu irit bahkan cenderung kikir, padahal kebutuhan rumah tangga dan anak-anak terus meningkat. Seorang sahabat Fulan juga kesal karena isterinya sulit menerima keadaan keluargan. Sebab musababnya sih karena perbedaan status sosial, ekonomi dan adat istiadat. Kekesalannya bertambah-tambah karena dilihatnya sang isteri malas meningkatkan kemampuan intelektual, manajemen rumah tangga, serta kiat-kiat mendidik anak.

    Sebaliknya, sang isteri menuduh suaminya sebagai “anak mama” yang kurang mandiri dan tidak memberi perhatian yang cukup pada isteri dan anak-anaknya.

    Belum lagi problem yang akan dihadapi pasangan-pasangan muda yang masih tinggal menumpang di rumah orang tua. Atau di dl rumah mereka ikut tinggal kakak-kakak atau adik-adik ipar. Kesemua keadaan itu potensial mengundang konflik bila tidak bijak-bijak mengaturnya.

    Kadang-kadang semangat seorang Muslimah untuk da’wah keluar rumah terlalu berlebihan. Tidak “tawazun”. Hal ini dapat menyebabkan seorang suami mengeluh karena terbebani dengan tugas-tugas rumah tangga yang seabreg-abreg dan mengurus anak-anak.

    Selanjutnya, ada pula Muslimah yang terlalu banyak menceritakan kekurangan suaminya, kekecewaan-kekecewaannya pada suaminya. Padahal ia sendiri kurang instrospeksi bahwa ia sering lupa melihat kebaikan dan kelebihan suaminya. Ada suami yang begitu “kikir” dalam memuji, kurang “sense of humor” dan “sedikit” berkata lembut pada isteri. Kalau ada kebaikan isteri yang dilihatnya, disimpannya dalam hati, tetapi bila ia melihat kekurangan segera diutarakannya.

    Bahkan ada pula pasangan suami-isteri yang memiliki problem “hubungan intim suami-isteri”. Mereka merasa tabu untuk membicarakannya secara terus terang di antara mereka berdua. Padahal akibatnya menghilangkan kesakinahan rumah tangga. Kalau mau dideretkan dan diuraikan lagi, pasti daftar konflik yang terjadi di antara pasangan suami-isteri muda Muslim dan Muslimah akan lebih panjang lagi. Memang, persoalan-persoalan tidak begitu saja hilang. Rumah tangga tidak pasti akan berjalan mulus tanpa konflik hanya dengan kesamaan fikrah dan cita-cita menegakkan Islam.

    Mereka yakni Fulan dan Fulanah cs tetap manusia-manusia biasa yang bisa membuat kekhilafan dan tidak lepas dari kekurangan- kekurangan. Dan mereka pun pasti mengalami juga fluktuasi iman. Pasangan yang bijak dan kuat imannya akan mampu istiqomah dan lebih punya kemampuan menepis badai dengan menurunkan standar harapan. Tidak perlu berharap muluk-muluk seperti ketika masih gadis atau jejaka. Karena, ternyata kita pun belum bisa mewujudkan tekad kita itu. Sebagai Muslim dan Muslimah hendaknya kita sadar, tidak mungkin kita dapat menjadi isteri atau suami yang sempurna seperti bidadari atau malaikat. Maka kita pun tentunya tidak perlu menuntut kesempurnaan dari suami atau isteri kita. “Just the way you are” lah. Kita terima pasangan hidup kita seadanya, lengkap dengan segala kekurangan (asal tidak melanggar syar’i) dan kelebihannya. Kita memang berasal dari latar belakang keluarga, kebiasaan, dan karakter yang berbeda, walau tentunya dien, fikrah, dan cita-cita kita sama.

    Pada saat ghirah tinggi, iman dalam kondisi puncak,”Prima”, semua perbedaan seolah sirna. Namun pada saat “ghirah” turun, iman menurun, semua perbedaan itu menyembul ke permukaan, mengganjal,mengganggu, dan menyebalkan. Akibatnya tidak terwujud sakinah. Kiat utama mengatasi permasalahan dalam rumah tangga, tentunya setelah berdoa memohon pertolongan Allah SWT dan mau ber”muhasabah” (introspeksi), adalah mengusahakan adanya komunikasi yang baik dan terbuka antara suami-isteri. Masalah yang timbul sedapat mungkin diselesaikan secara intern dulu di antara suami-isteri dengan pembicaraan dari hati ke hati. “Uneg-uneg” yang ada secara fair dan bijak diungkapkan. Selanjutnya, yang memang bersalah diharapkan tidak segan-segan mengakui kesalahan dan meminta maaf. Yang dimintai maaf juga segera mau memaafkan dan tidak mendendam. Masing-masing pihak berusaha keras untuk tidak mengadu ke orang tua, atau orang lain. Jadi tidak membongkar atau membeberkan aib dan kekurangan suami atau isteri.

    Hal lain yang perlu diperhatikan adalah tidak membanding- bandingkan suami atau isteri dengan orang lain, karena itu akan menyakitkan pasangan hidup kita. Setelah itu,masing-masing juga perlu ‘waspada’ agar tidak terbiasa kikir pujian dan royal celaan.

    Jika terpaksa, kadang-kadang memang diperlukan bantuan pihak ketiga (tetapi pastikan yang dapat dipercaya keimanan dan akhlaqnya) untuk membantu melihat permasalahan secara lebih jernih.

    Kadang-kadang “kacamata” yang kita pakai sudah begitu buram sehingga semua kebaikan pasangan hidup kita menjadi tidak terlihat, bahkan yang terlihat keburukannya saja. Orang lain yang terpercaya InsyaAllah akan bisa membantu menggosok ‘kacamata’ yang buram itu. Alhamdulillah ada yang tertolong dengan cara ini dan mengatakan setelah konflik terselesaikan mereka pun berbaikan lagi seperti baru menikah saja ! Layaknya ! Dengan berikhtiar maksimal, bermujahadah, dan bersandar pada Allah SWT, InsyaAllah kita dapat mengembalikan kesakinahan dan kebahagiaan rumah tangga kita, serta kembali bertekad menjadikan jihad dan syahid sebagai tujuan kita berumah tangga.

    Amiin yaa Robbal’aalamiin.

    ***

    Sumber: tulisan dari Ummu Samy Romadhon di majalah Ummi No. 6/V, 1414 H/1993

     
  • erva kurniawan 2:26 am on 22 January 2014 Permalink | Balas  

    Rumah Seribu Cermin 

    rumah21Rumah Seribu Cermin

    Dahulu, di sebuah desa kecil yang terpencil, ada sebuah rumah yang dikenal dengan nama “Rumah Seribu Cermin.”

    Suatu hari seekor anjing kecil sedang berjalan-jalan di desa itu dan melintasi “Rumah Seribu Cermin”. Ia tertarik pada rumah itu dan memutuskan untuk masuk melihat-lihat apa yang ada di dalamnya. Sambil melompat-lompat ceria ia menaiki tangga rumah dan masuk melalui pintu depan. Telinga terangkat tinggi-tinggi. Ekornya bergerak-gerak secepat mungkin. Betapa terkejutnya ia ketika masuk ke dalam rumah, ia melihat ada seribu wajah ceria anjing-anjing kecil dengan ekor yang bergerak-gerak cepat. Ia tersenyum lebar, dan seribu wajah anjing kecil itu juga membalas dengan senyum lebar, hangat dan bersahabat. Ketika ia meninggalkan rumah itu, ia berkata pada dirinya sendiri, “Tempat ini sangat menyenangkan. Suatu saat aku akan kembali mengunjunginya sesering mungkin.”

    Sesaat setelah anjing itu pergi, datanglah anjing kecil yang lain. Namun, anjing yang satu ini tidak seceria anjing yang sebelumnya. Ia juga memasuki rumah itu. Dengan perlahan ia menaiki tangga rumah dan masuk melalui pintu. Ketika berada di dalam, ia terkejut melihat ada seribu wajah anjing kecil yang muram dan tidak bersahabat. Segera saja ia menyalak keras-keras, dan dibalas juga dengan seribu gonggongan yang menyeramkan. Ia merasa ketakutan dan keluar dari rumah sambil berkata pada dirinya sendiri, “Tempat ini sungguh menakutkan, aku takkan pernah mau kembali ke sini lagi.”

    Semua wajah yang ada di dunia ini adalah cermin wajah kita sendiri. Wajah bagaimanakah yang tampak pada orang-orang yang anda jumpai?

    (Japanese Folktale)

    Hikmah:

    1. Bukan dengan siapa Anda bergaul, tetapi bagaimana Anda bergaul.

    Jika Anda tidak pernah ngobrol dengan preman di dekat rumah Anda, ketahuilah bahwa Nabi saw mengajak preman Makkah (mis: Umar bin Khattab, Rukanah sang pegulat) masuk Islam. Ketika Anda mengaplikasikan Islam dengan baik, insya Allah akan Anda temukan sekitar Anda menjadi baik. Kata ust. Al Hudaibi (kira-kira): Dirikan Islam dalam hatimu, maka ia akan berdiri di negaramu.

    2. Jangan lupa: rumah kaca kita ada dua: Dunia dan akhirat. Buat apa termasyhur di kalangan penduduk dunia, jika dipandang hina oleh penduduk langit? Kita harus bergaul dengan penduduk dunia dan beribadah kepada Allah secara baik, dan pada keduanya ada cara-caranya sendiri.

    3. Bagi yang belum menikah: pernahkah Anda berdoa meminta istri/suami yang rajin tahajjud, rajin tilawah, dsb? Lihatlah cermin Anda! Jika Anda temukan bayangan yang rajin, kira-kira begitulah nanti pasangan hidup Anda. Sebaliknya jika Anda temukan bayangan seorang pemalas, banyak tidur, banyak menghamburkan waktu dsb, kira-kira begitu jugalah pasangan Anda. Allah tidak akan berlaku dzalim kepada Anda dan pasangan Anda. Tetapi jangan pesimis. Kita masih bisa memperbaiki diri asal memulainya sekarang juga

    4. Sabda nabi saw: Senyummu pada wajah saudaramu adalah shadaqah….. Jadi jangan pelit ya :)))

    Mudah-mudahan bermanfaat. Wallahu ‘alam bi Showab Wal Hamdulillah Awalan wa Akhiron

    ***

    Dari Sahabat: Annisa Riyanti

     
  • erva kurniawan 1:13 am on 21 January 2014 Permalink | Balas  

    Sutrah Dalam Sholat 

    sujud-shalat-di-masjidSutrah Dalam Sholat

    1. Dari Ibnu `Umar radliallahu `anhu ia berkata: Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda:

    “Janganlah kamu shalat kecuali menghadap sutrah (batas tempat sholat) dan jangan biarkan seorang pun lewat di depanmu, jika ia enggan maka perangilah karena bersamanya ada qarin (teman).” (HR. Muslim dalam As-Shahih no. 260, Ibnu Khuzaimah dalam As-Shahih 800, Al- Hakim dalam Al-Mustadrak 1/251 dan Baihaqi dalam As-Sunan Al- Kubra 2/268)

    2. Dari Abu Said Al-Khudri radliallahu `anhu ia berkata: “Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda:

    “Jika shalat salah seorang diantara kalian, hendaklah shalat menghadap sutrah dan hendaklah mendekat padanya dan jangan biarkan seorangpun lewat antara dia dengan sutrah. Jika ada seseorang lewat (didepannya) maka perangilah karena dia adalah syaitan.” (HR. Ibnu Abi yaibah dalam Al-Mushannaf 1/279, Abu Dawud dalam As-Sunan 297, Ibnu Majah dalam As-Sunan no. 954, Ibnu Hibban dalam As-Shahih 4/48, 49-Al-Ihsan, dan Al-Baihaqi dalam As-Sunanul Kubra 2/267, sanadnya hasan) Di dalam riwayat lain (yang artinya): “(Karena) sesungguhnya setan lewat antara dia dengan sutrah.”

    Mengomentari hadits Abu Said di atas As-Syaukani berkata: “Padanya (menunjukkan) bahwa memasang sutrah itu adalah wajib.” (Nailul Authar 3/2). Beliau juga berkata: “Dan kebanyakan hadits- hadits (dalam masalah ini) mengandung perintah dengannya dan dhahir perintah (menunjukkan) wajib. Jika dijumpai sesuatu yang memalingkan perintah-perintah ini dari wajib ke mandub maka itulah hukumnya. Dan tidak tepat dijadikan pemaling (pengubah hukum) sabda shallallahu `alaihi wa sallam (yang artinya): “Sesungguhnya tidak memudharatkan apapun yang lewat di depannya karena menghindarnya orang shalat dari perkara yang memudharatkan shalatnya dan menghindari hilangnya sebagian pahalanya adalah wajib atasnya.” (As-Sailul Jarar 1/176)

    Di antara perkara yang menguatkan wajibnya: Sesungguhnya sutrah merupakan sebab syari yang menyebabkan tidak sahnya shalat karena lewatnya wanita baligh, keledai dan anjing hitam sebagaimana telah sah yang demikian itu dalam hadits yang menyatakan larangan orang lewat di depan orang shalat, dan hukum-hukum lainnya yang berkaitan dengan sutrah. (Tamamul Minnah hal. 300)

    5. Qurrah bin Iyas berkata: “Umar melihatku sedangkan aku (ketika itu) shalat di antara dua tiang. Maka dia memegang tengkukku dan mendekatkan aku ke sutrah seraya berkata: Shalatlah menghadap kepadanya.” (HR. Al-Bukhari dalam Shahihnya 1/577 [lihat pula Al-Fath] secara muallaq 3 dengan lafadz jazm (pasti datang dari Rasulullah, pent) dan disambungkan [sanadnya] oleh Ibnu Abi Syaibah di dalam Al-Mushannaf 2/370)

    Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata: “Umar memaksudkan perbuatannya itu agar shalat (Qurrah bin Iyas) menghadap sutrah.” (Fathul Bari 1/577)

    6. Dari Nafi,ia berkata :”Bahwa Ibnu Umar jika tidak mendapati tempat yang menghadap tiang dari tiang-tiang Masjid, lalu ia berkata padaku :”Palingkan kepadaku punggungmu (untuk dijadikan sutroh,pent).(Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf 1/279 dengan sanad shahih).

    7. (Dalam suatu riwayat) bahwa Salamah bin Al-Akhwa meletakkan batu di tanah.Jika dia mau mengejakan Sholat ,dia menghadap kepadanya.(Ibnu Syaibah di dalam Al-Mushannaf 1/278)

    8. Dari Ibnu Abbas r.a. “Aku memasang tongkat di depan Rosulullah SAW ketika di Arafah.Beliau sholat menghadapnya dan keledai lewat dibelakang tongkat.”(Ahmad dalam Al-Musnad 1/243,Ibnu Khuzaimah dalah As-Shahih 840,Thabari dalam Al-Mujamul Kabir 11/243 dan sanad dari Imam Ahmad:hasan)

    TENTANG JARAK KITA DENGAN SUTROH

    9. Diriwayatkan bahwa :”Rasulullah SAW berdiri di dekat tabir.Jarak antara beliau dengan tabir itu ada 3 hasta (HR.Bukhari dan Ahmad)

    10. Diantara tempat sujud beliau dengan dinding ada tempat berlalu kambing (H.R Bukhari dan Muslim)

    11. Beliau bersabda :”Apabila salah seorang di antara kamu sholat menghadap tabir, maka hendaklah ia mendekatkan dirinya kepada tabir itu, sehingga setan tidak memutuskan dia dari sholatnya “. (Abu Daud Al-Bazzar (p.54 Az-Zawaid),Al-Hakim dan dishahihkan olehnya,dan disepakati oleh Adz-Dzahabi dan An-Nawawi)

    BENDA-BENDA YANG BISA DIJADIKAN SUTROH

    12. Dan kadangkala beliau menjadikan kendaraannya sebagai tabir,lalu sholat dengan menghadap kendaraannya itu. (H.R Bukhari dan Ahmad)

    13. Hal ini berbeda dengan sholat di tempat berbaring unta .Karena beliau telah melarangnya (Muslim dan Ibnu Khuzaimah (92/2) dan Ahmad

    14. Kadangkala :”Beliau membawa semacam pelana ,lalu meluruskannya ,kemudian beliau sholat dengan menghadap kepada ujung pelana itu (H.R Bukhari dan Ahmad)

    15. Rasulullah SAW bersabda : “Apabila salah seorang diantara kamu meletakkan semacam ujung pelana di hadapannya,maka hendaklah ia shalat dengan tidak menghiraukan orang yang berlalu di belakangnya(ujung pelana itu)” (H.R Mulim dan Abu Daud)

    16. Diriwayatkan bahwa :”Sesekali beliau shalat dengan menghadap ke sebuah pohon.(H.R NasaI dan Ahmad dengan sanad yang shahih).

    17. “Kadangkala beliau shalat dengan menghadap ke tempat tidur,sedangkan Aisyah r.a berbaring di atasnya -dibawah beludrunya- (Al Bukhari,Muslim,dan Abu Yala(3/1107 -Mushawwaratu l-Maktab)

    18. Rasulullah SAW tidak pernah membiarkan sesuatu berlalu diantara dirinya dengan tabir.Dan pernah : “Beliau shalat,tiba-tiba datanglah seekor kambing berlari di hadapannya,lalu beliau berlomba dengannya hingga beliau menempelkan perutnya ke tabir -dan berlalulah kambing itu di belakang beliau-” (Ibnu Khuzaimah di dalam ash-Shahih (1/95/1),Ath-Thabrani(3/104/3),Al-Hakim dan dishahihkan olehnya,dan disepakati oleh Adz-Dzahabi.

    PERINGATAN KERAS BAGI YANG MELANGGAR SUTROH ORANG YANG SHOLAT

    19. :”Sekiranya orang yang berlalu di hadapan orang yang shalat itu mengetahui apa yang akan menimpanya,niscaya untuk berhenti selama 40 tahun,adalah lebih baik baginya daripada untuk berlalu dihadapannya “.(H.R Al – Bukhari dan Muslim,riwayat lainnya adalah riwayat Ibnu Khuzaimah(1/94/1)).

    20. HAL-HAL YANG MEMUTUSKAN SHALAT

    Rasulullah SAW bersabda: “Shalat seorang laki-laki,apabila tidak ada semacam ujung pelana dihadapannya,maka akan diputus oleh :wanita -yang haid (atau balighah), keledai dan anjing hitam “.

    Abu Dzar berkata bahwasanya ia berkata,”Wahai Rasulullah,apa bedanya antara anjing hitam dengan anjing merah ?” beliau bersabda,”Anjing hitam adalah setan “. (H.R Muslim,Abu Daud dan Ibnu Khuzaimah (1/95/2)

    Sumber :

    1. Kitab Al-Qaulul Mubin fi Akhtail Mushallin.Diterjemahkan oleh Suyuthi Abdullah

    2. Kitab Sifat Sholat Nabi , oleh Syeikh Nashiruddin Al-Albani

     
  • erva kurniawan 2:24 am on 20 January 2014 Permalink | Balas  

    Dilema Pengambilan Keputusan 

    pengadilanDilema Pengambilan Keputusan

    Cerita dibawah cukup menarik dan benar-benar memberikan kita sebuah gambaran tentang PENGAMBILAN KEPUTUSAN. Manakah yang akan Anda pilih?

    Sekelompok anak kecil sedang bermain di dekat dua jalur kereta api. Jalur yang pertama adalah jalur aktif (masih sering dilewati KA), sementara jalur kedua sudah tidak aktif. Hanya seorang anak yang bermain di jalur yang tidak aktif (tidak pernah lagi dilewati KA), sementara lainnya bermain di jalur KA yang masih aktif.

    Tiba-tiba terlihat ada kereta api yang mendekat dengan kecepatan tinggi. Kebetulan Anda berada di depan panel persimpangan yang mengatur arah KA tersebut. Apakah Anda akan memindahkan arah KA tersebut ke jalur yang sudah tidak aktif dan menyelamatkan sebagian besar anak kecil yang sedang bermain??? Namun hal ini berarti Anda mengorbankan seorang anak yang sedang bermain di jalur KA yang tidak aktif. Atau Anda akan membiarkan kereta tersebut tetap berada di jalur yang seharusnya?

    Mari berhenti sejenak dan berpikir keputusan apa yang sebaiknya kita ambil???

    Sebagian besar orang akan memilih untuk memindahkan arah kereta dan hanya mengorbankan jiwa seorang anak. Anda mungkin memiliki pilihan yang sama.

    Saya-pun mempunyai pilihan demikian karena dengan menyelamatkan sebagian besar anak dan hanya kehilangan seorang anak adalah sebuah keputusan yang rasional dan dapat disyahkan baik secara moral maupun emosional.

    Namun sadarkah Anda bahwa anak yang memilih untuk bermain di jalur KA yang sudah tidak aktif, berada di pihak yang benar karena telah memilih untuk bermain di tempat yang aman? Disamping itu, dia harus dikorbankan justru karena kecerobohan teman-temannya yang bermain di tempat berbahaya.

    Dilema semacam ini terjadi di sekitar kita setiap hari. Di kantor, di masyarakat, di dunia politik dan terutama dalam kehidupan demokrasi, pihak minoritas harus dikorbankan demi kepentingan mayoritas. Tidak peduli betapa bodoh dan cerobohnya pihak mayoritas tersebut.

    Nyawa seorang anak yang memilih untuk tidak bermain bersama teman-temannya di jalur KA yang berbahaya telah dikesampingkan. Dan bahkan mungkin tidak kita tidak akan menyesalkan kejadian tersebut.

    Seorang teman yang men-forward cerita ini berpendapat bahwa dia tidak akan mengubah arah laju kereta karena dia percaya anak-anak yang bermain di jalur KA yang masih aktif sangat sadar bahwa jalur tersebut masih aktif. Akibatnya mereka akan segera lari ketika mendengar suara kereta mendekat.

    Jika arah laju kereta diubah ke jalur yang tidak aktif maka seorang anak yang sedang bermain di jalur tersebut pasti akan tewas karena dia tidak pernah berpikir bahwa kereta akan menuju jalur tersebut.

    Disamping itu, alasan sebuah jalur KA dinonaktifkan kemungkinan karena jalur tersebut sudah tidak aman. Bila arah laju kereta diubah ke jalur yang tidak aktif maka kita telah membahayakan nyawa seluruh penumpang di dalam kereta. Dan mungkin langkah yang telah ditempuh untuk menyelamatkan sekumpulan anak dengan mengorbankan seorang anak, akan mengorbankan lagi ratusan nyawa penumpang di kereta tersebut.

    Kita harus sadar bahwa HIDUP penuh dengan keputusan sulit yang harus dibuat. Dan mungkin kita tidak akan menyadari bahwa sebuah keputusan yang cepat tidak selalu menjadi keputusan yang benar.

    “Ingatlah bahwa sesuatu yang benar tidak selalu populer dan sesuatu yang populer tidak selalu benar”.

    ***

    Dari Sahabat

     
  • erva kurniawan 1:05 am on 19 January 2014 Permalink | Balas  

    Persimpangan Hidup 

    berjalan menapakiPersimpangan Hidup

    Bagi mukmin sejati, hidup adalah jalan menuju keabadian akhirat. Maka, berjuang dan bekerja keras adalah harga yang harus dibayarkan guna mencapainya. Namun, ketahuilah, sesungguhnya di setiap tempat dan waktu akan selalu ada persimpangan-persimpangan hidup yang memaksa kita untuk menentukan pilihan: terus berada pada jalan menuju keabadian itu atau berbelok mencari jalan pintas. Ya, jalan pintas yang mungkin lebih mulus, lebih cepat, lebih nikmat dan lebih menggiurkan namun sebenarnya cuma fatamorgana. Haruskah kita korbankan hidup yang begitu berharga guna mengejar fatamorgana?

    Seorang pegawai rendahan mungkin dihadapkan pada persimpangan: bergegas datang di pagi hari karena berpikir bekerja adalah amanah atau bermalas-malas saja toh gaji tidak seberapa. Seorang pedagang mungkin dihadapkan pada persimpangan: berlaku jujur dalam takaran atau mencurangi sedikit untuk memperbesar keuntungan. Seorang istri mungkin dihadapkan pada persimpangan: berterusterang dalam menyisihkan uang belanja untuk ibunya atau diam-diam saja. Seorang politikus mungkin dihadapkan pada pilihan: menerima uang sogokan yang akan memperkaya diri dan kelompoknya atau menolaknya meski membawa konsekuensi diasingkan dan dilecehkan.

    Bagi mukmin sejati, persimpangan hidup hanyalah seonggok batu ujian keimanan. Jika kita terpuruk, kita akan berada pada posisi stagnant sampai ada kesempatan persimpangan lain yang membuat kita makin terpuruk atau kembali pada derajat mulia. Wallohu’alam, kita tidak tahu persis berapa kali Allah swt memberi kesempatan ujian yang sama pada hambaNya; apakah setelah gagal di kali pertama, akan segera ada kali kedua, ketiga atau bahkan tak ada sama sekali? Yang jelas, jika kita melakukan dosa yang sama berkali-kali, maka setelah itu kita tidak lagi merasa berdosa saat melakukannya.

    Jika kita berhasil melewatinya, maka akan makin menaiklah derajat. Tapi, bisa jadi makin banyak persimpangan lain yang lebih menikung yang harus kita hadapi. Sebab, sesuai dengan janji-Nya, Allah swt akan menguji seseorang sesuai dengan tingkatannya; makin tinggi tingkat keimanannya, makin berat dan makin beragam ujiannya.

    Bagi mukmin sejati, ujian bukanlah momok yang menakutkan. Sebab, ia telah memiliki kelengkapan menghadapinya. (Yaitu) kemampuan bersabar dan bersyukur sebagai buah dari keberhasilannya melewati ujian-ujian sebelumnya. Ya, bersabar dan bersyukur adalah perangkat penting dalam menghadapi ujian dengan beragam bentuknya. Jika ujian itu berwujud sesuatu yang merujuk pada arti kesusahan, penderitaan, kesedihan, ketakutan dan sebagainya maka kunci sabar menjadi pelindung. Jika kunci ini dipakai saat menghadapi anak keras kepala, misalnya, kita akan memilih jalan tinggi. Dan jika ujian itu berwujud sesuatu yang identik dengan kesenangan, kepuasan, kenyamanan dan sebagainya, maka kunci syukur yang harus dipakai. Jika kunci ini dipakai saat menghadapi money politic, misalnya, maka kita pun akan memilih jalan tinggi.

    Sabar dan syukur memang amat diperlukan. Namun sayangnya, keduanya bukanlah anugerah yang datang begitu saja dari arsy Allah swt ke dalam dada kita. Kita perlu menatanya, sebata demi sebata, sampai ia tegak berdiri sebagai benteng yang kokoh. Kita perlu mengejanya, sekata demi sekata hingga ia terrangkai menjadi prosa nan indah. Ketahuilah, bata dan kata itu kita ambil dari ujian kecil demi ujian kecil yang kita temui dalam beragam persimpangan kecil hidup kita. Jika kita tak pernah berhasil menyimpan satu batu bata, jangan pernah berharap mampu membangun benteng nan kokoh; jika kita tak pernah memungut kata demi kata, jangan bermimpi mampu merangkai prosa nan indah. Itulah benteng atau prosa tentang kesabaran dan kesyukuran

    ***

    Diambil dari tulisan Dwi Septiawati Djafar

     
  • erva kurniawan 1:53 am on 18 January 2014 Permalink | Balas  

    Wanita 

    siluet-wanitaWanita

    Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup). “Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu.” (QS 16:58-59)

    Demikianlah keberadaan wanita di Jazirah Arab. Dan keadaan wanita diluar Jazirah Arab pun tidak lebih baik dari mereka. Namun Islam datang untuk meletakkan segala perkara pada proporsinya yang benar.  Nabi bersabda: “Wanita adalah saudara kandung pria”

    (HR:Tirmidzi)

    Ada seorang khatib terkenal berkhutbah dengan sangat emosional. Dia mengatakan: “Semoga Allah merahmati masa-masa di mana para wanita tidak keluar kecuali tiga kali, yaitu:

    1. Dari rahim ibunya kealam dunia,

    2. Dari rumah orang tuanya ke rumah suaminya,

    3. Dan, dari rumahnya ke alam kubur.

    Masa-masa ini adalah masa-masa jahiliah, semoga hal ini tidak terulang kembali dalam sejarah umat islam. Bila kita kaji ajaran Islam, maka kita mendapati bahwa ISLAM MENJUNJUNG TINGGI HARGA DIRI DAN KEMULIAAN WANITA dengan menempatkannya sebagai anak, istri, ibu, dan anggota masyarakat. Yang sangat penting dari semua itu adalah Islam menempatkan wanita sebagai manusia. Dalam Al-quran banyak ayat-ayat yang membahas tentang wanita, tentang kewajibannya dalam beribadah kepada Allah, tentang hak-haknya yang setara dengan lelaki. Secara umum surat An-Nisa ayat 32, menunjuk kepada hak-hak perempuan: “Bagi lelaki hak (atau bagian) dari apa yang dianugrahkan kepadanya dan bagi perempuan hak atau (bagian) dari apa yang dianugrahkan kepadanya.”

    Islam telah mendudukkan wanita pada posisinya yang benar agar dapat menunaikan tugasnya dalam kehidupan insani, menciptakan peradaban, dan membuat sejarah dengan sempurna sebagaimana yang dilakukan saudaranya yang lelaki. Segala sesuatu punya spesialisasi, kewajiban dan perannya masing-masing.

    Maka Rabb mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman): “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah Aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya. Sebagai pahala di sisi Allah. Dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik”. (QS. 3:195)

    Tidak ada agama yang bisa berbuat adil terhadap kaum wanita sebagaimana keadilan yang diberikan oleh Islam. “Dan kaum wanita itu memiliki hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf.” (2:228)

    Ada kata -kata yang patut kita renungkan, bahwa BAIKNYA SEBUAH MASYARAKAT, TERGANTUNG BAIKNYA WANITANYA, menjadi barometer baik tidaknya sebuah masyarakat. Tentunya mendidik wanita untuk menjadi baik adalah kewajiban kita sebagai bagian dari agama Islam itu sendiri.

    Diantara keagungan agama kita yang hanif ini adalah-bahwa untuk masa sekarang dan masa-masa sebelum ini, ia merupakan sistem perundangan pertama sekaligus terahir, yang menempatkan kaum wanita di tempat yang paling terhormat, paling baik dan paling indah.  Islam mengkategorikan kaum wanita sebagai manusia yang utuh  dan sempurna sebagaimana kaum pria dalam hal penciptaan, kemanusiaan, perasaan-perasaan serta hak-haknya.

    Dalam rentang sejarah umat Islam yang panjang, telah bermunculan wanita agung. Yang keharuman namanya takkan pernah pudar sampai ahir zaman. Dia adalah contoh wanita pada masanya dan masa setelahnya. Dialah sahabat wanita yang mulia, karena dia TERDIDIK DALAM MADRASAH TAUHID DENGAN IMANNYA YANG TINGGI. Dia menjadi panutan dan perannya sangat besar dalam mengemban risalah ini. Banyak wanita salaf dahulu yang yang menjadi gudang ilmu, keutamaan, dan fiqih dari Dien Allah.

    Dialah Aisyah RA, Nusaibah bin Kaab, Ummu Atiah Al-Anshoriah, Asma, Zainab, Fatimah, dan istri-istri Nabi yang mulia. Bila kita kaji ajaran Islam, maka kita dapati bahwa Islam menjunjung tinggi harga diri dan kemuliaan wanita dengan menempatkannya sebagai anak, istri, ibu, dan anggota masyarakat. Dan Islam juga menempatkannya sebagai manusia, yang punya hak dan kewajiban sebagaimana lelaki tentunya.

    Dalam pandangan Islam WANITA ITU BUKANLAH MUSUH PRIA, JUGA BUKAN SAINGANNYA, MELAINKAN PENYEMPURNA BAGINYA. “Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah, Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri,supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya,dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.” (Ar-Ruum:21)

    Ada beberapa hal yang dapat dilakukan antara wanita muslimah dengan suaminya dalam rangka kerjasama  antara lain:

    1. BEKERJASAMA DALAM KETAATAN PADA ALLAH

    Salah satu yang sangat membahagiakan pasangan  suami-istri adalah manakala melihat suami/istrinya bersungguh-sungguh dalam beribadah pada ALLAH. Karena ketaatan merupakan faktor terpenting dalam kerjasama  ini. Kita bisa saksikan contoh-contoh sahabat dan sahabiah dalam rangka melakukan ketaatan pada Allah. Suami-istri SALING MENGINGATKAN kalau salah seorang sedang kendur dan lemah untuk senantiasa menjaga ketaatan pada Allah, dan senantiasa saling membantu untuk menegakkannya.

    2. BEKERJASAMA DALAM DAKWAH

    Kewajiban seorang laki-laki dan wanita adalah sama dalam rangka MENYAMPAIKAN DAKWAH ISLAM INI KEPADA SELURUH UMAT MANUSIA. Pada zaman Rasulullah, tidak hanya sahabat saja yang terjun di lapangan dakwah. Tetapi para sahabiah juga banyak yang belajar dan mengajarkan Islam. Kita bisa lihat dengan banyaknya sahabiah yang menjadi tempat rujukan dan sumber-sumber Islam setelah Rasulullah wafat. Begitu juga pada masa sekarang, WANITA DAPAT BEKERJASAMA DENGAN SUAMINYA DALAM RANGKA BERDAKWAH DI JALAN ALLAH. Saling MENYEMANGATI ketika salah seorang sedang turun imannya. Sebagian bentuk peranan seorang istri/muslimah bagi dakwah suaminya adalah MENGAJAK MUSYAWARAH, MEMBERI NASEHAT YANG IKHLAS serta MENDISKUSIKAN HAL-HAL YANG ADA KAITANNYA DENGAN KEHIDUPAN SEHARI-HARI. Ini bisa kita lihat pada kisah Ummu Salamah ra, yang pendapatnya kemudian diikuti Rasulullah saw.

    Juga salah satu bentuk KERJA SAMA YANG INDAH adalah bila SEORANG ISTRI DAPAT MENEGUHKAN JIWA SUAMINYA, MENGHIBUR, dan MEMBESARKAN HATINYA DENGAN MENGANGGAP KECIL BEBAN YANG DIPIKULNYA. Selalu MENGINGATKAN BAHWA PERTOLONGAN ALLAH SELALU BERSAMANYA. Disaat-saat Rasulullah dilanda kecemasan yang sangat, Khadijah ra datang menghibur dan menentramkan hati Beliau dengan kata-kata yang sangat menyejukkan hati Rasulullah hingga Beliau menjadi tenang.

    3. BEKERJASAMA DALAM JIHAD

    Salah satu yang dianjurkan Islam kepada suami-istri muslim dan muslimah adalah BEKERJASAMA DALAM RANGKA JIHAD DI JALAN ALLAH. Kisah sahabat Handhalah adalah KISAH KESUKSESAN SEORANG ISTRI YANG MENDORONG SUAMINYA BERJIHAD DI JALAN ALLAH. Beliau korbankan malam-malam pengantin mereka demi menggapai salah satu dari dua hal, menang atau syahid. Akhirnya Handhalah syahid dijalan Allah dan jenazahnya dimandikan para malaikat karena ketika berangkat kemedan jihad beliau masih dalam keadaan junub.

    Ada kisah sahabiah yang selalu menyemangati agar anak-anaknya selalu berjihad dijalan Allah sehingga seluruh anak-anaknya mendapat kemuliaan syahid dijalan-Nya. Peristiwa Al-Khansa, sang pelopor kaum ibu dan teladan para istri bisa kita jadikan panutan.

    Semoga kita bisa mengambil hikmah dan menjadikan panutan dalam kehidupan sehari-hari terutama untuk kaum  muslimah senantiasa bisa melakukan peran -peran ini ,agar para Muslimah mendapatkan apa yang selama ini mereka harapkan yaitu TEGAKNYA ISLAM SERTA MENDAPAT SURGA ALLAH KELAK.

    Dikutip dari :

    1. Alqur’an dan hadist.

    2. Ceramah-Ceramah Hasan Al Banna.

    3. Perjalanan 1000 mil, Zainab Al-Ghazali.

    4. Membahagiakan Suami, M.Abdul Halim Hamid.

    5.Panduan Wanita Sholehah, Abu Fathan.

    ***

    Dari Sahabat Suseno

     
  • erva kurniawan 2:17 am on 17 January 2014 Permalink | Balas  

    Ghibah, Keburukan yang Makin Disenangi 

    ghibahGhibah, Keburukan yang Makin Disenangi

    Sumber : Ummu Zaidan Feikar

    Perbuatan tercela, tapi menjadi biasa. Sebab, dikemas dalam acara yang menarik di televisi.

    Banyak hal yang bergeser dan berubah dengan hadirnya pesawat televisi ke rumah kita, terutama yang berkaitan dengan budaya dan akhlak. Salah satu yang jelas terlihat yaitu pergeseran makna bergunjing atau menggosip.

    Menggosip adalah tindakan yang kurang terpuji yang celakanya, kebiasaan ini seringkali dilekatkan pada sifat kaum wanita. Dulu, orang akan tersinggung jika dikatakan tukang gosip. Seseorang yang ketahuan sedang menggosip biasanya merasa malu. Namun, sekarang kesan buruk tentang menggosip mungkin sudah mengalami pergeseran.

    Beberapa acara informasi kehidupan para artis atau selebritis yang dikemas dalam bentuk paket hiburan (infotainment) dengan jelas-jelas menyebut kata gosip sebagi bagian dari nama acaranya. Bahkan pada salah satu dari acara tersebut pembawa acaranya menyebut dirinya atau menyapa pemirsannya dengan istilah “biang gosip”. Mereka dengan bangganya mengaku sebagai tukang gosip.

    Saat ini, hampir di setiap stasiun televisi memiliki paket acara seperti di atas. Bahkan satu stasiun ada yang memiliki lebih dari satu paket acara infotainment tersebut, dengan jadwal tayangan ada yang mendapat porsi tiga kali seminggu. Hampir semua isi acara sejenis itu, isinya adalah menyingkap kehidupan pribadi para selebritis. Walhasil, pemirsa akan mengenal betul seluk beluk kehidupan para artis, seolah diajak masuk ke dalam rumah bahkan kamar tidur para artis.

    Sepintas acara ini terkesan menghibur. Seorang ibu yang kelelahan setelah menyelesaikan pekerjaan rumah tangganya, mungkin akan terasa terhibur dengan informasi sisi-sisi kehidupan pribadi orang-orang terkenal. Apalagi kemasan acara yang semakin bervariasi ada yang diselingi nyanyi, wawancara langsung dengan artis, daftar hari ulang tahun para selebritis, dll. Namun jika kita cermati lebih jauh, isinya kurang lebih adalah menggosip atau bergunjing.

    Awal tahun ditandai dengan banyaknya artis yang pisah ranjang dan bercerai. Peristiwa-peristiwa semacam ini merupakan sasaran empuk bagi penyaji hiburan semacam ini. Pemirsa disuguhi sajian informasi yang sarat dengan pergunjingan. Masing-masing pihak merasa benar dan tentu saja menyalahkan pihak lainnya.

    Menggosip yang merupakan tindakan buruk, bisa tidak terasa lagi memiliki konotasi buruk jika terus-menerus disosialisasikan dengan paket menarik pada televisi. Menggosip akan terasa sebagai tindakan biasa dan lumrah dilakukan. Menceritakan aib orang lain menjadi sesuatu yang tanpa beban kita lakukan.Padahal jika kita cermati makna gosip -yang sama dengan ghibah- barangkali kita akan merasa ngeri.

    Ghibah dalam Islam

    Ghibah atau gosip merupakan sesuatu yang dilarang agama. “Apakah ghibah itu?” Tanya seorang sahabat pada Rasulullah saw. “Ghibah adalah memberitahu kejelekan orang lain!” jawab Rasul. “Kalau keadaaannya memang benar?” Tanya sahabat lagi. ” Jika benar itulah ghibah, jika tidak benar itulah dusta!” tegas Rasulullah. Percakapan tersebut diambil dari HR Abu Hurairah.

    Dalam Al Qur’an (QS 49:12), orang yang suka meng-ghibah diibaratkan seperti memakan bangkai saudaranya sendiri. Jabir bin Abdullah ra. meriwayatkan,”Ketika kami bersama Rasulullah saw tiba-tiba tercium bau busuk yang menyengat seperti bau bangkai. Maka Rasul pun berrsabda, “Tahukah kalian, bau apakah ini? Inilah bau dari orang-orang yang meng-ghibah orang lain”. (HR Ahmad)

    Dalam hadits lain dikisahkan bahwa Rasulullah pernah bersabda, “Pada malam Isra’ mi’raj, aku melewati suatu kaum yang berkuku tajam yang terbuat dari tembaga. Mereka mencabik-cabik wajah dan dada mereka sendiri. Lalu aku bertanya pada Jibril, `Siapa mereka?’ Jibril menjawab, `Mereka itu suka memakan daging manusia, suka membicarakan dan menjelekkan orang lain,mereka inilah orang-orang yang gemar akan ghibah!’ (dari Abu Daud berasal dari Anas bin Malik ra).

    Begitulah Allah mengibaratkan orang yang suka mengghibah dengan perumpamaan yang sangat buruk untuk menjelaskan kepada manusia, betapa buruknya tindakan ghibah.

    Banyak kesempatan bagi ibu-ibu untuk menggosip. Pada saat berbelanja mengelilingi gerobak tukang sayur, menyuapi anak di halaman, pada acara arisan atau kumpulan ibu-ibu. Meng-ghibah kadang mendapat pembenaran dengan dalih, “Ini fakta, untuk diambil pelajarannya!”. Padahal di balik itu lebih banyak faktor ghibahnya daripada pelajarannya.

    Benarkah orang cenderung suka meng-ghibah, bahkan terkesan menikmati kebiasaan seperti ini? Seorang pengasuh konsultasi keluarga pada sebuah media cetak mengatakan rahasia mengapa rubriknya tetap disukai pembaca selama puluhan tahun. Katanya, pada diri manusia itu cenderung terdapat sifat suka menggunjingkan orang lain. Orang cenderung ingin tahu masalah yang terjadi pada orang lain. Dengan demikian ia akan merasa beruntung tidak seperti orang lain atau ternyata bukan dirinya saja yang menderita. Karena umumnya surat yang datang untuk berkonsultasi adalah mereka yang memiliki masalah.

    Jika demikian kebanyakan sifat dari manusia, tentunya kita harus sering melakukan istighfar. Syaitan dengan mudahnya mempengaruhi kebanyakan hati kita sehingga mungkin kita tengah menumpuk dosa akibat pergunjingan.

    Setiap orang mempunyai harga diri yang harus dihormati. Membuat malu seseorang adalah perbuatan dosa. “Tiada seseorang yang menutupi cacat seseorang di dunia, melainkan kelak di hari kiamat Allah pasti akan menutupi cacatnya” (HR. Muslim).

    Sosialisasi pergunjingan di televisi bagaimanapun harus dihindari. Jangan sampai kita merasa tidak berdosa melakukannya. Bahkan merasa terhibur dengan informasi semacam itu. Kita mesti berhati-hati. Bahaya ghibah harus senantiasa ditanamkan agar kita senantiasa sadar akan bahayanya. Benar kiranya jika dikatakan bahwa dulu orang tinggal di dalam rumah karena menghindari bahaya dari luar. Kini bahaya justru berasal dari dalam rumah sendiri yaitu dengan hadirnya acara yang menurunkan kualitas iman di televisi. Semoga kita bisa arif menyikapinya.

    Menangkal Ghibah

    Penyakit yang satu ini begitu mudahnya terjangkit pada diri seseorang. Bisa datang melalui televisi, bisa pula melalui kegiatan arisan, berbagai pertemuan, sekedar obrolan di warung belanjaan, bahkan melalui pengajian. Untuk menghindarinya juga tak begitu mudah, mengharuskan kita ekstra hati-hati, caranya?

    1. Berbicara Sambil Berfikir

    Cobalah untuk berpikir sebelum berbicara, “perlukah saya mengatakan hal ini?” dan kembangkan menjadi, “apa manfaatnya? Apa mudharatnya?” Berarti, otak harus senantiasa digunakan, dalam keadaan sesantai apapun. Seperti Rasulullah saw yang biasanya memberi jeda sesaat untuk berfikir sebelum menjawab pertanyaan orang.

    2. Berbicara Sambil Berzikir

    Berzikir di sini maksudnya selalu menghadirkan ingatan kita kepada Allah swt. Ingatlah betapa buruknya ancaman dan kebencian Allah kepada orang yang ber-ghibah. Bawalah ingatan ini pada saat berbicara dengan siapa saja, di mana saja dan kapan saja.

    3. Tingkatkan Rasa Percaya Diri

    Orang yang tidak percaya diri, suka mengikut saja perbuatan orang lain, sehingga ia mudah terseret perbuatan ghibah temannya. Bahkan ia pun berpotensi menyebabkan ghibah, karena tak memiliki kebanggaan terhadap dirinya sendiri sehingga lebih senang memperhatikan, membicarakan dan menilai orang lain.

    4. Buang Penyakit Hati

    Kebanyakan ghibah tumbuh karena didasari rasa iri dan benci, juga ketidakikhlasan menerima kenyataan bahwa orang lain lebih berhasil atau lebih beruntung daripada kita. Dan kalau dirinya kurang beruntung, diapun senang menyadari bahwa masih banyak orang lain yang lebih sengsara daripada dirinya.

    5. Posisikan Diri

    Ketika sedang membicarakan keburukan orang lain, segera bayangkan bagaimana perasaan kita jika keburukan kita pun dibicarakan orang. Seperti hadis yang menjanjikan bahwa Allah akan menutupi cacat kita sepanjang kita tidak membuka cacat orang lain. Sebaliknya tak perlu heran jika Allah pun akan membuka cacat kita di depan orang lain jika kita membuka cacat orang.

    6. Hindari, Ingatkan, Diam atau Pergi

    Hindarilah segala sesuatu yang mendekatkan kita pada ghibah. Seperti acara-acara bernuansa ghibah di televisi dan radio. Juga berita-berita koran dan majalah yang membicarakan kejelekan orang.

    Jika terjebak dalam situasi ghibah, ingatkanlah mereka akan kesalahannya. Jika tak mampu, setidaknya Anda diam dan tak menanggapi ghibah tersebut. Atau Anda memilih hengkang dan `menyelamatkan diri’.

    ***

    Dari Sahabat

     
  • erva kurniawan 4:22 am on 16 January 2014 Permalink | Balas  

    Tenggelam Dalam Lautan Cinta 

    cintaTENGGELAM DALAM LAUTAN CINTA

    Yuni Mardiyanto

    **

    ABSTRACT: Cinta itu ibarat taman yang penuh bunga warna-warni. Ada yang datang menikmati keindahannya, mencium bau harumnya, dan kemudian datang lagi. Namun ada juga yang tidak ingin pulang, ia menikmati taman tersebut bahkan ingin menguasainya, padahal banyak orang lain yang juga ingin menikmatinya. Cinta itu juga bagai lautan, di sana ada gugusan karang terbentuk alamiah, warna-warni ikan hias yang luar biasa indahnya, ombak, bening, hangat dan dinginnya air laut, subhanallah…semuanya indah. Namun, ada bedanya antara orang yang berenang dengan mereka yang tenggelam di dalamnya. Karena orang yang berenang, ia sedang dalam perjalanan menuju Allah SWT, tetapi orang yang tenggelam merasa dirinya sudah sampai kepada Allah, karena itu tak perlu lagi berenang. Nah, bagaimana mungkin orang yang tenggelam dapat menikmati indahnya lautan? Nikmatilah keindahan lautan cinta itu dengan berenang, karena dengan itu cinta akan selalu memberikan potensi, energi dan semangat pada diri kita. Selamat berenang di lautan cinta-Nya ya akhi wa ukhti.

    **

    Syaikh Ali Ath-Thanthawi dalam bukunya “Rijalun min al-Tarikh” mengajak pembacanya untuk merenungi sejenak tentang kisah seorang pemuda kaya-raya yang karena tenggelam dalam lautan cinta akhirnya justru menjadi sengsara.

    Pemuda sukses yang saudagar itu pada mulanya seluruh hidupnya hanya diabdikan untuk berdagang. Mulai dari bangun tidur hingga tidur kembali, bahkan mimpinya sendiri hanyalah soal dagang. Di luar dunia dagang, ia nyaris tidak memperhatikannya. Orang tuanya mulai gundah, sebab sang putera sudah cukup umur untuk menikah, sementara ketertarikannya kepada wanita nyaris tidak ada. Berkali-kali ditawari menikah, ia menolaknya.

    Kedua orangtua pemuda itu tak putus asa. Hampir setiap hari keduanya mendatangkan wanita-wanita cantik nan terhormat di rumahnya, dengan harapan agar anaknya tertarik dan memilih salah satunya untuk dijadikan istri. Bujuk rayu orangtuanya tidak berhasil mencuri perhatian sang putera. Tak satu pun wanita-wanita cantik itu yang menarik perhatiannya.

    Namun yang mengejutkan, tiba-tiba pada di suatu hari, sang pemuda pergi ke pasar budak. Di pasar itu ia menjumpai seorang budak wanita, lalu jatuh cinta ia jatuh cinta kepada budak wanita tersebut. Setelah dibelinya budak itu lalu dibawanya pulang dan diperistrinya.

    Sejak saat itu berubahlah seluruh dimensi kehidupannya. Sang pemuda yang biasanya setiap pagi sudah pergi ke pasar dan baru larut malam ia kembali pulang, kini tidak seperti itu lagi. Ia tidak lagi mau pergi ke pasar, mengurus perdagangan dan meraup keuntungan. Ia kini hanya menyibukkan diri untuk mencintai sang isteri. Siang malam ia hanya bercumbu dengan isterinya, sampai akhirnya ia lupa segala-galanya.

    Kejadian ini tidak hanya berlangsung dalam hitungan hari dan pekan. Hari berganti bulan, bulan berganti tahun, dan tahun terus bergerak, tapi pola kehidupan pasangan itu tidak berubah. Hingga sampai pada saatnya seluruh kekayaannya habis, bahkan perabot rumahtangga pun sudah mulai digadai.

    Ketika orang-orang sekitarnya mengingatkan agar ia kembali berdagang, ia berkomentar sederhana, “Tujuan dagang itu untuk apa? Mengejar keuntungan. Lalu jika keuntungan itu sudah diperoleh, digunakan untuk apa? Untuk memperoleh ketenangan, kenikmatan, dan kebahagiaan. Ketahuilah, ketiganya kini telah kudapatkan pada isteriku, lalu untuk apa aku berdagang lagi?”

    Sampai akhirnya ketika sudah tidak ada lagi miliknya yang bisa dijual, kecuali rumahnya yang tinggal tiang, dinding, dan atapnya saja, ia mulai menyadari. Kesadaran yang terlambat itupun datangnya bersamaan dengan saat-saat kritis menjelang kelahiran bayi pertamanya. Ketika sang istri akan melakukan persalinan, ia sudah tidak punya apa-apa lagi, hatta ke dukun bayi sekalipun ia tak mampu membayarnya.

    Saat itulah sang isteri meminta dengan iba agar suaminya pergi mencari minyak dan peralatan persalinan. Atas permintaa itu sang suami keluar rumah, tapi sayangnya sudah tidak ada lagi orang yang dikenali.

    Demi keselamatan sang isteri dan bayi yang akan lahir, ia terus berjalan, namun ia sudah lupa bagaimana cara mendapatkan setetes minyak dan peralatan persalinan lainnya. Lelaki itu hampir saja putus asa. Sekiranya ia tak segera sadar bahwa agama melarangnya untuk bunuh diri, tentu ia sudah mencebur ke sungai atau melemparkan badannya di tengah jalan ramai.

    Lelaki itu terus berjalan dan semakin menjauhi rumah dan tempat sang isteri akan melakukan persalinan. Meskipun demikian, bayangan isterinya yang menangis dengan mengiba-iba agar sang suami pergi mencari minyak dan peralatan persalinan tak bisa hilang dari pikiran dan perasaannya. Justru bayangan itu mendorongnya untuk semakin jauh berjalan menyusuri jalan-jalan yang tak berujung.

    Kisah pasangan ini sengaja diputus hanya sampai di sini,sebab yang menjadi fokus perhatian kita adalah sebuah pertanyaan, kenapa cinta berakhir dengan sengsara? Bukankah CINTA ITU SEBUAH ENERGI YANG DAPAT MENDORONG SESEORANG UNTUK BERBUAT DAN BERPERILAKU YANG JAUH LEBIH DAHSYAT DARIPADA SEBELUMNYA? Mengapa justru cinta mematikan potensi, energi, dan semangat yang ada dalam diri?

    Cinta itu memang indah, ibarat taman yang dipenuhi bunga yang berwarna-warni. Ada orang yang datang menikmati keindahannya, mencium bau harumnya, menghirup udara segarnya, dan kemudian pulang untuk suatu saat kembali lagi. Akan tetapi ada juga orang sekali datang ke tempat itu, menikmati keindahannya, kemudian tak mau pergi lagi. Ia ingin menguasai taman itu, sekalipun banyak orang yang juga ingin menikmatinya.

    Cinta itu kadang berubah menjadi semacam alkohol yang memabukkan. Sekali mencoba ingin terus mengulangi, hingga sampai pada titik tertentu ia kemudian mencandu. Jika sudah pada tingkatan ini, maka dari hari ke hari kadar alkoholnya semakin dinaikkan, dosisnya semakin tinggi, sampai pada saatnya orang tersebut sakit dan mati justru oleh sesuatu “yang dicintai”.

    Jika cinta kepada manusia bisa seperti itu akibatnya, bagaimana dengan cinta kepada Allah? Dalam kaitan ini, banyak kaum sufi berpendapat bahwa cinta itu bahasa universal, berlaku pada siapa saja dan untuk apa saja. Berlaku universal untuk semua subyek dan obyek.

    CINTA KEPADA ALLAH YANG DILAKUKAN DENGAN CARA YANG SALAH BISA JUGA MENYENGSARAKAN, BAHKAN MEMATIKAN, sebagaimana kisah di atas. Untuk itu, para sufi berpesan terutama kepada para pemula agar lebih hati-hati. JIKA CINTA KEPADA ILAHI ITU DIIBARATKAN SAMUDERA, MAKA ORANG YANG SELAMAT ADALAH MEREKA YANG BERENANG. ADAPUN ORANG YANG TENGGELAM DALAM “LAUTAN CINTA” ITU JUSTRU TAK AKAN PERNAH SAMPAI KE TEPI.

    Di masyarakat kita banyak dijumpai para pecinta Allah yang menenggelamkan diri. Mereka asyik masyuk berdzikir kepada Allah berjam-jam lamanya di masjid, kemudian ia lakukan da’wah dari rumah ke rumah berhari hari, berbulan-bulan, bahkan ada yang sampai hitungan tahun dengan meninggalkan keluarganya, bahkan kadang tanpa bekal apapun. Mereka tenggelam dalam lautan cinta.

    Tenggelam di lautan itu memang mengasyikkan, terutama bagi mereka yang bisa menikmati keindahan taman laut. Di sana ada gugusan karang yang tertata alamiah dengan sangat indahnya. Di sana pula dijumpai warna-warni ikan hias yang luar biasa indahnya. Belum lagi ombak, bening, hangat dan dinginnya air laut. Semuanya indah, tapi BUAT APA KEINDAHAN ITU BAGI ORANG-ORANG YANG TENGGELAM?

    Untuk itu Allah menurunkan syari’at. DALAM SYARI’AT ITU ALLAH MENGENALKAN BATASAN-BATASANNYA, HINGGA KAUM BERIMAN SELAMAT DALAM MENGARUNGI BAHTERA KEHIDUPANNYA SAMPAI KE TEMPAT TUJUANNYA, BUKAN TENGGELAM LALU TIDAK DIKETAHUI DI MANA KEBERADAANNYA.

    Boleh saja orang menikmati khusyu’nya shalat sebagai sarana komunikasi dialogis dengan Allah swt. Akan tetapi shalat itu dibatasi dengan bacaan dan gerakan-gerakan. Orang yang shalat tidak boleh hanya menikmati ruku’nya saja, atau sujudnya saja, atau duduk tahiyyatnya saja. Semua gerakan, mulai dari takbiratul ihram hingga salam harus dinikmati semuanya secara proporsional. Inilah yang membedakan meditasi, baik meditasi agama-agama bumi maupun meditasi hasil karya cipta para spritualis yang kini berkembang bak jamur di musim hujan itu.

    Boleh saja shalat itu dilakukan berlama-lama di masjid, akan tetapi syari’at Allah tetap memberi batasan. Sehabis shalat kaum Muslimin harus segera pergi untuk menyebar di permukaan bumi, mencari karunia Allah berupa rizki. Dalam kaitan ini secara khusus Allah menyorotinya dalam firman-Nya:

    Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kalian di muka bumi, dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya supaya kalian beruntung. (Surat Al-Jumu’ah: 10)

    Apa bedanya orang yang berenang di lautan cinta Ilahi dengan mereka yang tenggelam di dalamnya? Orang yang berenang sadar bahwa ia sedang kepada Allah. Ia menikmati segala karunia yang disediakan Allah sambil terus berenang agar bisa sampai ke tujuan (Allah Swt). Adapun orang-orang yang tenggelam itu merasa dirinya sudah sampai kepada Allah. Ia tidak perlu lagi berenang, sebab tujuannya telah sampai. Ia tidak perlu lagi bersusah payah, karenanya ia menenggelamkan diri.

    Kini, apakah kita termasuk kelompok perenang atau orang yang tenggelam?

    *IKATLAH ILMU DENGAN MENULISKANNYA* Al-Hubb Fillah wa Lillah,

    ***

    Author: Abu Zifora

    Editor: Abu Aufa

    Maraji’: Suara Hidayatullah

     
  • erva kurniawan 3:06 am on 15 January 2014 Permalink | Balas  

    Kisah Seekor Burung Gereja 

    siluet burungKisah Seekor Burung Gereja

    Ada seekor burung gereja yang sedang terbang di musim salju. Karena mengalami kedinginan yang amat sangat, sayapnya membeku sehingga tidak bisa dikepakkannya lagi. Ia pun jatuh di sebuah tanah lapang. Setelah beberapa lama terbaring kedinginan, maka tiba2 lewat seekor sapi yang tanpa sengaja membuang kotorannya tepat menimpa badannya. Kontan sumpah serapah pun segera meluncur keluar dari mulut mungilnya !!!

    Rupanya tanpa disadari oleh burung gereja itu, hangatnya kotoran sapi yang menimpanya itu lambat laun membuat suhu tubuhnya berangsur normal. Ketika ia sedang bersiap-siap akan terbang kembali, tiba-tiba munculah seekor kucing. Keruan saja buruk gereja ini panik dan ingin secepatnya terbang menghindar. Tetapi sayangnya ternyata ia belum mampu, karena sayapnya rupanya masih agak membeku. Ia pun dengan dengan ketakutan yang amat sangat terpaksa pasrah saja menerima nasib. Namun diluar dugaannya kucing yang biasanya tidak pernah ramah terhadap burung gereja, kali ini bersifat sangat simpatik. Ia sama sekali tidak mengganggunya, bahkan menjilat-jilati badannya seolah-olah ingin membersihkan sisa-sisa kotoran sapi yang melekat pada bulu-bulunya. Sehingga akhirnya bersihlah seluruh badan burung gereja itu.

    Hangatnya kotoran sapi serta jilatan kucing itu rupanya mampu memulihkan kondisi burung gereja itu untuk dapat terbang kembali. Namun demikian burung gereja ini ternyata belum mau terbang. Rupanya ia menikmati jilatan kucing itu sebagai perlakuan yang memanjakannya. Maka ia pun membiarkan dirinya tetap terbaring sambil berpura-pura masih kedinginan, dengan harapan semoga kucing itu akan menjilatinya lagi.

    Tetapi apa yang terjadi Melihat badan burung gereja itu sudah bersih, maka kucing itu pun dengan ganasnya menerkam burung yang bodoh itu!!!!

    Burung gereja di atas melambangkan perumpamaan orang yang hanya pandai melihat yang tersurat saja. Baginya sesuatu yang tidak menyenangkannya selalu dianggapnya buruk, dan kejadian yang menyenangkannya dianggap pasti baik. Orang yang mempunyai sikap seperti ini jelas berlawanan dengan firman Allah pada surat Al-Baqarah 216, ” Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu; dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui.” Boleh jadi kita belum yakin sepenuhnya dengan firman Allah ini, tetapi yang pasti burung gereja itu sudah membuktikannya Dan bila kita tetap terpana dengan yang tersurat saja, bukan tidak mungkin kita akan bertemu dengan burung gereja itu.

    “Dan orang-orang itu berkata; ” seandainya kami mau mendengarkan (nasihat agama) dan kami menggunakan akal-akal kami, pasti kami tidak menjadi penghuni neraka Sair.” [Al-Mulk ayat 10].

    Wallahua’alam.

    ***

    Dari Sahabat

     
  • erva kurniawan 1:21 am on 14 January 2014 Permalink | Balas  

    Batasan Pujian Berlebihan 

    maulid-nabi-muhammadBatasan Pujian Berlebihan

    Ada dari mereka yang berpendapat bahwa Maulid Nabi adalah termasuk pujian berlebihan sebagaimana kaum Nasrani yang mengadakan perayaan Natal dengan berdalilkan

    Rasulullah bersabda: “Jangan memujiku secara berlebihan seperti kaum Nasrani yang memuji Isa putera Maryam. Sesungguhnya aku adalah hamba-Nya, maka ucapkanlah, “Hamba Allah dan Rasul-Nya.” (HR. Bukhari dan Ahmad).

    Adapula yang berpendapat dari hadits tersebut bahwa Maulid Nabi termasuk mengkultuskan atau mendewakan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Sehingga mereka menganggap Maulid Nabi adalah yang dimaksud memuji-muji beliau yang menurut mereka berlebihan sehingga termasuk musyrik.

    Hal ini timbul dikarenakan mereka mencoba memahami hadits secara sepotong-potong.

    Kadang mereka memotong sebatas: “Jangan memujiku secara berlebihan ” atau “Jangan memujiku secara berlebihan seperti kaum Nasrani yang memuji Isa putera Maryam”

    Mereka tidak memperhatikan apa fungsi bagian akhir dari sabda Rasulullah tersebut yakni “Sesungguhnya aku adalah hamba-Nya, maka ucapkanlah, “Hamba Allah dan Rasul-Nya.”

    Hadits tersebut sudah secara jelas meberikan batasan pujian yang berlebihan yakni “seperti kaum Nasrani yang memuji Isa putera Maryam” yang mempunyai makna majaz (kiasan) yang maknanya adalah “seperti kaum Nasrani yang menjadikan Nabi Isa a.s sebagai putera Tuhan” Apa yang dilakukan oleh kaum Nasrani diingkari dengan “Isa putera Maryam” dan “Sesungguhnya aku adalah hamba-Nya, maka ucapkanlah, “Hamba Allah dan Rasul-Nya.”

    Jadi tidak ada kaitannya dengan kaum Nasrani mengadakan perayaan Natal

    Dan sejak larangan Nabi itu disampaikan hingga saat ini, tidak pernah ada seorangpun dari kalangan umat Islam yang memuji Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melebihi batasannya sebagai manusia.

    Sehingga benarlah apa yang disampaikan Imam Bushiri di dalam syair Burdahnya:

    “Tinggalkan pengakuan orang Nasrani atas Nabi mereka… Pujilah beliau (shallallahu alaihi wasallam) sesukamu dengan sempurna… Sandarkanlah segala kemuliaan untuk dirinya… Dan nisbahkanlah sesukamu segala keagungan untuk kemuliaannya…”

    Sudah jelas batasan berlebihan seperti juga anjuran janganlah makan berlebihan. Batasannya seperti “berhentilah sebelum kenyang” atau “1/3 udara, 1/3 air, 1/3 makanan

    Begitu pula para Sahabat pernah ditegur oleh Rasulullah ketika mereka melakukan pujian kepada Rasulullah yang diiringi dengan rebana pada kalimat “Dan di tengah-tengah kita ada seorang Nabi, yang mengetahui apa yang akan terjadi esok hari.” karena Rasulullah mengetahui kejadian-kejadian di kemudian hari hanya berdasarkan apa yang diwahyukanNya

    Telah menceritakan kepada kami Musaddad Telah menceritakan kepada kami Bisyr bin Al Mufadldlal Telah menceritakan kepada kami Khalid bin Dzakwan ia berkata; Ar Rubayyi’ binti Mu’awwidz bin `Afran berkata; suatu ketika, Nabi shallallahu `alaihi wasallam dan masuk saat aku membangun mahligai rumah tangga (menikah). Lalu beliau duduk di atas kasurku, sebagaimana posisi dudukmu dariku. Kemudian para budak-budak wanita pun memukul rebana dan mengenang keistimewaan-keistimewaan prajurit yang gugur pada saat perang Badar. Lalu salah seorang dari mereka pun berkata, “Dan di tengah-tengah kita ada seorang Nabi, yang mengetahui apa yang akan terjadi esok hari.” Maka beliau bersabda: “Tinggalkanlah ungkapan ini, dan katakanlah apa yang ingin kamu katakan.” (HR Bukhari 4750)

    Kesimpulannya yang dimaksud “janganlah memuji Rasulullah berlebihan” adalah memuji Beliau dengan sesuatu yang menyalahi laranganNya atau dengan sesuatu yang bertentangan dengan Al Qur’an dan Hadits

    Pujilah sesuka kita dengan segala keagungan untuk kemuliaan manusia yang paling mulia, Nabi Sayyidina Muhammad Rasulullah shallallahu alaihi wasallam

    Wassalam

    ***

    Oleh: Zon di Jonggol , Kabupaten Bogor

     
  • erva kurniawan 4:19 am on 13 January 2014 Permalink | Balas  

    Dia Manusia Yang Paling Agung 

    Muhammad SAWDia Manusia Yang Paling Agung

    Mari kita lihat beberapa nama orang-orang yang mengagumi Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam:

    1. “Muhammad adalah suatu jiwa yang bijaksana dan pengaruhnya dirasakan dan tak akan dilupakan oleh orang orang di sekitarnya.” (Diwan Chand Sharma, seorang sarjana beragama Hindu, dalam bukunya The Prophets of the East (Nabi-nabi dari Timur), Calcutta 1935, halaman 122.)

    2. “Empat tahun setelah kematian justinian, 569 m, lahir di Makkah di tanah Arab, seorang yang memberikan pengaruh yang terbesar bagi umat manusia. Orang itu adaIah … Muhammad …. ” (John William Draper, M.D., LLD., dalam bukunya A History of the Intellectual Development of Europe (Sejarah Perkembangan Intelektual di Eropa), London 1875.)

    3. “Saya ragu apakah ada orang lain yang bisa merubah kondisi manusia begitu besar seperti yang dilakukan oleh dia (Muhammad SAW).” (R.V.C. Bodley dalam The Messenger (Sang Utusan), London 1946, halaman 9.).

    4. “Saya telah mempelajari dia (Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam) laki-laki yang luar biasa- dan menurut saya, terlepas dari pemikiran anti kristen, dia adalah penyelamat umat manusia.” (George Bernard Shaw dalam The Genuine of Islam (Islam yang Murni), volume I no. 81936).

    5. “Dengan sebuah keberuntungan yang sangat unik dalam sejarah, Muhammad adalah pendiri dari suatu negara, suatu kerajaan dan suatu agama.” (R.Bosworth-Smith dalam Mohammed and Mohammedanism, 1946).

    6. “Muhammad adalah pribadi religius yang paling sukses” (Encyclopedia Britannica, edisi ke-11).

    ***

    Dari Sahabat

     
  • erva kurniawan 1:58 am on 12 January 2014 Permalink | Balas  

    Masihkah Kita Merasa Sebagai Ummatnya Nabi Muhammad SAW? 

    kaligrafiMasihkah Kita Merasa Sebagai Ummatnya Nabi Muhammad SAW?

    Tanggal 12 Rabi’ul Awal memiliki arti penting bagi Nabi Muhammad SAW dan seluruh ummat Islam di belahan dunia mana pun. Pada tanggal itu beliau dilahirkan, dan pada tanggal itu pula beliau wafat, tentu tahunnya berbeda. Sudah empat belas abad lebih kita terpisah dengan kehidupan Rasul yang agung Nabi Muhammad SAW namun gaung keindahan pribadinya tetap bergema sampai saat ini dan akan tetap demikian hingga putaran dunia ini berakhir. Bagi kita adalah bagaimana menyimak sirah-nya, mengambil ibrah-nya dan mengamalkan ghirah-nya. Sebab, sosok Nabi Muhammad SAW sebagai tokoh yang paling berpengaruh dalam sejarah peradaban dunia, sudah sepatutnya diteladani oleh kaum Muslimin.

    Tapi, roda kehidupan berputar terus tak terkendali, dan kehidupan ummat manusia pun bergerak mengikuti peregerakan zaman yang semakin hari semakin canggih. Pergerakan gaya hidup pun semakin hari semakin tak terkendali sehingga hampir kebanyakan manusia sudah terpedaya oleh tipu muslihatnya setan la’natullah, dan kehidupan manusia pun telah banyak berubah seiring dengan pergerakan gaya hidup itu sendiri. Banyak dari ummat manusia lebih mencintai dunia daripada kehidupan di akhirat kelak. Apalagi sekarang kita berada di sebuah zaman, yang menunjukkan bahwa manusia sudah benar-benar lebih sesat dari binatang; Seorang anak membunuh ibunya, seorang ibu membunuh anaknya, seorang ayah memperkosa anak perempuannya, aurat dipertontonkan dengan menggunakan kecanggihan teknologi, harga diri dijual menjadi ajang komoditi dan lain sebagainya.

    Itu semua terjadi karena, setiap manusia punya peluang untuk dijerumuskan oleh setan, sehingga kita juga merasa tidak aneh lagi di zaman sekarang ini, melihat banyak orang yang tidak melaksanakan shalat, tidak shaum ketika bulan Rammadhan, membuka aurat di tempat umum dan lain sebagainya. Dan perbuatan itu juga kadang atau malah kita sendiri yang suka melakukannya.

    Oleh karena itu, coba tanya diri kita,

    “Masihkah kita merasa sebagai umatnya Nabi Muhammad SAW???

    “Masihkan kita mencintainya???

    “Masihkan kita merindukan-Nya sehingga kita ingin sekali bertatap muka, mencium tangannya, mendekapnya, bercengkrama dan lain sebagainya???

    Coba kita rasakan syair nashid dari Raihan yang berjudul Ya Rasulullah berikut ini, mudah-mudahan ini dapat membantu kita, menumbuhkan kembali kecintaan kita, kerinduan kita kepada Nabi Muhammad SAW yang mungkin telah lama kita campakkan ajarannya, perintahanya, anjurannya, akhlaknya dan lain sebagainya. Dan mudah- mudahan dengan perenungan ini juga kita masih merasa bahwa diri kita masih sebagai ummat Nabi Muhammad SAW yang berhak mendapatkan pembelaan beliau dihadapan Allah SWT dengan syafa’atnya:

    Alangkah indahnya hidup ini, andai dapat ku tatap wajahmu, Kan pasti mengalir air mataku, karena pancaran ketenanganmu

    Alangkah indahnya hidup ini, andai dapat ku kecup tanganmu, Moga mengalir keberkatan dalam diriku, untuk mengikut jejak langkahmu

    Ya Rasulallah, Ya Habiballah…, Tak pernah ku tatap wajahmu, Ya Rasulallah, Ya Habiballah…, Kami rindu padamu…

    Allahumma shalli ‘ala Muhammad, Ya Rabbi shalli ‘alaihi wa saliim, Allahumma shalli ‘ala Muhammad, Ya Rabbi shalli ‘alaihi wa saliim…

    Alangkah indahnya hidup ini, andai dapat ku dekap dirimu, Tiada kata yang dapat aku ucapkan, hanya Tuhan saja yang Tahu

    Ya Rasulallah, Ya Habiballah…, Tak pernah ku tatap wajahmu, Ya Rasulallah, Ya Habiballah…, Kami rindu padamu…

    Ku tahu cintamu kepada ummat, Ummati… ummati…, Kau tahu bimbangnya kau tentang kami, syafa’atkan kami…

    Alangkah indahnya hidup ini, andai dapat ku tatap wajahmu, Kan pasti mengalir air mataku, karena pancaran ketenanganmu

    Ya Rasulallah, Ya Habiballah…, Tak pernah ku tatap wajahmu, Ya Rasulallah, Ya Habiballah…, Kami rindu padamu…

    Ya Rasulallah, Ya Habiballah…, Terimalah kami sebagai ummatmu, Ya Rasulallah, Ya Habiballah…, Kurniakanlah syafa’atmu…

    Allahumma shalli ‘ala Muhammad, Ya Rabbi shalli ‘alaihi wa saliim, Allahumma shalli ‘ala Muhammad, Ya Rabbi shalli ‘alaihi wa saliim…

    Allahumma shalli ‘ala Muhammad, Ya Rabbi shalli ‘alaihi wa saliim, Allahumma shalli ‘ala Muhammad, Ya Rabbi shalli ‘alaihi wa saliim…

    “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya”. (QS. Al-Ahzaab” (33): 56)

    ***

    Sumber: jkmhal.com

     
  • erva kurniawan 2:42 am on 11 January 2014 Permalink | Balas  

    E-mail Dari Rasul 

    nabi-muhammad-saw1E-mail Dari Rasul

    Malam sudah cukup larut, namun mata ini masih tak bisa terpejam. Semua tugas-tugas kantor yang kubawa pulang sudah selesai, tak lupa kusediakan setengah jam sebelum pukul 23.00 untuk membalas beberapa email yang baru sempat terbaca malam ini. Nyaris saja kupilih menu “shut down” setelah sebelumnya menutup semua jendela di layar komputer, tiba-tiba muncul alert yahoo masuknya email baru. “You have 1 new message(s)…”. Seperti biasanya, aku selalu tersenyum setiap kali alert itu muncul, karena sudah bisa diduga, email itu datang dari orang-orang, sahabat, saudara, kerabat, intinya, aku selalu senang menunggu kabar melalui email dari mereka. Tapi yang ini … Ooopss … ini pasti main-main … disitu tertulis “From: Muhammad Rasul Allah”

    Walaupun sudah seringkali menerima junkmail atau beraneka spam, namun kali ini aku tidak menganggapnya sebagai email sampah atau orang sedang main-main denganku. Maklum, meski selama ini sering sekali teman-teman yang “ngerjain”, tapi kali ini, sekonyol-konyolnya teman-teman sudah pasti tidak ada yang berani mengatasnamakan Rasulullah Saw. Maka dengan hati-hati, kuraih mouse-ku dan … klik …

    “Salam sejahtera saudaraku, bagaimana khabar imanmu hari ini … Kebaikan apa yang sudah kau perbuat hari ini, sebanyak apa perbuatan dosamu hari ini …”

    Aku tersentak … degub didada semakin keras, sedetik kemudian, ritmenya terus meningkat cepat. Kuhela nafas dalam-dalam untuk melegakan rongga dada yang serasa ditohok teramat keras hingga menyesakkan. Tiga pertanyaan awal dari “Rasulullah” itu membuatku menahan nafas sementara otakku berputar mencari dan memilih kata untuk siap-siap me-reply email tersebut. Barisan kalimat “Rasulullah” belum selesai, tapi rasanya terlalu berat untuk melanjutkannya. Antara takut dan penasaran bergelut hingga akhirnya kuputuskan untuk membacanya lagi.

    “Cinta seorang ummat kepada Rasulnya, harus tercermin dalam setiap perilakunya. Tidak memilih tempat, waktu dan keadaan. Karena aku, akan selalu mencintai ummatku, tak kenal lelah. Masihkah kau mencintaiku hari ini?”

    Air menetes membasahi pipiku, semakin kuteruskan membaca kalimat-kalimatnya, semakin deras air yang keluar dari sudut mataku.

    “Pengorbanan seorang ummat terhadap agamanya, jangan pernah berhenti sebelum Allah menghendaki untuk berhenti. Dan kau tahu, kehendak untuk berhenti memberikan pengorbanan itu, biasanya seiring dengan perintah yang diberikan-Nya kepada Izrail untuk menghentikan semua aktifitas manusia. Sampai detik ini, pernahkah kau berkorban untuk Allah?”.

    Kusorot ketengah halaman ….

    “Sebagai Ayah, aku contohkan kepada ummatku untuk menyayangi anak-anak mereka dengan penuh kasih. Kuajari juga bagaimana mencintai istri-istri tanpa sedikit melukai perasaannya, sehingga kudapati istri-istriku teramat mencintaiku atas nama Allah. Aku tidak pernah merasakan memiliki orangtua seperti kebanyakan ummatku, tapi kepada orang-orang yang lebih tua, aku sangat menghormati, kepada yang muda, aku mencintai mereka. Sudahkah hari ini kau mencium mesra dan membelai lembut anak-anakmu seperti yang kulakukan terhadap Fatimah? Masihkah panggilan sayang dan hangat menghiasi hari-harimu bersama istrimu? Sudahkah juga kau menjadi pemimpin yang baik untuk keluargamu, seperti aku mencontohkannya langsung terhadap keluargaku?.

    Satu hentakkan pagedown lagi …

    “Aku telah memberi contoh bagaimana berkasih sayang kepada sesama mukmin, bersikap arif dan bijak namun tegas kepada manusia dari golongan lainnya, termasuk menghormati keberadaan makhluk lain dimuka bumi. Saudaraku …”

    Cukup sudah. Aku tak lagi sanggup meneruskan rentetan kalimatnya hingga habis. Masih tersisa panjang isi email dari Rasulullah, namun baru yang sedikit ini saja, aku merasa tidak kuat. Aku tidak sanggup meneruskan semuanya karena sepertinya Rasulullah sangat tahu semua kesalahan dan kekuranganku, dan jika kulanjutkan hingga habis, yang pasti semuanya tentang aku, tentang semua kesalahan dan dosa-dosaku.

    Kuhela nafas panjang berkali-kali, tapi justru semain sesak. Tiba-tiba pandanganku menjadi gelap, entah apa yang terjadi. Sudah tibakah waktuku? Padahal aku belum sempat me-reply email Rasulullah itu untuk memberitahukan kepada beliau bahwa aku tidak akan menjawab semua emailku dengan kata-kata. Karena aku yakin, Rasul lebih senang aku memperbaiki semua kesalahanku hari ini dan hari-hari sebelumnya, dari pada harus bermanis-manis mengumbar kata memikat hati, yang biasanya tak berketerusan dengan amal yang nyata.

    Pandanganku kini benar-benar gelap, pekat sampai tak ada lagi yang bisa terlihat. Hingga … nit… nit… alarm jam tanganku berbunyi. 00.00 WIB. Ah, kulirik komputerku, kosong, kucari-cari email dari Rasulullah di inbox-ku. Tidak ada. Astaghfirullaah, mungkinkah Rasulullah manusia mulia itu mau mengirimi ummatnya yang belum benar-benar mencintainya ini sebuah email? Ternyata aku hanya bermimpi, mungkin mimpi yang berangkat dari kerinduanku akan bertemu Rasul Allah. Tapi aku merasa berdosa telah bermimpi seperti ini. Tinggal kini, kumohon ampunan kepada Allah atas kelancangan mimpiku.

    Wallahu “a”lam bishshowaab

    ***

    Eramuslim – Bayu Gautama

     
  • erva kurniawan 3:36 am on 10 January 2014 Permalink | Balas  

    Renungan Jumat: Pak Engkos 

    tukang_becak1Pak Engkos

    Pak Engkos, begitulah masyarakat sekitar rumahnya biasa memanggil. Beliau seorang tukang becak yang rajin ke masjid. Sholat jama’ah Maghrib, Isya’ dan subuh, hampir tak pernah absent. Seorang ibu bilang kepada saya, bahwa sebelumnya pak Engkos memiliki beberapa becak dan menyewakannya kepada tukang becak yang lain. Tinggal di rumah yang cukup lumayan, didampingi seorang istri dan seorang anak yang berusia dibawah sepuluh tahun.

    Karena kebijakan pemerintah setempat yang tidak mengijinkan becak beroperasi di kawasan tertentu, suatu hari becak pak Engkos kena operasi tramtib. Becakpun digusur dan dibuang ke laut.

    Jadilah pak Engkos tidak memiliki sarana pencari nafkah lagi. Rumah tinggalpun akhirnya ganti, dari rumah sederhana menjadi rumah yang hampir tak layak dihuni. Namun pak Engkos tetap tabah. Dia jalani kehidupannya dengan istiqomah, tetap berada di jalan Allah, tetap rajin sholat berjama’ah ke masjid, dan sekali-sekali bertindak menjadi imam sholat. Kami terkesan dengan bacaan qolqolahnya yang demikian kental.

    Untuk menyambung hidupnya, pak Engkos kembali menjadi tukang becak. Namun kali ini dia hanya sekedar buruh becak, yang harus memberikan uang setoran kepada majikannya. Hujan dan panas tak merintanginya bekerja menarik becak. Hingga ketuaan mulai menyapanya. Saat kondisi fisik sudah kurang mendukung, dia menderita sakit. Semakin hari semakin parah penyakitnya. Namun tak ada uang untuk pergi berobat. Hingga suatu malam datanglah seorang mahasiswa menyambangi rumahnya dan menawarkan bantuan pengobatan dengan syarat dia pindah agama.

    Dengan tegas pak Engkos menjawab, “Lebih baik saya mati dalam keadaan tetap beragama Islam, dari pada saya sembuh tapi harus pindah agama”.

    Mendengar kejadian itu, remaja masjidpun berembug. Kemudian membawa pak Engkos berobat kerumah sakit dengan pelayanan gratis tanpa biaya. Pak Engkospun bersyukur, begitu juga para remaja masjid. Karena pak Engkos berhasil berobat dengan tetap menjaga keimanannya.

    Janji Allah senantiasa benar. “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” kemudian istiqomah, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu”. (QS. Fushilat:30).

    Ditengah kondisi ekonomi yang menghimpit, ditambah dengan menderita sakit, pak Engkos berani menolak tawaran yang menggiurkan. Dia tidak takut mati, asal dalam keadaan tetap Islam dari pada sembuh tapi harus pindah agama. Pak Engkos-pun menjadi gembira, karena pertolongan Allah melalui tangan-tangan remaja masjid yang membawanya berobat dan merawatnya di rumah sakit hingga sembuh.

    Pak Engkos yang istiqomah. Kini beliau sudah tiada. Allah Swt berkenan memanggilnya beberapa saat setelah pulang dari rumah sakit. Semoga Allah Swt menerima segala amal kebaikannya, mengampuni kesalahannya, dan menempatkannya ditempat yang layak.

    Kesulitan ekonomi bukan penghalang untuk tetap istiqomah. Penderitaan fisik, rasa sakit dan ketidak beruntungan hidup di dunia bukan penghalang untuk tetap beriman kepada-Nya. Istiqomah di jalan Allah, akan mengantarkan kita kepada kehidupan yang kekal abadi di yaumil akhir nanti.

    Kesulitan kita, derita Pak Engkos… mungkin belum seberapa dibandingkan dengan perjuangan dan derita Rasul serta para sahabatnya. Malu rasanya.. jika kita harus gadaikan komitmen dan keimanan kita hanya demi sesuap nasi atau bahkan agar kita dipandang mapan di tengah masyarakat yang kian materialistis..

    Robbanaa laa tuzigh-quluubanaa ba’da ‘idz hadaitanaa wahab-lanaa milladunka rahmatan innaka antal wahhaab. Aamiin. (Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkaulah Maha Pemberi (Petunjuk). (QS. Ali Imran:8).

    Wallahu ‘a’lam bishshowab.

    ***

    (Diambil dari http://www.eramuslim.com)

     
    • fauzi bin rifai 6:53 am on 10 Januari 2014 Permalink

      Allohuakbar walillahilhamd : Dialah yang mahabesar dan kita memujiNYA, semoga kita selalu istiqomah menjalani agamaNYA dan diringankan ujian dari yang seberat itu

  • erva kurniawan 3:41 am on 9 January 2014 Permalink | Balas  

    Beginilah Musuh Islam, dan Beginilah Umat Islam 

    kisah-teladan-islamBeginilah Musuh Islam, dan Beginilah Umat Islam

    Ibu Guru berjilbab rapi tampak bersemangat di depan kelas sedang mendidik murid-muridnya dalam pendidikan Syari’at Islam. Di tangan kirinya ada kapur, di tangan kanannya ada penghapus. Ibu Guru berkata, “Saya punya permainan. Caranya begini, di tangan kiri saya ada kapur, di tangan kanan ada penghapus. Jika saya angkat kapur ini, maka berserulah “Kapur!”, jika saya angkat penghapus ini, maka berserulah “Penghapus!” Murid muridnya pun mengerti dan mengikuti. Ibu Guru mengangkat silih berganti antara tangan kanan dan tangan kirinya, kian lama kian cepat.

    Beberapa saat kemudian sang guru kembali berkata, “Baik sekarang perhatikan. Jika saya angkat kapur, maka berserulah “Penghapus!”, jika saya angkat penghapus, maka katakanlah “Kapur!”. Dan permainan diulang kembali. Maka pada mulanya murid-murid itu keliru dan kikuk, dan sangat sukar untuk mengubahnya. Namun lambat laun, mereka sudah biasa dan tidak lagi kikuk. Selang beberapa saat, permainan berhenti. Sang guru tersenyum kepada murid-muridnya.

    “Anak-anak, begitulah ummat Islam. Awalnya kalian jelas dapat membedakan yang haq itu haq, yang bathil itu bathil. Namun kemudian, musuh musuh ummat Islam berupaya melalui berbagai cara, untuk menukarkan yang haq itu menjadi bathil, dan sebaliknya.

    Pertama-tama mungkin akan sukar bagi kalian menerima hal tersebut, tetapi karena terus disosialisasikan dengan cara-cara menarik oleh mereka, akhirnya lambat laun kalian terbiasa dengan hal itu. Dan kalian mulai dapat mengikutinya. Musuh-musuh kalian tidak pernah berhenti membalik dan menukar nilai dan etika.”

    “Keluar berduaan, berkasih-kasihan tidak lagi sesuatu yang pelik, zina tidak lagi jadi persoalan, pakaian seksi menjadi hal yang lumrah, sex sebelum nikah menjadi suatu hiburan dan trend, materialistik kini menjadi suatu gaya hidup, korupsi menjadi kebanggaan dan lain lain. Semuanya sudah terbalik. Dan tanpa disedari, kalian sedikit demi sedikit menerimanya. Paham?” tanya Guru kepada murid-muridnya. “Paham Bu Guru”

    “Baik permainan kedua,” Ibu Guru melanjutkan. “Bu Guru ada Qur’an, Bu Guru akan meletakkannya di tengah karpet. Quran itu “dijaga” sekelilingnya oleh ummat yang dimisalkan karpet. Sekarang anak-anak berdiri di luar karpet. Permainannya adalah, bagaimana caranya mengambil Qur’an yang ada di tengah dan ditukar dengan buku lain, tanpa memijak karpet?” Murid-muridnya berpikir. Ada yang mencoba alternatif dengan tongkat, dan lain-lain, tetapi tak ada yang berhasil.

    Akhirnya Sang Guru memberikan jalan keluar, digulungnya karpet, dan ia ambil Qur’an ditukarnya dengan buku filsafat materialisme. Ia memenuhi syarat, tidak memijak karpet. “Murid-murid, begitulah ummat Islam dan musuh-musuhnya. Musuh-musuh Islam tidak akan memijak-mijak kalian dengan terang-terangan. Karena tentu kalian akan menolaknya mentah-mentah. Orang biasapun tak akan rela kalau Islam dihina dihadapan mereka. Tetapi mereka akan menggulung kalian perlahan-lahan dari pinggir, sehingga kalian tidak sadar. Jika seseorang ingin membuat rumah yang kuat, maka dibina pundasi yang kuat. Begitulah ummat Islam, jika ingin kuat, maka bangunlah aqidah yang kuat. Sebaliknya, jika ingin membongkar rumah, tentu susah kalau fondasinya dahulu. Lebih mudah hiasan-hiasan dinding akan dikeluarkan dahulu, kursi dipindahkan dahulu, lemari dikeluarkan dahulu satu persatu, baru rumah dihancurkan…”

    “Begitulah musuh-musuh Islam menghancurkan kalian. Mereka tidak akan menghantam terang-terangan, tetapi ia akan perlahan-lahan meletihkan kalian. Mulai dari perangai, cara hidup, pakaian dan lain-lain, sehingga meskipun kalian itu Muslim, tetapi kalian telah meninggalkan Syari’at Islam sedikit demi sedikit. Dan itulah yang mereka inginkan.”

    “Kenapa mereka tidak berani terang-terangan menginjak-injak Bu Guru?” tanya mereka. Sesungguhnya dahulu mereka terang-terang menyerang, misalnya Perang Salib, Perang Tartar, dan lain-lain. Tetapi sekarang tidak lagi. Begitulah ummat Islam. Kalau diserang perlahan-lahan, mereka tidak akan sadar, akhirnya hancur. Tetapi kalau diserang serentak terang-terangan, baru mereka akan sadar, lalu mereka bangkit serentak. Selesailah pelajaran kita kali ini, dan mari kita berdo’a dahulu sebelum pulang…”

    Matahari bersinar terik tatkala anak-anak itu keluar meninggalkan tempat belajar mereka dengan pikiran masing-masing di kepalanya.

    ***

    Ini semua adalah fenomena Ghazwu lFikri (perang pemikiran). Dan inilah yang dijalankan oleh musuh-musuh Islam. Allah berfirman dalam surat At Taubah yang artinya: “Mereka hendak memadamkan cahaya Allah dengan mulut-mulut mereka, sedang Allah tidak mau selain menyempurnakan cahayaNya, sekalipun orang-orang kafir itu benci akan hal itu.” (9:32).

    Musuh-musuh Islam berupaya dengan kata-kata yang membius ummat Islam untuk merusak aqidah ummat umumnya, khususnya generasi muda Muslim. Kata-kata membius itu disuntikkan sedikit demi sedikit melalui mas media, grafika dan elektronika, tulisan-tulisan dan talk show, hingga tak terasa.

    Maka tampak dari luar masih Muslim, padahal internal dalam jiwa ummat, khususnya generasi muda sesungguhnya sudah ibarat poteng (tapai singkong, peuyeum). Maka rasakan dan pikirkanlah itu dan ingatlah bahwa dunia ini hanya persinggahan sementara, ingatlah akan Hari Pengadilan.

    WaLlahu a’lamu bishshawab.

    ***

    Diambil dari: eramuslim

    H.Muh.Nur Abdurrahman

    Kolom Tetap Harian Fajar, dengan judul ‘Permainan Ibu Guru’ dari milist Faktual

     
  • erva kurniawan 3:30 am on 8 January 2014 Permalink | Balas  

    Ingin Nyaman Di Rumah? Ciptakan Suasana Itu Bersama! 

    keluarga-muslimIngin Nyaman Di Rumah? Ciptakan Suasana Itu Bersama!

    Bagaimana perasaan anda, jika pas tiba di rumah setelah tugas kantor cukup lama di luar kota, keadaan rumah berantakan, anak-anak rewel, dan penampilan isteri compang-camping? Pasti perasaan anda kesal setengah mati. Bayangan semula bahwa setelah pulang bisa beristirahat, disambut hangat istri, bisa bercengkerama dengan anak-anak, kontan buyar. Rasa penat setelah perjalanan jauh bukannya hilang, bahkan tambah capek. Soalnya pikiran ruwet, membuat fisik kian lesu tak bersemangat. Sebaliknya hati jadi panas. Emosi gampang meledak. Itu barangkali ekses dari suasana di dalam rumah yang tidak nyaman.

    Jika ketidaknyamanan suasana seperti ini kerap terjadi, jelas sangat mengancam kelangsungan kehidupan rumah tangga pasangan suami-isteri (pasutri). Ini bukan persoalan sepele. Sebab dia menyangkut fondasi bangunan keluarga. Fondasi itu tidak boleh dibiarkan mengalami erosi karena persoalan-persoalan seperti di atas.

    Patut dicatat bahwa pada banyak kasus, untuk menghindari ketidaknyamanan suasana di rumah, kebanyakan pria tak jarang mengambil jalan penyelesaian pintas. Keluar rumah dan cari tempat istirahat yang tenang. Entah itu rumah teman atau tempat penginapan lainnya. Atau dia keluar ke tempat-tempat hiburan untuk menghilangkan pikiran yang suntuk. Bila ini yang terjadi, sangat beresiko. Soalnya, mencari ketenangan, khususnya bagi pria yang telah berkeluarga, akan berkonotasi dia perlu “pendamping alternatif” untuk tempat pelampiasan uneg-uneg atau tempat pelepas beban pikirannya. Entah bersifat sementara atau permanen.

    Apa yang terjadi selanjutnya, bila seorang suami merasa rumah tidak bisa lagi dijadikan tempatnya beristirahat? Andalah yang bisa menjawabnya. Tapi tentu saja, persoalan itu tidak bisa semata-mata menuding isteri sebagai penyebabnya. Dengan kata lain, suami seharusnya tidak mendramatisir persoalan itu sebagai kesalahan istrinya. Karena suami juga punya kewajiban ikut bertanggung jawab menciptakan kenyamanan di dalam rumahnya. Secara bersama, para pasutri sebetulnya bisa mengantisipasi bakal terjadinya kasus-kasus gawat yang akan melanda kehidupan rumah tangga mereka.

    Kasus seorang suami yang pulang dari tugas di tempat jauh misalnya, sebetulnya bisa diatur kepulangannya. Sehingga saat ia pulang, keadaan rumah rapi dan para anggota keluarga menyambutnya dengan hangat. Hal darurat lainnya adalah, isteri jangan sekali-kali mengizinkan orang lain (tamu wanita tentunya) menginap di rumahnya selama suami tidak di rumah. Soalnya ini bisa mengganggu kebebasan bercengkerama suaminya dengan anggota keluarga, khususnya dengan dirinya.

    Ini artinya, seorang suami/ayah akan lebih baik bila tidak pulang dengan cara dadakan, sehingga orang rumah tidak melakukan persiapan. Karena itu perlu ada komunikasi dan koordinasi dengan isteri sebelum seorang suami pulang setelah dari bepergian jauh dalam waktu lama.

    Sebagai suami, kita sebetulnya bisa mengkomunikasikan dan mengatur jadwal waktu kepulangan kita dengan isteri kita. Mau malam atau siang, termasuk juga jam kepulangan. Pukul berapa kira-kira waktu yang kondusif bagi kita sampai di rumah.

    Jika kita menghendaki agenda kencan dengan isteri setelah tiba di rumah, toh semuanya bisa diatur. Kalau jadwal kepulangan kita malam hari, kita bisa kontak istri agar menyediakan air panas untuk mandi malam kita misalnya. Atau kita minta pada isteri agar dimasakkan makanan kesukaan kita. Atau misalnya, kita bisa minta pada isteri agar anak-anak di rumah dimandikan dan memakai pakaian yang rapi, karena ayah mereka sebentar lagi datang. Bukankah semua itu bisa dikomunikasikan dan direkayasa?

    Setelah lama bepergian, wajar jika muncul kekangenan seorang ayah pada anggota keluarganya. Selain tentunya, kerinduan ingin berkencan dengan sang isteri. Ini perasaan manusiawi yang ada pada diri setiap orang. Seorang sahabat bernama Jabir bin Abdullah, ra juga pernah mengalami perasaan serupa. Di bawah ini cuplikan kisahnya.

    Jabir bin Abdullah, ra berkata; “Suatu hari kami pulang dari peperangan bersama Nabi saw. Aku bergegas mempercepat untaku yang semula berjalan lambat. Tapi tiba-tiba seorang pengendara menyusul dari belakang dan mendorong bagian belakang untaku dengan tongkat yang dibawanya. Lalu untaku menjadi unta paling cepat yang pernah kami lihat. Ternyata orang itu adalah Rasulullah saw.

    “Apa yang membuatmu tergesa-gesa,” tanya Rasulullah saw.

    “Aku belum lama menikah,” jawabku.

    “Gadis atau janda?” tanya beliau lagi.

    “Janda,” jawabku.

    “Mengapa tidak dengan gadis sehingga kamu bisa bersenda gurau dengannya?” lanjut beliau.

    Ketika kami hampir sampai, beliau saw berkata; “Jangan tergesa-gesa. Usahakan menemui keluarga di malam hari (ketika hari sudah gelap). Supaya mereka menyisir rambutnya yang lusuh dan menyiapkan diri (untuk menyambut kedatangan suaminya), setelah ditinggal pergi.” (HR Bukhori)

    Hadits di atas mengisyaratkan dengan gamblang, agar seorang suami yang ingin bercumbu dengan isterinya setelah bepergian jauh, untuk memberikan waktu kepada si isteri bersolek. Agar penampilan isteri segar ketika menyambut sang suami yang sudah kangen berat. Secara umum riwayat di atas juga mengajarkan, bahwa hendaknya isteri selalu berpenampilan rapi dan selalu “ready” jika diajak bercumbu dengan suaminya.

    Persoalannya, bagaimana jika isteri selalu sibuk dengan pekerjaan di rumah seharian penuh sehingga tidak fresh menghadapi suaminya pada malam hari? Itu pun merupakan persoalan yang sebetulnya bisa didiskusikan dengan suami. Jika persoalan rutin isteri adalah kesibukan pekerjaan rumah tangga, kenapa suami tidak mencarikan pembantu untuk meringankan beban pekerjaan rutin sang isteri? Andaikan anggaran untuk menggaji pembantu juga belum ada? Maka suami seharusnya bisa turun tangan untuk sementara waktu ikut meringankan beban pekerjaan isterinya.

    Walhasil, tidak ada persoalan besar, jika masalahnya didiskusikan dan dipecahkan bersama. Sebaliknya tidak ada persoalan yang ringan, jika hal itu dibiarkan berlarut-larut tanpa ada penyelesaian. Jadi saling berkomunikasi antara pasutri itu penting dan wajib, agar bahtera rumah-tangga kita tetap bisa berlayar walaupun diterpa berbagai badai cobaan. Wallahu a’lam.

    ***

    Diambil dari eramuslim

    (sulthoni)

     
  • erva kurniawan 9:23 am on 7 January 2014 Permalink | Balas  

    Kenapa Aku Diuji 

    ujian aAlahKENAPA AKU DIUJI?

    “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan  saja mengatakan;  “Kami telah beriman,” sedangkan mereka tidak diuji?  Dan sesungguhnya kami telah menguji org2 yg sebelum  mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui org2 yg  benar dan sesungguhnya Dia mengetahui org2 yg  dusta.” -Surah Al-Ankabut ayat 2-3

    KENAPA AKU TAK DAPAT APA YG AKU IDAM-IDAMKAN?

    “Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat  baik bagimu, dan boleh jadi pula kamu menyukai  sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu, Allah  mengetahui sedang kamu tidak mengetahui.”  -Surah Al-Baqarah ayat 216

    KENAPA UJIAN SEBERAT INI?

    “Allah tidak membebani seseorang itu melainkan  sesuai dengan  kesanggupannya.”  -Surah Al-Baqarah ayat 286

    RASA FRUSTASI?

    “Jgnlah kamu bersikap lemah, dan jgnlah pula kamu  bersedih hati, padahal kamulah org2 yg paling tinggi  darjatnya, jika kamu org2 yg beriman.”  – Surah Al-Imran ayat 139

    BAGAIMANA HARUS AKU MENGHADAPINYA?

    “Wahai orang-orang yang beriman! Bersabarlah kamu  (menghadapi segala kesukaran dalam mengerjakan  perkara-perkara yang berkebajikan), dan kuatkanlah  kesabaran kamu lebih daripada kesabaran musuh, di  medan perjuangan), dan bersedialah (dengan kekuatan  pertahanan di daerah-daerah sempadan) serta  bertaqwalah kamu kepada Allah supaya, kamu  berjaya (mencapai kemenangan).”  -Surah Al-Imran ayat 200

    “Dan mintalah pertolongan(kepada Allah) dengan jalan sabar dan mengerjakan  sembahyang; dan sesungguhnya sembahyang itu amatlah berat kecuali kepada orang-orang yang khusyuk”  -Surah Al-Baqarah ayat 45

    APA YANG AKU DAPAT DARI SEMUA INI?

    “Sesungguhnya Allah telah membeli dr org2 mu’min,  diri, harta mereka dengan memberikan syurga utk  mereka… ..  -Surah At-Taubah ayat 111

    KEPADA SIAPA AKU BERHARAP?

    “Cukuplah Allah bagiku, tidak ada Tuhan selain  drNya. Hanya kepadaNya aku bertawakkal.”  -Surah At-Taubah ayat 129

    AKU DAH TAK DAPAT BERTAHAN LAGI!!!!!

    “… ..dan jgnlah kamu berputus asa dr rahmat Allah.  Sesungguhnya tiada berputus asa dr rahmat Allah  melainkan kaum yg kafir.”  -Surah Yusuf ayat 12

    Dan apabila kamu diberikan  penghormatan dengan sesuatu ucapan hormat seperti  memberi salam), maka balaslah penghormatan itu  dengan yang lebih baik daripadanya, atau balaslah  dia (dengan cara yang sama).Sesungguhnya Allah  sentiasa menghitung tiap-tiap sesuatu.  -Surah An-Nisaa’ ayat 86

    ***

    Wallahua’lam bishshowwab

    Dari sahabat:  Yuni Mardiyanto

     
  • erva kurniawan 9:08 am on 6 January 2014 Permalink | Balas  

    Hidup Kaya Raya Tidak Selalu Berarti Disayang Allah 

    harta karunHidup Kaya Raya Tidak Selalu Berarti Disayang Allah

    Hidup kaya raya di dunia tidak selalu berarti di sayang Allah, saudaraku. seringkali kita melihat dan memperhatikan bahwa pelaku bisnis kotor, pegawai yang korup, orang-orang non muslim, kok hidup didunia ini terlihat senang, kaya raya, bahkan terhormat. Sebaliknya, mengapa ummat Islam yang sehari-harinya rajin ibadah, masih sangat banyak yang hidupnya serba miskin dan kesusahan. Pertanyaannya, apa rahasia Allah dibalik semua ini?

    Mengapa seolah membiarkan yang jahat hidupnya lebih makmur dan berkuasa, bahkan menindas terus kaum lemah? Mengapa para penjahat kelas hiu tetap terbebas dari hukum dunia, mereka bebas berkeliaraan dan beraktivitas secara normal bahkan dapat mengeruk terus kekayaaan dari bisnisnya? Tentunya masih akan banyak lagi berbagai pertanyaan dari benak kita, yang terutama akan muncul dari sesama muslim yang hidupnya hingga saat ini masih dalam taraf kesusahan. Susah dalam mendapatkan penghasilan yang memadai, susah untuk menyekolahkan anak dengan layak, bahkan tidak sedikit yang kesusahan sekalipun untuk memenuhi makan sehari-hari, apalagi kalau ingin makan dengan syarat makan yang sehat, tentunya masih jauh sekali.

    Jika manusia ternyata lebih banyak berkeluh kesah dalam menyikapi perjalanan hidup ini, itu sangat wajar dan normal karena jelas jawabannya ada dalam Al-Qur’an sebagai Firman Allah yang Maha Tahu segalanya tentang kehidupan ini dari awal penciptaan hingga berakhirnya kehidupan di dunia kelak. Mari kita perhatikan petikan ayat Al-Quran berikut ini: “Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah. Dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir”. (Al Ma’arij: 19-21)

    Allah yang Maha Bijaksana, yang selalu menunjukkan jalan untuk kebaikan bagi manusia, pada ayat selanjutnya Allah memberikan jalan keluar agar manusia yang memiliki sifat dasar keluh kesah, kikir, tersebut dapat memilihnya. “Kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat, yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya, dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta), dan orang-orang yang mempercayai hari pembalasan, dan orang-orang yang takut terhadap azab Tuhannya”. (Al Ma’arij: 22-27)

    Kembali pada pertanyaan mengapa Allah memberikan dan memperlihatkan hidup di dunia lebih makmur bagi orang kafir, atau orang jahat, daripada kepada umat islam yang ahli ibadah. Jawabanya juga sangat jelas tersedia dalam ayat berikut: “Maka janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki dengan (memberi) harta benda dan anak-anak itu untuk menyiksa mereka dalam kehidupan di dunia dan kelak akan melayang nyawa mereka, sedang mereka dalam keadaan kafir.” (At Taubah: 55)

    Dalam tafsir Ibnu Katsir dijelaskan tentang ayat di atas: Allah Ta’ala berfirman kepada Rasul-Nya, “Maka janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu.” Penggalan di atas seperti firman Allah Ta’ala, “Apakah mereka mengira bahwa harta dan anak-anak yang Kami berikan kepada mereka itu (berarti bahwa), Kami bersegera memberikan kebaikan-kebaikan kepada mereka? Tidak, sebenarnya mereka tidak sadar.” (QS. 23:55,56).

    Qatadah menafsirkan, “Susunan kalimat yang dikemudiankan dan diakhirkan”. Asal ayat ini kira-kira, “Maka janganlah harta dan anak-anak mereka mempesonamu dalam kehidupan dunia. Sesungguhnya Allah hendak menyiksa mereka dengannya di akhirat.”.

    Namun Hasan Basri menafsirkan, “Dia menyiksa mereka karena menolak zakat dan tidak menginfakkan sebagian hartanya dijalan Allah.” Firman Allah Ta’ala, “Dan kelak akan melayang nyawa mereka, sedang mereka dalam keadaan kafir.” Yakni, Dia hendak mematikan mereka dalam keadaan kafir agar hal itu lebih menistakan mereka dan memberatkan siksanya.

    Saudaraku, jadi sangat jelas, bahwa ummat Islam agar tidak termasuk manusia yang memiliki sifat keluh kesah jika ditimpa kesusahan, dan tidak kikir jika diberikan kebahagiaan oleh Allah Ta’ala, maka obatnya ikuti saja petunjuk-Nya. Dan ummat Islam tidak perlu bersusah payah seperti membenci berat, terhadap manusia yang kafir, dan yang berlaku jahat, padahal mereka hidup dengan bergelimang harta, bahkan dihormati. Tetapi cukup menyikapinya dengan sangat berlapang dada, dan dikembalikan kepada Allah Yang Maha Pemilik Rencana Matang dan Adil, yaitu Allah akan membiarkan mereka dalam keadaan yang sangat menyedihkan, yaitu mati dalam keadaan kafir, dan mendapatkan siksa yang teramat pedih di akhirat kelak. Ummat Islam yang hingga saat ini kehidupannya masih kesusahaan, Allah sedang menguji apakah berkeluh kesah atau sebaliknya semakin beriman.

    Bagi ummat Islam yang kehidupannya telah diberikan kemapanan, Allah juga sedang menguji apakah mereka kikir atau semakin beriman pula. Dengan demikian Allah telah jelas memberikan dua jalan pilihan bagi manusia, yaitu jalan yang baik untuk menuju Surga, dan jalan penuh maksiat dan jahat untuk menuju Neraka. Silahkan pilih jalan mana?

    Saudaraku, sebaiknya kita berlindung kepada Allah Ta’ala, agar dimatikan dalam keadaan Islam dan iman. Wallahu ‘alam bishshowaab

    ***

    (Diambil dari http://www.eramuslim.com)

    Sebarkan ke saudara-saudara kita, mudah-mudahan bermanfaat.

     
  • erva kurniawan 7:59 am on 5 January 2014 Permalink | Balas  

    Kristologi: Cerita Sex dalam Al Kitab Injil 

    natalKristologi: Cerita Sex dalam Al Kitab Injil

    Apakah ini firman Tuhan atau buatan manusia?

    CERITA SEX DALAM ALKITAB

    Sebagai Kitab Suci, seharusnya Alkitab berisi firman Allah yang suci dari hal-hal yang kotor, termasuk bersih dari cerita-cerita porno yang bisa membangkitkan birahi, sehingga bisa dibaca oleh semua orang, termasuk orang tua dan anak-anak.

    Namun jika kita membaca Alkitab, akan kita temui cerita-cerita porno yang sangat merangsang birahi, sehingga tidak pantai dibaca baik oleh anak-anak ataupun para remaja. Apalagi oleh seorang yang gairah sex-nya sangat tinggi, karena bisa-bisa dia akan memperkosa perempuan yang ada di sekitarnya setelah membaca Alkitab.

    Inilah di antara kisah-kisah tersebut:

    Persundalan Ohola dan Oholiba:

    “23:1. Datanglah firman TUHAN kepadaku:

    23:2 “Hai anak manusia, ada dua orang perempuan, anak dari satu ibu.

    23:3 MEREKA BERSUNDAL DI MESIR, MEREKA BERSUNDAL PADA MASA MUDANYA; DI SANA SUSUNYA DIJAMAH-JAMAH DAN DADA KEPERAWANANNYA DIPEGANG-PEGANG.

    23:4 Nama yang tertua ialah Ohola dan nama adiknya ialah Oholiba. Mereka Aku punya dan mereka melahirkan anak-anak lelaki dan perempuan. Mengenai nama-nama mereka, Ohola ialah Samaria dan Oholiba ialah Yerusalem.

    23:5 Dan Ohola berzinah, sedang ia Aku punya. Ia sangat berahi kepada kekasih-kekasihnya, kepada orang Asyur, pahlawan-pahlawan perang,

    23:6 berpakaian kain ungu tua, bupati-bupati dan penguasa-penguasa, semuanya pemuda yang ganteng, pasukan kuda.

    23:7 Ia melakukan persundalannya dengan mereka, semuanya orang Asyur pilihan; ia menajiskan dirinya dengan semua orang, kepada siapa ia berahi dan dengan berhala-berhalanya.

    23:8 Ia tidak meninggalkan persundalannya yang dilakukannya sejak dari Mesir, sebab PADA MASA MUDANYA ORANG SUDAH MENIDURINYA, DAN MEREKA MEMEGANG-MEGANG DADA KEPERAWANANNYA DAN MENCURAHKAN PERSUNDALAN MEREKA KEPADANYA.

    23:9 Oleh sebab itu Aku menyerahkan dia ke dalam tangan kekasih-kekasihnya, dalam tangan orang Asyur, kepada siapa ia berahi.

    23:10 Mereka menyingkapkan auratnya, anak-anaknya lelaki dan perempuan ditangkap dan ia sendiri dibunuh dengan pedang. Dengan demikian namanya dipercakapkan di antara kaum perempuan sebab hukuman telah dijatuhkan atasnya.

    23:11. Walaupun hal itu dilihat oleh adiknya, Oholiba, ia lebih berahi lagi dan persundalannya melebihi lagi dari kakaknya.

    23:12 Ia berahi kepada orang Asyur, kepada bupati-bupati dan penguasa-penguasan kepada pahlawan-pahlawan perang yang pakaiannya sangat sempurna, kepada pasukan kuda, semuanya pemuda yang ganteng.

    23:13 Aku melihat bahwa ia menajiskan diri; kelakuan mereka berdua adalah sama.

    23:14 Bahkan, ia menambah persundalannya lagi: ia melihat laki-laki yang terukir pada dinding, gambar orang-orang Kasdim, diukir dalam warna linggam,

    23:15 pinggangnya diikat dengan ikat pinggang, kepalanya memakai serban yang berjuntai, semuanya kelihatan seperti perwira, yang menyerupai orang Babel dari Kasdim, tanah kelahiran mereka.

    23:16 Segera sesudah kelihatan oleh matanya ia berahi kepada mereka dan mengirim suruhan kepada mereka ke tanah Kasdim.

    23:17 Maka orang Babel datang kepadanya menikmati tempat tidur percintaan dan menajiskan dia dengan persundalan mereka; sesudah ia menjadi najis oleh mereka, ia meronta dari mereka.

    23:18 Oleh karena ia melakukan persundalannya dengan terang-terangan dan memperlihatkan sendiri auratnya, maka Aku menjauhkan diri karena jijik dari padanya, seperti Aku menjauhkan diri dari adiknya.

    23:19 Ia melakukan lebih banyak lagi persundalannya sambil teringat kepada masa mudanya, waktu ia bersundal di tanah Mesir.

    23:20 IA BERAHI KEPADA KAWAN-KAWANNYA BERSUNDAL, YANG AURATNYA SEPERTI AURAT KELEDAI DAN ZAKARNYA SEPERTI ZAKAR KUDA.

    23:21 ENGKAU MENGINGINKAN KEMESUMAN MASA MUDAMU, WAKTU ORANG MESIR MEMEGANG-MEGANG DADAMU DAN MENJAMAH-JAMAH SUSU KEGADISANMU.” (Yehezkiel 23:1-21)

     

    Kisah Incest Nabi Lot dan Kedua Anak Perempuannya:

    “19:31 Kata kakaknya kepada adiknya: “Ayah kita telah tua, dan tidak ada laki-laki di negeri ini yang dapat menghampiri kita, seperti kebiasaan seluruh bumi.

    19:32 Marilah kita beri ayah kita minum anggur, lalu kita tidur dengan dia, supaya kita menyambung keturunan dari ayah kita.”

    19:33 Pada malam itu mereka memberi ayah mereka minum anggur, LALU MASUKLAH YANG LEBIH TUA UNTUK TIDUR DENGAN AYAHNYA; dan ayahnya itu tidak mengetahui ketika anaknya itu tidur dan ketika ia bangun.

    19:34 Keesokan harinya berkatalah kakaknya kepada adiknya: “Tadi malam aku telah tidur dengan ayah; baiklah malam ini juga kita beri dia minum anggur; masuklah engkau untuk tidur dengan dia, supaya kita menyambung keturunan dari ayah kita.”

    19:35 Demikianlah juga pada malam itu mereka memberi ayah mereka minum anggur, LALU BANGUNLAH YANG LEBIH MUDA UNTUK TIDUR DENGAN AYAHNYA; dan ayahnya itu tidak mengetahui ketika anaknya itu tidur dan ketika ia bangun.

    19:36 Lalu mengandunglah kedua anak Lot itu dari ayah mereka.” (Kejadian 19:31-36)

     

    Perzinahan Daud dengan Batsyeba:

    “11:2 Sekali peristiwa pada waktu petang, ketika Daud bangun dari tempat pembaringannya, lalu berjalan-jalan di atas sotoh istana, tampak kepadanya dari atas sotoh itu seorang perempuan sedang mandi; perempuan itu sangat elok rupanya.

    11:3 Lalu Daud menyuruh orang bertanya tentang perempuan itu dan orang berkata: “Itu adalah Batsyeba binti Eliam, isteri Uria orang Het itu.”

    11:4 Sesudah itu Daud menyuruh orang mengambil dia. Perempuan itu datang kepadanya, lalu Daud tidur dengan dia. Perempuan itu baru selesai membersihkan diri dari kenajisannya. Kemudian pulanglah perempuan itu ke rumahnya.

    11:5 Lalu mengandunglah perempuan itu dan disuruhnya orang memberitahukan kepada Daud, demikian: “Aku mengandung.”  (I Samuel 11:2-5)

     

    Kisah Incest Anak Daud Amnon dengan Tamar:

    “13:1. Sesudah itu terjadilah yang berikut. Absalom bin Daud mempunyai seorang adik perempuan yang cantik, namanya Tamar; dan Amnon bin Daud jatuh cinta kepadanya.

    13:2 Hati Amnon sangat tergoda, sehingga ia jatuh sakit karena Tamar, saudaranya itu, sebab anak perempuan itu masih perawan dan menurut anggapan Amnon mustahil untuk melakukan sesuatu terhadap dia.

    13:3 Amnon mempunyai seorang sahabat bernama Yonadab, anak Simea kakak Daud. Yonadab itu seorang yang sangat cerdik.

    13:4 Katanya kepada Amnon: “Hai anak raja, mengapa engkau demikian merana setiap pagi? Tidakkah lebih baik engkau memberitahukannya kepadaku?” Kata Amnon kepadanya: “Aku cinta kepada Tamar, adik perempuan Absalom, saudaraku itu.”

    13:5 Lalu berkatalah Yonadab kepadanya: “Berbaringlah di tempat tidurmu dan berbuat pura-pura sakit. Apabila ayahmu datang menengok engkau, maka haruslah engkau berkata kepadanya: Izinkanlah adikku Tamar datang memberi aku makan. Apabila ia menyediakan makanan di depan mataku, sehingga aku dapat melihatnya, maka aku akan memakannya dari tangannya.”

    13:6 Sesudah itu berbaringlah Amnon dan berbuat pura-pura sakit. Ketika raja datang menengok dia, berkatalah Amnon kepada raja: “Izinkanlah adikku Tamar datang membuat barang dua kue di depan mataku, supaya aku memakannya dari tangannya.”

    13:7 Lalu Daud menyuruh orang kepada Tamar, ke rumahnya, dengan pesan: “Pergilah ke rumah Amnon, kakakmu dan sediakanlah makanan baginya.”

    13:8 Maka Tamar pergi ke rumah Amnon, kakaknya, yang sedang berbaring-baring, lalu anak perempuan itu mengambil adonan, meremasnya dan membuat kue di depan matanya, kemudian dibakarnya kue itu.

    13:9 Sesudah itu gadis itu mengambil kuali dan mengeluarkan isinya di depan Amnon, tetapi ia tidak mau makan. Berkatalah Amnon: “Suruhlah setiap orang keluar meninggalkan aku.” Lalu keluarlah setiap orang meninggalkan dia.

    13:10 Lalu berkatalah Amnon kepada Tamar: “Bawalah makanan itu ke dalam kamar, supaya aku memakannya dari tanganmu.” Tamar mengambil kue yang disediakannya itu, lalu membawanya kepada Amnon, kakaknya, ke dalam kamar.

    13:11 Ketika gadis itu menghidangkannya kepadanya supaya ia makan, dipegangnyalah gadis itu dan berkata kepadanya: “Marilah tidur dengan aku, adikku.”

    13:12 Tetapi gadis itu berkata kepadanya: “Tidak kakakku, jangan perkosa aku, sebab orang tidak berlaku seperti itu di Israel. Janganlah berbuat noda seperti itu.

    13:13 Dan aku, ke manakah kubawa kecemaranku? Dan engkau ini, engkau akan dianggap sebagai orang yang bebal di Israel. Oleh sebab itu, berbicaralah dengan raja, sebab ia tidak akan menolak memberikan aku kepadamu.”

    13:14 Tetapi Amnon tidak mau mendengarkan perkataannya, dan sebab ia lebih kuat dari padanya, diperkosanyalah dia, lalu tidur dengan dia.” (II Samuel 13:1-14)

    Kidung Pembangkit Birahi:

    “7:1. Betapa indah langkah-langkahmu dengan sandal-sandal itu, puteri yang berwatak luhur! Lengkung pinggangmu bagaikan perhiasan, karya tangan seniman.

    7:2 Pusarmu seperti cawan yang bulat, yang tak kekurangan anggur campur. Perutmu timbunan gandum, berpagar bunga-bunga bakung.

    7:3 Seperti dua anak rusa buah dadamu, seperti anak kembar kijang.

    7:4 Lehermu bagaikan menara gading, matamu bagaikan telaga di Hesybon, dekat pintu gerbang Batrabim; hidungmu seperti menara di gunung Libanon, yang menghadap ke kota Damsyik.

    7:5 Kepalamu seperti bukit Karmel, rambut kepalamu merah lembayung; seorang raja tertawan dalam kepang-kepangnya.

    7:6 Betapa cantik, betapa jelita engkau, hai tercinta di antara segala yang disenangi.

    7:7 SOSOK TUBUHMU SEUMPAMA POHON KORMA DAN BUAH DADAMU GUGUSANNYA.

    7:8 KATAKU: “AKU INGIN MEMANJAT POHON KORMA ITU DAN MEMEGANG GUGUSAN-GUGUSANNYA Kiranya buah dadamu seperti gugusan anggur dan nafas hidungmu seperti buah apel.” (Kidung 7:1-8)

    Pemerkosaan dan Pembantaian:

    “19:22. Tetapi sementara mereka menggembirakan hatinya, datanglah orang-orang kota itu, orang-orang dursila, mengepung rumah itu. Mereka menggedor-gedor pintu sambil berkata kepada orang tua, pemilik rumah itu: “Bawalah ke luar orang yang datang ke rumahmu itu, supaya kami pakai dia.”

    19:23 Lalu keluarlah pemilik rumah itu menemui mereka dan berkata kepada mereka: “Tidak, saudara-saudaraku, janganlah kiranya berbuat jahat; karena orang ini telah masuk ke rumahku, janganlah kamu berbuat noda.

    19:24 Tetapi ada anakku perempuan, yang masih perawan, dan juga gundik orang itu, baiklah kubawa keduanya ke luar; perkosalah mereka dan perbuatlah dengan mereka apa yang kamu pandang baik, tetapi terhadap orang ini janganlah kamu berbuat noda.”

    19:25 Tetapi orang-orang itu tidak mau mendengarkan perkataannya. Lalu orang Lewi itu menangkap gundiknya dan membawanya kepada mereka ke luar, kemudian mereka bersetubuh dengan perempuan itu dan semalam-malaman itu mereka mempermainkannya, sampai pagi. Barulah pada waktu fajar menyingsing mereka melepaskan perempuan itu.

    19:26 Menjelang pagi perempuan itu datang kembali, tetapi ia jatuh rebah di depan pintu rumah orang itu, tempat tuannya bermalam, dan ia tergeletak di sana sampai fajar.

    19:27 Pada waktu tuannya bangun pagi-pagi, dibukanya pintu rumah dan pergi ke luar untuk melanjutkan perjalanannya, tetapi tampaklah perempuan itu, gundiknya, tergeletak di depan pintu rumah dengan tangannya pada ambang pintu.

    19:28 Berkatalah ia kepada perempuan itu: “Bangunlah, marilah kita pergi.” Tetapi tidak ada jawabnya. Lalu diangkatnyalah mayat itu ke atas keledai, berkemaslah ia, kemudian pergi ke tempat kediamannya.

    19:29 Sesampai di rumah, diambilnyalah pisau, dipegangnyalah mayat gundiknya, dipotong-potongnya menurut tulang-tulangnya menjadi dua belas potongan, lalu dikirimnya ke seluruh daerah orang Israel.” (Hakim-hakim 19:22-29)

    Adakah cerita porno dan biadab semacam itu layak dimuat oleh kitab suci seperti Alkitab? Pantaskah anak kecil dan remaja membaca ayat-ayat Alkitab di atsa? Baikkah efek yang ditimbulkan ayat-ayat sex tersebut bagi seorang pemerkosa?

    Ada orang Kristen berpendapat bahwa cerita sex tersebut ditulis agar manusia tidak berzinah. Tapi cerita sex tersebut bukannya mencegah manusia untuk berzinah malah mengobarkan nafsu birahi manusia.

    Islam dalam mencegah orang berbuat zinah menulis dalam kalimat yang santun dan tidak menimbulkan nafsu birahi serta aman dibaca oleh anak-anak dan remaja:

    “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (Al Israa’:32)

    ***

    Referensi:

    Kitab Suci Al Qur’an

    Kitab Suci Alkitab TB-LAI

    Dari sahabat: Yuni Mardiyanto

     
    • anz1el 4:21 pm on 6 Januari 2014 Permalink

      saya penasaran, saudara/i Yuni Mardiyanto ini sebetulnya sudah berapa kali khatam baca Al Kitab ya? Tapi sayang tuh, cuma main comot aja ayatnya…. dibaca sampai habis dong kisahnya….

      Ohola Oholiba itu kiasan, kan ada tu udah di-Copy pasal 23:4 Ohola ialah Samaria dan Oholiba ialah Yerusalem. Dimana pada masa itu, Israel memang bangsa yang membangkang banget sama perintah-perintah Allah… (mesum banget sih pikirannya?) :p

      soal Incest… kisah itu benar-benar nyata…. Tapi sepertinya penulis postingan ini luput menuliskan AKIBAT dari dosa zinah itu. Anak-anak Lot dari anak kandungnya cuma jadi bangsa Amon dan Moab yang cuma jadi budak bangsa lain. Daud lebih cepet lagi dihukumnya, anak hasil selingkuh itu langsung mati…

      Gitu juga dengan kisah-kisah yang dituliskan di postingan ini…
      sekali lagi cuma menyarankan, mbok dibaca dulu sampai habis… di khatamkan dulu baca Alkitabnya…baru komentar :D

      salamm

    • kezia 1:32 am on 30 Desember 2014 Permalink

      yah itukan dari kisah nyata.. Tuhan berfirman ” beranak cuculah dan bertambah banyak penuhilah bumi dan taklukanlah itu, berkuasa atas ikan ikan di laut dan burung burung diudara dan atas segala binatang yang merayapi bumu” kejadian 1 : 28.. kita kalo misalnya ga dikasih tau gimana cara sex yang bener yah melalui apa dong ? hawa dan adam mempunyai anak karna firman Allah ya gak? yah kita ntar berhubungan sama suami ataupun iistri yah melalui internet tetapi sebelum dari internet tau dari firman Allah yang sudah disediakan untuk anak anak Tuhan membacanya

      positif thinking men! udh gede! hahaha
      syalom

  • erva kurniawan 7:56 am on 4 January 2014 Permalink | Balas  

    Kristologi: Bible Firman Tuhan atau Buatan Manusia 

    natalKristologi: Bible Firman Tuhan atau Buatan Manusia

    Bukti-bukti di bawah ini bisa dijadikan bahan pengetahuan kita semua tentang kebohongan kitab suci umat kristen.

    Bible: Firman Tuhan atau Buatan Manusia?

    DAUD:

    Seorang laki-laki yang sesuai hati Tuhan Berbuat zina dengan istri Uria yang bernama Batsyeba:

    (a) “Sesudah itu Daud menyuruh orang mengambil dia (Batsyeba). Perempuan itu datang kepadanya, lalu Daud tidur dengannya (berhubungan seksual) …” (Injil – 2 Samuel 11: 4).

    (b) “Daud dengan jahat menyebabkan kematian Uria, suami Batsyeba.” (Injil – 2 Samuel 11: 6-25).

    (c) “Daud tanpa malu-malu menari dalam keadaan telanjang, lihat indeks dengan judul Nabi, tetapi telanjang.”

    INCEST:

    “Hubungan seksual antara dua orang yang mempunyai hubungan yang sangat dekat.” (Kamus New Collins). Contohnya, antara ayah dan anak perempuannya, anak laki-laki dan ibunya, ayah dan menantu perempuannya, kakak laki-laki dan adik perempuannya, dan lain sebagainya.

    Perzinahan di Dalam Kitab Tuhan (?) Antara Seorang Ayah dan Anak Perempuannya:

    (a) “Pada malam itu mereka (kedua anak perempuan Lot) memberi ayah mereka (Lot) minum anggur; lalu anak perempuan yang lebih tua berhubungan seksual dengannya. Keesokan harinya berkatalah sang kakak kepada adik-nya: “Tadi malam aku telah tidur dengan ayah; Sebaiknya malam ini kita beri dia minum anggur lagi; masuklah engkau untuk tidur dengan dia, sehingga masing masing kita akan mempunyai anak dari ayah kita.

    Demikianlah pada malam itu juga mereka memberi ayah mereka minum anggur, lalu anak perempuan yang lebih muda berhubungan seksual juga dengan ayahnya;

    ….

    Dengan cara ini mengandung kedua anak Lot itu dari ayah mereka.” (Injil – Kejadian 19:33-36 / Dalam buku aslinya Kejadian 19: 33-35).

    Dari “Good News Bible in Today’s English” Pada Injil versi yang lebih lama, seperti versi King James dan Katholik-Roma, “Hubungan Seksual” dengan samar dilukiskan dengan “Menyambung Keturunan Dari Ayah Kita.”

    Perzinahan Antara Ibu dan Anak Laki-lakinya: (b) “Ruben (anak laki-laki tertua Yakub), pada saat ayahnya tidak ada, berhubungan seksual dengan Bilhah, gundik ayahnya ….” (Injil – Kejadian 35: 22).

    Pada Injil versi yang lebih lama, kata “berbaring” digunakan untuk melukiskan “Hubungan Seksual”. Perzinahan Antara Mertua dan Menantu Perempuan-nya:

    (c) “Ketika Yehuda melihat dia (Tamar, menantu perempuannya), disangka dia seorang perempuan sundal, karena ia menutupi mukanya. Lalu berpalinglah Yehuda mendapatkan perempuan di tepi jalan itu serta berkata: “Marilah, berapa bayaranmu, ”

    (ia tidak tahu bahwa perempuan itu menantunya). Perempuan itu bertanya, “Apakah yang akan kau berikan kepadaku?” (untuk berhubungan seks dengan saya) Jawabnya: “Aku akan mengirimkan kepadamu seekar anak kambing dari anak kambing dombaku.”

    Perempuan itu berkata: “Asal engkau memberikan tanggungannya, sampai engkau mengirimkannya kepadaku. ”

    “… Lalu diberikannyalah semua itu kepadanya, lalu ia berhubungan seks dengannya, dan karenanya perempuan itu mengandung” (Injil – Kejadian 38: 15-18)

    Dikutip dari Good News Bible Dari hubungan zinah antara ayah dan menantunya ini, lahirlah anak kembar yang kemudian menjadi nenek moyang Yesus Kristus. Lihat Matius 1: 3: “Yehuda memperanakkan Peres dan Zerah dari Tamar .. ”

    Perzinahan dan Perkosaan Antara Kakak Laki-laki dan Adik Perempuannya:

    (d) “… dan berkata kepadanya: (Tamar, adiknya, jangan campur adukkan dengan Tamar pada ”

    (c)” di atas) “Marilah tidur dengan aku (berhubungan seks denganku), adikku. ”

    “Tetapi gadis itu berkata kepadanya, “Tidak kakakku (Amnon, salah seorang anak laki-laki Daud), jangan perkosa aku … ”

    “Tetapi Amnon tidak mau mendengarkan perkataannya, dan karena ia lebih kuat darinya, diperkosanyalah dia (adiknya), lalu tidur dengan dia.” (Injil – 2 Samuel 13: 10-14).

    Perkosaan dan Perzinahan Secara Keseluruhan Antara Anak Laki-laki dan Ibunya!

    (e) “Maka dibentangkanlah kemah bagi Absalom (anak laki-laki raja Daud) di atas Sotoh, lalu Absalom melakukan hubungan seksual dengan gundik-gundik ayahnya di depan mata seluruh Israel. ”

    “… di depan mata semua orang” dalam versi King James diterjemahkan menjadi “di depan mata seluruh Israel. “Hal ini sesuai dengan janji Tuhan kepada raja Daud:

    “Beginilah firman Tuhan. Bahwasanya malapetaka akan Kutimpakan ke atasmu (Daud) yang datang dari kaum keluargamu sendiri: Aku akan mengambil istri-istrimu di depan matamu dan memberikannya kepada orang lain (pada kenyataannya oleh anak laki-lakinya sendiri); orang itu akan tidur (melakukan hubungan seksual) dengan istri-istrimu di siang hari (dengan semua orang melihat kejadian tersebut).

    Sebab engkau telah melakukannya secara tersembunyi (dengan Bath Sheba, istri Uriah), tetapi Aku akan melakukan hal itu di depan seluruh Israel secara terang-terangan.” (Injil – 2 Samuel 12: 11-12).

    Anda dapat menerka darimana majalah “Penthouse” dan “Playboy” mendapatkan inspirasinya. Darimana lagi kalau bukan dari kitabnya yaitu kitab ini? (Variasi tipe-tipe perzinahan lainnya dapat dilihat pada Imamah 18: 8-18, 20: 11-14 dan 17-21).

    ORANG ISRAEL:

    Pelacur yang tidak pernah puas –

    (a) “Engkau bersundal juga dengan orang Asyur, oleh karena engkau (orang Israel) belum merasa puas; ya, engkau bersundal dengan mereka, tetapi masih belum merasa puas.” (Injil – Yehezkiel 16: 28).

    Pelacuran oleh Dua Orang Perempuan Kakak beradik – Ohala dan Oholiba:

    (b) “… Ia birahi kepada kawan kawannya bersundal, yang auratnya seperti aurat keledai dan zakarnya seperti zakar kuda. (Injil – Yehezkiel 23:1-49) (New World Translation).

    (c) ” ….. sebab roh perzinahan menyesatkan mereka (Bangsa Yahudi) dan mereka berzinah meninggalkan Allah mereka.” (Injil – Hosea 4: 12, 6: 10 dan 9: 1).

    PEMBUNUHAN MASAL:

    Di tangan bangsa Yahudi

    (a) “Maka sekarang bunuhlah semua anak laki-laki di antara anak-anak mereka, dan juga semua perempuan yang pernah bersetubuh dengan laki-laki haruslah kamu bunuh. ”

    “Tetapi semua orang muda di antara perempuan yang belum pernah bersetubuh dengan laki-laki haruslah kamu biarkan hidup bagimu.” (Injil – Bilangan 31: 17-18).

    Dan bangsa Yahudi menyelamatkan untuk diri mereka 32.000 perawan, ayat 35; lihatjuga ayat 40.

    Pertanyaannya: Bagaimana orang Yahudi dapat membedakan, sedangkan belum ada medical check? Tak lain adalah dengan mencobanya, itukah ketentuan dari Tuhan?.

    (b) “Tetapi dari kota-kota bangsa itu yang diberikan Tuhan, Allahmu, kepadamu menjadi milik pusakamu, janganlah kau (bangsa Yahudi) biarkan hidup apa pun yang bernafas.” (Injil – Ulangan 20: 16).

    (c) “Mereka (bangsa Yahudi) menumpas segala sesuatu yang di kota itu, baik laki-laki maupun perempuan, baik tua -maupun muda, bahkan lembu, domba dan keledai, dengan mata pedang.” (bahkan keledai pun tidak disisakan!) (Injil -Yosua 6: 21).

    (d) “Dia (Yosua) tidak membiarkan apapun tetap hldup.” (Injil Yosua 10: 28)

    ONANISME:

    “Penarikan penis dari vagina sebelum ejakulasi” (Kamus “New Collins”). Istilah medisnya -“Coitus Interruptus”

    “Lalu berkatalah Yehuda kepada Onan (Adik Er), ‘Hampirilah istri kakakmu itu, kawinlah dengan dia …. ‘ Tetapi Onan tahu, bahwa bukan ia yang empunya keturunannya nanti (tidak dapat membawa namanya), sebab itu setiap kali ia menghampiri (berhubungan seksual dengan) istri kakaknya itu (Tamar), ia membiarkan maninya terbuang, supaya ia jangan memberi keturunan (nama) kepada kakaknya.” (Injil – Kejadian 38: 8-9).

    NABI (TETAPI TELANJANG):

    Jika yang seperti itu adalah para pendeta, Tuhan mem-berkahi jemaah tersebut –

    (a) “Setelah ia (Nuh) minum anggur, mabuklah ia, dan ia telanjang dalam kemahnya.” (Injil – Kejadian 9: 21 ).

    (b) “Ia (Saul) pun menanggalkan pakaiannya, dan ia pun juga kepenuhan di depan Samuel. Ia rebah terhantar dengan telanjang sepanjang hari dan malam itu. Itulah sebabnya orang berkata: Apakah juga Saul termasuk golongan Nabi? ” (Injil – 1 Samuel 19: 24).

    (c) “… Betapa raja orang Israel (Daud), yang menelanjangi dirinya pada hari ini di depan mata budak-budak perempuan para hambanya, merasa dirinya terhormat pada hari ini, seperti orang hina dengan tidak malu-malu menelanjangi dirinya!” (Injil – 2 Samuel 6: 20).

    (d) “Berfirmanlah Tuhan: `”Seperti hambamu Yesaya berjalan telanjang dan tidak berkasut tiga tahun lamanya ¡Ä tua dan muda, telanjang dan tidak berkasut dengan pantatnya kelihatan, suatu penghinaan bagi Mesir.” (Injil -Yesaya 20: 3-4)

    PERKOSAAN:

    Anak laki-laki memperkosa dan berbuat zina dengan saudara perempuannya – (a) “Tetapi Amnon (salah seorang anak Daud) tidak mau mendengarkan perkataannya (Saudara perempuannya: Tamar), dan sebab ia lebih kuat darinya, diperkosalah dia, lalu tidur (berhubungan seksual) dengan dia.” (Injil – 2 Sa-muel 13: 14).

    Seorang anak laki-laki berzina dan memperkosa ibu-nya! (b) “Maka dibentangkanlah kemah bagi Absalom (anak laki-laki Daud yang lainnya) di atas Sotoh, lalu Absalom menghampiri (melakukan hubungan seksual dengan) gundik-gundik ayahnya (istilah yang sama dengan “istri”, lihat Keturah pada indeks) di depan mata seluruh Israel. ” (Injil – 2 Samuel 16: 22).

    SARAH:

    Kitab suci Injil bahkan tidak menghindarkan Tuhan dari fitnah hubungan haram yang ditujukan kepadanya: Dalam kasus pembuahan Yesus Kristus, Tuhan Yang Maha Kuasa mengatur agar Maria mengandung Yesus dengan intervensi Roh Kudus, seperti dinyatakan dalam Injil:

    (a) “. . . Roh Kudus akan turun (pertanyaannya adalah, bagaimana?) atasmu dan kuasa Allah Yang Maha Tinggi akan menaungi engkau (bagaimana?); … ” (Injil – Lukas 1: 35).

    Sebaliknya di dalam kasus Ishak, Sarah mengandungnya dengan intervensi langsung dari Tuhan; seperti tertulis dalam kitab suci-Nya:

    (b) “Tuhan mengunjungi Sarah, seperti yang difirmankan-Nya, dan Tuhan melakukan kepada Sarah seperti yang dijanjikan-Nya. Maka mengandunglah Sarah, ….. ” (Injil -Kejadian 21: 1-2).

    PERBUDAKAN:

    Disetujui Tuhan – “Kamu harus membagikan mereka (para budak) sebagai milik pusaka kepada anak-anakmu yang kemudian, supaya diwarisi sebagai milik; kamu harus memperbudakkan mereka untuk selama-lamanya ….” (Injil – Imamat 25: 46).

    ANAK TUHAN:

    Banyak kata-kata ini di dalam Injil

    (a) “Anak Enos, anak Set, anak Adam, anak Allah. (Injil – Lukas 3: 38).

    (b) “Maka anak-anak Allah melihat, bahwa anak-anak perempuan manusia itu cantik-cantik, lalu mereka mengambil istri dari antara perempuan-perempuan itu; siapa saja yang disukai mereka.”

    “… ketika anak-anak Allah menghampiri anak anak perempuan manusia, dan perempuan-perempuan itu melahirkan anak bagi mereka; inilah orang- orang yang gagah perkasa di zaman purbakala; orang-orang yang kenamaan.” (Injil – Kejadian 6: 2 dan 4).

    WANITA:

    Dilarang berbicara di dalam gereja – (a) “… Sebab tidak sopan bagi perempuan untuk berbicara dalam pertemuan jemaat.” (Injil- 1 Korintus 14: 34-35).

    (b) “Untuk memotong tangan perempuan yang menolong suaminya.” (Injil – Ulangan 25: 11-12).

    (c) “Suami akan berkuasa atas istrinya.” (Injil – Keja-dian 3: 16). “Pemimpin seorang perempuan adalah seorang laki-laki.” (Injil – 1 Korintus 11: 3).

    “Seorang laki-laki dapat menjual anak perempuannya.” (Injil – Keluaran 21: 7).

    ***

    Dari sahabat: Yuni Mardiyanto

     
    • anz1el 9:55 pm on 4 Januari 2014 Permalink

      Om, saya Zie dan kebetulan Kristen…
      cuma mau koreksi sedikit, om…. Kitab suci kami namanya Alkitab. Alkitab itu terdiri dari 66 kitab, (dan 76 kalau Katolik)

      terus terang, kalau om nulis seperti itu , Zie khawatir justru om akan ditertawakan. Mana ada yang namanya Injil satu keluaran, injil Hosea, injil 1 korintus, bla bla bla…. :D

      yang bener cuma satu tuh om dari yang om tulis di postingan di atas itu : Injil Lukas. Karena yang disebut Injil itu “cuma” 4 Kitab dari 66 yang ada di Alkitab :D

      Saya nggak akan mengomentari pandangan om tentang ayat-ayat itu. Terserah sih, itu kan pendapat om. Ngutip dari Alquran deh, Lakum dinukum waliyadin (eh, bener nggak ini nulisnya) :p

      Saya nggak tersinggung sama sekali kok. Cuma kalau Zie boleh saran, lain kali kalau baca Alkitab jangan asal comot satu ayat aja, tapi perikopnya di baca semua.

      Terus anak Tuhan apakah artinya Tuhan diperanakkan? gimana dengan anak kunci dan anak sungai om?
      beranak juga ya?

      hehe….

      gitu aja sih. Salam kenal :)

  • erva kurniawan 7:24 am on 3 January 2014 Permalink | Balas  

    Kristologi, Kejanggalan dalam Agama Kristen 

    natalKristologi, Kejanggalan dalam Agama Kristen

    Berikut saya sampaikan beberapa kejanggalan dalam ajaran agama kristen :

    1. MENYEMBAH MANUSIA YESUS SEBAGAI TUHAN DI ANTARA 3 OKNUM TUHAN MEREKA (TRINITAS)

    Yesus bukanlah Tuhan dengan bukti sebagai berikut:

    Yesus Dilahirkan Maryam

    Jika Nabi Adam dan Hawa yang manusia saja tidak perlu dilahirkan dari wanita, lha kok Yesus yang dianggap sebagai Tuhan oleh orang Kristen lahir dari wanita?

    “Tentang Anak-Nya, yang menurut daging diperanakkan dari keturunan Daud” (Roma 1:3)

    “Yakub memperanakan Yusuf suami Maria, yang melahirkan Yesus yang disebut Kristus” (Matius 1:16)

    “Ketika mereka di situ tibalah waktunya bagi Maria untuk bersalin” (Lukas 2:6)

    Kasihan sekali nenek moyang Yesus, yaitu Nabi Daud, karena “Tuhan” Yesus lahir belakangan, Daud tak bisa menyembah Yesus. Benar2 tidak masuk di akal.

    Menurut konsep yang benar, Tuhan itu adalah pencipta segalanya, bagaimana Yesus menciptakan Daud, Maryam, dll, jika Yesus sendiri adalah keturunan dari orang2 tersebut?

    Islam mengajarkan Tuhan itu tidak beranak dan diperanakan:

    “Dia tidak beranak dan tidak diperanakan” (Al Ikhlas 112:3)

    Yesus Menyusu Susu Ibunya

    “Ketika Yesus masih berbicara, berserulah seorang perempuan dari antara orang banyak dan berkata kepada-Nya: “Berbahagialah ibu yang telah mengandung Engkau dan SUSU yang telah MENYUSUI Engkau” (Lukas 11:27)

    Sesungguhnya Allah telah memberikan mukjizat pada beberapa Nabi, seperti Ibrahim yang tak mempan dibakar, Musa yang bisa membelah lautan Merah, demikian pula Yesus yang bisa berbicara ketika lahir atas izin Allah.

    Tapi mereka semua adalah manusia biasa. Masak Tuhan menyusu air susu ibu, yang bener saja! Nabi Adam dan Hawa yang manusia saja tidak menyusu.

    “Tuhan Yesus Disunat (Pria)”

    “Dan ketika genap delapan hari dan Ia harus disunatkan, Ia diberi nama Yesus, yaitu nama yang disebut oleh Malaikat sebelum Ia dikandung ibu-Nya” (Lukas 2:21)

    Bayangkan, masak Tuhan seperti manusia! Disunat dan dikandung ibu-Nya. Tuhan apa itu?

    “Tuhan” Yesus Ditampar dan Diludahi Manusia

    “Lalu Pilatus mengambil Yesus dan menyuruh orang menyesah Dia. Prajurit-prajurit menganyam sebuah mahkota duri dan menaruhnya di atas kepala-Nya. Mereka memakaikan Dia jubah ungu, dan sambil maju ke depan mereka berkata: “Salam, hai raja orang Yahudi!” Lalu mereka menampar muka-Nya” (Yohanes 19: 1-3)

    “Mereka memukul kepala-Nya dengan buluh, dan meludahi-Nya dan berlutut menyembahNya. Sesudah mengolok-olokan Dia mereka menanggalkan jubah ungu itu dari pada-Nya dan mengenakan pakaian-Nya kepada-Nya” (Markus 15: 19-20a)

    Coba renungkanlah, adakah Tuhan selemah itu. Bisa dihina, ditampar, dan diludahi oleh manusia? Jika Yesus itu adalah Tuhan dan dia selemah itu, niscaya milyaran manusia bisa mengeroyok Yesus jika dia berani memasukkan mereka ke neraka. Tidak benar.

    Bukan cuma Yesus yang digambarkan lemah, tapi juga Allah:

    “Lalu tinggallah Yakub seorang diri. Dan seorang laki-laki BERGULAT dengan dia SAMPAI FAJAR MENYINGSING. KETIKA ORANG ITU MELIHAT, BAHWA IA TIDAK DAPAT MENGALAHKANNYA, ia memukul sendi pangkal paha Yakub, sehingga sendi pangkal paha itu terpelecok, ketika ia bergulat dengan orang itu. Lalu kata orang itu: “Biarkanlah aku pergi, karena fajar telah menyingsing.” Sahut Yakub: “Aku tidak akan membiarkan engkau pergi, jika engkau tidak memberkati aku.” Bertanyalah orang itu kepadanya: “Siapakah namamu?” Sahutnya: “Yakub.” Lalu kata orang itu: “Namamu tidak akan disebutkan lagi Yakub, tetapi Israel, sebab ENGKAU TELAH BERGUMUL MELAWAN ALLAH DAN MANUSIA, DAN ENGKAU MENANG.” (Kejadian (Pergumulan Yakub dengan Allah 32:24-30))

    Hal ini berbeda dengan Islam yang mengakui kekuasaan Tuhan:

    “…Jika Tuhan menghendaki, Dia bisa memusnahkan kamu semua dan menggantimu dengan makhluk yang baru. Demikian itu tidak sukar bagi Allah.” (Ibrahim:19-20)

    “…Allah Maha Kuasa di atas segalanya” (Al Baqarah 106).

    Pengakuan Yesus bahwa Dia Bukan Tuhan

    “Yesus mendekati mereka dan berkata, “KepadaKu telah Diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi” (Matius 28:18)

    Jika Yesus cuma diberikan kuasa, tentulah ada yang lebih Maha Kuasa yang MEMBERIKAN KUASA tersebut kepada Yesus. Dan itu tidak lain Allah SWT.

    “Aku TIDAK DAPAT BERBUAT APA2 dari diriKu sendiri; Aku menghakimi sesuai dengan apa yang Aku dengar…” (Yohannes 5:30)

    “… Aku mengusir setan dengan kuasa Allah…” (Lukas 11:20)

    “… Lalu Yesus menengadah ke atas (ke arah sorga) dan berkata, “Bapa, Aku mengucapkan syukur kepada-Mu, karena Engkau telah mendengarkan Aku. Aku tahu bahwa Engkau selalu MENDENGARKAN AKU, tetapi oleh orang banyak yang berdiri di sini mengelilingi Aku, Aku mengatakannya (dengan keras), supaya mereka percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku…” (Yohannes 11:41-43)

    Yesus itu menurut Islam adalah manusia yang diutus Allah sebagai Nabi seperti Nabi Muhammad, inilah penjelasan Al Qur’an yang mengkoreksi penyimpangan yang ada di Alkitab:

    “Ingatlah ketika Allah berfirman: Ya Isa anak Maryam, adakah engkau katakana kepada manusia: Ambillah aku dan ibuku menjadi Tuhan, selain daripada Allah?

    Isa menjawab, “Maha Suci Engkau ya Allah. Tak pantas bagiku mengatakan sesuatu yang bukan hakku. Jika kukatakan demikian, tentu Engkau mengetahuinya. Engkau mengetahui apa2 yang dalam diriku dan aku tiada mengetahui apa yang ada pada diri (zat) Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui segala yang ghaib. Tiadalah kukatakan kepada mereka, melainkan apa2 yang telah Engkau perintahkan kepadaku, yaitu: Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu, dan aku menjadi saksi atas mereka, selama aku hidup bersama mereka Tatkala engkau mewafatkanku. Engkaulah pengawas mereka. Engkau menjadi saksi atas tiap-tiap sesuatu.” (Al Maidah:116-117)

    Alkitab sebenarnya dan Al Qur’an menyatakan Tuhan itu satu:

    “Engkau diberi melihatnya untuk mengetahui, bahwa TUHANLAH ALLAH, TIDAK ADA yang lain KECUALI DIA” (Ulangan 4:35)

    “Katakanlah: Tuhan itu satu!” (Al Ikhlas 112:1)

    Yesus Tidak Tahu Tentang Hari Kemudian

    “Tetapi tentang hari atau saat itu tidak seorangpun yang tahu, malaikat-malaikat di sorga tidak, dan ANAKPUN TIDAK, hanya Bapa saja” (Markus 13:32)

    Tuhan Tidak Mengenal Musim Buah

    “Dan dari jauh ia melihat pohon ara yang sudah berdaun. Ia mendekatinya untuk melihat kalau-kalau ia mendapat apa-apa dari pohon itu. Tetapi waktu ia tiba di situ, Ia tidak mendapat apa-apa selain daun-daun saja, sebab MEMANG BUKAN MUSIM BUAH ARA” (Markus 11:13)

    Jadi jika Tuhan menurut pandangan Islam itu Maha Tahu, bahkan tak ada sehelai daunpun yang gugur tanpa Dia mengetahuinya, maka Alkitab menceritakan bagaimana “Tuhan” Yesus tidak tahu kalau saat itu bukan musim buah Ara. Padahal jangankan Tuhan, manusia seperti Petanipun tahu kalau sedang tidak musim buah Ara, maka tidak akan didapati buahnya. Tapi sayangnya “Tuhan” Yesus yang seharusnya Maha Tahu, TIDAK MENGETAHUI hal ini, dan terus berjalan mendekati pohon Ara tersebut.

    Dari ayat di atas jelas Yesus bukan Tuhan, karena dia tidak Maha Mengetahui. Tuhan di dalam Islam adalah Maha Kuasa dan Maha Mengetahui. Coba lihat bagaimana Al Qur’an menggambarkan kebesaran Tuhan. Sesungguhnya mustahil jika Tuhan itu ilmunya kalah daripada para petani yang tidak lebih dari makhluk ciptaannya:

    “… Yang mengetahui segala yang tersembunyi dan yang nyata, dan Dia Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.” (6 Al An’aam:73)

    “Di sisi Allah segala anak kunci yang ghaib. Tiadalah yang mengetahuinya, kecuali Dia sendiri. Dia mengetahui apa-apa yang ada di daratan dan di lautan. Tiadalah gugur sehelai daun pun, melainkan Dia mengetahuinya. Dan tiada sebuah biji dalam gelap gulita perut bumi dan tiada pula benda yang basah dan yang kering, melainkan semuanya itu dalam Kitab yang terang.” (Al An’aam 6:59).

    Anak Allah Selain Yesus:

    “anak Enos, anak Set, anak Adam, anak Allah” (Lukas 3:38)

    Melkisedek tidak berbapa beribu, dan sama dengan Yesus (Ibrani 7:3)

    Baca juga Kejadian 6:2-4, Mazmur 2:7, Roma 8:14. Pada Injil Yohannes 5:19-47 (Kesaksian Yesus Tentang diri-Nya) dan juga Ibrani, begitu banyak pertentangan tentang konsep Trinitas ini.

    2. PENEBUSAN DOSA MANUSIA DENGAN PENYALIBAN YESUS

    Dalam ajaran Kristen yang diajarkan oleh Paulus, seluruh manusia berdosa karena nenek moyang mereka, Adam dan Hawa, memakan buah terlarang. Hal ini bukan saja bertentangan dengan Al Qur’an, tapi juga bertentangan dengan ajaran Alkitab itu sendiri:

    “Orang yang berbuat dosa, itu yang harus mati. Anak tidak akan turut menanggung kesalahan ayahnya dan ayah tidak akan turut menanggung kesalahan anaknya. Orang benar akan menerima berkat kebenarannya, dan kefasikan orang fasik akan tertanggung atasnya” (Yehezkiel 18:20)

    Hal ini dibenarkan oleh Al Qur’an:

    “Orang yang berdosa, tiada memikul dosa orang lain. Dan tiadalah untuk manusia, melainkan apa-apa yang dia usahakan” (An Najm 53:38-39)

    Jadi tak mungkin Tuhan bersikap tidak adil, misalnya si Fulan membunuh seseorang, kemudian anak serta cucunya dan seluruh keturunannya yang belum lahir ketika pembunuhan terjadi ikut mewarisi dosanya, dan harus ikut dibunuh.

    Jadi konsep bahwa Yesus turun ke dunia untuk menebus dosa seluruh manusia hanya karena nenek moyang mereka, Adam dan Hawa, makan buah terlarang itu jelas bertentangan dengan akal dan nilai2 keadilan. Lagi pula haruskah dosa warisan tersebut ditebus dengan dosa yang lebih besar, yaitu menyalib Yesus? Kemudian jika Penyaliban itu dianggap keharusan untuk menebus dosa manusia, kenapa Yudas Iskariot di Alkitab (Markus 14:10;Matius 26:14;Lukas 22:3) disebut sebagai pengkhianat? Bukankah dia telah membantu terjadinya penyaliban tersebut?

    Jika Yesus memang bersedia disalib, kenapa dia menyebut Yudas pengkhianat, dan kenapa dia memanggil-manggil Tuhan:

    “Dan pada jam tiga berserulah Yesus dengan suara nyaring: “Eloi, Eloi, lama sabakhtani?”, yang berarti: Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” (Markus 15:34).

    Lagipula jika jiwa Yesus itu benar2 Tuhan, tentulah jiwanya sanggup menahan itu. Bukankah banyak orang2 seperti suku Indian yang dapat menahan siksa dan diam saja ketika disiksa?

    Sesungguhnya Tuhan itu Maha Pengampun, dia mengampuni hambanya yang bertobat:

    “Kemudian Adam memperoleh beberapa kalimat dari Tuhannya (ia minta ampun), lalu Allah menerima taubatnya, sesungguhnya Dia Penerima taubat lagi Penyayang.” (Al Baqarah 2:37)

    “Tetapi jikalau orang fasik bertobat dari segala dosa yang dilakukannya dan berpegang pada segala ketetapan-Ku serta melakukan keadilan dan kebenaran, ia pasti hidup, ia tidak akan mati” (Yehezkiel 18:21)

    3. PERTENTANGAN AYAT ALKITAB (Tanda Pemalsuan)

    Pada 2 Samuel 24:13 disebut 7 tahun kelaparan, sementara di 1 Tawarikh 21:11-12 cuma 3 tahun.

    “So Gad came to David, and said unto him, Thus saith the LORD, Choose thee Either three years’ famine; or three months to be destroyed before thy foes, while that  the sword of thine enemies overtaketh thee; or else three Days the sword of the LORD, even the pestilence, in the land, and the angel of the LORD destroying throughout all the coasts of Israel. Now therefore advise thyself what word I shall bring again to him that sent me. (2 Chronicles 21:11-12)

    “ So Gad came to David, and told him, and said unto him, Shall seven years of famine come unto thee in thy land? or wilt thou flee three months before thine enemies, while they pursue thee? or that there be three days’ pestilence in thy land? now advise, and see what answer I shall return to him that sent me. (2 Samuel 24:13)

    Pada versi Inggris, King James Version of the Bible dari http://www.bible.com, pertentangan ini masih ada, tapi pada Alkitab terbitan Lembaga Alkitab Indonesia, tahun 1999, ternyata pertentangan ini “dikoreksi” sehingga masa kelaparan jadi 3 tahun saja. Benar-benar aneh? Setelah ribuan tahun salah, di Indonesia kesalahan itu akhirnya “direvisi.” Jangan-jangan yang benar malah 7 tahun, he he he…:)

    Cerdik juga ahli Alkitab Indonesia ini dalam merubah ayat Alkitab mereka, sehingga “terlihat” benar!

    “Kemudian datanglah Gad kepada Daud, lalu berkatalah ia kepadanya:” “Beginilah firman TUHAN: Haruslah engkau memilih: TIGA TAHUN  kelaparan atau tiga bulan lamanya melarikan diri dari hadapan lawanmu,” sedang pedang musuhmu menyusul engkau, atau  tiga hari pedang TUHAN,” yakni penyakit sampar, ada di negeri ini dan malaikat TUHAN mendatangkan kemusnahan di Seluruh daerah orang Israel. Maka sekarang, timbanglah jawab apa yang harus kusampaikan kepada Yang mengutus aku” (1 Tawarikh  21:11-12)

    “”Kemudian datanglah Gad kepada Daud, memberitahukan kepadanya dengan  berkata kepadanya: “Akan datangkah menimpa engkau tiga tahun kelaparan di negerimu? Atau maukah engkau melarikan diri tiga bulan lamanya dari hadapan lawanmu, pedang mereka itu mengejar engkau? Atau, akan adakah 3 hari penyakit sampar di negerimu? Maka sekarang, pikirkanlah dan timbanglah, jawab apa yang harus kusampaikan kepada Yang mengutus aku” (2 Samuel 24:13)

    Pada 2 Tawarikh 36:9, Yoyakhin jadi raja pada umur 8 tahun, sementara pada 2 Raja-raja 24:8 berumur 18 tahun.

    “Jehoiachin was EIGHTEEN years old when he began to reign, and he reigned” in Jerusalem”three months. And his mother’s name was Nehushta, the” daughter of Elnathan of  Jerusalem.  (2 Kings 24:8)

    “Jehoiachin was EIGHT years old when he began to reign, and he reigned” three months and ten days in Jerusalem: and he did that which was evil in” the sight of the LORD.  (2  Chronicles 36:9)

    Pada versi Inggris, King James Version of the Bible dari http://www.bible.com, pertentangan ini masih ada, tapi pada Alkitab terbitan Lembaga Alkitab Indonesia, tahun 1999, ternyata pertentangan ini “dikoreksi” sehingga umur Yoyakhin jadi 18 tahun. Benar-benar aneh? Setelah ribuan tahun salah, di Indonesia kesalahan itu akhirnya “direvisi.” Jangan-jangan yang benar malah umur 8 tahun!

    Pada 2 Samuel 24:1 TUHAN yang menghasut Daud, tapi pada 1 Tawarikh 21:1 IBLIS yang menghasut Daud.

    “”Bangkitlah pula murka TUHAN terhadap orang Israel; Ia menghasut Daud melawan  mereka, firman-Nya: “Pergilah, hitunglah orang Israel dan orang Yehuda” (2 Samuel 24:1)

    “”IBLIS bangkit melawan orang Israel dan ia membujuk Daud untuk menghitung orang Israel” (1 Tawarikh 21:9)

    Perbedaan Iblis dengan Tuhan itu tentu jauh jauh sekali! Bagaimana kita tahu kalau sebenarnya orang Kristen sekarang ini tidak menyembah Iblis, kalau Alkitabnya mengandung kesalahan separah itu? Jangan-jangan sebenarnya Yesus itu sama sekali bukan Tuhan karena memang Alkitab mengandung kesalahan yang fatal.

    Oleh karena itulah Al Qur’an menyebut orang-orang Kristen adalah orang-orang yang sesat, karena meski Alkitab mereka jelas-jelas salah, tapi mereka tetap mengikuti jalan yang salah.

    Pada 2 Samuel 10:18 Daud membunuh 700 ekor kuda dan 40.000 orang pasukan berkuda, sementara pada 1 Tawarikh justru 7000 ekor kuda dan 40.000 orang pasukan berjalan kaki.

    “Tetapi orang Aram itu lari dari hadapan orang Israel, dan Daud membunuh dari orang Aram itu TUJUH RATUS ekor kuda kereta dan empat puluh ribu orang pasukan berkuda. Sobakh, panglima tentara mereka, dilukainya sedemikian, hingga ia mati di sana” (2 Samuel 10:18)

    “tetapi orang Aram itu lari dari hadapan orang Israel, dan Daud membunuh dari orang Aram itu TUJUH RIBU ekor kuda kereta dan empat puluh ribu orang pasukan BERJALAN KAKI; juga Sofakh, panglima tentara itu dibunuhnya” (1 Tawarikh 19:18)

    Lihat perbedaan di atas, ada orang Kristen yang berargumen bahwa jika si A melihat pertemuan kemudian pulang ketika jumlah peserta ada 700, sementara si B baru pulang setelah jumlah peserta ada 7000, maka jika si A menulis 700 dan si B 7000, maka tidak ada pertentangan. Dua-duanya benar.

    Tapi hal di atas menunjukkan bahwa Alkitab itu bukan firman Tuhan yang dicatat oleh manusia. Tapi sekedar catatan sejarah menurut pemikiran manusia. Bedanya Alkitab dengan buku sejarah pada umumnya adalah, Alkitab mengandung banyak kesalahan yang tidak konsisten, sedang buku sejarah tidak.

    Pada 2 Tawarikh 9:25, Sulaiman punya 4.000 kandang, sementara pada 1 Raja-raja 4:26 ada 40.000.

    “Salomo mempunyai juga EMPAT RIBU kandang untuk kuda-kudanya dan kereta-keretanya dan dua belas ribu orang berkuda, yang ditempatkan dalam kota-kota kereta dan dekat raja di Yerusalem” (2 Tawarikh 9:25)

    “Lagipula Salomo mempunyai kuda EMPAT PULUH RIBU  kandang untuk kereta-keretanya dan dua belas ribu orang berkuda” (1 Raja-Raja 4:26)

    Betapa menyedihkannya perbedaan dan kalimat di atas.

    Jika Alkitab benar-benar diturunkan Allah, tentu tidak ada pertentangan. Ini bukti adanya kesalahan manusia, karena budaya menulis belum ada ketika itu (alat tulis berupa batu), cuma mulut ke mulut, dan tak ada yang mampu menghafal Alkitab sebagaimana Al Qur’an.

    Yang parah lagi adalah, bagaimana Lembaga Alkitab Indonesia berusaha menutupi pertentangan-pertentangan Ayat Alkitab tersebut dengan melakukan penipuan, yaitu merubah ayat yang katanya merupakan ayat suci.

    Jelas hal di atas menunjukkan adanya campur-tangan manusia dari dulu hingga sekarang. Dulu dari benar dirubah jadi salah. Sekarang mereka berusaha menutupi pertentangan ayat dengan “mengkoreksinya.”

    Secara ilmiah, etiskah hal tersebut? Apa yang menjamin bahwa pilihan LAI itulah yang tepat, misalnya dengan memilih 3 tahun, dan bukan 7 tahun kelaparan?

    Kemudian bagaimana dengan perbedaan antara Tuhan dan Iblis pada beberapa ayat?

    Jelas Alkitab yang banyak pertentangan dan dirubah oleh manusia itu sudah tidak suci lagi, sedangkan Al Qur’an sudah dijamin keasliannya oleh Allah, karena dari dulu hingga sekarang, selalu ada hafidz (orang yang hafal Al Qur’an) sehingga jika ada perubahan satu katapun, mereka akan segera mengkoreksinya.

    Untuk masuk Al Azhar, anda harus hafal Al Qur’an, sementara untuk bisa lulus PTIQ (Perguruan Tinggi Ilmu Al Qur’an) di Jakarta anda juga harus hafal Al Qur’an, belum lagi di seantero dunia. Lewat merekalah keaslian Al Qur’an akan terus terjaga.

    ***

    Referensi: Al Qur’an; Alkitab (Lembaga Alkitab Indonesia, 1999)

    Untuk Pertentangan ayat Alkitab, baca King James Version of Bible di http://www.bible.com, karena di Alkitab edisi 1999, pertentangan itu dihilangkan.

    Oleh: Yuni Mardiyanto

     
  • erva kurniawan 1:29 am on 2 January 2014 Permalink | Balas  

    Seperti Apa Fungsi Tutup Pentil? 

    tutup pentilSeperti Apa Fungsi Tutup Pentil?

    Beberapa waktu lalu petugas merazia kendaraan yang parkir sembarangan dengan cara mengambil tutup pentil ban kendaraan tersebut. Sebenarnya, apa fungsi tutup pentil (valve cap) ini sebenarnya?

    Untuk menjawab hal itu, divisi Humas Mabes Polri pun memberi sedikit penjelasan. “Masih banyaknya pertanyaan, Polisi masih sering mencari-cari kesalahan bahkan tutup pentil pun dipermasalahkan, sedikit kami berikan gambaran betapa pentingnya tutup pentil ban kendaraan Mitra Humas, karena tutup pentil (valve cap) sering dianggap sepele oleh pemilik kendaraan,” tulis mereka di laman Facebook resminya.

    “Entah karena bentuk fisiknya yang kecil atau karena harganya yang murah. Padahal komponen ini punya peran penting dalam menjaga ban tetap dalam tekanan ideal,” tambahnya.

    Lebih lanjut mereka lalu menjelaskan kalau fungsi utama valve cap adalah melindungi pentil ban dari kotoran. Debu atau air yang masuk ke pentil dapat merusak katup, membuat material karet sebagai sil di dalam valve menjadi getas, atau menyebabkan terjadinya korosi.

    Kalau kerusakan ini terjadi, udara di dalam ban akan keluar secara perlahan. Akibatnya tekanan angin ban menurun. Kebocoran kecil ini sulit dideteksi.

    “Padahal menurut data NHTSA (National Highway Traffic Administration), 85% penyebab berkurangnya tekanan angin ban adalah akibat kebocoran halus yang terjadi dalam periode lama. Salah satu penyebabnya adalah tidak adanya tutup pentil,” lugas mereka.

    “Fungsi lain dari valve cap adalah mereduksi kebocoran pentil agar tekanan angin ban tidak menurun secara drastis. Hal ini sangat penting ketika kendaraan sedang melaju di kecepatan tinggi. Mari kita lindungi diri sendiri dengan meminimalisir segala kemungkinan yang dapat mengakibatkan terjadinya kecelakaan,” tuntasnya.

    (syu/ddn)

    ***

    Syubhan Akib – detikOto

     
    • Iksan.. 5:28 am on 2 Januari 2014 Permalink

      spa korelasinya dgn dakwah? apa kehabisan artikel yg disadur?

    • erva kurniawan 9:17 am on 2 Januari 2014 Permalink

      menurut saya ini dakwah juga lho mas.. saya baru tahu setelah baca, hal kecil yang mungkin banyak orang mengabaikan ternyata manfaatnya besar, bisa menghindarkan dari kecelakaan akibat tekanan angin kurang
      pengalaman teman saya, pernah ketilang polisi gara2 tidak ada tutup pentilnya, saya kira hanya nyari2 kesalahan saja, ternyata ini manfaatnya

    • lazione budy 4:45 am on 3 Januari 2014 Permalink

      Dakwah bisa dengan banyak hal, ini pun bisa juga bermanfaat.
      Hidup tutup pentil!

  • erva kurniawan 7:05 am on 1 January 2014 Permalink | Balas  

    Menanamkan Pondasi Akidah yang Kokoh Sejak Usia Dini 

    keluarga-muslimMenanamkan Pondasi Akidah yang Kokoh Sejak Usia Dini

    Setiap mukmin pasti tidak bisa memungkiri pengakuan dalam lubuk hatinya yang paling dalam bahwa Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah figur guru/pengajar yang terbaik. Sehingga metode Rasulullah dalam menanamkan keyakinan aqidah kepada para Sahabatnya, termasuk yang masih sangat muda belia, adalah metode yang paling relevan diterapkan dalam berbagai situasi zaman.

    Di saat setiap orang tua muslim mulai khawatir dengan keimanan dan moral anaknya, para pendidik mulai mencemaskan perkembangan kepribadian peserta didiknya, patutlah kita menengok kembali bagaimana Rasulullah memberikan contoh peletakan pondasi keimanan yang kokoh kepada seorang sahabat, sekaligus sepupu beliau yang masih kecil waktu itu, yakni Ibnu Abbas radliyallahu ‘anhu.

    Bukti sejarah memaparkan keunggulan metode pengajaran Rasulullah tersebut yang membuahkan pribadi yang beriman dan berilmu seperti Ibnu Abbas. Kita kemudian mengenal beliau sebagai seorang Ulama’ di kalangan sahabat Nabi, seorang ahli tafsir, sekaligus seorang panutan yang menghiasi dirinya dengan akhlaqul karimah, sikap wara’, taqwa, dan perasaan takut hanya kepada Allah semata.

    Begitu banyak keutamaan Ibnu Abbas yang tidak bisa kita sebutkan hanya dalam hitungan jari. Beliau adalah seseorang yang didoakan oleh Rasulullah:

    “Wahai Allah, pahamkanlah ia dalam permasalahan Dien, dan ajarilah ia ta’wil (ilmu tafsir AlQuran)”. Beliau pula yang dua kali didoakan Rasulullah supaya dianugerahi hikmah oleh Allah. Tidak ada yang menyangsikan maqbulnya doa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, manusia yang paling bertaqwa di sisi Allah.

    Mari kitak simak salah satu metode pengajaran agung itu, untuk selanjutnya kita gunakan pula dalam membimbing anak-anak kita meretas jalan menuju hidayah dan bimbingan Allah.

    Disebutkan dalam suatu hadits: Dari Ibnu Abbas radliyallahu ‘anhu:

    “Pada suatu hari aku pernah berboncengan di belakang Nabi (di atas kendaraan), beliau berkata kepadaku:

    “Wahai anak, aku akan mengajari engkau beberapa kalimat:

    Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu…

    Jagalah Allah, niscaya engkau akan dapati Allah di hadapanmu…

    Jika engkau memohon, mohonlah kepada Allah…

    Jika engkau meminta tolong, minta tolonglah kepada Allah…

    Ketahuilah…kalaupun seluruh umat (jin dan manusia) berkumpul untuk memberikan satu pemberian yang bermanfaat kepadamu, tidak akan bermanfaat hal itu bagimu, kecuali jika itu telah ditetapkan Allah (akan bermanfaat bagimu)…

    Ketahuilah… kalaupun seluruh umat (jin dan manusia)berkumpul untuk mencelakakan kamu, tidak akan mampu mencelakakanmu sedikitpun, kecuali jika itu telah ditetapkan Allah (akan sampai dan mencelakakanmu)…

    Pena telah diangkat… dan telah kering lembaran-lembaran…(hadits riwayat Tirmidzi, hasan shahih)

    Inilah salah satu wasiat Rasulullah yang mewarnai kalbu Ibnu Abbas, menghunjam dan mengakar, serta membuahkan keimanan yang mantap kepada Allah. Kita juga melihat bagaimana metode dakwah Rasulullah, hal pertama kali yang ditanamkan adalah tauhid, bagaimana seharusnya manusia memposisikan dirinya di hadapan Allah. Manusia seharusnya mencurahkan segala hidup dan kehidupannya untuk menghamba hanya kepada Allah. Tidaklah Rasulullah mendahulukan sesuatu sebelum masalah tauhid diajarkan.

    Kalau manusia ingin selalu berada dalam penjagaan Allah, maka dia harus ‘menjaga’ Allah.

    Makna perkataan Rasulullah: “Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu…” dijelaskan oleh seorang Ulama’ bernama Ibnu Daqiqil ‘Ied: “Jadilah engkau orang yang taat kepada Rabbmu, mengerjakan perintah-perintah-Nya, dan berhenti dari (mengerjakan) larangan-larangan-Nya”. (syarah al-arba’in hadiitsan an-nawawiyah).

    Kita jaga batasan-batasan Allah dan tidak melampauinya. Batasan-batasan itu adalah syariat Allah, penentuan hukum halal dan haram dari Allah, yang memang hanya Allah sajalah yang berhak menetapkan hukum tersebut, sebagaimana dalam ayat:

    Artinya: “…penetapan hukum hanyalah hak Allah” (Q.S.Yusuf: 40 )

    Allah mencela orang-orang yang melampaui batasan-batasan-Nya:

    Artinya: “…dan barangsiapa yang melampaui batasan-batasan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang dhalim”(Q.S. Albaqarah:229).

    Imam al-Qurthubi dalam kitab tafsirnya tentang ayat ini menyebutkan:

    “Batasan itu terbagi dua, yaitu: batasan perintah (untuk) dikerjakan dan batasan larangan (untuk)ditinggalkan.

    Rasulullah dalam hadits ini memberikan sinyalemen bahwa barangsiapa yang senantiasa menjaga batasan-batasan Allah itu maka dia akan senantiasa dalam penjagaan Allah. Maka siapakah lagi yang lebih baik penjagaannya selain Allah? sesungguhnya Allah adalah sebaik-baik penjaga. Dalam AlQuran disebutkan:

    “Dan jika mereka berpaling, maka ketahuilah bahwasanya Allah Pelindungmu. Dia adalah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong”(Q.S. Al-Anfaal:40).

    Syaikh Abdirrahman bin Naashir As-Sa’di dalam tafsirnya menjelaskan:…”Allah lah yang memelihara hamba-hambanya yang mu’min,dan menyampaikan pada mereka (segala) kebaikan/mashlahat, dan memudahkan bagi mereka manfaat-manfaat Dien maupun kehidupan dunianya, dan Allah yang menolong dan melindungi mereka dari makar orang-orang fujjar,dan permusuhan secara terang-terangan dari orang-orang yang jelek akhlaq dan Diennya.(Kitab Taisiril Kariimir Rahman fi Tafsiiri Kalaamil Mannaan).

    Makna perkataan Rasul “Jagalah Allah, niscaya engkau akan dapati Allah di hadapanmu…”.

    Syaikh Abdirrahman bin Muhammad bin Qasim al- Hanbaly an-Najdi dalam kitabnya Hasyiyah Tsalatsatil Ushul, menjelaskan makna hadits tersebut: “Jagalah batasan-batasan Allah dan perintah-perintah-Nya, niscaya Ia akan menjagamu di manapun kamu berada”.

    “Jika engkau memohon, memohonlah kepada Allah, jika engkau meminta pertolongan, minta tolonglah kepada Allah”. Ini adalah sebagai perwujudan pengakuan kita yang selalu kita ulang-ulang dalam sholat :Iyyaaka na’budu waiyyaaka nasta’iin

    “Hanya kepada-Mu lah kami menyembah dan hanya kepada-Mu lah kami meminta pertolongan”(Q.S. Al-Fatihah: 5).

    Kalimat yang sering kita ulang-ulang dalam munajad kita dengan Penguasa seluruh dunia ini, akankah benar-benar membekas dan mewarnai kehidupan kita? Sudahkah kita benar-benar menjiwai makna pernyataan ini sehingga terminal keluhan dan pelarian kita yang terakhir adalah Dia Yang Berkuasa atas segala sesuatu?

    Demikianlah yang seharusnya. Di saat kita meyakini ada titik tertentu , sebagai batas semua makhluk siapapun dia, tidak akan mampu mengatasinya, pulanglah kita pada tempat kita berasal dan tempat kita kembali. Apakah dengan penguakan kesadaran yang paling dalam ini kita masih rela berbagi permintaan tolong kita yang sebenarnya hanya Allah saja yang mampu, kepada makhluk selain-Nya? Sungguh hal itu merupakan bentuk kedzaliman yang paling besar.

    Allah mengabadikan salah satu bentuk nasehat mulya yang akan senantiasa dikenang :

    Artinya: “Dan ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya, dalam keadaan dia menasehatinya: “Wahai anakku janganlah engkau menyekutukan Allah, sesungguhnya kesyirikan adalah kedzaliman yang paling besar”  (Q.S.Luqman:13)

    Meminta pertolongan dalam permasalahan yang hanya Allah saja yang mampu memenuhinya, seperti rezeki, kebahagiaan, kesuksesan, keselamatan, dan yang semisalnya, kepada selain Allah adalah termasuk bentuk kedzaliman yang terbesar itu (syirik). Berbeda halnya jika kita minta tolong dalam permasalahan yang manusia memang diberi kemampuan secara normal oleh Allah untuk memenuhinya, seperti tolong menolong sesama muslim dalam hal finansial, perdagangan dan semisalnya.

    “Ketahuilah…kalaupun seluruh umat (jin dan manusia) berkumpul untuk memberikan satu pemberian yang bermanfaat kepadamu, tidak akan bermanfaat hal itu bagimu, kecuali jika itu telah ditetapkan Allah (akan bermanfaat bagimu)…” Ketahuilah… kalaupun seluruh umat (jin dan manusia)berkumpul untuk mencelakakan kamu, tidak akan mampu mencelakakanmu sedikitpun, kecuali jika itu telah ditetapkan Allah (akan sampai dan mencelakakanmu)…Dua bait ucapan Rasulullah ini mempertegas dan memberikan argumen yang pasti bahwa Allah sajalah yang berhak dijadikan tempat bergantung, meminta pertolongan, karena hanya Ia saja yang bisa menentukan kemanfaatan atau kemudharatan akan menimpa suatu makhluk. Rasulullah juga mengajarkan kepada kita dzikir seusai sholat yang menguatkan pengakuan itu:

    “Allahumma laa maani’a limaa a’thoyta walaa mu’tiya limaa mana’ta “

    Artinya: “…Wahai Allah tidak ada yang mencegah apa yang Engkau berikan dan tidak ada yang bisa memberi apa yang Engkau cegah/halangi…”   (hadits riwayat Bukhari 2/325 dan Muslim 5/90, lihat kitab Shahih al-Waabilus Shayyib minal Kalamit Thayyib, Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilaly).

    Dalam hadits itu pula terkandung pelajaran penting wajibnya iman terhadap taqdir dari Allah baik maupun buruk. Seandainya seluruh makhluk berkumpul dan mengerahkan segala daya dan upayanya untuk memberikan sesuatu pada seseorang, tidak akan bisa diterimanya jika tidak ditakdirkan oleh Allah, demikian pula sebaliknya dalam hal usaha untuk mencelakakan.Kesadaran ini pula yang harus ditanamkan sejak dini.

    Orang tua hendaknya memberikan gambaran-gambaran yang mudah dimengerti oleh si anak tentang kekuasaan Allah dan taqdirnya. Anak-anak mulai diajak berpikir secara Islamy, bahwa segala sesuatu yang menjadi kepunyaannya itu adalah pemberian dari Allah dan telah Allah takdirkan sampai padanya. Demikian pula apa yang luput dari usaha anak itu untuk mencapainya, telah Allah takdirkan tidak akan sampai padanya.

    Telah diangkat pena-pena dan telah kering lembaran-lembaran….maksudnya, segala sesuatu yang terjadi di dunia ini telah tertulis ketentuannya dan hanya Allah saja yang mengetahuinya. Allah berfirman:

    “Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri,”(Q.S. Al-hadiid:22-23).

    Sungguh indah rasanya jika teladan pengajaran dari Rasulullah ini benar-benar kita tindak lanjuti sebagai upaya pembekalan bagi anak-anak kita. Mewarnai kalbu mereka yang masih putih seputih kertas tanpa ada goresan sedikitpun sebelumnya. Sehingga di saat mereka beranjak dewasa, kita akan menuai hasilnya. Orangtua mana yang tak kan bangga melihat anak-anaknya tumbuh menjadi manusia yang tangguh, beriman dan berilmu Dien yang mantap serta siap menghambakan dirinya untuk Allah semata dan siap berjuang untuk menegakkan Kalimat-Nya, berjihad fi sabiilillah. Tidak ada yang ditakuti kecuali hanya kepada, dan karena Allah semata.

    ***

    Daftar rujukan:

    1. Syarah al-Arba’in Hadiitsan an-Nawawiyah, Imam Ibn Daqiiqil ‘Ied.

    2. Taisiril Kariimir Rahman fi tafsiiri Kalaamil Mannan, Syaikh Abdirrahman bin Naashir As Sa’di

    3. Tafsir Al-Qurthuby.

    4. Shahih al-Waabilus Shayyib minal Kalamit Thayyib, Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilaly.

    5. Hasyiyah Tsalaatsatil Ushul, Syaikh Abdirrahman bin Muhammad bin Qasim al-Hanbaly an-Najdi.

     
c
Compose new post
j
Next post/Next comment
k
Previous post/Previous comment
r
Balas
e
Edit
o
Show/Hide comments
t
Pergi ke atas
l
Go to login
h
Show/Hide help
shift + esc
Batal