Updates from Desember, 2020 Toggle Comment Threads | Pintasan Keyboard

  • erva kurniawan 2:29 am on 31 December 2020 Permalink | Balas  

    Kisah Umar Bin Khaththab Radhiyallahu Anhu (2) 

    Kisah Umar Bin Khaththab Radhiyallahu Anhu

    Bagai anak kecil yang penurut, Umarpun berlalu, sesaat kemudian kembali dengan jenggot yang mengucurkanair. Diberikanlah lembaran mushaf yang berisi Surah Thaha ayat 1 – 6. Makin kuatlah hidayah Allah membuka mata hatinya. Setelah ayat-ayat tersebut dibacanya, meluncurlah kata-kata dari mulutnya, “Tidak pantas bagi Allah yang ayat-ayatnya sebegini indahnya, sebegini mulianya mempunyai sekutu yang harus disembah, tunjukkanlah padaku dimana Muhammad?”

    Sebuah pernyataan yang menunjukkan perubahan sikap dan keyakinannya selama ini terhadap Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Khabbab bin Aratt pun keluar dari persembunyiannya dan berkata, “Bergembiralah Umar, sesungguhnya Nabi telah bersabda tentang dirimu, Beliau berdoa : Ya Allah, kuatkanlah Islam dengan salah satu dari dua Umar, Umar bin Hisyam (Abu Jahal) atau Umar bin Khaththab, dan engkau dipilih Allah untuk memperkuat Islam.”

    Khabbab mengantarkan Umar ke rumah Al Arqam di dekat Shafa. Di sana ia ditemui Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, Beliau memegang ujung baju Umar dan berkata,”Masuklah kamu ke dalam Islam wahai Ibnu Al Khaththab. Ya Allah, berilah hidayah kepadanya!”

    Umar pun bersyahadat, maka bertakbirlah para sahabat yang hadir, dengan takbir yang bisa didengar hingga sepanjang jalan di kota Mekkah, bahkan juga sampai ke Kakbah. Benarlah doa Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, keislaman Umar mengguncangkan kaum musyrik dan menorehkan kehinaan bagi mereka, tetapi sebaliknya memberikan kehormatan, kekuatan dan kegembiraan bagi orang muslim.

    Tidak seperti muallaf sebelumnya yang umumnya menyembunyikan keislamannya, Umar sebaliknya. Diingatnya siapa yang paling memusuhi Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, siapa lagi kalau bukan Abu Jahal. Umar mendatangi rumahnya dan menggebrak pintunya. Begitu Abu Jahal keluar, Umar memberitahukan keislamannya, Abu Jahal menutup pintu dan masuk kembali ke rumahnya. Begitupun ketika diberitahukan kepada pamannya, Al Ash bin Hasyim, dia justru masuk ke rumah. Biasanya mereka berdua ini kalau bertemu dengan orang yang masuk Islam, mereka menangkap dan menyiksanya.

    Ketika kembali kepada Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, Umar menginginkan orang-orang Islam untuk tidak sembunyi-sembunyi lagi karena menurut pendapatnya, mereka ini dalam kebenaran, hidup ataupun mati. Pendapatnya ini dibenarkan oleh Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam dan beliau menyetujui keinginan Umar.

    Beliau mengeluarkan orang-orang muslim dalam dua kelompok, kelompok pertama dipimpin Hamzah, yang telah memeluk Islam tiga hari mendahului Umar, dan kelompok kedua dipimpin Umar sendiri.

    Orang-orang musyrik hanya terpana tidak berani berbuat apa-apa seperti sebelumnya, tampak jelas kesedihan di mata mereka. Karena itulah Rasulullah menggelari Umar dengan Al Faruq, pemisah antara yang haq dan yang bathil. Sejak saat itu orang orang Islam bisa beribadah dan membuat majelis di dekat Ka’bah, thawaf dan berdakwah, serta melakukan pencegahan terhadap siksaan-siksaan.

    Sikap Umar atas Perjanjian Hudaibiyah

    Ketika perjanjian Hudaibiyah disetujui antara pihak Quraisy dan Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, sebagian besar orang-orang Islam merasa kecewa, Umar sempat berkata, “Sesungguhnya Rasulullah telah berdamai dan mengadakan perjanjian dengan penduduk Makkah, dalam perjanjian itu, Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam telah memberikan syarat yang kelihatannya lebih memihak pada kaum Quraisy. Seandainya Nabi mengangkat seorang amir yang berkuasa atasku, dan ia membuat perjanjian yang seperti itu, aku tidak akan mendengarkannya dan tidak akan taat kepadanya.”

    Secara umum, sikap Umar dan sebagian besar orang-orang Islam dapat dipahami, selain karena gagalnya niat untuk umrah, padahal sudah sangat dekat dengan Makkah, sementara golongan lain tidak dihalangi, terlebih adalah klausul ke empat dari perjanjian tsb., yaitu : Jika ada orang-orang Quraisy yang datang kepada Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam tanpa seijin walinya, walaupun ia telah memeluk Islam, Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam harus mengembalikannya kepada mereka. Tetapi jika ada orang Islam yang meninggalkan Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam dan bergabung dengan orang-orang Quraisy, maka dia tidak boleh diminta untuk dikembalikan kepada Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam.

     
  • erva kurniawan 2:29 am on 30 December 2020 Permalink | Balas  

    Iman dan Istiqamah 

    Iman dan Istiqamah

    عَنْ أَبِي عَمْرو، وَقِيْلَ : أَبِي عَمْرَةَ سُفْيَانُ بْنِ عَبْدِ اللهِ الثَّقَفِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قُلْتُ : يَا رَسُوْلَ اللهِ قُلْ لِي فِي اْلإِسْلاَمِ قَوْلاً لاَ أَسْأَلُ عَنْهُ أَحَداً غَيْرَكَ . قَالَ : قُلْ آمَنْتُ بِاللهِ ثُمَّ اسْتَقِمْ [رواه مسلم]

    Dari Abu Amr, -ada juga yang mengatakan- : Abu ‘Amrah, Sufyan bin Abdillah Ats Tsaqafi radhiallahuanhu dia berkata, saya berkata : Wahai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, katakan kepada saya tentang Islam sebuah perkataan yang tidak saya tanyakan kepada seorangpun selainmu. Beliau bersabda: Katakanlah: saya beriman kepada Allah, kemudian berpegang teguhlah . (Riwayat Muslim).

    Pelajaran yang terdapat dalam hadits:

    1. Iman kepada Allah ta’ala harus mendahului ketaatan.
    2. Amal saleh dapat menjaga keimanan
    3. Iman dan amal saleh keduanya harus dilaksanakan.
    4. Istiqamah merupakan derajat yang tinggi .
    5. Keinginan yang kuat dari para shahabat dalam menjaga agamanya dan merawat keimanannya.
    6. Perintah untuk istiqamah dalam tauhid, ketaatan dan ikhlas beribadah hanya kepada Allah semata hingga mati.

    Tema hadist yang berkaitan dengan Al-Quran  :

    1. Bertanya untuk mendapatkan kebaikan

    يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ

    Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. (Al-Baqarah: 219)

    1. Iman dan istiqomah

    وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ

    dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal). (Al-Hijr: 99).

     
  • erva kurniawan 2:29 pm on 29 December 2020 Permalink | Balas  

    Tiga Amalan yang Dapat Menghapus Kesalahan dan Mengangkat Derajat 

    Tiga Amalan yang Dapat Menghapus Kesalahan dan Mengangkat Derajat

    Oleh Ustadz Muslih Rashid

    عن أبي هريرة رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُول الله صلى الله عليه وسلم: ((ألا أَدُلُّكُمْ عَلَى مَا يَمْحُو اللهُ بِهِ الخَطَايَا وَيَرْفَعُ بِهِ الدَّرَجَاتِ؟)) قَالُوا: بَلَى، يَا رسولَ اللهِ، قَالَ: ((إِسْبَاغُ الوُضُوءِ عَلَى المَكَارِهِ، وَكَثْرَةُ الخُطَا إِلَى المَسَاجِدِ، وَانْتِظَارُ الصَّلاةِ بَعْدَ الصَّلاةِ فَذلِكُمُ الرِّبَاطُ)). رواه مسلم.

    Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:

    “Sukakah engkau semua saya tunjukkan pada suatu amalan yang dengannya itu Allah akan menghapuskan segala macam kesalahan serta mengangkat pula dengannya tadi sampai beberapa derajat?” Para sahabat menjawab; “Baik, ya Rasulullah.” Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:

    “Yaitu menyempurnakan wudhu’ sekalipun menghadapi kesukaran-kesukaran banyaknya, melangkahkan kaki untuk pergi ke masjid serta menantikan shalat setelah selesai shalat yang satunya. Yang sedemikian itulah yang dinamakan ribat (perjuangan).” (Riwayat Muslim)

    Pelajaran yang terdapat di dalam hadist:

    1- Menyempurnakan wudhu’ sekalipun menghadapi kesukaran, misalnya di saat yang udaranya dingin sekali, sehingga airnya pun menjadi sangat pula dinginnya.

    2- Dalam Hadis di atas dijelaskan bahwa senantiasa berthaharah yakni tetap suci dari hadas besar dan kecil, juga shalat dan segala sesuatu yang dilakukan ditujukan untuk niat beribadat dan berbakti kepada Tuhan, adalah sama pahalanya dengan berjihad fi-sabilillah.

    3- Disebut ribat tiga perkara itu karena musuh yang utama bagi manusia adalah hawa nafsunya.

    4- Tiga amalan itu (yang disebut dalam hadist) untuk membendung jalan-jalan syetan dan hawa nafsu.
    Karena jihadun nafs merupakan jihad yang paling besar.

    5- Maka barang siapa bisa melestarikan tiga perkara diatas, akan dihapus kesalahan dan diangkat derajatnya.

    Tema hadist yang berkaitan dengan Al-Quran:

    1- Bersungguh-sungguh dalam menjalankan perintah dan meninggalkan larangan.

    وَجَاهِدُوا فِي اللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِ

    Dan berjihadlah pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. (Al-Hajj: 78)

    2- Yaitu takut akan hari ia dihadapkan kepada Allah Subhanahu Wata’ala dan takut akan keputusan Allah terhadap dirinya di hari itu, lalu ia menahan hawa nafsunya dan tidak memperturutkannya serta menundukkannya untuk taat kepada Tuhannya, surga tempatnya.

    وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى

    Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya. (An-Nazi’at: 40)

    فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى

    maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya). (An-Nazi’at: 41).

     
    • prajoedha 2:19 pm on 4 Januari 2021 Permalink

      Makasih kiriman2 artikel islaminya

  • erva kurniawan 2:29 pm on 28 December 2020 Permalink | Balas  

    Kisah Umar Bin Khaththab Radhiyallahu Anhu (1) 

    Kisah Umar Bin Khaththab Radhiyallahu Anhu

    Apa yang Dikatakan Rasullullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam tentang Umar bin Khaththab

    Hampir dipastikan semua umat islam akan mengenal sosok Umar bin Khaththab Radhiyallahu ‘Anhu keberanian, keadilan, kecerdasan, sikap kritis, keras dan ketegasannya,sekaligus kelembutan, kesedihan dan mudah tersentuh, adalah dua kondisi berlawanan yang menyatu dalam pribadi Umar. Terutama keberaniannya, telah terkenal sejak dia belum memeluk islam, jagoan dan ahli berkelahi yang selalu memenangkan pertandingan adu kekuatan di Pasar Ukazh. Namun keberanian dan kekuatan ini pulalah yang akhirnya mengantarkan pada Hidayah Allah Subhanahu Wata’ala, ketika membentur keberanian dan kekuatan iman yang dimiliki adiknya, Fathimah binti Khaththab.

    Kisah keislamannya ini berawal ketika tokoh-tokoh kafir Qureisy seperti Abu Jahal bin Hisyam, Uqbah bin Nafik dll.nya gagal membunuh Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, sementara dakwah islam semakin meluas, dan beberapa orang sahabat berhasil hijrah ke Habsyi, dan beribadah dengan tenang di bawah lindungan Raja Najasyi. Sebagai jagoan terkuat di Makkah, Umar merasa harus ia sendiri yang membunuh Muhammad, yang dianggapnya telah murtad dan memecah belah kaum Qureisy serta memaki dan menghina agama nenek moyangnya.

    Umar pergi ke rumah Al Arqam, tempat Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam mengajarkan islam kepada sahabat-sahabat beliau. Di tengah perjalanan ia bertemu Nu’aim bin Abdullah, yang menanyakan kepergiannya dengan pedang terhunus. Begitu mengetahui niatnya untuk membunuh Rasullullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, Nu’aim justru mencela Umar, “Hendaknya engkau meluruskan urusan keluargamu dulu sebelum urusan Bani Manaf. Sesungguhnya adikmu sendiri Fathimah binti Khaththab dan suaminya yang juga anak pamanmu, Sa’id bin Zaid telah mengikuti ajaran Muhammad, merekalah yang harus engkau selesaikan urusannya.”

    Betapa geramnya Umar mendengar penjelasan Nu’aim bin Abdullah, dibelokkanlah langkahnya menuju rumah Sa’id bin Zaid dengan kemarahan yang memuncak. Saat itu, di rumah Sa’id juga ada Khabbab ibnu Aratt yang sedang mengajarkan ayat-ayat Al Qur’an pada mereka. Mendengar kedatangan Umar, Khabbab langsung bersembunyi, Sa’id membukakan pintu dan Fathimah menyembunyikan lembaran mushaf Al Qur’an.

    Begitu melihat Sa’id, kemarahan Umar tidak bisa dibendung lagi, seolah kemarahannya kepada Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam ditumpahkan semua kepada adik iparnya tersebut. Dibentaknya Sa”id sebagai murtad dan memukulnya hingga terjatuh. Fathimah mendekat untuk membela suaminya, tapi dipukul oleh Umar pada wajahnya. Sungguh keadaan yang mengenaskan dan membahayakan bagi kedua suami istri tsb. Umar sudah menduduki dada Sa’id, satu pukulan telak dari jagoan Ukazh itu bisa jadi akan membunuhnya.

    Namun tiba-tiba terdengar pekikan keras dari Fathimah, “Hai musuh Allah, kamu berani memukul saya karena saya beriman kepada Allah…! Hai Umar, perbuatlah apa yang engkau suka, karena saya akan tetap bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Allah, dan bahwa Muhammad adalah Rasullullah…!”

    Umar tersentak bagai disengat listrik, pekikan itu seakan menembus ulu hatinya…terkejut dan heran.
    Umar bin Khaththab adalah seorang lelaki yang sering dilukiskan sebagai : “Jika ia berbicara, maka orang akan terpaksa mendengarkannya, jika berjalan, langkahnya cepat bagai dikejar orang, jika berkelahi maka pukulannya adalah pukulan maut yang mematikan.”

    Tetapi ternyata ada orang yang berani menentangnya, seorang wanita lagi, dan adiknya pula, kekuatan apa yang bisa membuatnya berani menentang kalau tidak kekuatan yang maha hebat, kekuatan iman…mulailah percik hidayah menghampirinya.

    Kemarahannya mereda, dimintanya lembar-lembar Al Qur’an yang dipegang Fathimah, tetapi sekali lagi jagoan duel di Pasar Ukazh ini seakan tak berkutik ketika adiknya tsb. Berkata dengan tegas, “Tidak mungkin, ia tidak boleh disentuh kecuali oleh orang-orang yang suci! Pergilah, mandilahlah dan bersuci..!!”

     
  • erva kurniawan 2:26 am on 27 December 2020 Permalink | Balas  

    Rekonstruksi Pendidikan di Masa Khulafaur Rasyidin (Abu Bakar ash-Siddiq) 

    Sejarah Kekhalifahan Abu Bakar Ash-Siddiq

    KHALIFAH ABU BAKAR ASH-SIDDIQ

    6. Rekonstruksi Pendidikan di Masa Khulafaur Rasyidin (Abu Bakar ash-Siddiq)

    Ada dua prinsip nilai-nilai pendidikan Islam

    1.  Kebebasan berpendapat yang terwujud dalam musyawarah,

    2. Tuntutan ketaatan rakyat, mewujudkan keadilan, serta shalat sebagai intisari takwa yang        terwujud dalam pribadi beliau dengan sikap disiplin dan tegas.

    Hikmah

    Ketika Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq, merasa ajalnya hampir tiba, beliau memanggil putri tercintanya Ummul Mukminin Siti Aisyah, dan berkata kepada putri tercintanya itu dengan ucapan “Wahai Aisyah, aku telah diserahi urusan kaum mukminin dan tidak ada tersisa sedikit pun dari harta kaum muslimin di tanganku, kami telah makan makanan yang sederhana dan yang keras-keras pada perut kami, dan kami memakai pakaian yang sederhana dan kasar pada punggung kami. Yang tersisa dari harta kaum muslimin adalah unta untuk mengairi ladang, dan seorang pelayan (pembantu) rumah tangga, dan sehelai permadani yang usang. Kalau aku wafat, kirimkan semua itu kepada Umar karena aku tidak ingin menghadap Allah Subhanahu Wata’ala padahal masih ada sedikit harta kaum muslimin di tanganku.

    Subhanallah, itulah Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq. Salah seorang sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam yang menjadi khalifah setelah wafatnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam. Betapa indah dan agungnya akhlak beliau. Sebelum wafat, beliau memeriksa terlebih dahulu apakah masih ada yang tersisa harta umat yang diamanahi kepadanya. Ketika masih tersisa beliau perintahkan putri tercintanya Ummul Mukminin Siti Aisyah, jika beliau wafat untuk diserahkan kepada Sayyidina Umar bin Khattab agar dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya demi kepentingan umat. Hal itu dilakukan, karena beliau sangat khawatir jika wafat dan menghadap kepada Subhanahu Wata’ala, ternyata di tangannya masih ada harta umat yang belum diserahkan kembali kepada umat.

    Itulah mengapa Islam sangat berjaya pada masa itu, pemimpinnya tidak punya niatan sedikit pun yang terbersit dalam hati mereka untuk memanfaatkan jabatan yang diamanahi dalam rangka memperkaya diri sendiri, tidak ada usaha sedikit pun untuk bertindak korupsi, yang salah dikatakan salah dan yang benar dikatakan benar. Tidak berlaku dzholim terhadap rakyat yang dipimpinnya. Justru rakyat sangat diperhatikan dengan penuh kasih sayang. Kebutuhan rakyat lebih didahulukan dibandingkan dengan kebutuhan pribadi. 

    Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq dan sahabat-sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam yang dengan tulus ikhlas memimpin, segala pengorbanan diupayakan untuk kepentingan dan kebutuhan rakyat, tidak boleh ada yang terdzholimi.

     
  • erva kurniawan 2:26 am on 26 December 2020 Permalink | Balas  

    Meninggalkan Amalan Wajib Karena Takut Kepada Manusia 

    Meninggalkan Amalan Wajib Karena Takut Kepada Manusia

    Oleh Ustadz Muslih Rashid

    عَنْ أَبِي سَعِيدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
    ” لَا يَحْقِرْ أَحَدُكُمْ نَفْسَهُ، قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ يَحْقِرُ أَحَدُنَا نَفْسَهُ؟ قَالَ: يَرَى أَمْرََا لِلَّهِ عَلَيْهِ فِيهِ مَقَالٌ، ثُمَّ لَا يَقُولُ فِيهِ، فَيَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ: مَا مَنَعَكَ أَنْ تَقُولَ فِي كَذَا وَكَذَا؟ فَيَقُولُ: خَشْيَةُ النَّاسِ، فَيَقُولُ: فَإِيَّايَ كُنْتَ أَحَقَّ أَنْ تَخْشَى”

    Dari Abu Sa’id al-khudri radhiyallahu anhu berkata, bersabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam :
    “Janganlah salah seorang mencela dirinya sendiri.”  Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana seseorang mencela dirinya sendiri?” Beliau menjawab: “Dia melihat perkara Allah diperbincangkan, lalu dia tidak mengatakan (pembelaan) kepadanya, maka Allah ‘azza wajalla akan berkata kepadanya kelak di hari Kiamat; ‘Apa yang mencegahmu untuk mengatakan begini dan begini! ‘ lalu ia menjawab, ‘Saya takut terhadap manusia’. Maka Allah pun berfirman: ‘Aku lebih berhak untuk kamu takuti’.” (Sunan Ibnu Majah  no. 3998, berkata Al Bushiri dalam Zawa’id (3/242): hadist ini sanadnya shahih)

    Pelajaran yang terdapat didalam hadits :

    1- Seorang muslim tidak boleh meninggalkan yang wajib atau mengerjakan hal-hal yang haram, hanya karena rasa takut kepada manusia, seperti dihina, dipenjara, atau setelah disiksa dengan siksaan yang ringan, atau karena ingin mempertahankan pekerjaannya, menyelamatkan hartanya, dan sebagainya. Sebab, semua ini masih termasuk dalam batas kemampuan manusia dan bukan di luar kemampuannya.

    2- Seseorang meninggalkan perbuatan yang diwajibkan atasnya karena takut kepada manusia maka hukumnya haram dan itu termasuk syirik kecil. (Al irsyad fi shahili’tiqad, Shalih bin Fauzan, hal 86)

    3-  Kalau saja setiap masalah yang memberatkan diri seorang Muslim terdapat rukhshah baginya untuk meninggalkan semua wajib /kewajiban dan mengerjakan perbuatan-perbuatan haram /maksiat, tentulah Islam tidak dapat tegak di bumi ini. Bahkan, tidak akan pernah muncul suatu umat yang berjuang secara terus menerus.

    Tema hadist yang berkaitan dengan Al qur’an :

    1- Yakni mereka yang diperingatkan oleh orang-orang bahwa ada pasukan besar yang akan menyerang mereka, dan ditakut-takuti akan kedatangan musuh yang banyak jumlah pasukannya. Akan tetapi, mereka tidak menghiraukan berita tersebut, bahkan mereka bertawakal kepada Allah serta meminta pertolongan kepada-Nya.

    الَّذِينَ قالَ لَهُمُ النَّاسُ إِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزادَهُمْ إِيماناًوَقَالُوا حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ

    (Yaitu) orang-orang (yang menaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan, “Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kalian. Karena itu, takutlah kalian kepada mereka.” Maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab, “Cukuplah Allah menjadi Penolong kami, dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung.” (Ali Imran: 173).

     
  • erva kurniawan 2:26 am on 25 December 2020 Permalink | Balas  

    Menghadapi Kaum yang Ingkar Zakat 

    Sejarah Kekhalifahan Abu Bakar Ash-Siddiq

    KHALIFAH ABU BAKAR ASH-SIDDIQ

    c. Menghadapi Kaum yang Ingkar Zakat

    Banyak diantara kaum muslimin yang pemahaman mereka, terhadap hukum Islam belum mendalam dan imannya masih tipis, mereka beanggapan bahwa kewajiban berzakat hanya semata-mata untuk Nabi Shallahu ‘Alaihi Wassalam. karena Nabi Shallahu ‘Alaihi Wassalam telah wafat, maka bebaslah mereka dari kewajiban untuk berzakat. Padahal zakat adalah salah satu rukun Islam yang harus ditegakkan.

    Abu Bakar bermusyawarah dengan para sahabat menghadapi kaum ingkar zakat itu. Meskipun keputusan musyawarah itu tidak bulat, Abu Bakar tetap teguh pada pendiriannya bahwa kewajiban zakat harus dilaksanakan. Mereka yang membangkang harus diperangi. Sebelum pasukan muslimin dikerahkan, Abu Bakar terlebih dahulu mengirimkan surat kepada pembangkang agar kembali ke Islam. namun sebagian besar mereka tetap bersikeras, karena itu pasukan muslimin pun dikerahkan dan dalam waktu yang relatif singkat pasukan Abu Bakar telah berhasil dengan gemilang.

    Dengan berhasilnya kaum muslimin ini, keadaan negara Arab kembali tenang, dan suasana umat Islam pun kembali damai. Seluruh kabilah taat kembali membayar zakat sebagaimana pada masa rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wassalam.

    d. Mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an

    Akibat peperangan yang sering dialami oleh kaum muslimin, banyak penghafal Al-Qur’an (huffadz) yang gugur sebagai syuhada dalam pertempuran. Jumlahnya tidak kurang dari 70 orang sahabat. Hal ini menimbulkan kekhawatiran dikalangan umat Islam serta kecemasan dihati Umar bin Khattab akan kehilangan ayat suci Al-Qur’an itu. Maka dinasehatkan kepada Abu Bakar agar ayat-ayat Qur’an dikumpulkan. Atas saran-saran dari Umar bin Khattab pada awal 13 H Abu Bakar memerintahkan Zaid bin Tsabit untuk mengumpulkan ayat-ayat Qur’an menjadi Mushaf. Mengingat dahulu berserakan dalam dada penghafal, bahkan ada yang di tulis di atas batu, pada kain, tulang dan sebagainya.

    5.    Faktor-Faktor Keberhasilan Abu Bakar Ash-Siddiq

    Fakta histories menunjukkan bahwa pemerintahan Abu Bakar banyak menuai keberhasilan, baik keberhasilan internal maupun eksternal. pada sisi internal ia telah berhasil meyelesaikan konflik antar umat Islam. Pada sisi lain ia berhasil memperluas wilayah Islam sebagai wujud penyebarluasan ajaran Islam. Keberhasilan diantaranya dilatar belakangi oleh faktor pembangunan pranata dibidang politik dan pertahanan keamanan. Keberhasilan tersebut tidak lepas dari sikap keterbukaannya, yaitu memberikan hak dan kesempatan yang sama kepada tokoh-tokoh sahabat untuk ikut berbicarakan berbagai masalah sebelum ia mengambil keputusan melalui forum musyawarah sebagai lembaga legislative. Hal ini mendorong para tokok sahabat, khususnya dan umat Islam umumnya, berpartisipasi aktif  untuk melaksanakan berbagai keputusan yang dibuat.

     
  • erva kurniawan 2:24 am on 24 December 2020 Permalink | Balas  

    Langkah-langkah kebijakan Abu Bakar 

    Sejarah Kekhalifahan Abu Bakar Ash-Siddiq

    KHALIFAH ABU BAKAR ASH-SIDDIQ

    4. Langkah-langkah kebijakan Abu Bakar

    Sebelum rasulullah Shallallahu ’Alaihi Wassalam wafat, beliau telah menyiapkan sepasukan tentara di bawah pimpinan Usamah bin Zaid. Tetapi sebelum tentara Usamah jadi berangkat beliau telah wafat. sebagian sahabat ada yang mengusulkan kepada Abu Bakar agar beliau membatalkan pasukan tentara Usamah yang diperintahkan Rasulullah Shallallahu ’Alaihi Wassalam itu dan dikirim saja untuk memerangi orang-orang yang murtad. Oleh karena itu beliau menjawab “Demi Allah” saya tidak akan menurunkan bendera yang telah dipasang oleh Rasulullah Shallallahu ’Alaihi Wassalam. Disamping itu sebagian sahabat ada yang mengusulkan agar melepas Usamah dari jabatannya itu kepada orang lain yang lebih tua dari padanya. Abu Bakar sangat marah mendengar berita itu lalu berkata “saya tidak akan menurunkan dia karena Rasulullah Shallallahu ’Alaihi Wassalam sudah mengangkat dia sebagai tentara. Maka berangkatlah tentara itu menyerang benteng musuh serta membawa harta rampasan dan kembali ke Madinah dengan kemenangan. Di antara pesan-pesan Abu Bakar kepada para prajurit yang berperang dan benar-benar bijaksana itu: “Jangan kamu khianat, janganlah kamu durhaka, janganlah kamu aniaya, janganlah membunuh anak-anak kecil dan orang tua. jangan merusak pohon yang berbuah, membunuh binatang kambing, unta dan lembu kecuali dimakan dagingnya. “Setelah Rasulullah Shallallahu ’Alaihi Wassalam wafat, muncullah kesulitan-kesulitan yang dihadapi umat islam dibawah pimpinan Abu Bakar, diantaranya yang terpenting adalah menghadapi orang-orang yang mengaku nabi, menghadapi orang-orang murtad, dan orang-orang yang membangkang tidak mau membayar pajak.

    A. Menumpas Nabi Palsu

    Ada empat orang yang menamakan dirinya sebagai nabi. padahal islam mengajarkan bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ’Alaihi Wassalam adalah nabi akhiruzzaman. Keempat yang mengaku nabi itu adalah nabi palsu. yaitu Musailamah Al kazab dari bani Hanifah di Yamamah, Sajah Tamimiyah dari Bani Tamim, Al Aswad Al Anshi dari Yaman dan Tulaihah bin Khuwailid dari Bani Saddi Nejed. Adanya nabi-nabi palsu itu pasti membahayakan kehidupan agama dan negara islam. Khalifah Abu Bakar menugaskan pasukan Islam untuk menumpas mereka dan pengikut-pengikutnya, penumpasan itu ‘berhasil dengan gemilang dibawah pimpinan panglima Khalid bin Walid. Musailamah dibunuh oleh Washy, Al Aswad dibunuh oleh istrinya sendiri, Tulaihah dan Sajad lari dan menyembunyikan diri.

    B. Memberantas Kaum Murtad

    Berita wafatnya Rasulullah Shallallahu ’Alaihi Wassalam, berakibat menggoyahkan iman bagi orang-orang islam yang masih tipis imannya, banyak orang menyatakan dirinya keluar dari Islam (murtad). Tidak mau shalat dan tidak lagi membayar zakat. bahkan ada sementara daerah-daerah memisahkan dari dengan pemerintahan pusat di Madinah, sedangkan daerah-daerah yang masih setia adalah Madinah, Mekah dan Thaif. Abu Bakar berunding dengan para sahabat yang lain dalam menghadapi para kaum murtad itu. mereka sepakat menyeru agar bertaubat, jika tidak mau sadar, mereka akan dihadapi dengan menggunakan kekerasan. Tetapi usaha lemah lembut dari pemerintahan Islam di Madinah itu mereka abaikan, kaum murtad didukung oleh kekuatan besar kurang lebih 40.000 orang. Muslimin menghadapi mereka dengan pasukan yang besar pula, Abu Bakar mengirim ekspedisi dibawah pimpinan Ikhrimah bin Abu Jahal, Syurahbil bin Hasnah, Amru bin Ash, dan Khalid bin Walid. Tindakan tegas kaum muslimiin itu dapat melumpuhkan kekuatan kaum murtad, sehingga mereka kembali mentaati perintah syariat Islam. Abu Bakar berhasil dalam usaha ini, sehingga wilayah Islam utuh kembali.

     
  • erva kurniawan 2:23 am on 23 December 2020 Permalink | Balas  

    Wali Allah Versus Wali Syetan 

    Wali Allah Versus Wali Syetan

    Oleh Ustadz Muslih Rashid

    عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ- رَضِيَ اللهُ عَنْهُ- قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ : » إِنَّ اللهَ تَعَالَى قَالَ: مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ، وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُهُ عَلَيْهِ، وَلاَ يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ، وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ، وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا، وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا، وَلَئِنْ سَأَلَنِي لَأُعْطِيَنَّهُ، وَلَئِن اسْتَعَاذَنِي لَأُعِيْذَنَُّّه « رواه البخاري

    “Dari Abu Hurairah radhiallaahu ‘anhu, dia berkata: Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wasallam bersabda: ‘ Sesungguhnya Allah Ta’ala berfirman: ‘barangsiapa yang memusuhi wali-Ku, maka sungguh! Aku telah mengumumkan perang terhadapnya. Dan tidaklah seorang hamba bertaqarrub (mendekatkan diri dengan beribadah) kepada-Ku dengan sesuatu, yang lebih Aku cintai daripada apa yang telah Ku-wajibkan kepadanya, dan senantiasalah hambakqu (konsisten) bertaqarrub kepada-Ku dengan amalan sunnah hingga Aku mencintainya; bila Aku telah mencintainya, maka Aku adalah pendengarannya yang digunakannya untuk mendengar, dan penglihatannya yang digunakannya untuk melihat dan tangannya yang digunakannya untuk memukul dan kakinya yang digunakannya untuk berjalan; jika dia meminta kepada-Ku niscaya Aku akan memberikannya, dan jika dia meminta perlindungan kepada-Ku niscaya Aku akan melindunginya”. (H.R.al-Bukhâriy)

    Pelajaran yang terdapat di dalam hadist:

    1- Hadits yang agung ini menunjukkan besarnya keutamaan orang yang menjadi wali Allah Ta’ala (kekasih Allah Ta’ala) yang benar, yaitu orang yang selalu menetapi ketaatan dan ketakwaan kepada Allah Ta’ala dengan melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.

    2- Wali Allah adalah orang yang selalu mendekatkan diri kepada-Nya dengan mengamalkan ketaatan, mengerjakan perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya dan memperbanyak amal-amal sunnah, maka Allah membalasnya dengan penjagaan dan pertolongan-Nya.

    3- Perbedaan antara wali Allah dan wali Setan (musuh Allah Ta’ala) adalah bahwa wali Allah Ta’ala selalu mengerjakan amal shaleh yang mendekatkan diri kepada-Nya, sedangkan wali Setan selalu melakukan perbuatan maksiat dan meninggalkan amal shaleh.

    4- Maka jika ada seorang yang mengaku sebagai wali padahal dia tidak memahami dan mengamalkan amal-amal shaleh yang bersumber dari petunjuk al-Qur-an dan sunnah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, ketahuilah dia itu adalah wali setan dan bukan wali Allah Ta’ala.

    5- Derajat/tingkat kewalian manusia berbeda-beda sesuai dengan tingkat keimanan dan ketakwaan mereka kepada-Nya

    6- Tingkat/derajat kewaliaan ada dua,
    a- Derajat as-Sabiqun al-Muqarrabun (orang-orang yang sangat dekat kepada Allah Ta’ala dan selalu bersegera/berlomba dalam kebaikan). Inilah tingkatan yang teringgi, yaitu orang-orang selalu mendekatkan diri kepada-Nya dengan mengerjakan amal-amal shaleh yang wajib dan menjauhi perbuatan-perbuatan yang haram, serta berupaya keras melakukan amal-amal sunnah yang dianjurkan dalam Islam dan meninggalkan perkara-perkara yang makruh (dibenci).

    b- Derajat al-Muqtashidun Ashabul yamin (Golongan kanan yang bersikap sederhana dalam beramal), yaitu orang-orang yang selalu mendekatkan diri kepada-Nya dengan menunaikan dan menyempurnakan amal-amal shaleh yang wajib serta menjauhi perbuatan-perbuatan yang haram.

    7- Wali Allah Ta’ala akan selalu mendapatkan bimbingan dan penjagaan Allah Ta’ala dalam pendengaran, penglihatan dan seluruh perbuatan anggota badannya agar mereka selalu berada di atas keridhaan-Nya dan jauh dari segala keburukan.

    8- Demikian pula dia memiliki kedudukan istimewa di sisi Allah Ta’ala, yang menjadikannya jika memohon maka Allah Ta’ala akan mengabulkan permohonannya dan jika meminta perlindungan maka Allah Ta’ala akan memberikan perlindungan kepadanya, sehingga dia akan menjadi orang yang selalu dikabulkan doanya karena kemuliaannya di sisi Allah Ta’ala.

    9- Jadi, setiap orang yang menempuh selain jalan yang sudah disyari’atkan oleh Allah Ta’ala dan Rasul-Nya, maka dia tidak akan mencapai wilâyatullâh (kewalian yang dianugerahkan oleh Allah) dan mahabbah-Nya. · Setiap Muslim sangat menginginkan agar doanya dikabulkan, amalannya diterima, permintaannya diberi serta mendapatkan perlindungan dari-Nya. Hal ini semua adalah tuntutan yang amat berharga dan anugerah yang agung yang tidak akan dapat dicapai kecuali oleh orang yang menempuh jalan menuju wilâyatullâh, yaitu melaksanakan ibadah-ibadah yang diwajibkan-Nya plus ibadah-ibadah sunnah seoptimal mungkin diiringi dengan niat yang tulus (an-Niyyah al-Khâlishah), mengikuti Nabi serta berjalan diatas manhajnya (al-Mutâba’ah). 

    Tema hadist yang berkaitan dengan Al qur’an :

    1- Setiap orang yang beriman dan bertakwa kepada Allah adalah wali Allah Ta’ala.

    أَلا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ. الَّذِينَ آمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ. لَهُمُ الْبُشْرَى فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الآخِرَةِ، لا تَبْدِيلَ لِكَلِمَاتِ اللَّهِ، ذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

    “Ketauhilah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertaqwa (kepada Allah). Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan) di akhirat. Tidak ada perubahan bagi kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Yang demikian itu adalah kemenangan yang besar” (QS Yuunus: 62-64).

    2- Keutamaan ibadah nawafil (sunnah)

    ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ وَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ بِإِذْنِ اللَّهِ ذَلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِيرُ

    Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri, dan di antara mereka ada yang pertengahan dan di antara mereka ada (pula) yang lebih cepat berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar.[Fathir : 32]

    3- Allah mencela orang-orang yang mengaku-ngaku dirinya suci

    أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يُزَكُّونَ أَنْفُسَهُمْ بَلِ اللَّهُ يُزَكِّي مَنْ يَشاءُ وَلا يُظْلَمُونَ فَتِيلاً

    Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang menganggap dirinya bersih. Sebenarnya Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya dan mereka tidak dianiaya sedikit pun.[An Nisa:49]

    4- Allah melarang memuji diri sendiri dan merasa besar diri serta membanggakan amal sendiri.

    فَلا تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ

    maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci.(An-Najm: 32).

     
  • erva kurniawan 2:23 pm on 22 December 2020 Permalink | Balas  

    Segala Perbuatan Ditentukan Niatnya 

    Segala Perbuatan Ditentukan Niatnya

    Oleh Ustadz Muslih Rashid

    عَنْ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ أَبِيْ حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ : إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى . فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ .
    رواه إماما المحدثين أبو عبد الله محمد بن إسماعيل بن إبراهيم بن المغيرة بن بردزبة البخاري وابو الحسين مسلم بن الحجاج بن مسلم القشيري النيسابوري في صحيحيهما اللذين هما أصح الكتب المصنفة

    Dari Amirul Mu’minin, Abi Hafs Umar bin Al Khattab radiallahuanhu, dia berkata: Saya mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda : Sesungguhnya setiap perbuatan( ) tergantung niatnya( ). Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya ( ) karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan. (Riwayat dua imam hadits, Abu Abdullah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin Al Mughirah bin Bardizbah Al Bukhori dan Abu Al Husain, Muslim bin Al Hajjaj bin Muslim Al Qusyairi An Naishaburi dan kedua kita Shahihnya yang merupakan kitab yang paling shahih yang pernah dikarang) .

    Pelajaran yang terdapat di dalam hadist:

    1. Hadits ini merupakan salah satu dari hadits-hadits yang menjadi inti ajaran Islam. Imam Ahmad dan Imam syafi’i berkata : Dalam hadits tentang niat ini mencakup sepertiga ilmu. Sebabnya adalah bahwa perbuatan hamba terdiri dari perbuatan hati, lisan dan anggota badan, sedangkan niat merupakan salah satu dari ketiganya. Diriwayatkan dari Imam Syafi’i bahwa dia berkata : Hadits ini mencakup tujuh puluh bab dalam fiqh. Sejumlah ulama bahkan ada yang berkata : Hadits ini merupakan sepertiga Islam.
    2. Hadits ini ada sebabnya, yaitu: ada seseorang yang hijrah dari Mekkah ke Madinah dengan tujuan untuk dapat menikahi seorang wanita yang konon bernama : “Ummu Qais” bukan untuk mendapatkan keutamaan hijrah. Maka orang itu kemudian dikenal dengan sebutan “Muhajir Ummi Qais” (Orang yang hijrah karena Ummu Qais).
    3. Niat merupakan syarat layak/diterima atau tidaknya amal perbuatan, dan amal ibadah tidak akan mendatangkan pahala kecuali berdasarkan niat (karena Allah ta’ala).
    4. Waktu pelaksanaan niat dilakukan pada awal ibadah dan tempatnya di hati.
    5. Ikhlas dan membebaskan niat semata-mata karena Allah ta’ala dituntut pada semua amal shaleh dan ibadah.
    6. Seorang mu’min akan diberi ganjaran pahala berdasarkan kadar niatnya.
    7. Semua pebuatan yang bermanfaat dan mubah (boleh) jika diiringi niat karena mencari keridhoan Allah maka dia akan bernilai ibadah.
    8. Yang membedakan antara ibadah dan adat (kebiasaan/rutinitas) adalah niat.
    9. Hadits diatas menunjukkan bahwa niat merupakan bagian dari iman karena dia merupakan pekerjaan hati, dan iman menurut pemahaman Ahli Sunnah Wal Jamaah adalah membenarkan dalam hati, diucapkan dengan lisan dan diamalkan dengan perbuatan.

    Tema hadits yang berkaitan dengan Al-qur’an :

    1. Niat dan keikhlasan

    وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ

    Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama. (Al-Bayyinah: 5)

    1. Hijrah

    إِنَّ الَّذِينَ تَوَفَّاهُمُ الْمَلائِكَةُ ظالِمِي أَنْفُسِهِمْ قالُوا فِيمَ كُنْتُمْ قالُوا كُنَّا مُسْتَضْعَفِينَ فِي الْأَرْضِ قالُوا أَلَمْ تَكُنْ أَرْضُ اللَّهِ واسِعَةً فَتُهاجِرُوا فِيها فَأُولئِكَ مَأْواهُمْ جَهَنَّمُ وَساءَتْ مَصِيراً

    Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya, “Dalam keadaan bagaimanakah kalian ini?” Mereka menjawab, “Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah).” Para malaikat berkata, “Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kalian dapat berhijrah di bumi itu?” Orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali, [An-nisa :97].

     
  • erva kurniawan 2:20 am on 21 December 2020 Permalink | Balas  

    Problem Yang di Hadapi Abu Bakar Ash-Siddiq 

    Sejarah Kekhalifahan Abu Bakar Ash-Siddiq

    KHALIFAH ABU BAKAR ASH-SIDDIQ

    1. Problem Yang di Hadapi Abu Bakar Ash-Siddiq

    Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa Islam mulai tersiar sesudah kesepakatan al-Hudaibiyah. Jadi enam tahun setelah peristiwa hijrahnya Nabi, yakni setelah Hawazin dan Tsaqif dapat dikalahkan, mulailah delegasi berdatangan mengahadap Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam untuk menyatakan keIslaman mereka. Peristiwa ini terjadi pada tahun kesembilan Hijriyah.
    Fakta diatas dapat memberikan kesimpulan bahwa pada saat nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam wafat, agama Islam belum masuk mendalam pada penduduk Arab. Diantara mereka ada yang menyatakan masuk Islam tetapi belum mempelajari ajaran Islam. Adapula yang hanya untuk menghindari peperangan dengan kaum muslimin, ada pula karena ingin mendaptkan barang rampasan atau kedudukan. Sehingga setelah nabi wafat bagi orang-orang yang demikian dan yang lemah imannya,menjadi kesempatan untuk menyatakan terus terang apa yang tersembunyi dalam hati mereka, lalu murtadlah mereka.
    Demikian juga pada sisi sukuisme orang Arab yang bergitu kental. Islam datang dicanagkan supaya orang hidup dalam satu keluarga besar , yakni keluarga Islam. Banyak orang Arab malihat bahwa agama Islam telah menjadikan suku Quraisy diatas suku-suku yang lain. Hal tersebut terindikasi dari bahwa suku Quraisy tetap mempertahankan kekuasaan itu, bertambah kuatlah gerakan untuk melepaskan diri dari Islam dan tampillah diantara suku-suku bangsa Arab orang yang mengaku dirinya Nabi. Diantara orang-orang yang mengaku dirinya Nabi ialah: Musailimatul Kazzab dari Bani Hanifah, Al-Aswad al-Ansi’, Thulaihah ibnu Khuwailid dari Bani Asad.
    Adapula golongan yang salah menafsirkan sejumlah ayat Al-Quran atau salah memahaminya. Diantaranya salah memahami QS. At-Taubah 103 :
    “Ambillah sedekah daripada harta mereka, buat pembersihkannya penghapuskan kesalahannya.” (At-Taubah 103)
    QS al-Mi’raj 24-25:
    “Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, Bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta). (QS. Al-Mi’raj 24-25)
    Meraka mengira bahwa hanya Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wassalam sajalah yang berhak memungut zakat, karena beliaulah yang disuruh mengambil zakat pada ayat tersebut.
    Maka pada situasi yang demikian Abu Bakar dan sahabat bermusyawarah dengan para sahabat dan kaum muslimin untuk menentukan tindakan apa yang harus diambil untuk mengatasi kesulitan-kesulitan ini.
    Diantara kaum muslimin ada yang berpendapat bahwa tidak akan memerangi bangsa Arab seluruhnya, dan ada pula yang berpendapat bahwa tidak ada suatu alasan untuk memerangi orang yang tidak mau membayar zakat selama mereka masih tetap dalam keimanannya (masih percaya kepada Allah, Rasul dan lain-lain).
    Dalam keadaan yang sulit inilah dituntut kebesaran jiwa dan ketabahan hati Abu Bakar serta ketegasannya sebagai pemimpin. Dengan tegas dinyatakannya bahwa beliau akan memerangi semua golongan yang menyeleweng dari kebenaran, biar yang murtad, yang mengaku menjadi nabi ataupun yang tidak mau membayar zakat, sampai semuanya kembali pada kebenaran atau beliau gugur sebagai syahid dalam memperjuangkan agama Allah. Yang pada akhirnya Abu Bakar menyerukan kepada kaum muslim untuk kembali kepada Ajaran Islam yang benar, bagi orang-orang yang tetap berpegang teguh dengan kesesatannya diperangi.
    Setelah semuanya selesai, tanah Arab pun bersatu kembali dan bertambah kuatlah berpegangan kepada ajaran Allah.
    Pada saat bergolaknya masyarakat Arab, harapan bangsa Persia dan Romawi untuk menghancurkan agama Islam hidup kembali. Bangsa Romawi dan Persia menyokong pergolakan ini, serta melindungi orang-orang yang mengadakan pemberontakan itu. Oleh karena itu, setelah tanah arab kembali – bersiplah kaum muslimin berangkat keutara guna menghadapi dua musuh besar yang sedang menunggu waktu yang baik untuk menghancurkan Islam.

     
  • erva kurniawan 2:20 am on 20 December 2020 Permalink | Balas  

    Konsekuensi Mengajak Kearah Hidayah atau Kearah Kesesatan 

    Konsekuensi Mengajak Kearah Hidayah atau Kearah Kesesatan

    عن أَبي هريرة رضي الله عنه: أنَّ رَسُول الله صلى الله عليه وسلم، قَالَ: ((مَنْ دَعَا إِلَى هُدَىً، كَانَ لَهُ مِنَ الأَجْرِ مِثْلُ أجُورِ مَنْ تَبِعَه، لاَ يَنْقُصُ ذلِكَ مِنْ أجُورِهمْ شَيئًا، وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلاَلَةٍ، كَانَ عَلَيهِ مِنَ الإثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ، لا يَنْقُصُ ذلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيئًا)). رواه مسلم.

    Dari Abu Hurairah Radhiyallahu’m ‘Anhu bahawasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
    “Barangsiapa yang mengajak ke arah kebaikan, maka ia memperolehi pahala sebagaimana pahala-pahala orang-orang yang mengikutinya, tanpa dikurangi sedikitpun dan dari pahala-pahala mereka yang mengikutinya itu, sedang barang siapa yang mengajak ke arah keburukan, maka ia memperolehi dosa sebagaimana dosa-dosa orang-orang yang mengikutinya, tanpa dikurangi sedikitpun dari dosa-dosa mereka yang mengikutinya itu.” (Riwayat Muslim)

    Pelajaran yang terdapat di dalam hadist:

    1- Anjuran untuk berdakwah yaitu mengajak manusia kepada petunjuk dan kebaikan, keutamaan da’i.

    2- Hadits ini juga peringatan dari perbuatan mengajak manusia kepada kesesatan dan penyimpangan, serta besarnya dosa penyeru (kepada kejelekan) tersebut dan akibatnya.

    3- Barangsiapa yang memberi teladan (contoh) perbuatan yang baik, ia akan mendapatkan pahala perbuatan tersebut serta pahala orang yang mengikutinya (sampai hari kiamat) tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa yang memberikan contoh kejelekan, maka ia akan mendapatkan dosa perbuatan tersebut serta dosa orang-orang yang mengikutinya (sampai hari kiamat) tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun.

    4- Imam an-Nawawi rahimahullah mengatakan, hadits di atas jelas menunjukkan anjuran dan disukainya memberikan contoh perkara-perkara yang baik dan haramnya memberikan contoh perkara-perkara yang buruk. Orang yang memberi teladan perbuatan yang baik, maka ia akan mendapatkan pahala perbuatan tersebut serta pahala orang yang mengikutinya sampai hari kiamat. Dan orang yang memberikan contoh kejelekan, maka ia akan mendapatkan dosa perbuatan tersebut serta dosa orang-orang yang mengikutinya sampai hari kiamat. Begitu juga orang yang mengajak kepada petunjuk, ia mendapat pahala seperti pahala orang-orang yang mengikutinya, atau mengajak kepada kesesatan maka ia mendapat dosa seperti dosa-dosa pengikutnya, baik petunjuk atau kesesatan tersebut ia yang pertama kali memulainya, atau sudah ada sebelumnya (yang melakukannya). Dan baik itu dengan mengajarkan ilmu, atau ibadah, ataupun adab dan lainnya.

    5- Perkataan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang mengerjakannya setelahnya’, maknanya bahwa perbuatan teladan tersebut (diikuti oleh orang lain) baik semasa hidupnya ataupun setelah ia meninggal dunia. Wallâhu a’lam.”

    Tema hadist yang berkaitan dengan Al-qur’an :

    1- Berdakwah yang paling inti, mengajak manusia kepada tauhid dan ketaatan

    وَلَا تَدۡعُ مَعَ ٱللَّهِ إِلَـٰهًا ءَاخَرَۘ لَاۤ إِلَـٰهَ إِلَّا هُوَۚ كُلُّ شَیۡءٍ هَالِكٌ إِلَّا وَجۡهَهُۥۚ لَهُ ٱلۡحُكۡمُ وَإِلَیۡهِ تُرۡجَعُونَ

    Janganlah kamu sembah di samping (menyembah) Allah, tuhan apapun yang lain. Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. Bagi-Nya-lah segala penentuan, dan hanya kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.
    [Surat Al-Qashash 88]

    2- Dakwah di jalan Allah Azza wa Jalla merupakan amal yang sangat mulia, ketaatan yang besar dan ibadah yang tinggi kedudukannya di sisi Allâh Subhanahu wa Ta’ala.

    وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

    Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. [Ali ‘Imrân/3:104]

    3- Orang mencurahkan tenaganya berdakwah untuk menyesatkan manusia. Maka masing-masing dari keduanya berkedudukan seperti orang yang melakukan perbuatan tersebut.

    لِيَحْمِلُوا أَوْزَارَهُمْ كَامِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۙ وَمِنْ أَوْزَارِ الَّذِينَ يُضِلُّونَهُمْ بِغَيْرِ عِلْمٍ ۗ أَلَا سَاءَ مَا يَزِرُونَ

    Mereka pada hari kiamat memikul dosa-dosanya sendiri secara sempurna, dan sebagian dosa-dosa orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikit pun (bahwa mereka disesatkan). Ingatlah, alangkah buruknya (dosa) yang mereka pikul itu. [An-Nahl/16 :25]

    4- Orang yang berdakwah /mengajak manusia kepada selain sunnah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , maka dialah musuh Beliau yang sebenarnya. Karena ia memutus sampainya pahala orang yang mendapat petunjuk dengan sunnah Beliau kepadanya. Dan ini merupakan sebesar permusuhannya.

    وَلَيَحْمِلُنَّ أَثْقَالَهُمْ وَأَثْقَالًا مَعَ أَثْقَالِهِمْ ۖ وَلَيُسْأَلُنَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَمَّا كَانُوا يَفْتَرُونَ

    Dan mereka benar-benar akan memikul dosa-dosa mereka sendiri, dan dosa-dosa yang lain bersama dosa mereka dan pada hari Kiamat mereka pasti akan ditanya tentang kebohongan yang selalu mereka ada-adakan.” [Al-‘Ankabût/29 :13].

     
  • erva kurniawan 2:20 am on 19 December 2020 Permalink | Balas  

    Peran Dan Fungsi Abu Bakar Sebagai Khalifah (proses peralihan kepemimpinan) 

    Sejarah Kekhalifahan Abu Bakar Ash-Siddiq

    KHALIFAH ABU BAKAR ASH-SIDDIQ

    2. Peran Dan Fungsi Abu Bakar Sebagai Khalifah (proses peralihan kepemimpinan)

    Berita wafatnya rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam menggemparkan umat islam. Sebagian mereka tidak mempercayai berita itu, karena dalam shalat subuh sebelum itu, beliau hadir di masjid. Berita itu dianggap desas-desus untuk mengacaukan kaum muslimin. Umar bin Khattab sendiri termasuk orang yang tidak mempercayainya. Sesudah mendengar berita itu, Abu Bakar langsung masuk kerumah rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam dan menyaksikan rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam telah terbujur ditunggui oleh Aisyah, Ali bin Abi Thalib serta beberapa orang kerabat dekat beliau, ucapan Abu Bakar ketika melihat jenazah rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam, “Alangkah baiknya anda hidup dan alangkah baiknya pula ketika anda wafat”.

    Abu Bakar dibai’at sebagai khalifah pertama pada tahun 11 H atau 632 M. Sepak terjang pola pemerintahan Abu Bakar dapat dipahami dari pidato Abu Bakar ketika dia diangkat menjadi Khalifah. Isi pidatonya sebagai berikut: “Wahai manusia, sungguh aku telah memangku jabatan yang kamu percayakan, padahal aku bukan orang yang terbaik diantara kamu. Apabila aku melaksanakan tugasku dengan baik, bantulah aku, dan jika aku berbuat salah, luruskan aku. Kebenaran adalah suatu kepercayaan, dan kedustaan adalah suatu penghianatan. Orang yang lemah diantara kamu adalah orang yang kuat bagiku sampai aku memenuhi hak-haknya, dan orang kuat diantara kamu adalah lemah bagiku hingga aku mengambil haknya, Insya Allah. Jagnganlah salah seorang dari kamu meninggalkan jihad. Sesungguhnya kaum yang tidak memenuhi panggilan jihad maka Allah akan menimpakan atas mereka suatu kehinaan. Patuhlah kepadaku selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Jika aku tidak mentaati Allah dan Rasulnya, sekali-kali janganlah kamu mentaatiku. Dirikanlah shalat, semoga Allah merahmati kamu.”

    Pidatonya di atas, menunjukkan garis besar politik kebijaksanaan Abu Bakar dalam pemerintahan. Didalamya terdapat prinsip kebebasan berpendapat, tuntutan ketaatan rakyat, mewujudkan keadilan, dan mendorong masyarakat berjihad, serta shalat sebagai intisari takwa.

     
  • erva kurniawan 2:05 am on 18 December 2020 Permalink | Balas  

    Mencintai Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam 

    Mencintai Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam

    Oleh Ustadz Muslih Rasyid

    عَنْ أَنَسٍ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ

    Dari Anas berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidaklah beriman seorang dari kalian hingga aku lebih dicintainya daripada orang tuanya, anaknya dan dari manusia seluruhnya”. (HR. Bukhari I/14 no.15, dan Muslim I/167 no.44)

    Pelajaran yang terdapat didalam hadits :

    1- Kecintaan kepada Rasulullah Shallallahu ’Alaihi Wassalam adalah perintah agama dan merupakan prinsip keimanan. Untuk mengekspresikan cinta kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam tidak boleh kita lakukan menurut selera dan hawa nafsu kita sendiri. Jika cinta kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam itu kita ekspresikan secara serampangan tanpa mengindahkan syari’at agama maka bukannya pahala yang kita terima, tetapi malahan menuai dosa. 

    2- Hadits shahih di atas adalah dalil tentang wajibnya mencintai Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam dengan kualitas cinta tertinggi. Yakni kecintaan yang benar-benar melekat di hati yang mengalahkan kecintaan kita terhadap apapun dan siapapun di dunia ini. Bahkan meskipun terhadap orang-orang yang paling dekat dengan kita, seperti anak-anak dan ibu bapak kita. Bahkan cinta Rasul itu harus mengalahkan kecintaan kita terhadap diri kita sendiri.

    3- Kecintaan sejati kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam menyebabkan seseorang merasakan manisnya iman. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih yang diriwayatkan oleh imam Al-Bukhari dan Muslim dari Anas , dari Nabi, beliau bersabda:

    ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ اِلإِيْمَانِ : أَنْ يَكُوْنَ اللهُ وَ رَسُوْلُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا 

    “Ada tiga perkara yang bila seseorang memilikinya, niscaya akan merasakan manisnya iman, ‘Yaitu, kecintaannya pada Allah dan RasulNya lebih dari cintanya kepada selain keduanya……”. (HR. Bukhari I/14 no.16, 21 dan 6542, dan Muslim I/66 no.43).

    4- Orang yang mencintai Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam dengan benar akan dikumpulkan oleh Allah bersama-sama dengan beliau di akhirat kelak
    Hal ini berdasarkan hadits shahih berikut ini:

     عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَتَى السَّاعَةُ قَالَ « وَمَا أَعْدَدْتَ لِلسَّاعَةِ ». قَالَ حُبَّ اللَّهِ وَرَسُولِهِ قَالَ « فَإِنَّكَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ ».
     قَالَ أَنَسٌ فَمَا فَرِحْنَا بَعْدَ الإِسْلاَمِ فَرَحًا أَشَدَّ مِنْ قَوْلِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- « فَإِنَّكَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ ». قَالَ أَنَسٌ فَأَنَا أُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ فَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ مَعَهُمْ وَإِنْ لَمْ أَعْمَلْ بِأَعْمَالِهِمْ.

    Dari Anas bin Malik, ia berkata: “seseorang datang menemui Rasulullah dan berkata: “Wahai Rasulullah, kapan akan terjadi hari kiamat?” beliau bersabda: “Apa yang telah engkau persiapkan untuk menghadapinya?” ia menjawab: “kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya.” Lalu beliau bersabda: “sesungguhnya engkau akan bersama-sama dengan orang yang engkau cintai.” (HR. Muslim IV/2032 no.2639, dan Ahmad III/192 no.13016).    

    5- Cinta itu haruslah benar-benar murni dari lubuk hati seorang mukmin dan senantiasa terpatri di hati. Sebab dengan cinta itulah hatinya menjadi hidup, melahirkan amal shalih dan menahan dirinya dari kejahatan dan dosa.

    6- Adapun diantara tanda-tanda cinta sejati kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam adalah sebagai berikut:
    a. Berkeinginan keras untuk dapat melihat dan bertemu dengn Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam, dan merasa berat bila kehilangan kesempatan itu
    tanda dan bukti cinta Rasul ini sdh diwujudkan oleh para sahabat dengan sempurna.
    b. Membenarkan semua apa yang beliau khabarkan (tentang agama islam).
    c. Mentaati beliau dengan menjalankan perintahnya dan menjauhi larangannya.
    Pecinta sejati Rasul manakala mendengar Nabi memerintahkan sesuatu akan segera menunaikannya. Ia tak akan meninggalkannya meskipun itu bertentangan dengan keinginan dan hawa nafsunya. Ia juga tidak akan mendahulukan ketaatannya kepada isteri, anak, orang tua atau adat kaumnya. Sebab kecintaannya kepada Nabi lebih dari segala-galanya. Dan memang, pecinta sejati akan patuh kepada yang dicintainya.
    Adapun orang yang dengan mudahnya menyalahi dan meninggalkan perintah-perintah Nabi serta menerjang berbagai kemungkaran maka pada dasarnya dia jauh lebih mencintai dirinya sendiri. Sehingga kita saksikan dengan mudahnya ia meninggalkan shalat lima waktu, padahal Nabi sangat mengagungkan perkara shalat, hingga ia diwasiatkan pada detik-detik akhir sakaratul mautnya. Dan orang jenis ini, akan dengan ringan pula melakukan berbagai larangan agama lainnya. Na’udzubillah min dzalik.
    d. Tidak beribadah kepada Allah Subhanahu wata’ala kecuali hanya dengan syariatnya.
    Menolong dan mengagungkan beliau rasulullah dan sunnahnya.
    Dan ini telah dilakukan oleh para sahabat sesudah beliau wafat. Yakni dengan mensosialisasikan, menyebarkan dan mengagungkan sunnah-sunnahnya di tengah-tengah kehidupan umat manusia, betapapun tantangan dan resiko yang dihadapinya.
    e. Memperbanyak mengingat dan shalawat atas Nabi
    Dalam hal shalawat Nabi  bersabda:

    مَنْ صَلَّى عَلَىَّ وَاحِدَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرًا

    “Barangsiapa bershalawat atasku sekali, niscaya Allah bershalawat atasnya sepuluh kali.” (HR. Muslim I/306 no.408).
    Adapun bentuk shalawat atas Nabi adalah sebagaimana yang beliau ajarkan. Salah seorang sahabat bertanya tentang bentuk shalawat tersebut, beliau menjawab: “Ucapkanlah:
    اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَّمَدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمَّدٍ

    ( Ya Allah, bershalawatlah atas Muhammad dan keluarga Muhammad)” (HR. Al-Bukhari No. 6118, Muslim No. 858).
    f. Mencintai orang-orang yang dicintai Nabi.
    Seperti Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Aisyah, Fathimah radhiallahu anhum dan segenap orang-orang yang disebutkan hadits bahwa beliau shallallahu alaihi wasalam  mencintai mereka. Kita harus mencintai orang yang dicintai beliau dan membenci orang yang dibenci beliau. Lebih dari itu, hendaknya kita mencintai segala sesuatu yang dicintai Nabi, termasuk ucapan, perbuatan dan sesuatu lainnya.

    Tema hadist yang berkaitan dengan Al qur’an :

    1- Allah mengancam siapa saja yang mencintai seseorang, baik itu orang tua, anak, istri, kerabat, atau harta benda dan tempat tinggal melebihi kecintaannya kepada Allah dan Rasul-Nya serta jihad di jalan-Nya. Hal ini sebagaimana firman Allah ta’ala:

    قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ

    “Katakanlah: “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan Keputusan-NYA”. dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (QS. At-Taubah: 24).

    2- Tidak menerima sesuatupun perintah dan larangan kecuali melalui beliau , rela dengan apa yang beliau tetapkan, serta tidak merasa sempit dada dengan sesuatu pun dari sunnahnya.
    Hal ini sebagaimana Allah berfirman:

    فَلا وَرَبِّكَ لا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمَا

    “Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. An-Nisaa: 65).

    3- Mengikuti beliau rasulullah shallallahu alaihi wasallam dalam segala halnya.
    Dalam hal shalat, wudhu, makan, tidur , bergaul, dsb. Juga berakhlak dengan akhlak beliau dalam kasih sayangnya, rendah hatinya, kedermawanannya, kesabaran dan zuhudnya, dsb. Allah  berfirman:

    لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا 

    “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al-Ahzaab: 21)

    4- Ulama Salaf mengatakan bahwa ada segolongan kaum yang menduga bahwa dirinya mencintai Allah, maka Allah menguji mereka dengan ayat ini, yaitu firman-Nya:

    قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ

    Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi kalian.(Ali Imran: 31)

    5- Berkata Syaikh As-Sa’di, “Allah menganugrahkan kenikmatan kepada para hambaNya dengan mengutus di tengah-tengah mereka seorang Nabi yang berasal dari jenis mereka. Merekapun mengetahui keadaan Nabi dan memungkinkan mereka untuk mencontohi Nabi dan tidak menolak untuk taat kepadanya, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sungguh sangat berusaha untuk menasehati umatnya, berusaha agar umatnya meraih kebaikan-kebaikan.

    لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَؤُوفٌ رَحِيمٌ

    “Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mu’min”. (QS. 9:128).

     
  • erva kurniawan 2:05 am on 17 December 2020 Permalink | Balas  

    Sejarah Kekhalifahan Abu Bakar Ash-Siddiq 

    Sejarah Kekhalifahan Abu Bakar Ash-Siddiq

    KHALIFAH ABU BAKAR ASH-SIDDIQ

    1. Kepribadian Abu Bakar Ash-Siddiq

    Abu Bakar Ash-Siddiq (nama lengkapnya Abu Bakar Abdullah bin Abi Quhafah bin Ustman bin Amr bin Masud Taim bin Murrah bin ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihr At-Taiman Al-Quraisy ). Dilahirkan pada tahun 573 M. Ayahnya bernama Ustman (Abu Kuhafah) bin Amir bin Ka’ab bin Saad bin Laym bin Mun’ah bin Ka’ab bin Lu’ay, yang mana berasal dari suku Quraisy. Sedangkan ibunya bernama Ummu Al-Khair Salamah binti Sahr bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taym bin Murrah. Garis keturunannya ketemu pada neneknya, yaitu Ka’ab bin Sa’ad.[i] Dimasa jahiliyyah barnama Abdul Ka’ab, lalu ditukar oleh Nabi Shallahu ‘Alaihi Wassalam menjadi Abdullah * Kuniyyahnya *Abu Bakar. Beliau diberi kuniyah Abu Bakar (Awal Mula) kerena di waktu awal beliau telah masuk Islam. Gelarnya Ash-Siddiq (yang membenarkan). Beliau di beri gelar ash-siddiq karena yang langsung membenarkan Rasullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam dalam berbagai macam peristiwa, terutama peristiwa Isra’ Mi’raj.


    Perihal perawakan Abu bakar, menurut riwayat putrinya, Aisyah (Ummul Mukminin) bahwa kulitnya putih, badannya kurus, pipinya tipis, mukanya kurus, matanya cekung, dan keningnya menjorok ke depan.
    Perihal ahlaknya, menurut Ibnu Hisyam beliau terkenal sebagai seorang pemurah, ramah, pandai bergaul dan suka menolong.


    Abu Bakar merupakan orang yang peretama masuk Islam ketika Islam mulai didakwahkan. Baginya, tidaklah sulit untuk mempercayai ajaran yang dibawa oleh nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wassalam. Dikarenakan sejak kecil, ia telah mengenal keagungan nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wassalam. Setelah masuk Islam, ia tidak segan untuk menumbuhkan segenap jiwa dan harta bendanya untuk Islam. Tercatat dalam sejarah, dia pernah membela nabi tatkala nabi disakiti oleh suku Quraisy, menemani Rasul hijrah, membantu kaum yang lemah dan memerdekakannya , seperti Bilal, setia dalam setiap peperanngan, dan lain-lain.

    Abu Bakar juga mempunyai sifat sabar, berani, tegas, dan bijaksana. Karena kesabarannya banyak sahabat masuk Islam karena ajakannya, seperti: Usman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, Thalhah bin Ubaidillah, Saad bin Abi Waqas, Zubair bin Awwam, Abu Ubaidah bin Jarrah, Abdullah bin Mas’ud, dan Arqom bin Abil Arqom.


    Pada saat pertempuran di Ajnadain negeri syam berlangsung, khalifah Abu Bakar menderita sakit. sebelum wafat, beliau telah berwasiat kepada para sahabatnya, bahwa khalifah pengganti setelah dirinya adalah umar bin Khattab. hal ini dilakukan guna menghindari perpecahan diantara kaum muslimin.
    Beberapa saat setelah Abu Bakar wafat, para sahabat langsung mengadakan musyawarah untuk menentukan khakifah selanjutnya. telah disepakati dengan bulat oleh umat Islam bahwa Umar bin Khattab yang menjabat sebagai khalifah kedua setelah Abu Bakar. piagam penetapan itu ditulis sendiri oleh Abu Bakar sebelum wafat.Setelah pemerintahan 2 tahun 3 bulan 10 hari (11 – 13 / 632 – 634 M),khalifah Abu Bakar wafat pada tanggal 21 jumadil Akhir tahun 13 H / 22 Agustus 634 Masehi.

     
  • erva kurniawan 1:02 am on 16 December 2020 Permalink | Balas  

    Kisah Abu Hudzaifah Bin Uthbah Radhiyallahu Anhu 

    Kisah Abu Hudzaifah Bin Uthbah Radhiyallahu Anhu

    Abu Hudzaifah bin Utbah adalah putra tokoh Quraisy, Utbah bin Rabiah. Ia memeluk Islam ketika orangtua dan saudara-saudaranya gencar-gencarnya memusuhi Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam, yakni sebelum Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam berdakwah di rumah Arqam bin Abi Arqam. Ia menikah dengan putri tokoh Quraisy juga, yakni Sahlan binti Suhail bin Amr, yang juga telah memeluk Islam ketika orangtuanya gencar memusuhi Islam. Mereka berdua sempat berhijrah ke Habasyah sampai dua kali karena kerasnya tekanan dan permusuhan dari kaum Quraisy, terutama orang tua mereka.

    Abu Hudzaifah termasuk Ahlu Badar, sementara itu orang tua dan saudara-saudaranya terbunuh dalam perang ini, namun demikian ia tidak mendendam kepada Hamzah dan Ali yang telah membunuh mereka. Hanya ketika mayat ayahnya dilemparkan ke sumur Badar seperti mayat orang-orang kafir lainnya, tampak perubahan di wajahnya, sehingga Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda, “Wahai Abu Hudzaifah, tampaknya engkau sedih dengan keadaan ayahmu tersebut?”

    “Tidak ya Rasulullah,” Kata Abu Hudzaifah, “Aku tidak bimbang atas ayahku dan kematiannya, hanya saja aku pernah menyampaikan tentang kebenaran ini dan keutamaannya, sehingga aku berharap Allah memberinya hidayah kepada Islam.”

    Perasaannya sempat bergolak, ketika sebelum dimulainya perang Badar, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam berpesan agar mereka tidak membunuh Abbas bin Abdul Muthalib, paman Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam yang berada di pihak kaum musyrik. Maka terlontarlah ucapannya yang emosional, “Kami berperang untuk membunuh ayah-ayah, saudara-saudara dan keluarga-keluarga kami, tetapi dilarang untuk membunuh Abbas!! Demi Allah, sekiranya aku menjumpainya, aku akan menebasnya dengan pedangku…”

    Ucapannya ini disesalinya seumur hidup karena jelas telah menentang perintah Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam, dan itu membuatnya begitu semangat berjuang untuk memperoleh syahid sebagai tebusan ucapannya tersebut. Untungnya ia tidak bertemu dengan Abbas pada perang Badar tersebut, yang ternyata tertawan oleh seorang sahabat Anshar dan menyerahkannya kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam.

    Ketika hijrah ke Madinah Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam mempersaudarakannya dengan Abbad bin Bisyr, dan mereka berdua syahid di peperangan Yamamah di masa khalifah Abu Bakar, yakni pertempuran dalam rangka menumpas nabi palsu, Musailamah al Kadzdzab.

     
  • erva kurniawan 2:05 am on 15 December 2020 Permalink | Balas  

    Puasa Mencegah Diri Dari Kemaksiatan 

    Puasa Mencegah Diri Dari Kemaksiatan

    Oleh Ustadz Muslih Rasyid

    حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِى شَيْبَةَ وَأَبُو كُرَيْبٍ قَالاَ حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ عَنِ الأَعْمَشِ عَنْ عُمَارَةَ بْنِ عُمَيْرٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ يَزِيدَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ قَالَ لَنَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ ». (اخرجه المسلم)

    Abu Bakr bin Abi Syaibah da Abu kuraib meriwayatkan kepadaku mereka berkata Abu Mu’awiyah meriwayatkan dari al-A’masy dari Umarah bin Umair dari Abdurrahman bin Yazid dari Abdullah dia berkata, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam telah bersabda kepada kita wahai para pemuda, barang siapa diantara kalian telah sanggup menikah (ba’ah) maka menikahlah, sesungguhnya menikah dapat mencegah dari melihat sesuatu yang terlarang dan dapat membentengi farji (kemaluan), dan barangsiapa yang belum mampu (ba’ah/menikah) maka berpuasalah karena sesungguhnya puasa itu adalah penawar/penekan nafsu syahwat.[Hr Muslim]

    Pelajaran yang terdapat di dalam hadist:

    1- Rasulullah memerintahkan bagi orang yang telah kuat syahwatnya akan tetapi belum mampu untuk menikah maka hendaknya ia berpuasa, karena puasa dapat menjadi pemutus syahwat ini, karena puasa menahan kuatnya anggota badan hingga badan bisa terkontrol menenangkan seluruh anggota badan serta seluruh kekuatan (yang jelek) bisa di tahan hingga dapat melakukan ketaatan dan di belenggu dengan kendali puasa.

    2- Hadits ini juga merupakan hadits pemberi solusi bagi para pemuda yang belum mampu baik secara fisik maupun mental untuk menahan diri dengan cara berpuasa, bukan dengan memotong kemaluannya/mengebiri seperti yang dilakukan oleh beberapa penganut agama lain seperti penganut agama budha di India dan lain-lain.

    3- Intinya, menikah (seperti yang diucapkan Imam Malik) adalah sebuah perkara mubah yang sangat disenangi oleh Allah SWT, sangat dianjurkan oleh agama Islam. Jadi, bagi para pemuda maupun para pemudi, ayo segeralah menikah!

    Tema hadist yang berkaitan dengan Al qur’an :

    • Orang puasa diperintahkan menjaga anggota tubuh dari kemaksiatan kepada Allah Ta’ala. Maksud puasa bukan sekedar menahan makan dan minum. Bahkan maksudnya adalah menahan dari kemaksiatan kepada Allah Ta’ala dan merealisasikan ketakwaan kepada Allah Ta’ala.

    يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمْ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ   

    “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183).

     
  • erva kurniawan 2:02 am on 14 December 2020 Permalink | Balas  

    Keutamaan Shalat Shubuh Berjamaah 

    Keutamaan Shalat Shubuh Berjamaah

    Oleh Ustadz Muslih Rasyid

    عن عثمان رضي اللَّه عنه قال، قال رسول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ :
    مَنْ صَلَّى الْعِشَاءَ فِي جَمَاعَةٍ فَكَأَنَّمَا قَامَ نِصْفَ اللَّيْلِ وَمَنْ صَلَّى الصُّبْحَ فِي جَمَاعَةٍ فَكَأَنَّمَا صَلَّى اللَّيْلَ كُلَّهُ

    Dari ‘Usman radhiyallahu anhu berkata, bersabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam :
    “Barangsiapa yang shalat isya` berjama’ah maka seolah-olah dia telah shalat malam selama separuh malam. Dan barangsiapa yang shalat shubuh berjamaah maka seolah-olah dia telah shalat seluruh malamnya.” (HR. Muslim no. 656)

    Pelajaran yang terdapat di dalam hadist:

    1- Menjalankan shalat shubuh berjama’ah, merupakan perkara yang tidak mudah, karena dikerjakan pada saat waktu tidur sedang nyenyak, cuaca masih dingin, dan rasa malas. Itu sebabnya, terdapat berbagai macam keutamaan atau pahala besar jika kita dapat melazimkannya.

    2- Adapun keutamaan shalat shubuh berjama’ah, antara lain:
    a- Mengerjakan shalat shubuh pada waktunya secara berjamaah merupakan sifat orang mukmin
    Hendaknya seorang mukmin bersemangat menghilangkan sifat orang-orang munafik dari dirinya , Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

    إن أثقل الصلاة على المنافقين صلاة العشاء وصلاة الفجر ولو يعلمون ما فيهما لأتوهما ولو حبوا . رواه البخاري ومسلم

    “Sesungguhnya shalat yang paling berat bagi orang-orang munafik adalah shalat Isya dan shalat Shubuh. Seandainya mereka mengetahui apa keutamaan yang ada di dalam keduanya, niscaya mereka akan mendatanginya (dengan berjamaah) meskipun dengan keadaan merangkak” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

    b- Mendapatkan berkah dari Allah Ta’ala.
    Shalat Subuh berjama’ah berpeluang mendapatkan berkah dari Allah Ta’ala. Sebab, aktivitas yang dilaksanakan pada waktu pagi, terlebih aktivitas wajib dan dilaksanakan berjamaah seperti shalat shubuh, telah didoakan agar mendapatkan berkah. Yang mendoakannya adalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam:

    اللهمَّ باركْ لأمتي في بكورِها

    Artinya: “Ya Allah, berkahilah umatku pada waktu paginya”. (H.R. Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibn Majah)

    c- Mendapatkan cahaya yang sempurna pada hari Kiamat.
    Kondisi pada waktu shubuh umumnya masih gelap, walau dengan penerangan listrik yang ada. Namun, dengan kondisi seperti itulah justru terdapat ganjaran yang besar dari Allah Ta’ala bagi manusia-manusia yang menuju masjid buat melaksanakan shalat dengan cahaya yang sempurna di hari Kiamat kelak. Seperti dalam hadits disebutkan:

    عن بريدة الأسلمي رضي الله عنه عن النبي – صلى الله عليه وسلم قال :بشِّرِ المشَّائين في الظُّلَم إلى المساجد بالنور التام يوم القيامة

    Artinya: Dari Buraidah al-Aslami Radhiyallahu ‘Anhu, dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang berjalan pada saat gelap menuju masjid, dengan cahaya yang sempurna pada hari Kiamat.” (H.R. Abu Dawud dan Tirmidzi).
    Mendapatkan ganjaran shalat malam sepenuh waktunya.

    d- Barang siapa yang shalat shubuh maka dirinya dalam perlindungan atau penjagaan Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

    من صلى الصبح فهو في ذمة الله. رواه مسلم

    “Barangsiapa yang shalat shubuh maka dirinya dalam perlindungan Allah” (HR. Muslim)

    e- Mengerjakan shalat shubuh dan ashar secara berjama’ah pada waktunya adalah diantara sebab masuk surga dan keselamatan dari api neraka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

    من صلى البردين دخل الجنة

    “Barangsiapa yang shalat didua waktu yang dingin niscaya masuk surga” (Muttafaqun ‘alaih)
    f- Bisakah kita melakukan shalat malam atau tahajud sepenuh malam? Tentu sangat sulit dengan beragam aktivitas siang hari yang juga harus kita kerjakan. Namun demikian, pahala melakukan shalat malam sepenuh waktu malam ternyata bisa kita dapatkan dengan melakukan shalat Subuh secara berjama’ah. Sebagaimana
    hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam diatas.

    Tema hadist yang berkaitan dengan Al qur’an :

    • Bahwa kutamaan shalat Subuh itu disaksikan oleh para malaikat yang telah bertugas di malam hari dan para malaikat yang akan bertugas di siang hari.

    أَقِمِ الصَّلاةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ وَقُرْآنَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرْآنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا .

    Dirikanlah salat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan(dirikanlah pula shalat) Subuh. Sesungguhnya shalat Subuh itu disaksikan (oleh malaikat).[Al-isra :78]

     
  • erva kurniawan 2:02 am on 13 December 2020 Permalink | Balas  

    Kisah Zaid Bin Datsinah Radhiyallahu Anhu 

    Kisah Zaid Bin Datsinah Radhiyallahu Anhu

    Zaid bin Datsinah Radhiyallahu ‘Anhu, seorang sahabat Anshar yang termasuk dalam kelompok sepuluh sahabat dibawah pimpinan Ashim bin Tsabit. Kelompok sahabat ini dikirim Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam untuk mematai-matai kaum Quraisy (atau dalam riwayat lain, atas permintaan Bani Adhal dan Qarah untuk mendakwahi kaumnya). Kemudian mereka ini dikhianati sehingga terjadi pertempuran tidak seimbang dengan 100 orang kafir, delapan orang menemui syahidnya, Zaid bin Datsinah dan Khubaib bin Adi tertawan, dan dijual kepada orang-orang Quraisy di Makkah. Zaid dibeli oleh Shafwan bin Umayyah dengan harga 50 ekor unta.

    Pada waktu yang ditetapkan untuk eksekusi, Zaid dibawa ke suatu tempat di luar Masjidil Haram. Orang-orang telah berkumpul untuk melihat hukuman mati yang akan dijatuhkan kepada Zaid. Sebagian orang-orang kafir melemparinya dengan anak panah sambil membujuknya kembali murtad. Tetapi ia tidak bergeming sedikitpun dan memasrahkan dirinya kepada Allah.

    Abu Sufyan bertanya kepadanya, “Maukah kau, jika kepalamu yang akan dipenggal ini digantikan dengan kepala Muhammad, dan kamu dibebaskan sehingga bisa berkumpul dan bergembira bersama keluargamu?”

    Tetapi Abu Sufyan dan orang-orang kafir itu memperoleh jawaban yang mengejutkan, Zaid berkata, “Demi Allah, kehidupanku bersama keluargaku tidak akan menjadi senang, jika aku membiarkan duri sekecil apapun menusuk badan kekasihku, Muhammad.”

    Abu Sufyan berkata, “Kasih sayang yang ditunjukkan sahabat-sahabatnya kepada Muhammad tidak ada bandingannya.”

    Shafwan telah menugaskan salah satu hamba sahayanya bernama Nisthas untuk membunuh Zaid, ia menikam tubuh Zaid dengan lembing sehingga menemui syahidnya. Sebelum ajal menjemputnya, ia sempat berkata, “Ya Allah, sampaikan salamku kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam ….!”

    Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam yang berada di Madinah mendengar salam yang disampaikannya lewat malaikat Jibril, dan beliau membalasnya, sambil mengabarkan pada sahabat-sahabat lainnya tentang pembunuhan Zaid dan Khubaib oleh orang kafir Quraisy.

     
  • erva kurniawan 2:01 am on 12 December 2020 Permalink | Balas  

    Setiap Manusia Tak Perlu Merasa Khawatir akan Rezekinya 

    Setiap Manusia Tak Perlu Merasa Khawatir akan Rezekinya 

    Oleh Ustadz Muslih Rasyid

    عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : لَا تَسْتَبْطِئُوا الرِّزْقَ ، فَإِنَّهُ لَمْ يَكُنْ عَبْدٌ لَيَمُوتَ حَتَّى يَبْلُغَ آخِرَ رِزْقٍ هُوَ لَهُ ، فَأَجْمِلُوا فِي الطَّلَبِ ، أَخْذُ الْحَلَالِ وَتَرْكُ الْحَرَامِ

    Dari Jabir bin Abdillah -radhiyallah-:
    Bahwasanya Rasulullah -shalallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
    “Janganlah kalian putus asa dari rezeki, karena sesungguhnya tidaklah seorang hamba akan mati kecuali telah sampai ke akhir rezeki yang merupakan bagiannya, maka perbaikilah cara mencari rezeki; mengambil yang halal dan meninggalkan yang haram”.
    HR. Al Hakim dlm Al Mustadrak (2/4) dan dishahihkan Al Albani dlm Ash Shahihah 2607)

    Pelajaran yang terdapat di dalam hadits:

    1- Sesungguhnya tidaklah seorang diantara kalian keluar dari kehidupan dunia (mati) ini hingga telah sempurna bagian rezekinya, maka bertakwalah kalian wahai sekalian manusia dan perbaikilah cara mencari rezeki, maka jika salah seorang diantara kalian telah putus asa dari rezekinya maka janganlah ia mencarinya dengan kemaksiatan kepada Allah, karena keutamaan dari Allah tidaklah akan didapatkan dengan makshiyat.

    2- Sebab itu tidak usah panik dalam mencari karunia Allah Subhana wa Ta’ala  berupa rezeki. Yakinlah bahwa rezeki itu datang, kwajiban kita hanya ihtiar, berdoa dan tawakal, bahkan kedatangannya menghampiri diri kita begitu cepat.

    Tema hadist yang berkaitan dengan Al Qur’an:

    1- Sesungguhnya Allah yang memberikan rezeki seluruh makhluk-Nya, baik yang kecil maupun yang besar termasuk manusia didalamnya. Tidak ada satu pun makhluk yang terlewat dari mendapatkan rezeki dari-Nya dan semua itu tidak akan pernah mengurangi kekayaan-Nya sedikit pun.

    وَمَا مِن دَآبَّةٍ فِي الأَرْضِ إِلاَّ عَلَى اللّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُّبِينٍ

    “Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya dan dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Huud : 6).

     
  • erva kurniawan 2:01 am on 11 December 2020 Permalink | Balas  

    Kisah Bara Bin Malik Radhiyallahu Anhu 

    Kisah Bara Bin Malik Radhiyallahu Anhu

    Semangat Barra untuk memperoleh syahid terus berkobar, karena itu pertempuran demi pertempuran diikutinya. Tibalah pertempuran melawan tentara Persia di Tustar dimana ia juga terjun di dalamnya. Pasukan muslim berhasil memukul mundur pasukan Persia dan mengepung benteng kota Tustar, benteng pertahanan terakhir mereka.

    Pasukan Persia bertahan dengan mengulurkan rantai–rantai besi panas yang ujungnya diberi pengait untuk menghalau pengepungnya, layaknya sedang memancing ikan. Mereka yang terkena kaitan dan ditarik ke atas benteng, nasibnya tidak akan beda jauh dengan ikan yang terkena pancingan nelayan. Beberapa orang muslim terkena kaitan dan ditarik ke atas, salah satunya adalah Anas bin Malik, saudara Barra bin Malik.

    Melihat hal itu, Barra bergerak cepat untuk menyelamatkan saudaranya. Ia mencoba melompat dan memegang rantai besi tetapi tangannya jadi terbakar dan melepuh, namun demikian ia tidak berhenti berusaha sehingga akhirnya ia berhasil menaiki tembok dan memotong tali di atas rantai sehingga Anas bisa selamat.

    Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam pernah bersabda, bahwa kadang-kadang ada orang yang berpakaian dua kain lusuh dan tidak diperdulikan (karena remeh keadaannya), tetapi jika dia bersumpah dengan nama Allah, maka Dia akan mengabulkannya, di antara mereka ini adalah Barra bin Malik.

    Begitu kuatnya pertahanan benteng Tustar, kalau terus berlarut-larut seperti itu, bisa-bisa tentara muslim akan kalah, maka beberapa sahabat yang menjadi saksi akan sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam tersebut, segera meminta agar Barra berdoa dan bersumpah untuk kemenangan kaum muslimin. Barra memenuhi permintaan mereka ini. Ia berdoa, “Aku bersumpah kepadaMu, wahai Rabbku, berikanlah tengkuk-tengkuk mereka kepada kami, dan pertemukanlah aku dengan NabiMu…!”

    Usai berdoa, bersama beberapa pasukan muslim lainnya, ia berusaha menyerang dan merusak pintu gerbang benteng yang begitu kokoh. Dan dengan pertolongan Allah mereka bisa menjebol benteng pertahanan Tustar, kemudian menyerang dan memporak-porandakan pasukan Persia. Barra sendiri berhasil berhadapan dengan Marzaban az Zarih, seorang pembesar dan pahlawan Persia yang telah terkenal, dan akhirnya ia berhasil membunuhnya. Tetapi keadaan Barra sendiri juga terluka parah, dan seperti permintaan doanya, ia gugur sebagai syahid dalam pertempuran ini. Peristiwa ini terjadi di masa khalifah Umar bin Khaththab.

     
  • erva kurniawan 2:00 am on 10 December 2020 Permalink | Balas  

    Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam Tidak Menyolatkan Lelaki Yang Punya Hutang 

    Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam Tidak Menyolatkan Lelaki Yang Punya Hutang

    Oleh Ustadz Muslih Rasyid

    عن جابر رضي الله عنه قال،
    كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يُصَلِّي عَلَى رَجُلٍ مَاتَ وَعَلَيْهِ دَيْنٌ فَأُتِيَ بِمَيِّتٍ فَقَالَ أَعَلَيْهِ دَيْنٌ قَالُوا نَعَمْ دِينَارَانِ قَالَ صَلُّوا عَلَى صَاحِبِكُمْ

    Dari Jabir radhiyallahu anhu berkata,
    “Adalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak menshalatkan laki-laki yang memiliki hutang. Lalu didatangkan mayit ke hadapannya. Beliau bersabda: “Apakah dia punya hutang?”  Mereka menjawab: “Ya, dua dinar. Beliau bersabda, “Shalatlah untuk sahabat kalian.” [HR. Abu Daud No. 3343, dishahihkan Syaikh Al-Albani dalam Shahih wa Dhaif Sunan Abi Daud No. 3343]

    Pelajaran yang terdapat di dalam hadits:

    1- Maksudnya adalah Nabi shallallahu alaihi wa sallam ingin menjelaskan kepada para sahabatnya bahwa, hutang sangat tidak layak ditunda dibayar sampai meninggal, padahal ia sudah mampu membayarnya.

    2- Sahabat yang punya hutang tidak dishalati oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, padahal shalat beliau adalah syafaat.

    3- Ibnu Qayyim Al-Jauziyah menjelaskan bahwa shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah syafaat. Beliau berkata, Jika didatangkan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam seorang mayit, lalu dia hendak menshalatkan maka Beliau akan bertanya, apakah dia punya hutang atau tidak? Jika dia tidak punya hutang maka Beliau   menshalatkannya, jika dia punya hutang maka Beliau tidak mau menshalatkannya, namun mengizinkan para sahabat menshalatkan mayit itu. Sesungguhnya shalat Beliau (untuk si mayit) adalah syafaat (penolong) dan syafaat Beliau adalah hal yang pasti.”[Zaadul Ma’ad, 1/486, Mu’ssasah Risalah, Beirut, cet. XVII, 1415 H, Syamilah]

    4- Semoga kita terlepas dari jeratan utang :

    اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ الْجُبْنِ وَالْبُخْلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ غَلَبَةِ الدَّيْنِ وَقَهْرِ الرِّجَالِ

    Allahumma inni a’udzu bika minal Hammi wal hazan, wa a’udzu bika minal ‘ajzi wal kasal, wa a’udzu bika minal jubni wal bukhl, wa a’udzu bika min ghalabatid dain wa qahrir rijal.
    Artinya : Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari bingung dan sedih. Aku berlindung kepada Engkau dari lemah dan malas. Aku berlindung kepada Engkau dari pengecut dan kikir. Dan aku berlindung kepada Engkau dari lilitan hutang dan kesewenang-wenangan manusia.”Aamiin ya rabbal’alamin.

    Tema hadist yang berkaitan dengan Al Qur’an:

    • Karena keagungan Allah Subhana wa Ta’ala dan kebesaran serta ketinggian-Nya, hingga tidak ada seorang pun yang berani memberikan syafaat kepada seseorang di sisi-Nya melainkan dengan izin dari-Nya.

    مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلا بِإِذْنِهِ

    Tidak ada seorang pun yang dapat memberi syafaat di sisi-Nya melainkan dengan seizin-Nya. (Al-Baqarah: 255)

    وَلا يَشْفَعُونَ إِلَّا لِمَنِ ارْتَضى

    dan mereka tidak memberi syafaat melainkan kepada orang yang diridai Allah. (Al-Anbiya: 28)

     
  • erva kurniawan 1:59 am on 9 December 2020 Permalink | Balas  

    Kisah Imran Bin Hushain Al-Khuzai Radhiyallahu Anhu 

    Kisah Imran Bin Hushain Al-Khuzai Radhiyallahu Anhu

    Imran bin Hushain al Khuzai, seorang sahabat dari Bani Khuza’ah yang telah memeluk Islam pada saat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam masih berdakwah di Makkah. Ayahnya, Hushain bin Ubaid al Khuzai adalah seorang pemuka dan juga ilmuwan di antara kaumnya, yang juga sangat dihargai oleh kaum Quraisy Makkah.
    Suatu ketika ia sedang bersama Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam dan sahabat-sahabat lainnya, ketika ayahnya itu datang menemui Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam, atas permintaan kaum Quraisy. Imran segera memalingkan muka dan bersikap sinis melihat ayahnya tersebut. Ia sangat tahu kepandaian dan keahlian ayahnya dalam berdebat, dan ia sangat tidak rela jika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam dibantah oleh ayahnya itu.

    Tetapi setelah beberapa lamanya berbincang, akhirnya ayahnya tersebut menyerah dengan logika ketuhanan yang disampaikan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam dan Hushain bin Ubaid mengucap syahadat menyatakan dirinya memeluk Islam. Imran kaget bercampur gembira, ia segera memeluk dan mencium kepala, tangan dan kaki ayahnya dengan penuh haru. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam sendiri sampai ikut menangis melihat sikap Imran tersebut. Salah seorang sahabat bertanya, “Mengapa engkau menangis, ya Rasulullah??”

    Beliau bersabda, “Aku menangis melihat sikap Imran. Ketika ayahnya masuk ke sini dalam keadaan kafir, ia tidak menyambutnya, bahkan ia bersikap sinis dan memalingkan muka. Tetapi begitu ayahnya memeluk Islam, ia segera menunaikan kewajibannya sebagai anak, hal itu yang membuatku menangis terharu!!”

    Sebagian riwayat menyebutkan, Imran bin Hushain ini memeluk Islam pada saat perang Khaibar, yang terjadi setelah Perjanjian Hudaibiyah. Kalau mengacu dengan kisah keislaman ayahnya tersebut di atas, tentu saja hal itu sangat bertentangan. Wallahu A’lam!!

    Imran bin Hushain sangat rajin menghadiri majelis pengajaran Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam, baik ketika berada di Makkah, terlebih lagi ketika telah hijrah ke Madinah. Karena itu ia termasuk salah satu sahabat yang cukup banyak meriwayatkan hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam.
    Ia berusia lanjut hingga sempat mengalami jaman kejayaan Islam, di mana harta melimpah ruah di seluruh penjuru negeri. Namun demikian ia memilih tetap hidup sederhana dan zuhud seperti yang dicontohkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam.

    Pada masa khalifah Umar bin Khaththab, Imran ditugaskan untuk menjadi pengajar bagi penduduk Bashrah. Salah satu yang menjadi muridnya adalah seorang ulama tabi’in yang terkenal, Hasan al Bahsri. Hasan al Bashri pernah berkata, “Tidak ada sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam yang datang ke Bashrah, yang keutamaannya melebihi Imran bin Hushain. Ia selalu menolak siapapun yang membuatnya lalai beribadah kepada Allah, ia layaknya malaikat yang berjalan di muka bumi!!”

    Ketika terjadi pertentangan antara Khalifah Ali dan Muawiyah, Imran bin Hushain memilih tidak berpihak kepada siapapun dari keduanya. Ia berkata, “Menggembala sekelompok kambing yang sedang menyusui anak-anaknya di puncak gunung yang terpencil sampai aku mati, lebih aku sukai daripada harus melepaskan anak panah ke salah satu kelompok kaum muslimin, baik mereka itu salah, apalagi mereka itu benar!!”

    Pada masa akhir hidupnya, Imran bin Hushain menderita penyakit buang air selama tigapuluh tahun dan ia tidak bisa bergerak dari tempat tidurnya. Akibatnya harus dibuatkan lubang di bawah tempat tidurnya untuk kencing dan buang air besarnya. Namun demikian selama tiga puluh tahun tersebut ia tidak pernah mengeluh dan tetap bersabar dengan ujian Allah yang dialaminya. Ia juga tetap melaksanakan kewajiban-kewajiban syariat sesuai kemampuannya.

    Suatu ketika salah satu saudaranya yang bernama Al Alaa’ atau Mutharrif bin Asy Syikhkhir menjenguknya dan ia menangis melihat keadaan Imran yang begitu memprihatinkan. Ia tersenyum melihat reaksi saudaranya tersebut dan berkata, “Janganlah engkau menangis. Sesungguhnya aku suka dengan apa yang disukai Allah. Aku akan menceritakan kepadamu sesuatu hal, yang semoga saja bermanfaat bagimu, tetapi jangan engkau ceritakan kepada orang lain sampai aku meninggal dunia.”

    Kemudian Imran menceritakan, bahwa karena sakitnya itu, para malaikat berziarah atau mengunjungi dirinya setiap harinya, dan memberi salam kepadanya, sehingga ia merasa senang dan selalu berdoa untuk tidak sembuh dari penyakitnya tersebut hingga ajal menjemputnya.

    Jika ada orang yang menyarankan agar ia berobat atau akan mengobatinya, ia akan berkata, “Sesuatu yang paling aku cintai adalah sesuatu yang dicintai Allah (yakni, ketentuan/takdir Allah kepada dirinya) !!”

    Ketika waktu ajalnya makin dekat, ia berpesan kepada orang-orang sekitarnya, “Jika kalian pulang setelah menguburkanku, hendaklah kalian sembelih beberapa ekor ternak untuk menjamu mereka, layaknya jamuan dalam pesta perkawinan!!”

     
  • erva kurniawan 1:58 am on 8 December 2020 Permalink | Balas  

    Sedekah Terbaik 

    Sedekah Terbaik

    Oleh Ustadz Muslih Rasyid

    عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ أَتَى رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- رَجُلٌ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ الصَّدَقَةِ أَعْظَمُ فَقَالَ « أَنْ تَصَدَّقَ وَأَنْتَ صَحِيحٌ شَحِيحٌ تَخْشَى الْفَقْرَ وَتَأْمُلُ الْغِنَى وَلاَ تُمْهِلْ حَتَّى إِذَا بَلَغَتِ الْحُلْقُومَ قُلْتَ لِفُلاَنٍ كَذَا وَلِفُلاَنٍ كَذَا أَلاَ وَقَدْ كَانَ لِفُلاَنٍ ».

    Artinya: “Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Seseorang pernah mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ia berkata: “Wahai Rasulullah, sedekah manakah yang terbaik?” beliau menjawab: “Kamu bersedekah dalam keadaan sehat, bakhil, takut miskin, menginginkan kekayaan dan tidak menunda-nunda sampai jika (nafas) sudah ditenggorokan, kamu mengatakan: “Untuk si fulan sekian, untuk si fulan sekian”, ingatlah bahwasanya si fulan telah memilikinya.” HR. Bukhari dan Muslim

    Pelajaran yang terdapat dalam hadits:

    Ada beberapa keadaan yang disebutkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tentang keadaan sedekah yang paling baik.

    a- Bersedekah dalam keadaan sehat, mempunyai sifat bakhil, takut kemiskinan dan berharap kekayaan.

    b- Bersedekah dalam keadaan masih mempunyai sisa untuk bekal hidup dan keluarganya.

    c- Yang dikeluarkan dalam keadaan sedikit dan dibutuhkan.

    Tema hadist yang berkaitan dengan Al-Quran:

    1- Perintah bersedekah.

    وَأَنْفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ ۛ وَأَحْسِنُوا ۛ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ  

    Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.
    (Al- Baqarah:195)

    2- Sedekah yang paling baik.

    يَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنْفِقُونَ ۖ قُلْ مَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ خَيْرٍ فَلِلْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ ۗ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ

    Mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: “Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan”. Dan apa saja kebaikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya
    (Al-Baqarah: 215)

    3- Orang bersedekah yang berhak mendapatkan janji baik dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.

    مَنْ ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَاعِفَهُ لَهُ أَضْعَافًا كَثِيرَةً ۚ وَاللَّهُ يَقْبِضُ وَيَبْسُطُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ

    Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan
    (Al-Baqarah :245).

     
  • erva kurniawan 1:58 am on 7 December 2020 Permalink | Balas  

    Kisah Bara Bin Malik Radhiyallahu Anhu 

    Kisah Bara Bin Malik Radhiyallahu Anhu

    Barra bin Malik adalah seorang sahabat Anshar yang kurus dan bermata cekung. Ia masih saudara tua Anas bin Malik, sahabat sekaligus pelayan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam yang banyak meriwayatkan hadits-hadist Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam. Barra bin Malik memiliki keberanian dan semangat juang sangat tinggi, kontras sekali dengan penampilan tubuhnya yang kurus kecil. Ia tidak takut kepada musuh apapun dan selalu merindukan untuk mati syahid. Karena itu ketika menjadi khalifah, Umar bin Khaththab pernah menulis surat pada wakil-wakilnya untuk tidak menjadikan Barra sebagai komandan pasukan, dikhawatirkan ia akan membawa pasukannya kepada kemusnahan, walau memang mati syahid, karena semangat jihadnya yang terlalu tinggi.

    Pasukan yang dibentuk Khalifah Abu Bakar Radhiyallahu ‘Anhu untuk menumpas pasukan Nabi Palsu Musailamah al Kadzab di Yamamah, pertama kali dipimpin oleh Ikrimah bin Abu Jahal, tetapi dapat dipukul mundur pasukan Musailamah. Pasukan kedua yang dipimpin oleh Khalid bin Walid juga sempat kocar-kacir, sebelum akhirnya Khalid merubah strategi dengan mengelompokkan pasukan sesuai kabilah dan golongannya, Barra diserahi untuk memimpin kaum Anshar. Riwayat lainnya menyebutkan dipimpin oleh Tsabit bin Qais bin Syammas, yang tidak lain masih pamannya sendiri. Atau bisa jadi, Barra sebagai komandannya dan Tsabit sebagai pembawa panji dari kelompok Anshar.

    Dengan strategi ini pasukan Musailamah dipukul mundur dan berlindung dalam bentengnya yang kokoh, pasukan muslim sempat kesulitan menembus benteng karena dikelilingi tembok yang tinggi dan pintu yang terkunci rapat, sementara itu panah-panah menghujani mereka dari atas. Barra mengambil inisiatif beresiko tinggi untuk menjebol kebuntuan tersebut. Di dekat pintu gerbang benteng, ia duduk di atas sebuah perisai dan berkata kepada pasukannya, “Lemparkanlah aku ke dalam benteng dengan perisai ini, aku akan syahid, atau aku akan membukakan pintu gerbang ini untuk kalian!”

    Sepuluh orang memegang perisai tersebut kemudian melemparkan Barra ke atas benteng. Tubuhnya yang kurus kecil dengan mudah melampaui dinding benteng, dan dengan pedang terhunus ia jatuh dikumpulan pasukan musuh yang menjaga pintu gerbang. Dengan semangat tinggi Barra menyerang mereka dan setelah melumpuhkan sepuluh orang, ia berhasil membuka pintu gerbang benteng dan membuka jalan bagi pasukan muslim memasukinya.

    Akhirnya Pasukan Musailamah dan Bani Hanifah dapat dikalahkan dan nabi palsu itu terbunuh oleh tombak Wahsyi bin Harb, tombak yang sama yang telah mengantarkan Hamzah kepada syahidnya di Perang Uhud. Sungguh suatu tebusan yang setimpal. Dalam pertempuran Yamamah ini, Barra berhasil membunuh seorang tokoh kepercayaan Musailamah yang dikenal sebagai Muhkam al Yamamah, atau Kaldai Yamamah, seorang lelaki tinggi besar dengan pedang berwarna putih. Atau mungkin juga mereka dua orang yang berbeda, yang keduanya dibunuh oleh Barra.

    Ketika kembali ke kemahnya, Barra mengalami delapanpuluh lebih luka tusukan pedang dan anak panah. Namun dengan ijin Allah luka-luka itu akhirnya sembuh dalam waktu satu bulan

     
  • erva kurniawan 1:56 am on 6 December 2020 Permalink | Balas  

    Shalat Sunnah dan Shalat Wajib, Berpindah Tempat Antara Keduanya 

    Shalat Sunnah dan Shalat Wajib, Berpindah Tempat Antara Keduanya

    Oleh Ustadz Muslih Rasyid

     عن أبي هريرة رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال : (أَيَعْجِزُ أَحَدُكُمْ إِذَا صَلَّى أَنْ يَتَقَدَّمَ أَوْ يَتَأَخَّرَ أَوْ عَنْ يَمِينِهِ أَوْ عَنْ شِمَالِهِ ، يَعْنِي : السُّبْحَةَ) أي : صلاة النافلة بعد الفريضة . وصححه الألباني في صحيح سنن ابن ماجه 

    Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu berkata, dari Nabi shalallahu alaihi wa salam bersabda:
    Apa yang membuat kalian lemah untuk maju atau mundur dari kanannya atau dari kirinya ketika sedang shalat? Yakni pada saat As Subhah atau shalat sunah setelah shalat fardhu. [Dishahih oleh Albani didalam sunan Ibnu Hiban.]

    Pelajaran yang terdapat di dalam hadits:

    1- Seseorang janganlah shalat sunnah di tempat shalat wajib. Inilah pendapat Ibnu Abbas, Ibnu Az Zubeir, Ibnu Umar, Abu Sa’id, ‘Atha, dan Amir Asy Sya’biy. (‘Umdatul Qari, 9/436)

    2- Dianjurkan bagi orang yang shalat untuk memisahkan antara shalat fardhu dan shalat sunnah dengan perkataan (baik dengan ngobrol maupun dzikir –pent), atau dengan berpindah ke tempat lain. Dan berpindah tempat, yang paling baik ialah berpindah ke rumah untuk shalat sunnah, bila shalatnya ba’diyah. Atau shalat dulu di rumah, kemudian berangkat ke masjid untuk shalat fardhu bila shalatnya qabliyah. Karena shalat yang paling utama bagi seorang laki-laki ialah di rumahnya, kecuali shalat fardhu.

    3- Selain alasan itu, berpindahnya tempat saat shalat sunnah juga dalam rangka memperluas area permukaan bumi yang dijadikan tempat kebaikan. Demikian itu akan menjadi saksi kebaikan bagi pelakunya diakhirat kelak.

    Tema hadist yang berkaitan dengan Al Qur’an:

    • Bumi menceritakan tentang semua apa yang telah diperbuat oleh orang-orang yang menghuni permukaannya, yaitu bahwasanya bumi menjadi saksi terhadap apa yang terjadi pada permukaannya baik perbuatan baik atau buruk.

    يَوْمَئِذٍ تُحَدِّثُ أَخْبَارَهَا

    pada hari itu bumi menceritakan beritanya. (Az-Zalzalah: 4).

     
  • erva kurniawan 1:56 am on 5 December 2020 Permalink | Balas  

    Kisah Abu Lubabah Radhiyallahu Anhu 

    Kisah Abu Lubabah Radhiyallahu Anhu

    Ketika Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam memobilisasi pasukan ke Tabuk, ada beberapa orang tertinggal atau tidak mengikuti beliau dalam pertempuran tersebut. Sebagian besar memang orang-orang yang tertuduh sebagai kaum munafik, mereka ini berjumlah sekitar delapan puluh orang. Ada juga sejumlah sahabat yang tidak memperoleh tunggangan dan perbekalan untuk berangkat, seperti sekelompok sahabat yang dipimpin Abdullah bin Ma’qil al Muzanni. Termasuk juga sepuluh orang dari Bani Muqrin. Mereka ini datang kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam, tetapi beliau tidak memiliki apa-apa lagi untuk bisa memberangkatkan mereka, baik kendaraan atau perbekalan. Mereka pulang dengan berlinang air mata karena tidak bisa menyertai beliau berjihad. Namun demikian ada enam atau tujuh sahabat lainnya, yang tertinggal karena berbagai alasan yang tidak tepat, namun mereka menyadari kesalahannya ini, antara lain adalah Abu Lubabah.

    Setelah beberapa hari berlalu sejak Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam dan pasukannya meninggalkan Madinah menuju Tabuk, Abu Lubabah beserta tiga (atau dua, dalam riwayat lainnya) temannya menyadari kesalahannya. Mereka menyesal, tetapi tidak mungkin untuk mengejar atau menyusul pasukan tersebut. Abu Lubabah berkata, “Kita di sini berada di naungan pohon yang sejuk, hidup tentram bersama istri-istri kita, sedangkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam beserta kaum muslimin sedang berjihad…sungguh, celakalah kita….”

    Tak habis-habisnya mereka menyesal, mereka yakin bahwa bahaya akan menimpa karena ketertinggalannya ini. Untuk mengekspresikan penyesalannya ini, Abu Lubabah berkata kepada kawannya, “Marilah kita mengikatkan diri ke tiang masjid, kita tidak akan melepaskan diri kecuali jika Rasulullah sendiri yang melepaskannya…!!”

    Teman-temannya, Aus bin Khudzam, Tsa’labah bin Wadiah dan Mirdas (atau tanpa Mirdas, pada riwayat dua orang temannya) menyetujui usulan ini. Mereka tetap terikat pada tiang tersebut sampai Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam pulang, kecuali ketika mereka akan melaksanakan shalat. Ketika Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam pulang dari Tabuk dan masuk ke Masjid, beliau berkata, “Siapakah yang diikat di tiang-tiang masjid itu?”

    “Abu Lubabah dan teman-temannya yang tidak menyertai engkau berjihad, ya Rasulullah,” Kata seorang sahabat, “Mereka berjanji tidak akan melepaskan diri, kecuali jika tuan yang melepaskannya…!!”

    Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda, “Aku tidak akan melepaskan mereka kecuali jika mendapat perintah dari Allah…!!”

    Dalam riwayat lain disebutkan, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda tentang mereka, “Aku tidak akan melepaskannya sampai saatnya ada pertempuran lagi…!!” Suatu hari menjelang subuh, ketika itu Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam sedang berada di rumah Ummu Salamah, tiba-tiba beliau tertawa kecil. Ummu Salamah heran dengan sikap beliau ini dan berkata, “Apa yang engkau tertawakan, Ya Rasulullah?”

    “Abu Lubabah dan teman-temannya diterima taubatnya…!!” Kata Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam.

    Saat itu Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam memang menerima wahyu, Surah Taubah ayat 102, yang menegaskan diterimanya taubat mereka yang berdosa karena ketertinggalannya menyertai jihad bersama Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam. Ummu Salamah berkata, “Bolehkah aku memberitahukan kepada Abu Lubabah, ya Rasulullah..?” “Terserah engkau saja..!!” Kata Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam.

    Ummu Salamah berdiri di depan pintu atau jendela kamarnya yang memang menghadap masjid dan berkata, “Hai Abu Lubabah, bergembiralah karena telah diampuni dosamu, telah diterima taubatmu…!!”

    Mereka bergembira, begitu juga dengan para sahabat yang telah berkumpul di masjid untuk shalat shubuh. Mereka ini ingin melepaskan ikatan Abu Lubabah dan teman-temannya, tetapi Abu Lubabah berkata, “Tunggulah sampai datang Rasulullah dan melepaskan sendiri ikatanku…!!” Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam masuk masjid dan melepaskan sendiri ikatan-ikatan mereka. Pagi harinya, Abu Lubabah dan tiga temannya menghadap Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam sambil membawa harta yang dipunyainya. Ia berkata, “Ya Rasulullah, inilah harta benda kami, shadaqahkanlah atas nama kami, dan tolong mintakan ampunan bagi kami….”

    Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda, “Aku tidak diperintahkan untuk menerima harta sedikitpun (berkaitan dengan penerimaan taubat ini)…!!” Tetapi tak lama berselang, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam memperoleh wahyu, Surah Taubah ayat 103, yang memerintahkan agar beliau untuk menerima shadaqah dari Abu Lubabah dan teman-temannya, dan mendoakan mereka. Beliau melaksanakan perintah ayat tersebut, dan itu membuat Abu Lubabah dan teman-temannya menjadi lebih gembira dan tentram hatinya.

    Riwayat lain menyebutkan, peristiwa Abu Lubabah mengikatkan diri di tiang Masjid Nabi bukan berkaitan dengan Perang Tabuk, tetapi dengan Perang Bani Quraizhah.

    Setelah berakhirnya Perang Khandaq (parit) atau Perang Ahzab karena pasukan kaum kafir Quraisy dan sekutu-sekutunya diporak-porandakan oleh angin dan badai di waktu subuh, Nabi SAW dan kaum muslimin segera kembali ke Madinah. Angin dan badai tersebut sebenarnya adalah pasukan malaikat yang dikirim Allah untuk membantu kaum muslimin, dan di waktu dhuhur, Jibril yang menjadi pimpinan pasukan malaikat menemui Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam sambil berkata, “Wahai Muhammad, mengapa engkau meletakkan senjata sedangkan kami belum meletakkan senjata. Serulah mereka untuk menuju Bani Quraizhah, dan kami akan berada di depanmu. Akan aku guncangkan benteng mereka dan aku susupkan ketakutan di hari mereka…!!” Bani Quraizhah adalah kaum Yahudi di Madinah yang terikat perjanjian damai dan kerjasama dengan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam dalam Piagam Madinah. Tetapi ketika terjadi pengepungan Madinah oleh pasukan kafir Quraisy dan sekutunya, mereka justru berpihak kepada pasukan musuh dan memasok kebutuhan makanannya. Mereka juga berencana menyerang penampungan kaum wanita dengan mengirim seorang mata-mata terlebih dahulu. Untung saja, berkat keberanian bibi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam, Shafiyyah binti Abdul Muthalib, mereka membatalkan rencananya itu. Shafiyah berhasil membunuh mata-mata tersebut dan menggelindingkan mayatnya ke arah pasukan Bani Quraizhah yang siap menyerang, karena itu mereka beranggapan bahwa ada pasukan muslim yang menjaga para kaum wanitanya, padahal tidak ada.

    Segera saja Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam memerintahkan Bilal untuk menyerukan panggilan jihad, “Siapa saja yang tunduk dan patuh, janganlah melaksanakan shalat ashar kecuali di Bani Quraizhah!!”

    Dalam kondisi baru tiba (pulang) setelah mempertahankan diri dari pengepungan kaum kafir Quraisy dan sekutunya selama satu bulan, ternyata tidak mudah untuk mengumpulkan seluruh pasukan. Karena itu Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam memerintahkan agar mereka yang telah siap, walau dalam kelompok yang kecil, agar segera berangkat. Kelompok demi kelompok akhirnya berkumpul di tempat Bani Quraizhah ketika telah menjelang waktu isya’, dan pada saat itulah mereka melaksanakan shalat ashar sesuai perintah Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam.

    Kaum muslimin melakukan pengepungan selama beberapa hari lamanya, dan akhirnya pemimpin Bani Quraizhah, Ka’b bin Asad mengirim utusan kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam sebagai tanda menyerah. Tetapi mereka juga meminta Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam mengirim Abu Lubabah untuk melakukan pembicaraan dan mendengar pendapatnya. Abu Lubabah memang sekutu terbaik kaum Yahudi Bani Quraizhah sebelum Islam datang, bahkan saat itu harta kekayaan dan anak Abu Lubabah ada yang masih tinggal (tertinggal) di wilayah kaum Yahudi tersebut. Dan ternyata, dalam situasi yang seperti itu Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam memenuhi permintaan mereka.

    Ketika Abu Lubabah memasuki benteng dan perkampungan Bani Quraizhah, mereka mengelu-elukan dirinya, para wanita dan anak-anak menangis di hadapannya. Hal itu membuat Abu Lubabah terharu dan merasa kasihan. Ka’b berkata, “Wahai Abu Lubabah, apakah kami harus tunduk kepada keputusan Muhammad??”

    “Begitulah!!” Kata Abu Lubabah, tanpa sadar ia memberi isyarat dengan tangannya yang diletakkan di lehernya, isyarat bahwa mereka akan dihukum mati. Mungkin karena suasana yang dilihatnya atau rasa kedekatannya selama ini yang membuat ia bersikap seperti itu. Tetapi seketika itu ia menyadari apa yang dilakukannya, yang sama artinya bahwa ia telah mengkhianati Allah dan Rasul-Nya. Tanpa bicara apa-apa lagi ia berlari keluar, bukannya kembali menghadap Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam, tetapi menuju masjid Nabawi dan mengikatkan dirinya di tiang masjid sembari bersumpah tidak akan pernah memasuki Bani Quraizhah, dan juga tidak akan melepaskan ikatannya kecuali Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam sendiri yang melepaskannya.

    Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam menunggu-nunggu kedatangan Abu Lubabah, karena tidak datang juga, beliau mengirimkan seorang utusan lainnya. Setelah mendengar tentang apa yang dilakukannya, beliau bersabda, “Andaikata ia datang kepadaku, tentu aku akan memaafkannya. Tetapi karena ia telah berbuat seperti itu (yakni dengan diikuti sumpah), maka aku tidak bisa melepaskannya kecuali jika ia benar-benar bertaubat kepada Allah!!” Selanjutnya sama dengan kisah di atas.

     
  • erva kurniawan 1:55 am on 4 December 2020 Permalink | Balas  

    Diantara Zikir yang Dapat Menghalangi Dari Keburukan 

    Diantara Zikir yang Dapat Menghalangi Dari Keburukan

    عن عبد الله بن حبيب رضي اللَّه عنه قال :
    خَرَجْنَا فِي لَيْلَةِ مَطَرٍ وَظُلْمَةٍ شَدِيدَةٍ نَطْلُبُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِيُصَلِّيَ لَنَا ، فَأَدْرَكْنَاهُ فَقَالَ : أَصَلَّيْتُمْ ؟ فَلَمْ أَقُلْ شَيْئًا فقال : قُلْ . فَلَمْ أَقُلْ شَيْئًا . ثُمَّ قَالَ : قُلْ . فَلَمْ أَقُلْ شَيْئًا . ثُمَّ قَالَ : قُلْ . فَقُلْتُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ما أقول ؟ قال : قُلْ : ( قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَد و المعوذتين حِينَ تُمْسِي وَحِينَ تُصْبِحُ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ تَكْفِيكَ مِنْ كُلِّ شَيْء (رواه أبو داود، رقم 5082 والترمذي، رقم 3575 وقال : حسن صحيح غريب . وقال النووي في “الأذكار” ص/107 إسناده صحيح)

    Dari  Abdullah bin Khubaib radhiallahu anhu berkata:
    “Kami keluar waktu malam turun hujan dan malam yang gelap. Kami mencari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa sallam agar shalat bersama kami. Kemudian kami dapatkan dan bertanya, “Apakah kamu semua sudah selesai shalat? Saya tidak mengatakan apapun. Beliau berkata, “Katakan. Saya tidak mengatakan apapun juga. Kemudian mengatakan, “Katakan. Saya tidak mengatakan apapun. Kemudian mengatakan, “Katakan. Saya bertanya, “Wahai Rasulullah, apa yang saya katakan? Beliau menjawab, “Bacalah: ‘Qul Huwallahu Ahad dan dua surat yang dapat melindungi (Al-Mu’awidzatain; maksudnya alfalaq dan annas). Ketika sore dan ketika pagi sebanyak tiga kali, dapat menjaga anda dari segala sesuatu.” (HR. Abu Daud, no. 5082, Tirmizi, no. 3575 dan mengatakan, “Hasan Shahih Gorib. Nawawi mengatakan di ‘Azkar, hal. 107. Sanadnya shahih)

    Pelajaran yang terdapat di dalam hadist:

    1- Bahwa doa dan zikir tadi diatas dapat menjaga seorang muslim dari keburukan dan kejelekan dengan berbagai macamnya dengan izin Allah ta’ala.

    2- Akan tetapi bukan merupakan suatu keharusan.

    3- Siapa yang tertimpa cobaan disertai dengan menjaga zikir-zikir ini hal itu dengan takdir Allah Ta’ala.

    4- Dan bagi-Nya semua hikmah yang tinggi dalam urusan dan ketentuan-Nya.

    Tema Hadist yang berkaitan dengan Al qur’an :

    • Malaikat-malaikat yang selalu menjaga hamba Allah secara bergiliran, ada yang di malam hari, ada pula yang di siang hari untuk menjaganya dari hal-hal yang buruk dan kecelakaan-kecelakaan. 

    لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُونَهُ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ

    “Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah.” (QS. Ar-Ra’du: 11)

     
  • erva kurniawan 1:54 am on 3 December 2020 Permalink | Balas  

    Kisah Basyir Bin Khashashiyah Radhiyallahu Anhu 

    Kisah Basyir Bin Khashashiyah Radhiyallahu Anhu

    Nama aslinya an Nadzir (pengancam), kemudian Nabi menyebutnya sebagai al Basyir (pembawa berita gembira) setelah ia menyatakan dirinya memeluk Islam. Ia salah satu sahabat ahlush Shuffah, sekelompok sahabat miskin yang tinggal di serambi masjid Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam. Mereka ini makan dan mendapat pakaian lewat pemberian beliau, kalau Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam sedang lapar otomatis mereka juga kelaparan. Padahal beliau sendiri tidak pernah dalam keadaan kenyang dalam tiga hari berturut-turut, bahkan lebih sering laparnya, terkadang melebihi tiga hari sehingga beliau mengganjal perut beliau dengan batu. Seperti itu pulalah yang dialami oleh para sahabat ahlush Shuffah.

    Suatu ketika Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda kepada Basyir, “Apakah engkau tidak ridha Allah mengalihkan pendengaran, penglihatan dan hatimu kepada Islam, kemudian sebagian orang-orang Bani Rabiah al Faras berkata : Kalau tidak karena mereka (termasuk Basyir bin Khashashiyyah), niscaya bumi akan terbalik beserta seluruh isinya.”

    Ini adalah sebuah penghargaan atas keputusan Basyir dan beberapa orang dari kaumnya untuk memeluk Islam, kemudian mereka ini tekun dan istiqomah menjalankan ajaran-ajarannya. Padahal ketika ia berba’iat memeluk Islam dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam menyampaikan apa saja yang harus diamalkan, ia sempat berkata, “Ya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam, aku mampu melakukan itu semua kecuali dua, zakat dan jihad. Aku tidak memiliki harta kecuali hanya beberapa (2-9) ekor unta. Unta itu untuk sumber makanan dan susu bagi keluargaku dan kendaraan untuk bepergian. Sedangkan jihad, sesungguhnya aku ini seorang penakut. Aku khawatir jika aku ikut pertempuran, aku akan lari, padahal ancaman bagi orang yang lari dari medan jihad sangat berat, kemurkaan dari Allah”

    “Hai Basyir,” Kata Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam, “Tanpa jihad dan sedekah? Maka dengan apa lagi engkau akan memasuki surga?” Kemudian Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam meludahi telapak tangannya, dan menarik tangan Basyir untuk berba’iat lagi. Begitu tangannya menyatu dengan tangan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam, dadanya terasa begitu lapang, tiada ketakutan dan kekhawatiran apapun lagi untuk menjalankan ajaran Islam.

     
  • erva kurniawan 1:16 pm on 2 December 2020 Permalink | Balas  

    Halal dan Baik Syarat Diterimanya Doa 

    Halal dan Baik Syarat Diterimanya Doa

    عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ اللهَ تَعَالَى طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّباً، وَإِنَّ اللهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِيْنَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِيْنَ فَقَالَ تَعَالَى : يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحاً  وَقاَلَ تَعَالَى :  يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ  ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيْلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ ياَ رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِّيَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لَهُ . [رواه مسلم

    Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu dia berkata : Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda : Sesungguhnya Allah ta’ala itu baik, tidak menerima kecuali yang baik. Dan sesungguhnya Allah memerintahkan orang beriman sebagaimana dia memerintahkan para rasul-Nya dengan firmannya : Wahai Para Rasul makanlah yang baik-baik dan beramal shalehlah. Dan Dia berfirman : Wahai orang-orang yang beriman makanlah yang baik-baik dari apa yang Kami rizkikan kepada kalian. Kemudian beliau menyebutkan ada seseorang melakukan perjalan jauh dalam keadaan kumal dan berdebu. Dia memanjatkan kedua tangannya ke langit seraya berkata : Ya Rabbku, Ya Rabbku, padahal makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan kebutuhannya dipenuhi dari sesuatu yang haram, maka (jika begitu keadaannya) bagaimana doanya akan dikabulkan. (Riwayat Muslim).

    Pelajaran yang terdapat dalam hadist:

    1. Dalam hadits diatas terdapat pelajaran akan sucinya Allah ta’ala dari segala kekurangan dan cela.
    2. Allah ta’ala tidak menerima kecuali sesuatu yang baik. Maka siapa yang bersedekah dengan barang haram tidak akan diterima.
    3. Sesuatu yang disebut baik adalah apa yang dinilai baik disisi Allah ta’ala.
    4. Berlarut-larut dalam perbuatan haram akan menghalangi seseorang dari terkabulnya doa.
    5. Orang yang maksiat tidak termasuk mereka yang dikabulkan doanya kecuali mereka yang Allah kehendaki.
    6. Makan barang haram dapat merusak amal dan menjadi penghalang diterimanya amal perbuatan.
    7. Anjuran untuk berinfaq dari barang yang halal dan larangan untuk berinfaq dari sesuatu yang haram.
    8. Seorang hamba akan diberi ganjaran jika memakan sesuatu yang baik dengan maksud agar dirinya diberi kekuatan untuk ta’at kepada Allah.
    9. Doa orang yang sedang safar dan yang hatinya sangat mengharap akan terkabul.
    10. Dalam hadits terdapat sebagian dari sebab-sebab dikabulkannya do’a : Perjalanan jauh, kondisi yang bersahaja dalam pakaian dan penampilan dalam keadaan kumal dan berdebu, mengangkat kedua tangan ke langit, meratap dalam berdoa, keinginan kuat dalam permintaan, mengkonsumsi makanan, minuman dan pakaian yang halal.

    Tema hadits dan ayat yang terkait :

    1. Mempersembahkan yang terbaik kepada Allah :

    وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ ۖ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا ۖ وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ ۖ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ

    Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
    [Surat Al-Qasas : 77]

    1. Mengkonsumsi yang halal :

    وَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلَالًا طَيِّبًا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي أَنْتُمْ بِهِ مُؤْمِنُونَ

    Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.
    [Surat Al-Maeda : 88]

    1. Meratap dalam berdoa :

    إِذْ نَادَىٰ رَبَّهُ نِدَاءً خَفِيًّا

    Yaitu tatkala ia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut.
    [Surat Maryam : 3]

    تَتَجَافَىٰ جُنُوبُهُمْ عَنِ الْمَضَاجِعِ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ خَوْفًا وَطَمَعًا وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ

    Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap, serta mereka menafkahkan apa apa rezeki yang Kami berikan.
    [Surat As-Sajda : 16].

     
  • erva kurniawan 1:14 am on 1 December 2020 Permalink | Balas  

    Kisah Mush’ab Bin Umair Radhiyallahu Anhu (2) 

    Kisah Mush’ab Bin Umair Radhiyallahu Anhu

    Syahidnya Mush’ab bin Umair

    Pada Perang Uhud, Mush’ab bin Umair dipilih oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam sebagai pembawa bendera. Dengan strategi yang jitu dan pengaturan pasukan yang sempurna oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam, pasukan Quraisy pun kocar-kacir berlarian meninggalkan harta benda di medan pertempuran. Tetapi ketidak-disiplinan sebagian besar dari 50 pasukan pemanah yang ditempatkan Nabi di atas bukit, membuat situasi berbalik. Hampir 40 orang turun untuk mengambil ghanimah dan membiarkan pertahanan dari bukit terbuka. Peringatan Abdullah bin Jubair, komandan pasukan pemanah untuk tetap tinggal di atas bukit diabaikan begitu saja.

    Khalid bin Walid yang memimpin satu kelompok pasukan Qureisy melihat situasi ini, dan ia bergerak menaiki bukit. Sekitar sepuluh orang yang bertahan di atas bukit tak mampu menahan gempuran Khalid dan mereka syahid semua. Kemudian Khalid menggempur pasukan Islam di bawahnya, bahkan serangan-pun mengarah pada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam. Mush’ab melihat keadaan bahaya yang mengancam Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam, ia bergerak cepat dengan bendera di tangan kiri yang diangkat tinggi, tangan kanan mengayun pedang dan mulutnya bergemuruh dengan takbir, mencoba membendung arus musuh yang mendatangi Rasullullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam.

    Tetapi kekuatan yang tidak berimbang mematahkan serangan Mush’ab, tangan kanannya ditebas Ibnu Qumai’ah hingga putus, Mush’ab hanya berkata, “Muhammad tidak lain hanya seorang Rasul, sebagaimana Rasul-rasul yang telah mendahuluinya.”

    Kemudian bendera dikepit dengan sisa lengan kanannya, dan tangan kirinya mengayun pedang menyerang musuh yang terus berdatangan. Ketika tangan kiri itu ditebas juga hingga putus dan bendera jatuh. Lagi-lagi Umair mengulang ucapannya, “Muhammad tidak lain hanyalah seorang Rasul, sebagaimana Rasul-rasul yang telah mendahuluinya.”

    Namun demikian dengan kedua pangkal lengannya, Mush’ab masih berusaha menegakkannya bendera itu, sampai akhirnya sebuah tombak menusuk tubuhnya hingga patah, dan gugurlah Mush’ab sebagai syahid.

    Setelah perang Uhud berakhir, Nabi berdiri di dekat jasad Mush’ab dengan mata berkaca. Sesosok tubuh yang masa mudanya dibalut dengan pakaian halus, mahal dan wangi, kini jasadnya hanya tertutup kain burdah yang begitu pendek, jika ditutup kepalanya, kakinya akan terbuka, jika ditutup kakinya, kepalanya yang terbuka. Maka Nabi bersabda, “Tutupkanlah ke bagian kepalanya, dan tutupilah kakinya dengan rumput idzkir.”

     
c
Compose new post
j
Next post/Next comment
k
Previous post/Previous comment
r
Balas
e
Edit
o
Show/Hide comments
t
Pergi ke atas
l
Go to login
h
Show/Hide help
shift + esc
Batal