Updates from Mei, 2013 Toggle Comment Threads | Pintasan Keyboard

  • erva kurniawan 5:11 am on 31 May 2013 Permalink | Balas  

    Penyumbat Saluran Rezeki 

    aaPenyumbat Saluran Rezeki

    Oleh : KH Abdullah Gymnastiar

    Allah SWT menciptakan semua makhluk telah sempurna dengan pembagian rezekinya. Tidak ada satu pun yang akan ditelantarkan-Nya, termasuk kita. Karena itu, rezeki kita yang sudah, Allah SWT jamin pemenuhannya. Yang dibutuhkan adalah mau atau tidak kita mencarinya. Yang lebih tinggi lagi benar atau tidak cara mendapatkannya. Rezeki di sini tentu bukan sekadar uang. Ilmu, kesehatan, ketenteraman jiwa, pasangan hidup, keturunan, nama baik, persaudaraan, ketaatan termasuk pula rezeki, bahkan lebih tinggi nilainya dibanding uang.

    Walau demikian, ada banyak orang yang dipusingkan dengan masalah pembagian rezeki ini. “Kok rezeki saya seret banget, padahal sudah mati-matian mencarinya?” “Mengapa ya saya gagal terus dalam bisnis?” “Mengapa hati saya tidak pernah tenang?” Ada banyak penyebab, mungkin cara mencarinya yang kurang profesional, kurang serius mengusahakannya, atau ada kondisi yang menyebabkan Allah Azza wa Jalla “menahan” rezeki yang bersangkutan. Poin terakhir inilah yang akan kita bahas. Mengapa aliran rezeki kita tersumbat? Apa saja penyebabnya?

    Saudaraku, Allah SWT adalah Dzat Pembagi Rezeki. Tidak ada setetes pun air yang masuk ke mulut kita kecuali atas izin-Nya. Karena itu, jika Allah SWT sampai menahan rezeki kita, pasti ada prosedur yang salah yang kita lakukan. Setidaknya ada lima hal yang menghalangi aliran rezeki.

    Pertama, lepasnya ketawakalan dari hati. Dengan kata lain, kita berharap dan menggantungkan diri kepada selain Allah SWT . Kita berusaha, namun usaha yang kita lakukan tidak dikaitkan dengan-Nya. Padahal Allah SWT itu sesuai prasangka hamba-Nya. Ketika seorang hamba berprasangka buruk kepada Allah SWT , maka keburukan-lah yang akan ia terima. Barangsiapa yang bertawakal kepada Allah SWT niscaya Allah SWT akan mencukupkan (keperluan) nya. Demikian janji Allah SWT dalam QS Ath Thalaaq [63] ayat 3.

    Kedua, dosa dan maksiat yang kita lakukan. Dosa adalah penghalang datangnya rezeki. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya seseorang terjauh dari rezeki disebabkan oleh perbuatan dosanya.” (HR Ahmad). Saudaraku, bila dosa menyumbat aliran rezeki, maka tobat akan membukanya. Andai kita simak, doa minta hujan isinya adalah permintaan tobat, doa Nabi Yunus saat berada dalam perut ikan adalah permintaan tobat, demikian pula doa memohon anak dan Lailatul Qadar adalah tobat. Karena itu, bila rezeki terasa seret, perbanyaklah tobat, dengan hati, ucapan dan perbuatan kita.

    Ketiga, maksiat saat mencari nafkah. Apakah pekerjaan kita dihalalkan agama? Jika memang halal, apakah benar dalam mencari dan menjalaninya? Tanyakan selalu hal ini. Kecurangan dalam mencari nafkah, entah itu korupsi (waktu, uang), memanipulasi timbangan, praktik mark up, dsb akan membaut rezeki kita tidak berkah. Mungkin uang kita dapat, namun berkah dari uang tersebut telah hilang. Apa ciri rezeki yang tidak berkah? Mudah menguap untuk hal sia-sia, tidak membawa ketenangan, sulit dipakai untuk taat kepada Allah SWT serta membawa penyakit. Bila kita terlanjur melakukannya, segera bertobat dan kembalikan harta tersebut kepada yang berhak menerimanya.

    Keempat, pekerjaan yang melalaikan kita dari mengingat Allah SWT . Bertanyalah, apakah aktivitas kita selama ini membuat hubungan kita dengan Allah SWT makin menjauh? Terlalu sibuk bekerja sehingga lupa shalat (atau minimal jadi telat), lupa membaca Alquran, lupa mendidik keluarga, adalah sinyal-sinyal pekerjaan kita tidak berkah. Jika sudah demikian, jangan heran bila rezeki kita akan tersumbat. Idealnya, semua pekerjaan harus membuat kita semakin dekat dengan Allah SWT . sibuk boleh, namun jangan sampai hak-hak Allah SWT kita abaikan. Saudaraku, bencana sesungguhnya bukanlah bencana alam yang menimpa orang lain. Bencana sesungguhnya adalah saat kita semakin jauh dari Allah SWT .

    Kelima, enggan bersedekah. Siapapun yang pelit, niscaya hidupnya akan sempit, rezekinya mampet. Sebaliknya, sedekah adalah penolak bala, penyubur kebaikan serta pelipat ganda rezeki. Sedekah bagaikan sebutir benih menumbuhkan tujuh bulir, yang pada tiap-tiap bulir itu terjurai seratus biji. Artinya, Allah SWT yang Maha kaya akan membalasnya hingga tujuh ratus kali lipat (QS Al Baqarah [2]: 261). Tidakkah kita tertarik dengan janji Allah SWT ini? Maka pastikan, tiada hari tanpa sedekah, tiada hari tanpa kebaikan. Insya Allah SWT , Allah SWT akan membukakan pintu-pintu rezeki-Nya untuk kita. Amin.

    Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

     
  • erva kurniawan 5:04 am on 30 May 2013 Permalink | Balas  

    Istiqamah 

    amalan baikIstiqamah

    Oleh : KH Abdullah Gymnastiar

    Mejaga sikap istiqamah dalam ketaatan kepada-Nya memang bukan hal yang mudah. bahkan merupakan hal yang amat sukar dan berat. Ibarat mendaki bukit yang terjal penuh bebatuan yang ujungnya tajam dan tak ada pilihan bagi kaki untuk diinjakan. Sekalipun dipaksa, akibatnya sudah jelas bebatuan itu dengan ganasnya melukai telapak kaki. Dan selanjutnya akan lebih menyengsarakan.

    Oleh karena itu, siapapun yang mampu istiqamah dan konsisten dalam melakukaan apapun dari kiprah hidup kesehariannya, hampir dapat dipastikan aakan membuat orang-orang disekitarnya merasa suka dan bahkan segan kepadanya. Seseorang yang Istiqamah dalam memenuhi janji yang pernah diucapkannya, niscaya akan membuat orang menaruh kepercayaan yang tinggi terhadapnya. Seseorang yang Istiqamah mempertahankan prinsip hidupnya yang positif niscaya pula akan tampak ketinggian wibawanya.

    Mengapa Allah SWT menyukai hamba-hambanya yang melakukan suatu amalan secara istiqamah kendati amalan itu amat ringan? Jawabnya karena sikap istiqamah itu mahal, tidak banyak orang yang mampu memilikinya. Belum lagi faktor keimanan yang kadang menguat dan kadang melemah. Karenanya Rasulullah pernah bersabda “Jaddiduu limaanakum” (perbaharuilaah iman kamu sekalian). Itu tiada lain karena manusia sering terlalu mudah tergelincir kesikap tidak kosisten dalam mengerjakan suatu amalan.

    Maka barangsiapa yang hendak dekat dengan Allah, lakukanlah amalan secara istiqamah. Niscaya Allah Yang Maha Tahu akan melihat kesungguhan kita taat kepada-Nya. maukah kita istiqamah taat?

    ***

    Dari Sahabat

     
  • erva kurniawan 6:46 am on 29 May 2013 Permalink | Balas  

    Sesuatu Yang Pada Awalnya Berasal Dari Kehendaknya Secara Penuh. 

    cahaya-kebenaranSesuatu Yang Pada Awalnya Berasal Dari Kehendaknya Secara Penuh.

    Akan tetapi, seiring dengan berjalannya waktu, dia sama sekali tidak punya pilihan dan tidak bisa mengelakkannya lagi. Contohnya, kerinduan.

    Pada awalnya dia memang punya kebebasan penuh, akan tetapi ujungnya dia tidak punya apa-apa. Sama halnya dengan orang yang sudah berusaha semaksimal mungkin untuk bisa membebaskan dirinya dari kuman penyakit, akan tetapi dia tidak bisa berbuat apa-apa ketika penyakit itu sudah menyerang. Dapat juga diibaratkan dengan orang yang minum khamr yang tidak mungkin bisa mencegah efek mabuk dari khamr itu.

    Dalam kasus-kasus seperti ini, maka kesabaran itu diwajibkan sejak awal. Akan tetapi kalau saja kesabaran sejak awal ini sudah luput, maka kewajiban untuk sabar ini berlaku dari mulai pertengahan sampai akhir. Dan hendaknya dia tidak menuruti kemauan hawa nafsunya.

    Tetapi setan mempunyai jurus tipu daya yang sungguh ampuh untuk menjerumuskan mansuia. Diantaranya adalah dia menayangkan beragam gambaran di benak manusia terhadap segala yang diharamkan. Misalnya dia membungkusnya sebagai obat yang menyembuhkan. Tujuannya, biar manusia bisa berobat dengan menggunakan barang-barang najis ataupun khamr. Ini diperbolehkan sebagian besar ulama. Bagi saya, keputusan ini merupakan kebodohan yang nyata. Karena sesungguhnya berobat dengan barang najis tidak akan menghilangkan penyakit, bahkan menambah parah.

    Berapa banyak orang yang berobat dengan barang najis dan khamr, tetapi akhirnya agama dan dunianya harus berantakan. Obat yang paling mujarab untuk mengatasi penyakit seperti ini adalah kesabaran dan ketakwaan. Sebagaimana Allah berfirman :

    “Jika kamu bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut diutamakan,” (QS. Ali Imran: 186)

    “Sesungguhnya barangsiapa yang bertakwa dan bersabar, maka sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik,” (QS. Yusuf: 90).

    Kesabaran dan ketakwaan merupakan obat diatas segala obat bagi penyakit agama. Setiap orang pasti membutuhkannya.

    Kalau ditanyakan: dengan jenis kesabaran ini, apakah seseorang mendapatkan pahala jika berbuat maksiat dan sembrono dengan membuka pintu bagi munculnya sarana maksiat? Dan apakah ia disiksa atas berbagai kemaksiatan yang timbul dari sarana itu, walaupun sebenarnya dia sendiri tidak berdaya untuk mencegahnya?

    Jawabnya: benar. Kalau dia bersabar karena Allah, dan menyesal karena telah terpengaruh oleh sarana kemaksiatan itu, maka dia mendapatkan pahala karena kesabaran itu. Karena itu merupakan sebuah jihad dalam dirinya. Itu merupakan amal saleh. Allah tidak akan menyia-nyiakan pahala bagi orang-orang yang berbuat baik dan saleh.

    Hukuman hanya berlaku bagi segala kemaksiatan yang terlahir dari sebab diatas. Orang ini layak mendapatkan hukuman karena sarana maksiat dan maksiat yang dilahirkannya. Umpamanya, orang mabuk layak mendapatkan hukuman dera ketika suah tenggelam dalam kemabukannya.

    Akan tetapi kalau sebab mabuk itu juga terlarang, maka orang mabuk sudah tidak bisa diampuni lagi. Allah akan menghukumnya karena terperosok dalam sebab-sebab yang haram itu dan berbagai kemaksiatan yang muncul darinya. Sebaliknya, pahala juga akan didapat dari berbagai sarana/sebab yang bisa mengantarkan pada pelaksanaan perintah Allah.

    Karena itu, siapapun yang menyerukan kepada bid’ah yang sesat dan menyesatkan, maka dia akan memikul dosa sebanyak orang yang mengikuti seruannya ini. Mereka mengikutinya disebabkan seruannya ini. Demikian juga, anak Nabi Adam yang pembunuh akan memikul semua dosa pembunuh. Karena dialah cikl bakal dari pembunuhan didunia ini

    Ini disebutkan dalam firman Allah SWT: “(ucapan mereka) menyebabkan mereka memikul dosa-dosanya dengan sepenuh-penuhnya pada hari kiamat, dan sebahagian dosa-dosa orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikitpun (bahwa mereka disesatkan). (QS. An-Nahl: 25)

    Allah juga berfirman: “Dan sesungguhnya mereka akan memikul beban (dosa) mereka, dan beban-beban dosa yang lain) disamping beban-beban mereka sendiri,” (QS. Al-`Ankabut: 13)

    Kalau dtanyakan: bagaimana caranya kita bertaubat dari perbuatan seperti ini, padahal bukan kita yang melakukannya? Sedangkan, biasanya manusia hanya bertaubat karena perbuatan yang dilakukannya dengan kehendak penuh.

    Jawabannya: taubatnya bisa diterima kalau dia menyesal, tidak melanjutkan seruannya serta menahan dirinya sebisa mungkin. Kalau perbuatan itu ada hubungannya dengan orang lain, maka taubatnya disini adalah dengan cara mencabut semua seruannya itu dari orang lain sebisa mungkin.

    Karena itu diantara cara taubat penyeru bid’ah adalah dengan memberikan penjelasan ulang bahwa semua seruannya itu adalah bid’ah yang menyesatkan. Bahwa petunjuk Tuhan dan kebenaran itu adalah sebaliknya.

    Sebagaimana Allah juga menjelaskan taubatnya ahli kitab yang dosanya adalah menyembunyikan berbagai petunjuk dan bukti yang diturunkan Allah supaya bisa menyesatkan umat manusia dengan cara itu. Caranya adalah mereka harus memperbaiki diri dan menjelaskan kepada semua orang apa yang selama ini mereka sembunyikan itu. Allah SWT berfirman:

    “Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al-Kitab, mereka itu dila’nati Allah dan dila’nati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat mela’nati, Kecuali mereka yang telah taubat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebenaran), maka terhadap mereka itulah Aku menerima taubatnya dan Akulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang”. (QS. Al-Baqarah: 159-160)

    Ini juga disyaratkan dalam taubatnya orang-orang munafik. Dosa mereka adalah merusak hati orang-orang mukmin yang lemah dan bersekutu dengan kaum Yahudi dan musyrikin sebagai musuh Rasulullah SAW, Mereka menampakkan keislaman karena riya’.

    Cara bertaubat, mereka harus memperbaiki diri, berpegang teguh pada tali Allah sebagai ganti tali orang-orang kafir dari kalangan ahli kitab dan musyrikin. Mereka harus mengerjakan ajaran agama dengan tulus kepada Allah sebagai ganti dari riya’. Dari sini sudah dapat dipahami syarat taubat dan hakikatnya. Hanya Allahlah tempat untuk meminta.

    ***

    die *Kemuliaan Sabar dan Keagungan Syukur* Ibn Al-Qayyim Al-Jauziyah

    Sumber dari: http://www.jkmhal.com/main.php?sec=content&cat=2&id=5460

     
  • erva kurniawan 1:01 am on 28 May 2013 Permalink | Balas  

    Kisah Rupiah 

    redenominasiKisah Rupiah

    Lahir sebagai negara fiskal baru, 1946, Republik Indonesia mengadopsi model yang sama. BNI 46 ditetapkan sebagai Bank Sentral, menerbitkan Oeang Repoeblik Indonesia (ORI), dengan janji tiap Rp 2 bernilai satu gram emas. Bankir internasonal menolaknya. Setelah menyerah dalam Konferensi Meja Bundar (1949), sebagai syarat pengakuan atas RI, BNI 46 diganti oleh De Javasche Bank (mulai 1951 diubah jadi Bank Indonesia), ORI diganti dengan UBI (Uang Bank Indonesia).

    Begitu diakui (1949) rupiah dipatok Rp 3.8 per dolar AS. Saat ORI jadi UBI (1952) rupiah melorot ke Rp 11.4 per dolar. Sepanjang waktu kemudian rupiah terus melorot sampai Rp 45 (1959), sempat melesat ke Rp 0,25 (1965), berkat sanering (Rp 1000 menjadi Rp 1) oleh Presiden Soekarno. Selama Orde Baru asalnya Rupiah Rp.315.-=USD.1.00; atas order IMF dan Bank Dunia rupiah berkali-kali didevaluasi. Pada 1970 jadi Rp 378, 1971 jadi Rp 415, 1978 merosot lagi 55%, jadi Rp 625; didevaluasi lagi pada September 1983, 45%, jadi Rp 970 per dolar AS. Pada 1986 bertengger di Rp 1.660/dolar AS.

    Dari waktu ke waktu nilai tukar rupiah terus terdepresiasi, mencapai Rp 2.200 per dolar AS sebelum “Krismon” 1997. Rupiah kemudian “terjun bebas” pertengahan 1997, dan sejak itu terus terombang-ambing, lagi-lagi atas kemauan IMF dan Bank Dunia – dalam sistem kurs mengambang, dengan titik terendah Rp 16.000, awal 1998. Saat ini fluktuatif di Rp 9.500-Rp 10.000. Sementara dolar AS sendiri, yang berlaku sebagai jangkar, telah kehilangan lebih dari 95 persen daya belinya sejak berlaku pada 1913. Rupiah telah kehilangan 99 persen daya belinya sejak 1946.

    Belakangan para bankir menemukan teknik baru, bukan untuk menghentikan, tapi menyembunyikan, proses keruntuhan uang kertas. Namanya redenominasi. Pembuangan beberapa angka 0 adalah untuk memberi efek psikologis masyarakat untuk tidak merasakan semakin miskin. Realitas sejatinya tidak bisa dikelabui. Dalam rentang dua tahun terakhir saja sejak isu redenominasi dilontarkan 2010 lalu, diukur dengan nilai telor ayam saja, rupiah telah kehilangan lebih dari 25% daya belinya. Dua tahun lalu Rp 100.000 dapat 7 kg telor ayam, hari ini cuma dapat 5 kg. Tidak ada bedanya rupiah diberi lima angka 0 (Rp 100.000) atau digunduli hanya dengan dua angka 0 (Rp 100). Daya belinya sudah tergerus 25%.

    Redenominasi bukan solusi. Solusinya adalah ikutilah Nabi, kembali kepada Dirham perak dan Dinar emas, yang sudah terbukti bebas dari inflasi.

    ***

    Sumber: wakalanusantara.com

     
  • erva kurniawan 1:14 am on 27 May 2013 Permalink | Balas  

    Bukan Tamu Undangan 

    sabar (1)Bukan Tamu Undangan

    Si musya menangis,terisak tertunduk ke arah tanah di plataran masjid,seolah olah dia sedang mengadu padanya “aku menyesal,aku telah lalai”..

    “Ada apa denganmu?” Sahut sahabatnya yang mengejar dibelakang,dengan raut wajah yang terlihat cemas dan ingin tahu.

    Musya, “Tidak kah kau dengar seruan adzan sebelum shalat tadi?”

    “Dengar, adakah yang salah?”

    Musya, “Tidak, hanya saja saat itu aku sedang asik dengan kemalasanku,mengulur waktu karena enggan menyambut seruannya”

    “Lalu?”

    Musya, “Ketika aku sampai di masjid dengan terburu-buru, kudapati sisa raka’at menghujung terakhir, sehingga aku mempercepat wudlu dan masuk dalam shaf dengan takbir asal-asalan dan kurang sempurna, oleh karena itulah ALLAH tidak ridho atas kedatanganku. DIA mengusirku dengan mengeluarkan hadats yg tak kuasa ku tahan, astaghfirullah, dan seketika itu aku sadar bahwa aku bukan tamunya maghrib ini. Aku tertolak, aku terbuang, tahu kah kamu rasanya diusir oleh orang yang paling kamu cintai lantaran kesalahanmu sendiri??”

    Sahabatnya hanya diam dengan mencoba merasakan apa yang dirasa si Musya.

    Musya, “Sangat menyedihkan kawan, bahkan saat itu kau sangat membenci dirimu sendiri!”

    ***

    Kumpulan humor “Gus Dur”

     
  • erva kurniawan 1:10 am on 26 May 2013 Permalink | Balas  

    Allah Maha Kuat 

    QawiyyuAllah Maha Kuat

    Satu dari 99 Nama Allah yang baik (Asma’ul Husna) adalah Al Qawiyyu (Maha Kuat)

    Banyak orang, terutama kaum pria, ingin menjadi kuat. Tak jarang mereka habiskan berjam-jam waktunya (hingga 8 jam lebih) untuk latihan fisik di gym/fitness center agar bisa menjadi kuat. Bahkan ada yang minum doping/anabolic steroid agar jadi sangat kuat. Mereka bangga jika disebut orang kuat.

    Namun sekuat-kuatnya manusia, tidak ada yang melebihi kekuatan Allah yang Maha Kuat.

    Saat lahir, manusia merupakan bayi lemah yang tidak berdaya. Jangankan mengangkat barbel. Duduk pun dia tak sanggup. Saat tidur pun manusia lemah dan tidak berdaya. Begitu pula saat mati dan jadi tulang-belulang berserakan, manusia itu tak mampu berbuat apa-apa. Manusia itu amat lemah. Hanya Allah yang Maha Kuat!

    Allah mampu menciptakan jagat raya yang lebarnya 30 milyar tahun cahaya (ini baru perkiraan saat ini).

    Sebagai contoh, bumi yang kelilingnya 40 ribu km ini cuma 0,13 detik cahaya kelilingnya. Lebar jagat raya 7 juta trilyun kali lebih panjang daripada keliling bumi. Jadi bisa kita bayangkan luasnya jagat raya. Itu baru langit ke 1. Belum langit ke 2, ke 3, hingga langit ke 7. Dan surga jauh lebih luas daripada dunia.

    Jadi bisa kita bayangkan kekuasaan/kekuatan Allah yang mampu menciptakan semuanya dalam sekejap hanya dengan berkata: “Kun!” (Jadilah!). Allah mampu mengangkat/memelihara jagat raya yang amat luas dan teramat berat ini dengan mudahnya hingga tidak jatuh berserakan.

    Bahkan petinju terbesar di dunia, Muhammad Ali, yang dulu sesumbar sebagai “The Greatest” setelah masuk Islam sadar dia bukan yang terbesar. Tetapi yang benar-benar terbesar adalah: Allah! Allahu Akbar! Allah Maha Besar!

    ***

    Oleh: A Nizami

     
  • erva kurniawan 1:05 am on 25 May 2013 Permalink | Balas  

    Darah Hitam 

    doaDarah Hitam

    Orang-orang terheran, bahkan menganggapnya gila.

    Bagaimana tidak, tangannya terluka dengan darah yang terus mengalir tapi diwajahnya tak teraut wajah ketakutan sedikitpun, melainkan sebuah senyum sumringah dengan mata yang berkaca-kaca..

    Maka seorang maju selangkah dari kerumunan orang-orang bisu itu, dan sepatah kata pertanyaan diucap dengan penuh penasaran.

    “Hei Hamka,bagaimana kau bisa melakukan itu?”

    Hamka: “Semua orang bisa melakukannya, yaitu ketika seseorang sangat bahagia karena mendapatkan apa yang sangat ia nantikan kedatangannya.”

    “Lalu apa yang kau nantikan sehingga kau tertawa dalam lukamu?”

    Maka Hamka menyodorkan tangannya yang terluka dan berkata “Lihatlah darah merah ini, sesungguhnya ia berwarna hitam yang terwarna dari makanan haram yang tak sengaja kumakan kemarin, maka aku bertaubat dan memohon ampunan kepada ALLAH yang maha bijaksana, sehingga ALLAH menerima taubatku hari ini dan mensucikan aku dengan mengeluarka darah yang tercemar dosa ini”

    “Lalu bagaimana kau tahu luka itu adalah ampunanNya?”

    Hamka: “Bukankah Rasulullah pernah bersabda bahwa ada ampunan disetiap kesakitan?!?!”

    Silahkan fikirkan hikmah kisah diatas sesuai fikiran masing-masing,agar hati terlatih dan peka akan suatu pelajaran.

    ***

    Dari: Kumpulan humor “Gus Dur”

     
  • erva kurniawan 1:20 am on 24 May 2013 Permalink | Balas  

    Sebab-Sebab Turunnya Rizki 

    menabungSebab-Sebab Turunnya Rizki

    Akhir-akhir ini banyak orang yang mengeluhkan masalah penghasilan atau rizki, entah karena merasa kurang banyak atau karena kurang berkah. Begitu pula berbagai problem kehidupan, mengatur pengeluaran dan kebutuhan serta bermacam-macam tuntutannya. Sehingga masalah penghasilan ini menjadi sesuatu yang menyibukkan, bahkan membuat bingung dan stress sebagian orang. Maka tak jarang di antara mereka ada yang mengambil jalan pintas dengan menempuh segala cara yang penting keinginan tercapai. Akibatnya bermunculanlah koruptor, pencuri, pencopet, perampok, pelaku suap dan sogok, penipuan bahkan pembunuhan, pemutusan silaturrahim dan meninggal kan ibadah kepada Allah untuk mendapatkan uang atau alasan kebutuhan hidup.

    Mereka lupa bahwa Allah telah menjelaskan kepada hamba-hamba-Nya sebab-sebab yang dapat mendatangkan rizki dengan penjelasan yang amat gamblang. Dia menjanjikan keluasan rizki kepada siapa saja yang menempuhnya serta menggunakan cara-cara itu, Allah juga memberikan jaminan bahwa mereka pasti akan sukses serta mendapatkan rizki dengan tanpa disangka-sangka.

    Diantara sebab-sebab yang melapangkan rizki adalah sebagai berikut:

    Takwa Kepada Allah

    Takwa merupakan salah satu sebab yang dapat mendatangkan rizki dan menjadikannya terus bertambah. Allah Subhannahu wa Ta’ala berfirman, artinya, “Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (At Thalaq 2-3)

    Setiap orang yang bertakwa, menetapi segala yang diridhai Allah dalam segala kondisi maka Allah akan memberikan keteguhan di dunia dan di akhirat. Dan salah satu dari sekian banyak pahala yang dia peroleh adalah Allah akan menjadikan baginya jalan keluar dalam setiap permasalahan dan problematika hidup, dan Allah akan memberikan kepadanya rizki secara tidak terduga. Imam Ibnu Katsir berkata tentang firman Allah di atas, “Yaitu barang siapa yang bertakwa kepada Allah dalam segala yang diperintahkan dan menjauhi apa saja yang Dia larang maka Allah akan memberikan jalan keluar dalam setiap urusannya, dan Dia akan memberikan rizki dari arah yang tidak disangka-sangka, yakni dari jalan yang tidak pernah terlintas sama sekali sebelumnya.”

    Allah swt juga berfirman, artinya, “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. 7:96)

    Istighfar dan Taubat

    Termasuk sebab yang mendatang kan rizki adalah istighfar dan taubat, sebagaimana firman Allah yang mengisahkan tentang Nabi Nuh Alaihissalam , “Maka aku katakan kepada mereka:”Mohonlah ampun kepada Rabbmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun” niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS. 71:10-12)

    Al-Qurthubi mengatakan, “Di dalam ayat ini, dan juga dalam surat Hud (ayat 52,red) terdapat petunjuk bahwa istighfar merupakan penyebab turunnya rizki dan hujan.”

    Ada seseorang yang mengadukan kekeringan kepada al-Hasan al-Bashri, maka beliau berkata, “Beristighfarlah kepada Allah”, lalu ada orang lain yang mengadukan kefakirannya, dan beliau menjawab, “Beristighfarlah kepada Allah”. Ada lagi yang mengatakan, “Mohonlah kepada Allah agar memberikan kepadaku anak!” Maka beliau menjawab, “Beristighfarlah kepada Allah”. Kemudian ada yang mengeluhkan kebunnya yang kering kerontang, beliau pun juga menjawab, “Beristighfarlah kepada Allah.” Maka orang-orang pun bertanya, “Banyak orang berdatangan mengadukan berbagai persoalan, namun anda memerintahkan mereka semua agar beristighfar.” Beliau lalu menjawab, “Aku mengatakan itu bukan dari diriku, sesungguhnya Allah swt telah berfirman di dalam surat Nuh, (seperti tersebut diatas, red).

    Istighfar yang dimaksudkan adalah istighfar dengan hati dan lisan lalu berhenti dari segala dosa, karena orang yang beristighfar dengan lisannnya saja sementara dosa-dosa masih terus dia kerjakan dan hati masih senantiasa menyukainya maka ini merupakan istighfar yang dusta. Istighfar yang demikian tidak memberikan faidah dan manfaat sebagaimana yang diharapkan.

    Tawakkal Kepada Allah

    Allah swt berfirman, artinya, “Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. 65:3)

    Nabi saw telah bersabda, artinya, “Seandainya kalian mau bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya maka pasti Allah akan memberikan rizki kepadamu sebagaimana burung yang diberi rizki, pagi-pagi dia dalam keadaan lapar dan kembali dalam keadaan kenyang.” (HR Ahmad, at-Tirmidzi dan dishahihkan al-Albani)

    Tawakkal kepada Allah merupakan bentuk memperlihatkan kelemahan diri dan sikap bersandar kepada-Nya saja, lalu mengetahui dengan yakin bahwa hanya Allah yang memberikan pengaruh di dalam kehidupan. Segala yang ada di alam berupa makhluk, rizki, pemberian, madharat dan manfaat, kefakiran dan kekayaan, sakit dan sehat, kematian dan kehidupan dan selainnya adalah dari Allah semata.

    Maka hakikat tawakkal adalah sebagaimana yang di sampaikan oleh al-Imam Ibnu Rajab, yaitu menyandarkan hati dengan sebenarnya kepada Allah Azza wa Jalla di dalam mencari kebaikan (mashlahat) dan menghindari madharat (bahaya) dalam seluruh urusan dunia dan akhirat, menyerahkan seluruh urusan hanya kepada Allah serta merealisasikan keyakinan bahwa tidak ada yang dapat memberi dan menahan, tidak ada yang mendatangkan madharat dan manfaat selain Dia.

    Silaturrahim

    Ada banyak hadits yang menjelaskan bahwa silaturrahim merupakan salah satu sebab terbukanya pintu rizki, di antaranya adalah sebagai berikut: -Sabda Nabi Shalallaahu alaihi wasalam, artinya, ” Dari Abu Hurairah ra berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, “Siapa yang senang untuk dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya maka hendaklah menyambung silaturrahim.” (HR Al Bukhari) -Sabda Nabi saw, artinya, “Dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu , Nabi Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, ” Ketahuilah orang yang ada hubungan nasab denganmu yang engkau harus menyambung hubungan kekerabatan dengannya. Karena sesungguhnya silaturrahim menumbuhkan kecintaan dalam keluarga, memperbanyak harta dan memperpanjang umur.” (HR. Ahmad dishahihkan al-Albani) Yang dimaksudkan dengan kerabat (arham) adalah siapa saja yang ada hubungan nasab antara kita dengan mereka, baik itu ada hubungan waris atau tidak, mahram atau bukan mahram.

    Infaq fi Sabilillah

    Allah swt berfirman, artinya, “Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia lah Pemberi rezki yang sebaik-baiknya.” (QS. 34:39)

    Ibnu Katsir berkata, “Yaitu apapun yang kau infakkan di dalam hal yang diperintahkan kepadamu atau yang diperbolehkan, maka Dia (Allah) akan memberikan ganti kepadamu di dunia dan memberikan pahala dan balasan di akhirat kelak.”

    Juga firman Allah yang lain,artinya, “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. 2:267-268)

    Dalam sebuah hadits qudsi Rasulullah saw bersabda, Allah swt berfirman, “Wahai Anak Adam, berinfaklah maka Aku akan berinfak kepadamu.” (HR Muslim)

    Menyambung Haji dengan Umrah

    Berdasarkan pada hadits Nabi Shalallaahu alaihi wasalam dari Ibnu Mas’ud Radhiallaahu anhu dia berkata, Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, artinya, “Ikutilah haji dengan umrah karena sesungguhnya keduanya akan menghilangkan kefakiran dan dosa sebagaimana pande besi menghilangkan karat dari besi, emas atau perak, dan haji yang mabrur tidak ada balasannya kecuali surga.” (HR. at-Tirmidzi dan an- Nasai, dishahihkan al-Albani)

    Maksudnya adalah, jika kita berhaji maka ikuti haji tersebut dengan umrah, dan jika kita melakukan umrah maka ikuti atau sambung umrah tersebut dengan melakukan ibadah haji.

    Berbuat Baik kepada Orang Lemah

    Nabi saw telah menjelaskan bahwa Allah akan memberikan rizki dan pertolongan kepada hamba-Nya dengan sebab ihsan (berbuat baik) kepada orang-orang lemah, beliau bersabda, artinya, “Tidaklah kalian semua diberi pertolongan dan diberikan rizki melainkan karena orang-orang lemah diantara kalian.” (HR. al-Bukhari)

    Dhu’afa’ (orang-orang lemah) klasifikasinya bermacam-macam, ada fuqara, yatim, miskin, orang sakit, orang asing, wanita yang terlantar, hamba sahaya dan lain sebagainya.

    Serius di dalam Beribadah

    Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu, dari Nabi Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, “Allah Subhannahu wa Ta’ala berfirman, artinya, “Wahai Anak Adam Bersungguh-sungguhlah engkau beribadah kepada Ku, maka Aku akan memenuhi dadamu dengan kecukupan dan Aku menanggung kefakiranmu. Jika engkau tidak melakukan itu maka Aku akan memenuhi dadamu dengan kesibukan dan Aku tidak menanggung kefakiranmu.” Tekun beribadah bukan berarti siang malam duduk di dalam masjid serta tidak bekerja, namun yang dimaksudkan adalah menghadirkan hati dan raga dalam beribadah, tunduk dan khusyu’ hanya kepada Allah, merasa sedang menghadap Pencipta dan Penguasanya, yakin sepenuhnya bahwa dirinya sedang bermunajat, mengadu kepada Dzat Yang menguasai Langit dan Bumi.

    Dan masih banyak lagi pintu-pintu rizki yang lain, seperti hijrah, jihad, bersyukur, menikah, bersandar kepada Allah, meninggalkan kemaksiatan, istiqamah serta melakukan ketaatan, yang tidak dapat di sampaikan secara lebih rinci dalam lembar yang terbatas ini. Mudah-mudahan Allah memberi kan taufik dan bimbingan kepada kita semua. Amin.

    ***

    Sumber: Kutaib “Al Asbab al Jalibah lir Rizqi”, al-qism al-ilmi Darul Wathan.

    alsofwah.or.id

     
    • Tri Agung Pamungkas 9:37 am on 24 Mei 2013 Permalink

      Menurut saya..mengenai pemaparan diatas saya kategorikan dengan Ikhtiar Langit..Suatu Ketika Saya pernah Kebingungan Mencari Uang..Karena Faktor Keterbatasan Ilmu dan Pengalaman..Saya Pasrahkan Kepada Sang Maha Kuasa..Saya Kerjaanya Hanya Ibadah dan Berdoa Memang Benar Kekuatannya Dahsyat..Kerjaan Yang Saya Imajinasikan Terwujud Di Bantu Allah LEWAT Perantaraan Orang Lain Saya Tidak Mengejar Malah Saya Yang Dikejar-kejar..Istilah kata Uang Bersujud Di Kaki Saya…Dan Suatu Ketika Saya Merasa Bosan Karena Seperti DI MANJA SAMA ALLAH..Dan Akhirnya Sekarang Saya Lebih Suka Mengkombinasikan Ilmu dan Amal…Untuk Menempuh Suatu Pilihan Pekerjaan Yang Sudah Saya Tetapkan Sebelumnya..mengenai jumlah Rezeki Yang Saya Dapatkan…MENURUT SAYA…Tergantung Dari Tingkat Ilmu Pengetahuan Yang Saya Dapat dan diterapkan dalam suatu pekerjaan DIKOMBINASIKAN Dengan Kekuatan LANGIT karena Ketika Saya butuh Ilmu saya butuh bantuan allah untuk mendapatkannya dan untuk membantu memaksimalkan Hasil yang saya kerjakan saya juga butuh bantuan ALLAH. saya mempunyai Keyakinan..ME And GOD ENOUGH..Bersatu dengan Sang Maha Kuasa..Ketika Sudah Bersatu Apapun Bisa Ditarik apa yang kita pikirkan sesuai dengan apa yang kita inginkan..Salam Hangat dari Saya – Tri Agung Pamungkas – http://www.triagung86.wordpress.com

  • erva kurniawan 1:17 am on 23 May 2013 Permalink | Balas  

    Bapak Yang Penyayang 

    ayahBapak yang Penyayang

    Al-Aqra` bin Habits suatu hari menemui Amirul Mukminin Umar bin Khattab, ia menemukan Umar sedang bermain dengan Anak-anaknya.

    Anak-anak Umar menempel di punggungnya dan Umar merayap.

    Al-Aqra` berkata, “Amir al-mu`minin, apakah seperti itu yang engkau lakukan bersama anak-anakmu?”.

    Umar pun bangun dan balik bertanya kepada Al-Aqra`, ”Memang, apa yang engkau lakukan dirumahmu?”.

    Al-Aqra` menjawab, ”Jika saya pulang ke rumah, anak yang sedang berdiri cepat-cepat duduk, anak yang sedang berbicara mendadak terdiam, dan anak yang sedang tidur-tidur mendadak bangun. Saya mempunyai anak sebanyak 10 orang. Namun tidak ada satupun yang pernah saya cium”.

    Umar berkata, ”Kalau begitu engkau tidak pantas menjadi pemimpin kaum muslimin.” Maka Al-Aqra` diperintahkan oleh Umar untuk segera dipecat dari jabatannya sebagai Kepala Daerah saat itu.

    ***

    Isyan Basya (kumpulan kisah dari buku-buku Al-Ghazali)

    Dari Sahabat

     
  • erva kurniawan 1:52 am on 22 May 2013 Permalink | Balas  

    Jalan Hidayah Mantan Bromocorah 

    hidayah-allahJalan Hidayah Mantan Bromocorah

    Lafadz shalawat terdengar berkumandang dari Mushala At Taubah. Bangunan ini berukuran 8×10 meter persegi terletak di perbatasan daerah Delima dan Teratai Putih, Perumnas Klender, Jaktim. Di sekitar mushala yang bediri di tanah milik Perumnas ini, terdapat rumah-rumah kumuh yang dihuni 20 keluarga.

    Mushala ini tidak pernah sepi dari agenda keagamaan. Sepintas, mushala ini tidak tampak istimewa. Padahal, tempat ibadah ini merupakan pelabuhan hidup bagi para mantan residivis dan mantan preman yang mendapatkan hidayah. Sebagian besar pengurus mushala ini adalah mereka yang dulu dunianya sangat kelam.

    Di mushala ini, mereka senantiasa menegakkan shalat lima waktu secara berjamaah. Mereka juga sering menggelar diskusi keagamaan untuk menyirami batin yang seringkali kering. Di mushala ini pula, para mantan ‘orang jahat’ itu menjalankan pendidikan Alquran untuk anak-anak yang tinggal di daerah kumuh dekat mushala.

    Kamis (5/3), Republika turut serta dalam majlis shalawat yang digelar di mushala itu. Jamaah yang hadir mayoritas pemuda jalanan. Meski begitu, mereka sangat khusyu dalam melafadzkan dan mengikuti bacaan shalawat selama dua jam lebih. Sesekali butiran air mata jatuh ke pipi mereka. Usai shalawat dan pembacaan doa, salah satu di antara mereka mengumpulkan uang dari para jamaah dengan peci yang dikenakannya.

    Menurut salah seorang pengurus mushala, Sukarya, dana yang terkumpul itu sebagian digunakan untuk pembangunan mushala dan sisanya diberikan kepada 135 anak yatim. Sukarya, dulunya sering berurusan dengan aparat kepolisian karena kasus perkelahian dan penodongan.

    ”Tadinya orang nggak percaya sama kami. Tapi, mungkin karena melihat kami sering bikin acara buat anak yatim, ada beberapa donatur dari luar yang menitip infak,” ungkap dia dengan wajah sumringah. Selanjutnya, Sukarya bercerita pengurus Mushala At Taubah ini dulunya adalah pemuda-pemuda yang gemar dengan alkohol dan sering membuat keresahan di masyarakat. Namun, sejak tujuh tahun silam, pemuda-pemuda ini aktif dalam majlis shalawat yang digelar di Masjid Nurul Iman, Teratai Putih, Klender.

    Namun, karena ingin memiliki tempat sendiri untuk berkumpul, para mantan residivis ini berusaha sekuat tenaga membangun mushala. Keinginan itu terwujud pada 2005. Apakah dana pembangunan mushala berasal dari uang haram? Sukarya menampik. Menurut dia, dana pembangunan sekitar Rp 20 juta diperoleh murni dari iuran dan satu orang donatur yang bekerja di Polairud di Surabaya.

    Awal proses pembangunan mushala ini, kata Sukarya, selain terbentur pada pengadaan dana, juga pernah bermasalah dengan Dinas Tata Kota Jaktim terkait penggunaan tanah. Namun, berkat bantuan tokoh masyarakat setempat, akhirnya proses pembangunan berjalan lancar. Untuk bisa iuran, jamaah mushala bekerja serabutan.

    Warga sekitar mushala, Bambang (50 tahun), mengaku sangat senang dengan keberadaan mushala baru di tempatnya. Selain mempermudah jarak untuk shalat jamaah, tempat tersebut juga bermanfaat sebagai tempat mengaji bagi anaknya.

    Firman Hidayat, salah satu pemuda yang aktif di Mushala At Taubah menceritakan, awal hadirnya shalawatan tersebut digagas oleh enam orang, di antaranya KH Ayip Abdul Abaz yang berasal dari Pesantren Buntet, Cirebon. Pada 1990, Kiai Ayip berniat mengadakan shalawat akbar berskala nasional di Masjid Istiqlal, namun kala itu yang hadir hanya enam orang.

    ”Mungkin merasa gak berkembang, Kiai Ayip akhirnya menyebarkan shalawat kepada pemuda-pemuda jalanan, ke terminal-terminal dan pasar-pasar. Akhirnya shalawat akbar tahun 2006 di Masjid Istiqlal dihadiri ribuan orang, dan sekitar 75 persennya mantan peminum dan pemuda jalanan,” kata Pema, sapaan akrab Firman.

    Firman yang kini berusia 34 tahun, semula sering keluar masuk penjara karena tindak kriminal yang dilakukannya. Sedikit pun dia dulu tidak pernah membayangkan mulutnya bakal bisa mengumandangkan ayat-ayat Alquran. Namun, ternyata pintu hidayah terbuka lebar untuknya. Begitu mendengar shalawat dan ayat-ayat yang berkumandang di masjid-masjid, hatinya luluh. Dia kemudian mulai aktif di Mushala At Taubah yang memang tidak jauh dari tempat tinggalnya. ”/Gue/ masih ingat, paling tidak sudah tiga kali keluar masuk LP Cipinang. Paling sering karena kasus pencurian dan kekerasan,” aku Pema.

    Perjalanan hidup yang hampir sama juga dilalui mantan pelaku kriminal asal Sunter, Jakut, Alova (40 tahun), yang ikut hadir dalam acara shalawat di mushala tersebut. Penasaran dengan alunan shalawat yang didengarnya, dia mengunjungi mushala tersebut untuk bergabung. Akhirnya hingga kini dia aktif mengembangkan majelis shalawat dan mengajak rekannya mendekatkan diri pada Allah.

    ”Waktu itu gue nggak tau ada brisik-brisik di mushala, ternyata pada shalawatan. Gue ikut dan hati gue tersentuh, sejak itu nggak mau jahat lagi,” tutur dia.

    Pengakuan serupa dikemukakan Sansan Sanro Roni (43 tahun). Selama bertahun-tahun dia selalu diajak bershalawat oleh adik dan rekannya. Namun, dia menolak dan lebih memilih menggeluti pekerjaannya sebagai pengecer judi togel. Sebelum sang adik mengembuskan napas terakhirnya di pangkuan Sansan pada Ramadhan 1427 H lalu, dia dihadiahi sebuah peci dan diminta untuk mencintai Nabi dengan mengikuti sunahnya. Kenang-kenangan itu ternyata sangat berkesan dan menuntun Sansan membaktikan dirinya pada aktivitas keagamaan.

    ”Sekarang bawaannya jadi /pengen/ memperdalam agama dan jadi benci banget sama minum dan judi,” kata pria asal Duren Sawit, Jaktim, itu.

    (mg01 )

    ***

    sumber : republika.co.id

     
    • wondo 6:49 am on 22 Mei 2013 Permalink

      Bisa kirimkan saya teks sholawatnya?? Trimakasih

  • erva kurniawan 1:34 am on 21 May 2013 Permalink | Balas  

    Kesempurnaan Hidup 

    Taman-bungaKesempurnaan Hidup

    Suatu hari Kahlil Gibran bertanya kepada gurunya.

    “Gibran : Bagaimana caranya agar kita mendapatkan sesuatu yang paling sempurna dalam hidup…???”

    “Sang Guru : Berjalanlah lurus di taman bunga, lalu petiklah bunga yang paling indah menurutmu dan jangan pernah kembali kebelakang…!!!”

    “Setelah berjalan dan sampai di ujung taman, Gibran kembali dengan tangan hampa…”

    “Lalu guru bertanya : Mengapa kamu tidak mendapatkan bunga satu pun…???”

    “Gibran : Sebenarnya tadi aku sudah menemukannya tapi aku tidak memetiknya karena aku pikir mungkin yang di depan pasti ada yg lebih indah, namun ketika aku sudah sampai di ujung, aku baru sadar bahwa yang aku lihat tadi adalah yang terindah, dan aku pun tak bisa kembali kebelakang lagi…!!!”

    “Sambil tersenyum Sang Guru berkata : Yaa, itulah hidup, semakin kita mencari kesempurnaan, semakin pula kita tak akan pernah mendapatkannya, karena sejatinya kesempurnaan yang hakiki tidak pernah ada, yang ada hanyalah keikhlasan hati kita untuk menerima kekurangan…!!!”

    Sahabat yang budiman…

    Marilah kita sadari bahwa apa yang kita dapatkan hari ini adalah yang terbaik menurut Tuhan dan jangan pernah ragu, karena kesadaran itu akan menjadikan kita nikmat menjalani hidup ini… Aamiin… (sen)

    ***

    Sumber : Patut Anda Ketahui

     
  • erva kurniawan 1:30 am on 20 May 2013 Permalink | Balas  

    Kisah Ali Bin Abi Thalib dan Anak Yatim 

    silluet-masjid 14Kisah Ali Bin Abi Thalib dan Anak Yatim

    Seorang perempuan tua dengan fisik yang lemah sedang mengangkat tempat air besar. Dengan terseok-seok dan napas yang terengah-engah perempuan tua itu melangkah menuju rumahnya. Tiba-tiba ada seorang pria tak dikenal mendekatinya dan menawarkan untuk membawakan tempat air yang berat itu. Perempuan tua itu menggerakkan bibirnya dan berterima kasih kepada Allah Swt. Ia kemudian berkata pada pria yang tak dikenal itu, “Allah mengirim engkau untuk menolongku. Insya Allah, engkau akan mendapatkan pahala dari perbuatanmu ini dari Allah.”

    Rumah perempuan tua itu tidak terlalu jauh. Ketika sampai, perempuan tua itu membukakan pintu. Anak-anaknya yang masih kecil begitu gembira setelah tahu ibu mereka telah kembali. Tapi rasa ingin tahu membuat mereka bertanya-tanya siapa orang asing ini.

    Pria tak dikenal itu kemudian meletakkan tempat air di tanah dan bertanya kepada perempuan itu, “Jelas bahwa tidak ada pria di rumah ini, sehingga engkau sendiri yang mengangkat air. Apa yang terjadi sehingga engkau tinggal sendiri?”

    Perempuan itu menarik napas panjang dan berkata, “Suamiku dulunya adalah seorang pejuang. Ia berperang bersama Ali bin Abi Thalib dalam sebuah perang dan di sana ia meninggal. Ia meninggalkan saya dengan beberapa orang anak.”

    Mendengar ucapan perempuan tua, pria tak dikenal itu tidak dapat berkata apa-apa. Tapi dari wajahnya terlihat ia begitu sedih. Ia hanya bisa menundukkan kepala, kemudian meminta diri dan pergi dari situ. Tapi tidak berapa lama ia kembali ke sana sambil membawa sejumlah makanan.

    Perempuan tua itu mengambil makanan dari pria tak dikenal itu dan berkata, “Semoga Allah meridhaimu!”

    Pria asing itu berkata, “Saya ingin membantu pekerjaanmu. Perkenankan saya membuat adonan roti, membakarnya atau menjaga anak-anak ini.”

    Perempuan itu berkata, “Baiklah! Jelas saya lebih baik dalam membuat adonan roti dan membakarnya. Engkau mengawasi anak-anak, sampai aku selesai membakar roti.”

    Pria asing itu menerima dan pergi menemui anak-anak itu. Tapi sebelum itu ia menghampiri bungkusan yang dibawanya dan mengambil daging lalu membakarnya. Setelah matang, dengan sabar ia menyuapi anak-anak itu. Ia berkata, “Anak-anakku! Relakanlah Ali bin Abi Thalib, bila ada kekurangan yang dilakukan terkait kalian… Anak-anakku! Relakan Ali bin Abi Thalib…”

    Adonan roti telah siap. Perempuan tua itu berkata, “Wahai hamba Allah! Nyalakan api untuk membakar roti ini…”

    Pria itu beranjak dari tempatnya dan pergi untuk menyalakan api. Tungku telah menyala. Air mata telah menggenang di pelupuk mata pria asing itu. Ia kemudian mendekatkan wajahnya ke api sambil berkata, “Rasakan panasnya api! Inilah balasan orang yang tidak mengurusi anak-anak yatim dengan baik dan tidak tahu kondisi para wanita yang menjanda…”

    Pada waktu itu, ada tetangga perempuan yang rumahnya bersebelahan dengan perempuan tua itu datang ke rumahnya. Ketika ia melihat pria tak dikenal itu, dengan segera ia menghadapi perempuan tua itu dan berkata, “Celakalah engkau! Tahukah siapa pria yang engkau perbantukan ini?”

    Perempuan tua itu terkejut dan berkata, “Tidak. Saya tidak mengenalnya. Ketika hendak kembali ke rumah saya bertemu dengan dia dan langsung menawarkan diri untuk membantu saya.”

    Tetangganya berkata, “Pria itu adalah Ali bin Abi Thalib, Amir al-Mukminin!”

    Begitu mengetahui pria asing yang membantunya adalah Ali bin Abi Thalib, perempuan tua itu langsung menundukkan wajahnya. Perlahan-lahan ia mendekati pria itu dan berkata, “Wahai pria penolong! Maafkan saya yang tidak mengenalmu dan memintamu untuk membantuku.”

    Imam Ali as berkata, “Tidak! Saya yang harus meminta maaf kepadamu. Karena saya tidak melaksanakan kewajibanku dengan baik kepadamu dan anak-anak yatim ini.”

    Setelah itu, Imam Ali as secara berkala mendatangi rumah perempuan tua itu dan menanyakan keadaan mereka, sambil membantu makanan dan uang sesuai kemampuan beliau kepada mereka. (IRIB Indonesia / Saleh Lapadi)

    ***

    Sumber: Sad Pand va Hekayat; Imam Ali as

     
    • dar 1:41 pm on 7 Agustus 2013 Permalink

      keren gan

  • erva kurniawan 1:49 am on 19 May 2013 Permalink | Balas  

    Ah, yang Penting kan Hatinya! 

    kaya hatiAh, yang Penting kan Hatinya!

    Written by Ummu Raihanah

    Banyak syubhat di lontarkan kepada kaum muslimah yang ingin berjilbab. Syubhat yang ‘ngetrend’ dan biasa kita dengar adalah ” Buat apa berjilbab kalau hati kita belum siap, belum bersih, masih suka ‘ngerumpi’ berbuat maksiat dan dosa-dosa lainnya, percuma dong pake jilbab! Yang penting kan hati! lalu tercenunglah saudari kita ini membenarkan pendapat kawannya tadi.

    Syubhat lainnya lagi adalah “Liat tuh kan ada hadits yang berbunyi: Sesungguhnya Allah tidak melihat pada bentuk (rupa) kalian tapi Allah melihat pada hati kalian..!. Jadi yang wajib adalah hati, menghijabi hati kalau hati kita baik maka baik pula keislaman kita walau kita tidak berkerudung!. Benarkah demikian ya ukhti,, ??

    Saudariku muslimah semoga Allah merahmatimu, siapapun yang berfikiran dan berpendapat demikian maka wajiblah baginya untuk bertaubat kepada Allah Ta’ala memohon ampun atas kejahilannya dalam memahami syariat yang mulia ini. Jika agama hanya berlandaskan pada akal dan perasaan maka rusaklah agama ini. Bila agama hanya didasarkan kepada orang-orang yang hatinya baik dan suci, maka tengoklah di sekitar kita ada orang-orang yang beragama Nasrani, Hindu atau Budha dan orang kafir lainnya liatlah dengan seksama ada diantara mereka yang sangat baik hatinya, lemah lembut, dermawan, bijaksana. Apakah anda setuju untuk mengatakan mereka adalah muslim? Tentu akal anda akan mengatakan “tentu tidak! karena mereka tidak mengucapkan syahadatain, mereka tidak memeluk islam, perbuatan mereka menunjukkan mereka bukan orang islam. Tentu anda akan sependapat dengan saya bahwa kita menghukumi seseorang berdasarkan perbuatan yang nampak (zahir) dalam diri orang itu.

    Lalu bagaimana pendapatmu ketika anda melihat seorang wanita di jalan berjalan tanpa jilbab, apakah anda bisa menebak wanita itu muslimah ataukah tidak? Sulit untuk menduga jawabannya karena secara lahir (dzahir) ia sama dengan wanita non muslimah lainnya. Ada kaidah ushul fiqih yang mengatakan “alhukmu ala dzawahir amma al bawathin fahukmuhu “ala llah’ artinya hukum itu dilandaskan atas sesuatu yang nampak adapun yang batin hukumnya adalah terserah Allah.

    Rasanya tidak ada yang bisa menyangsikan kesucian hati ummahatul mukminin (istri-istri Rasulullah shalallahu alaihi wassalam) begitu pula istri-istri sahabat nabi yang mulia (shahabiyaat). Mereka adalah wanita yang paling baik hatinya, paling bersih, paling suci dan mulia. Tapi mengapa ketika ayat hijab turun agar mereka berjilbab dengan sempurna (lihat QS: 24 ayat 31 dan QS: 33 ayat 59) tak ada satupun riwayat termaktub mereka menolak perintah Allah Ta’ala. Justru yang kita dapati mereka merobek tirai mereka lalu mereka jadikan kerudung sebagai bukti ketaatan mereka. Apa yang ingin anda katakan? Sedangkan mengenai hadits di atas, banyak diantara saudara kita yang tidak mengetahui bahwa hadits diatas ada sambungannya. Lengkapnya adalah sebagai berikut:

    “Dari Abu Hurairah, Abdurrahman bin Sakhr radhiyallahu anhu dia berkata, Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak melihat pada bentuk tubuh-tubuh kalian dan tidak juga kepada bentuk rupa-rupa kalian, tetapi Dia melihat hati-hati kalian “(HR. Muslim 2564/33).

    Hadits di atas ada sambungannya yaitu pada nomor hadits 34 sebagai berikut:

    “Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada bentuk rupa kalian dan juga harta kalian, tetapi Dia melihat hati dan perbuatan kalian. (HR.Muslim 2564/34).

    Semua adalah seiring dan sejalan, hati dan amal. Apabila hanya hati yang diutamakan niscaya akan hilanglah sebagian syariat yang mulia ini. Tentu kaum muslimin tidak perlu bersusah payah menunaikan shalat 5 waktu, berpuasa dibulan Ramadhan, membayar dzakat dan sedekah atau bersusah payah menghabiskan harta dan tenaga untuk menunaikan ibadah haji ketanah suci Mekah atau amal ibadah lainnya. Tentu para sahabat tidak akan berlomba-lomba dalam beramal (beribadah) cukup mengandalkan hati saja, toh mereka adalah sebaik-baik manusia diatas muka bumi ini. Akan tetapi justru sebaliknya mereka adalah orang yang sangat giat beramal tengoklah satu kisah indah diantara kisah-kisah indah lainnya.

    Urwah bin Zubair Radhiyallahu anhu misalnya, Ayahnya adalah Zubair bin Awwam, Ibunya adalah Asma binti Abu Bakar, Kakeknya Urwah adalah Abu Bakar Ash-Shidik, bibinya adalah Aisyah Radhiyallahu anha istri Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam. Urwah lahir dari nasab dan keturunan yang mulia, jangan ditanya tentang hatinya, ia adalah orang yang paling lembut hatinya toh masih bersusah payah giat beramal, bersedekah dan ketika shalat ia bagaikan sebatang pohon yang tegak tidak bergeming karena lamanya ia berdiri ketika shalat. Aduhai, betapa lalainya kita ini, banyak memanjangkan angan-angan dan harapan padahal hati kita tentu sangat jauh suci dan mulianya dibandingkan dengan generasi pendahulu kita. Wallahu’alam bish-shawwab.

    ***

    Muraja’ah oleh ust. Eko Hariyanto Lc

    *Mahasiswa paska sarjana Fakultas Syari’ah Universitas Imam Ibnu Saud, Riyadh,KSA.

     
  • erva kurniawan 1:41 am on 18 May 2013 Permalink | Balas  

    4 Kunci Rumah Tangga Harmonis 

    Keluarga Sakinah4 Kunci Rumah Tangga Harmonis

    Oleh: Tim dakwatuna.com

    Harmonis adalah perpaduan dari berbagai warna karakter yang membentuk kekuatan eksistensi sebuah benda. Perpaduan inilah yang membuat warna apa pun bisa cocok menjadi rangkaian yang indah dan serasi.

    Warna hitam, misalnya, kalau berdiri sendiri akan menimbulkan kesan suram dan dingin. Jarang orang menyukai warna hitam secara berdiri sendiri. Tapi, jika berpadu dengan warna putih, akan memberikan corak tersendiri yang bisa menghilangkan kesan suram dan dingin tadi. Perpaduan hitam-putih jika ditata secara apik, akan menimbulkan kesan dinamis, gairah, dan hangat.

    Seperti itulah seharusnya rumah tangga dikelola. Rumah tangga merupakan perpaduan antara berbagai warna karakter. Ada karakter pria, wanita, anak-anak, bahkan mertua. Dan tak ada satu pun manusia di dunia ini yang bisa menjamin bahwa semua karakter itu serba sempurna. Pasti ada kelebihan dan kekurangan.

    Nah, di situlah letak keharmonisan. Tidak akan terbentuk irama yang indah tanpa adanya keharmonisan antara nada rendah dan tinggi. Tinggi rendah nada ternyata mampu melahirkan berjuta-juta lagu yang indah.

    Dalam rumah tangga, segala kekurangan dan kelebihan saling berpadu. Kadang pihak suami yang bernada rendah, kadang isteri bernada tinggi. Di sinilah suami-isteri dituntut untuk menciptakan keharmonisan dengan mengisi kekosongan-kekosongan yang ada di antar mereka.

    Ada empat hal yang mesti diperhatikan untuk menciptakan keharmonisan rumah tangga.keempatnya adalah:

    1. Jangan melihat ke belakang

    Jangan pernah mengungkit-ungkit alasan saat awal menikah. “Kenapa saya waktu itu mau nerima aja, ya? Kenapa nggak saya tolak?” Buang jauh-jauh lintasan pikiran ini.

    Langkah itu sama sekali tidak akan menghasilkan perubahan. Justru, akan menyeret ketidakharmonisan yang bermula dari masalah sepele menjadi pelik dan kusut. Jika rasa penyesalan berlarut, tidak tertutup kemungkinan ketidakharmonisan berujung pada perceraian.

    Karena itu, hadapilah kenyataan yang saat ini kita hadapi. Inilah masalah kita. Jangan lari dari masalah dengan melongkok ke belakang. Atau, na’udzubillah, membayangkan sosok lain di luar pasangan kita. Hal ini akan membuka pintu setan sehingga kian meracuni pikiran kita.

    2. Berpikir objektif

    Kadang, konflik bisa menyeret hal lain yang sebetulnya tidak terlibat. Ini terjadi karena konflik disikapi dengan emosional. Apalagi sudah melibatkan pihak ketiga yang mengetahui masalah internal rumah tangga tidak secara utuh.

    Jadi, cobalah lokalisir masalah pada pagarnya. Lebih bagus lagi jika dalam memetakan masalah ini dilakukan dengan kerjasama dua belah pihak yang bersengketa. Tentu akan ada inti masalah yang perlu dibenahi.

    Misalnya, masalah kurang penghasilan dari pihak suami. Jangan disikapi emosional sehingga menyeret masalah lain. Misalnya, suami yang tidak becus mencari duit atau suami dituduh sebagai pemalas. Kalau ini terjadi, reaksi balik pun terjadi. Suami akan berteriak bahwa si isteri bawel, materialistis, dan kurang pengertian.

    Padahal kalau mau objektif, masalah kurang penghasilan bisa disiasati dengan kerjasama semua pihak dalam rumah tangga. Tidak tertutup kemungkinan, isteri pun ikut mencari penghasilan, bahkan bisa sekaligus melatih kemandirian anak-anak.

    3. Lihat kelebihan pasangan, jangan sebaliknya

    Untuk menumbuhkan rasa optimistis, lihatlah kelebihan pasangan kita. Jangan sebaliknya, mengungkit-ungkit kekurangan yang dimiliki. Imajinasi dari sebuah benda, bergantung pada bagaimana kita meletakkan sudut pandangnya.

    Mungkin secara materi dan fisik, pasangan kita mempunyai banyak kekurangan. Rasanya sulit sekali mencari kelebihannya. Tapi, di sinilah uniknya berumah tangga. Bagaimana mungkin sebuah pasangan suami isteri yang tidak saling cinta bisa punya anak lebih dari satu.

    Berarti, ada satu atau dua kelebihan yang kita sembunyikan dari pasangan kita. Paling tidak, niat ikhlas dia dalam mendampingi kita karena Allah sudah merupakan kelebihan yang tiada tara. Luar biasa nilainya di sisi Allah. Nah, dari situlah kita memandang. Sambil jalan, segala kekurangan pasangan kita itu dilengkapi dengan kelebihan yang kita miliki. Bukan malah menjatuhkan atau melemahkan semangat untuk berubah.

    4. Sertakan sakralitas berumah tangga

    Salah satu pijakan yang paling utama seorang rela berumah tangga adalah karena adanya ketaatan pada syariat Allah. Padahal, kalau menurut hitung-hitungan materi, berumah tangga itu melelahkan. Justru di situlah nilai pahala yang Allah janjikan.

    Ketika masalah nyaris tidak menemui ujung pangkalnya, kembalikanlah itu kepada sang pemilik masalah, Allah swt. Pasangkan rasa baik sangka kepada Allah swt. Tataplah hikmah di balik masalah. Insya Allah, ada kebaikan dari semua masalah yang kita hadapi.

    Lakukanlah pendekatan ubudiyah. Jangan bosan dengan doa. Bisa jadi, dengan taqarrub pada Allah, masalah yang berat bisa terlihat ringan. Dan secara otomatis, solusi akan terlihat di depan mata. Insya Allah!

    ***

    Dari Sahabat

     
  • erva kurniawan 1:28 am on 17 May 2013 Permalink | Balas  

    Husnudzan Terhadap Allah 

    Ya AllahHusnudzan Terhadap Allah

    “Jika seorang hamba tidak berbaik sangka kepada Allah, karena kebaikan sifat-sifat-Nya, hendaklah kalian berbaik sangka kepada-Nya, karena nikmat dan rahmat yang telah kalian terima dari-Nya. Dia (Allah) hanya membiasakan memberikan nikmat kepada kalian, dan hanya menganugerahkan kebaikan kepada kalian.”

    Husnudzan kepada Allah SWT adalah salah satu dari beberapa maqam keyakinan. Terbagi atas dua golongan, menurut keadaanmanusia yang mengamalkannya. Yaitu yang bersifat khusus dan bersifat umum. Yang termasuk khusus adalah golongan ulama, orang-orang yang taat dan dekat kepada Allah.

    Bagi orang yang khusus mengetahui betapa Allah SWT telah melimpahkan kasih sayang-Nya kepada manusia dan makhluk di alam ini. Mereka telah merasakan kenikmatan dari sifat Rahman dan Rahimnya Allah SWT ia melihat semuanya adalah anugerah dari Allah SWT jua, berprasangka baik (husnudzan) kepada Allah. Ia tidak berkeluh kesah terhadap apa saja yang menimpanya, seumpama musibah yang merenggut harta benda dan nyawa diri dan keluarganya. Ia menerima dengan syukur dan penuh harapan kepada Allah, bahkan mengharap ridha Allah atas kejadian dan peristiwa tersebut.

    Si hamba yang berhusnudzan kepada Allah melihat bahwa sifat Allah yang Maha Sempurna adalah bagian dari perlindungan Allah kepada manusia dan alam semesta. Sifat-sifat itu memberkati alam semesta, menolong manusia dengan penuh kasih sayang, dan menempatkan manusia sesuai engan sifat-sifat yang dimiliki oleh Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Mulia. Allah bersifat pelindung dan Pengasuh alam semesta, karena Dia adalah Rabbul `Alamin. Allah mengampuni kesalahan dari perbuatan manusia yang suka merusak ciptaan-Nya, dengan sifat al- Ghafur-Nya. Allah menyelamatkan manusia dari bencana, karena sifat As- Salam-Nya.

    Allah SWT mengangkat manusia kepada kemuliaan karena Dia bersifat Al- Aziz. Demikian Allah memberikan kekayaan kepada manusia, karena Allah Maha Kaya (Al-Gani dan Al-Mughni). Allah yang memberi rizki kepada manusia, karena Dia bersifat Al-Malikul Mulk, dan sifat-sifat Allah yang Maha Tinggi, Mulia dan Sempurna.

    Husnudzan orang awam kepada Allah SWT, karena mereka telah merasakan dan menikmati pemberian Allah bagi dirinya dan alam semesta. Maka timbullah rasa syukur dan terima kasih yang tak terhingga kepada Allah, dengan diikuti kedekatan dan ketakwaan dalam ibadah dan amal.

    Alam telah memberikan manusia beragam kenikmatan, seperti hasil bumi, air, minyak, bintang ternak, udara yang segar, hidup yang penuh kesenangan, semuanya ini adalah bagian dari pemberian Allah SWT yang langsung dirasakan kenikmatannya oleh manusia. Oleh karena itu manusia patut berbaik sangka kepada Allah, apabila pada suatu waktu alam menjadi murka seperti terjadi angin kencang yang merobohkan rumah, dan menggelorakan lautan, atau hujan lebat terus-menerus, lalu terjadi banjir.

    Gunung meletus yang menyengsarakan penduduk, kebakaran yang meratakan perkampungan dan pedesan. Orang awam yang beriman menghadapi peristiwa seperti itu, hendaklah tetap husnudzan kepada Allah. Karena peristiwa tersebut adalah akibat perbuatan manusia itu sendiri manusia tidak menjaga alam sekitarnya, tidak memelihara anugerah Allah dan tidak memperhatikan gelagat alam yang ada di sekitarnya.

    Berprasangka baik kepada Allah, baik dengan memahami sifat-sifat Allah yang Maha Suci dan Maha Mulia, atau dengan melihat pemberian dan anugerah Allah yang luas dan banyak, manusia akan bertambah iman dan ketaatannya kepada Allah SWT. Tidak berprasangka buruk kepada- Nya, karena perasaan dan kebiasaan, atau masalah-masalah yang di hadapinya tidak terpecahkan atau hal-hal khusus yang tidak terselesaikan oleh manusia.

    Pemberian Allah dan nikmat-Nya dalam hidup manusia ini, termasuk didalamnya, hidayah agama, taufik bagi perjalanan hidupnya yang menimbulkan ibadah dan amal shaleh.

    Demikian juga anugerah yang diterima manusia dari Allah SWT adalah dengan menjadikan mereka bersaudara, berkasih sayang dan hidup tolong menolong.Rahmat dan kasih sayang Allah yang melimpah kepada manusia itu termasuk peraturan dan hukum serta akhlak. Manusia pun dilarang berprasangka jelek (Su’udzan) kepada sesama manusia dan alam sekitarnya. Karena apa yang tidak disukai oleh seseorang tidak selamanya jelek, dan kadang-kadang mendatangkan kebaikan. Allah SWT mengingatan dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 216: “Apa yang kamu tidak sukai barangkali itu lebih baik untuk kamu, dan apa yang kamu sukai barangkali jadi jelek bagi kamu….”

    Husnudzan kepada Allah dalam melaksanakan amal, tidak lain adalah dengan cara memperbagus ibadah dan amal saleh. Mengharapkan ampunan dan maghfirah dari Allah. Lawan husnudzan adalah suudzan (berprasangka buruk). Maksudnya berprasangka buruk kepada Allah, bahwasannya Allah itu tidak mendengar doa dan permintaan seorang hamba, karena si hamba banyak dosanya. Atau merasa banyak dosa, sehingga enggan dan kuatir meminta ampun kepada Allah, karena takut dimurkai oleh Allah. Suudzan seperti ini, karena kurangnya pengetahuan tentang ajaran agama Islam yang benar. Suudzan juga bisa membawa akibat bagi orang pesimis dan berputus asa kepada rahmat Allah. Adakalanya seorang hamba suudzan terhadap Allah, karena ia merasa telah melaksanakan ibadah dengan baik (salat misalnya), telah berzikir, telah berdoa kepada Allah, tetapi sampai saat ini, ia belum menerima pemberian Allah. Ia merasa permohonannya tidak didengar dan tidak diterima oleh Allah.

    Tidak semestinya seorang hamba merasa tidak didengar, tidak diterima, tidak diberi oleh Allah SWT. Tidak patut seorang hamba berpikir dan berperasaan seperti itu. Oleh karena apabila diperhatikan, dan dirasakan oleh setiap orang yang masih diberi napas, dan ia diberi aktivitas hidup, selalu mendapatkan kenikmatan dan anugerah dari Allah. Hanya manusia yang tidak mau merasakan pemberian Allah yang banyak. Ia hanya meminta, dan tidak mau menghitung dan memikirkan apa yang telah ia terima dari Allah SWT. Orang seperti ini tidak pernah bersyukur, dan selalu berkekurangan, sehingga ia merasa Allah belum memberi apa-apa kepadanya. Ia telah kufur nikmat. Oleh karena itu ia selalu berprasangka buruk kepada Allah (suudzan). Akibat dari sifat seperti ini, ia bisa mengidap penyakit putus harapan atau kehilangan kemudi.

    Jangan sampai seorang hamba dalam hidupnya tetap dalam keadaan suudzan kepada Allah SWT. Dalam hadits dari sahabat Jabir, Rasulullah SAW mengingatkan, “Barangsiapa yang berketetapan hati untuk tetap husnudzan terhadap Allah SWT laksanakanlah. “Kemudian membaca ayat 23 surat Hannin sajdah yang artinya kurang lebih, “Dan itulah sangka buruk yang kamu duga tentang Tuhan kamu, (sangka buruk) yang membawa kamu kepada kebinasaan, dan jadilah kamu menjadi golongan yang sangat merugi.” Telah berkata Abu Talib al-Makky, “Adalah Ibnu Mas’ud orang yang memelihara hubungan baik hamba dengan Allah, dengan mentaati Allah azza wa Jalla, itulah perbuatan yang paling baik, artinya ia telah berprasangka baik. Nabi SAW bersabda, “Telah berfirman Allah SWT, sesungguhnya saya (Allah) bersama hambaku yang berprasangka, hamba yang berprasangka baik atau pun yang berprasangka buruk.”

    Diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri ra., adalah Rasulullah SAW sedang sakit. Rasulullah SAW berkata kepadanya, “Bagaimana kamu berprasangka kepada Tuhanmu!” Ia menjawab, “Saya berprasangka baik.” Rasulullah SAW bersabda lagi, berprasangkalah kamu kepada-Nya sesuka kamu. Sesungguhnya Allah SWT bersama dugaan orang mukmin.”

    Boleh berprasangka kepada Allah, selama prasangka itu prasangka baik. Prasangka yang paling baik adalah prasangka orang-orang beriman dan saleh yang hanya berharap kepada Allah SWT belaka. Allah tetap akan merahmatui dan memberkati orang-orang yang suka berprasangka baik kepada Allah, baik dengan sifat-sifat Allah atau karena Allah telah membuktikan pemberian-Nya kepada manusia dan alam ini.

    ***

    die *Mutu Manikam dari Kitab al-Hikam* Syekh Ahmad Atailah

     
  • erva kurniawan 1:14 am on 16 May 2013 Permalink | Balas  

    Dua Nama yang Melumpuhkan Perih 

    hayyu qoyuumDua Nama yang Melumpuhkan Perih

    Ya Hayyu…Ya Qayyum…

    (Wahai Sang Maha Hidup Kekal… Wahai Sang Maha yang Senantiasa Mengurus Mahluk-Nya)

    Ia merintih. Ia memendam perih. Sebuah luka hampir saja meringkus jiwanya, melahap mimpi-mimpinya. Seorang laki-laki saleh nyaris luruh di dunia kuldesak (jalan buntu, red), dunia ketika jalan terasa gelap dan buntu. Matanya begitu pedih. Sebuah penyakit -yang entah apa- mengendap di kelopaknya. Tiga bulan sudah penyakit itu bersetia mukim di satu biji matanya.

    Bila rasa sakit itu meradang, ia menjerit-jerit. Serupa jeruk nipis bercampur garam dan cuka masam meresap ke dalam matanya. Ia merintih-rintih seraya melafal-lafal asma Allah, meminta belas kasih-Nya. Sudah sekian dokter ia datangi, telah sekian pula berita nihil didapatnya. Para dokter itu tak mampu mendiagnosa penyakitnya. Ia merasa hidupnya dan mimpinya dan jiwanya, lamat-lamat akan tenggelam di pusara sakit mata. Ia pun akhirnya bisa berdoa dan memunajatkan hati kepadaNya.

    Hingga pada satu momen, ia mulai bangkit kembali. Ia pergi ke sebuah rumah sakit dan didiagnosis oleh seorang asisten dokter bernama dokter Muhriz. Ternyata, jalan menumpas perih yang menjelaga di matanya belum juga berakhir. Seminggu selepas diidentifikasi sang dokter, ia hanya diberi resep guna meringankan rasa sakit yang dideranya. Ia pun terpaksa melewati hari dalam jeri, dalam cemas yang kelam. Kala itu, yang bisa dilakukannya hanya berdoa dan menzikir-zikir nama Allah.

    Dua bulan setelah itu, dokter Thuwaihi, dokter berpangkat profesor di sebuah fakukas kedokteran, bersama segenap mahasiswanya menjumpainya. Ia bermaksud mendeteksi penyakitnya sekaligus mengajarkan kepada mahasiswanya itu ihwal metode penyembuhan penyakit yang sudah lama mengendap di matanya.

    Saat itulah, sang Profesor menuturkan petuah sakti yang memasygulkan batinnya. “Daya lihat mata yang menderita penyakit seperti ini telah hilang secara total. Karena itu, kehadiran kita di sini sekadar membatasi pengaruhnya agar penyakit ini tidak menyebar ke mata yang satunya lagi, mata yang masih bisa melihat…”

    Kesimpulan sang Profesor kepada mahasiswanya itu kontan saja, mengiris-iris kalbu lelaki saleh ini. Ia seperti dilesakkan ke palung bumi yang paling gulita. Ia merasa benar-benar sendiri dan sepi. Air mata berderai-derai di pelupuknya. Betapa tidak! Seorang yang dipikirnya mampu mengusir ‘setan’ di matanya. malah melukai jiwanya. Saat itu, gejolak batinnya tidak lagi berwarna kelabu, tapi hitam pekat dan kelam. Maka Allah-lah menjadi sahabat sejatinya, menjadi tempat dia menumpahkan perih dan pedih.

    Beberapa hari kemudian, si Profesor dan gerombolan mahasiswanya kembali mengunjunginya. Kali ini, Profesor itu meletakkan sebuah mikroskop di atas matanya. Memantau kembali kelopaknya. Dan, tiba-tiba, Profesor itu terperanjat. Ia geleng-geleng kepada. Ia terkagum-kagum. “Demi Allah! Ini adalah mukjizat. Apa yang Anda perbuat hingga hal ini bisa terjadi? Mata Anda yang kemarin rusak, kenapa sekarang bisa pulih?” tanya Profesor penasaran.

    “Saya tidak melakukan apapun. Saya hanya terpengaruh ucapan Anda kemarin, sehingga saya menangis cukup lama. Namun demikian, harapan saya kepada Allah tidak pernah hilang, sebab kesembuhan semata-mata berasal dari-Nya,” jawab lelaki saleh itu penuh harap “Tampaknya, doa tulus Anda telah dikabulkan Allah”, Ujar Profesor penuh decak takjub.

    Begitulah, penuturan lelaki saleh bernama Ibrahim Muhammad Hasan Al-Jamal dalam bukunya yang bertajuk Al-istisyfaa’ bid Du’a (Meraih Kesembuhan dengan Doa -versi terjemahannya). Saya sengaja menuturkan kisahnya lantaran doa yang senantiasa dibacanya bukanlah doa yang panjang dan sulit dikenang-kenang. Doa itu Cuma dua nama Ilahi, Ya Hayyu dan Ya Qoyyum; dua nama yang berfaedah selaik dua “mantra’ ajaib yang dapat melumpuhkan perih dan pedih.

    Dan Ibrahim sendiri, hingga kini, tak menduga bila dua nama yang dianjurkan syekhnya itu bakal sedahsyat melampaui dokter dan profesor hebat yang dilaluinya. Tak aneh, dalam sabda Nabi Muhammad saw, dua nama Ilahi itu dijuluki Ismullah al-A’dzham (Nama Allah yang Paling Agung). Begini bunyinya:

    Rasulullah saw bersabda, ” Ismullah al-A’dzham yang jika digunakan untuk berdoa, maka Allah swt akan mengabulkan doanya, (yakni) yang terdapat dalam tiga surat Al-Qur’an: surat Al-Baqoroh, surat Al-Imron, dan surat Thoha (HR. Ibnu Majah, Hakim dan Thabrani)

    Setelah saya telusuri, tiga surat itu ada dalam ayat: Al-baqoroh ayat 255, Ali Imron ayat 2, dan Thoha ayat 111. khusus untuk ayat 255 surat Al-Baqoroh, dua nama Ilahi yang agung itu melekat dalam rangkaian bernama ayat Kursi, satu ayat yang saya yakin anda begitu fasih telah menghafalnya. Dan kita luput. Padahal bila ayat Kursi itu terasa panjang untuk dzikir-dzikir bibir, kita cukup menyebut-nyebut Ismullah al-A’dzham itu sebagai doa.

    Nah, ketika saya buka Tafsir Misbah, Prof. Dr. M Quraish Shihab seperti meneguhkan energi magis dua nama Allah yang agung itu.

    Bahwa tatkala membaca ayat Kursi, seseorang akan menyerahkan jiwa dan raganya kepada Allah swt. kepadaNya ia akan menghiba-hiba perlindungan. Dan saat itu, bisa jadi bisikan iblis melintas di dalam benaknya dan berkata “Yang dimohonkan pertolongan dan perlindungan itu memang dulu pernah ada, tetapi kini telah mati, Maka, penggalan ayat berikutnyalah yang meyakinkan ihwal kekeliruan bisikan makhluk terkutuk itu, yakni ayat berbunyi Al-Hayyu (yang Maha Hidup dengan kehidupan yang kekal). Namun imbuh Quraish, si iblis belum tentu menyerah begitu saja, ia bisa datang lagi guna menerbitkan waham dan prasangka seraya berkata, “Memang Dia hidup kekal, tetapi Dia pusing dengan urusan manusia, apalagi si pemohon. Pada titik krusial itulah, sepenggal ayat berbunyi “Qayyum’ (Sang Maha yang senantiasa menjaga makhluk-Nya) menampik bisikan dusta iblis itu.

    Dari sini saya mahfum kenapa Rasulullah saw, akhirnya memuji Abu Mundzir. Beliau bertanya, “Hai Abu Mundzir, tahukah kau ayat Al-Qur’an yang menurutmu paling agung?, “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu., Rasulullah saw bertanya lagi. “Hai Abu Mundzir, tahukah kamu ayat Al-Qur’an yang menurutmu paling agung?, Abu Mundzir menjawab, “Yaitu ayat,,Dia-lah Allah, Tiada Tuhan selain Dia, Yang Hidup, Yang Berdiri Sendiri (Al-Hayyu, Al-Qayyum), Abu Mundzir kemudian berkata,, Kemudian Rasulullah saw menepuk dada saya seraya berkata, “Demi Allah, sungguh dalam ilmumu, wahai Abu Mundzir!,

    Karena itulah, mencermati dua nama agung tersebut, saya semakin yakin kenapa Ibrahim membacanya. Ia tahu bahwa perih yang mengendap di kelopak matanya bakal meringkus nafasnya. Maka, ia teringat nasehat gurunya untuk membaca Ismullah al-A’dzham itu. Pada dua nama inilah, cadangan asa yang dimilikinya menggeliat dahsyat: ya Hayyu dan ya Qayyum benar-benar serupa oase yang mempertahankan spirit hidupnya. Barangkali saat itu, Ibrahim sedang menghikmati apa yang dituturkan sufi Syekh Kabir bahwa “Nafas yang tidak menyebut-nyebut nama Allah adalah nafas yang sia-sia.,

    Dalam pada itu saya mencatat semangat penting ihwal sakit Ibrahim dan doa bernama Ismullah al-A’dzham ini.

    Suatu kali, filsuf masyhur bernama Socrates pernah berpesan: “Hidup yang tidak teruji adalah hidup yang tidak layak untuk dihidupi, hanya ada satu tempat di dunia ini dimana manusia terbebas dari segala ujian hidup, yakni kuburan. Tanda manusia masih hidup adalah ketika ia mengalami ujian, kegagalan, dan penderitaan.,

    Dan Ibrahim, juga kisah orang-orang shaleh berabad-abad silam yang pernah memendam perih, saya kira sudah begitu lama menyerap petuah sang filsuf tersebut. Baginya, semangat hidup harus terus menyala meski dalam kondisi apapun. Ia tidak menjamah putus asa walau kondisi genting tengah menghimpitnya.

    Bahkan, ketika sebuah vonis sang profesor merajam qolbunya, ia masih bisa mengumpulkan energi harapan dengan doa Ismullah al-A’dzham. Ternyata, Ya Hayyu”Ya Qayyum itu benar-benar memberi kehidupan baru, benar-benar tak luput untuk menjaga dari segenap perih. Peristiwa Ibrahim semakin meyakinkan saya bahwa harapanlah, seberapapun bentuknya, yang membuat rasa sakit yang kita alami semakin melumpuhkan atau menyembuhkan.

    Dan harapan kecil yang meliputi jiwa Ibrahim itu bersenyawa dalam doa yang acapkali membasahi bibir dan hatinya. Tak aneh bila beberapa penelitian ilmuan barat mengungkap bahwa ada korelasi antara spiritualitas (doa) dan kesehatan fisik seseorang. David Larson misalnya, mengeluarkan statistik luar biasa untuk meyakinkan orang tentang pentingnya mempertimbangkan dimensi keagamaan. “sebanyak 90% orang Amerika percaya bahwa Tuhan dan atau berdoa dapat membantu mereka untuk sembuh dari penyakitnya”sementara orang yang tidak berdoa besar kemungkinan untuk bunuh diri”,

    Wajar bila ST. Agustinus, filsuf yang pernah berkubang dalam dunia jadah itu dalam karya bertajuk Confession, menyadari bahwa semakin dekat dengan Tuhan, maka kesengsaraan dan penderitaan dapat dilenyapkan. “Karena kemanapun jiwa manusia berpaling, kecuali jika berpaling kepada-Mu, ia akan terpancang kesedihan,, tegas agustibus ketika bersimpuh di hadirat Tuhannya.

    Di luar itu semua, jauh-jauh hari, Rasulullah saw, telah mengingatkan bahwa seorang muslim yang sakit dan menderita sebetulnya tengah menikmati betapa welas asih dan kasihannya Allah azza wa jalla. Dia yang Hayyu dan Qayyum, kata Nabi, tengah membersihkan jiwa hamba-Nya yang pekat oleh dosa. Lebih lengkap begini bunyi pesan Rasulullah saw

    Suatu kali Abdullah bin Mas’ud berkata: “Aku berkunjung ke rumah Rasulullah saw, ketika beliau tengah dilanda sakit parah. Kuusapkan tanganku pada tubuhnya seraya bertanya, “Ya Rasulullah, Anda menderita sakit parah? Rasulullah menjawab, “Ya, aku menderita sakit berat seperti sakitnya dua orang diantara kalian’. Aku bertanya kembali: “Apakah itu karena Anda mendapat dua kali lipat pahala?’ Rasul pun menjawab “Ya”, Lalu Rasulullah bersabda, “Tiadalah seorang muslim tertimpa rasa sakit melainkan dengan itu Allah menggugurkan dosa-dosanya sebagaimana pohon menggugurkan daun-daunnya.,

    Dapatkah anda membayangkan betapa sang Nabi Pamungkas nan mulia -yang dijanjikan Allah bebas dosa itu- masih menyadari segugus dosa-dosanya? Ia yang ma’sum itu masih bermunajat pada ilahi agar perih yang sedang menjalar di tubuhnya adalah penggugur dosanya.

    Dan kita? Semoga kita segera menyimpan rapat-rapat petuah itu di lubuk benak kita, agar kelak bila ada perih yang meluruh di tubuh kita, bukan hanya Ismullah al-A’dzham yang membadahi hati kita, tapi juga nasehatnya yang indah.

    ***

    Dari Sahabat

     
  • erva kurniawan 1:15 am on 15 May 2013 Permalink | Balas  

    Misteri Kematian Matahari dalam Al-Quran 

    matahariMisteri Kematian Matahari dalam Al-Quran

    Oleh Dr. Mohamad Daudah

    Dan Matahari berjalan ke tempat Peristirahatannya. Itu adalah keputusan dari Yang Mahakuasa, Yang Maha Mengetahui. (Surah Ya Sin, 38)

    Matahari telah memancarkan panas selama sekitar 5 miliar tahun sebagai akibat dari reaksi kimia konstan berlangsung pada permukaannya. Pada saat yang ditentukan oleh Allah di masa depan, reaksi ini pada akhirnya akan berakhir, dan Matahari akan kehilangan semua energi dan akhirnya Mati. Dalam konteks itu, ayat di atas dapat dijadikan acuan bahwa pada suatu hari energi matahari akan segera berakhir. (Allah maha tahu akan kebenarannya).

    Kata Arab “limustaqarrin” dalam ayat ini merujuk pada tempat tertentu atau waktu. Kata “tajrii” diterjemahkan sebagai “berjalan,” juga bermakna seperti “untuk bergerak, untuk bertindak cepat, untuk bergerak, mengalir.”

    Tampaknya dari arti kata bahwa Matahari akan terus dalam perjalanannya dalam ruang dan waktunya, tetapi pergerakan ini akan berlanjut sampai waktu tertentu yang telah ditetapkan. Ayat “Ketika matahari dipadatkan dalam kegelapan,” (QS. at-takwir, 1) yang muncul dalam deskripsi Hari Kiamat, memberitahu kita bahwa seperti waktu itu akan datang. Waktu tersebut hanya diketahui oleh Allah.

    Kata Arab “taqdiiru,” diterjemahkan sebagai “keputusan” dalam ayat tersebut, termasuk makna seperti “untuk menunjuk, untuk menentukan nasib sesuatu, untuk mengukur.” Dengan ungkapan dalam ayat 38 dari Surah Ya Sin, kita diberitahu bahwa masa hidup Matahari terbatas pada jangka waktu tertentu, yang ditahbiskan oleh Allah.

    “Allah-lah Yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian Dia bersemayam di atas `Arasy, dan menundukkan matahari dan bulan. Masing-masing beredar hingga waktu yang ditentukan. Allah mengatur urusan (makhluk-Nya), menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya), supaya kamu meyakini pertemuan (mu) dengan Tuhanmu.” (QS. Ar-Ra’d, 2)

    Dia memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam dan menundukkan matahari dan bulan, masing-masing berjalan menurut waktu yang ditentukan. Yang (berbuat) demikian itulah Allah Tuhanmu, kepunyaan-Nyalah kerajaan. Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari.” (Surah Fatir, 13)

    Penggunaan kata “musamman” dalam ayat di atas menunjukkan bahwa masa hidup Matahari akan berjalan untuk “jangka waktu tertentu.” Analisis ilmiah tentang akhir Matahari menjelaskan sebagai mengkonsumsi 4 juta ton materi kedua, dan mengatakan bahwa Matahari akan mati ketika bahan bakar yang dimiliki semua telah dikonsumsi oleh matahari.

    Panas dan cahaya yang dipancarkan dari matahari adalah energi yang dilepaskan seketika. Inti hidrogen berubah menjadi helium dalam proses fusi nuklir. Energi Matahari, dan karena itu hidupnya, sehingga akan berakhir setelah bahan bakar ini telah digunakan. (Allah maha mengetahui kebenaran.) Laporan berjudul “The Death of the Sun” oleh Departemen Ilmu BBC News mengatakan:

    …Matahari secara bertahap akan mati. Sebagai inti bintang ke dalam kehancuran, akhirnya akan menjadi cukup panas untuk memicu atom lain menyusunnya menjadi helium.

    Sebuah dokumenter, juga berjudul “The Death of the Sun,” disiarkan oleh National Geographic TV, memberikan penjelasan sebagai berikut:

    Matahari menghasilkan panas dan menopang kehidupan di planet kita. Tapi seperti manusia, Matahari juga memiliki umur yang terbatas. Seiring dengan penuaan bintang tersebut, Matahari akan menjadi lebih panas dan menguapkan semua lautan kita dan membunuh semua kehidupan di planet Bumi … Matahari terus menjadi lebih panas karena usia dan membakar bahan bakar lebih cepat. Suhu akan meningkat, akhirnya memusnahkan kehidupan hewan, penguapan laut dan membunuh semua kehidupan tanaman … Matahari akan membengkak dan menjadi bintang raksasa merah, menelan planet-planet terdekat. Daya tarik gravitasinya akan mengurangi dan mungkin memungkinkan Bumi melarikan diri. Pada akhirnya, ia akan menyusut menjadi bintang kecil putih, memancarkan cahaya selama seminggu untuk ratusan miliar tahun.

    Para ilmuwan baru-baru ini menguraikan struktur Matahari dan menemukan apa yang terjadi di dalamnya. Sebelum itu, tak ada yang tahu bagaimana memperoleh energi matahari atau bagaimana Matahari menghasilkan panas dan cahaya.

    “…Pengetahuan Tuhanku meliputi segala sesuatu. Maka apakah kamu tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) ?” (QS. Al-An’aam, 80)

    ***

    Sumber: berkahsejahteraabadi.blogspot.com

     
  • erva kurniawan 1:22 am on 14 May 2013 Permalink | Balas  

    Surga Atau Neraka? 

    cahaya-kebenaranSurga atau Neraka?

    “Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barangsiapa yang disesatkan Allah, maka merekalah orang-orang yang merugi.” (QS. 7:178)

    Kalau kita mau mencoba menela’ah ayat diatas, maka kita akan dengan mudah menemukan dua hal yang perlu kita renungkan secara seksama, yang mana dua hal itu akan menentukan kepada diri kita, apakah diri kita itu termasuk kepada orang-orang yang mendapat petunjuk Allah? atau, apakah diri kita itu termasuk kepada orang-orang yang disesatkan Allah?. Sebab, dua hal itu juga akan menentukan kepada diri kita, akan masuk ke mana diri kita itu nantinya, ke surga atau ke neraka? Maka, disini saya akan mencoba sedikit menguraikan dua hal itu secara satu persatu.

    Di dalam ayat itu ada kalimat yang berbunyi, “Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk”; Dan petunjuk Allah itu seperti yang kita ketahui adalah Al-Qur’an. Dan di dalam al-Qur’an itu juga Allah SWT menjelaskan kepada kita bahwa orang yang mendapat petunjuk dari Allah itu adalah orang-orang yang bertaqwa, ini sesuai dengan apa yang difirmankan oleh Allah SWT dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat ke dua yang artinya “Kitab (al- Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa” yang mana, orang-orang yang bertaqwa itu adalah

    “Mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka, Dan mereka yang beriman kepada Kitab (al-Qur’an) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.” (QS. Al-Baqarah (2): 3- 4)

    Dan mereka (orang-orang yang bertaqwa) juga adalah “Orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang- orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (al-Qur’an), mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-A’raf (7): 157)

    “Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan-nya, dan merekalah orang-orang yang beruntung”. (QS. Al-Baqarah (2): 5)

    Maka, Allah mengutus Rasul-Nya, untuk menyampaikan kabar gembira dari- Nya bagi orang-orang yang beriman (bertaqwa) kepada Allah SWT. Kabar gembira yang dimaksud itu adalah disediakannya surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Sebagai mana yang difirmankan-Nya dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat ke 25 yang artinya sebagai berikut:

    “Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan: “Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu”. Mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada isteri-isteri yang suci dan mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah (2): 25)

    Sedangkan bagi “Orang-orang yang disesatkan Allah, maka merekalah orang-orang yang merugi”. Dan kalau sudah seperti ini, “…sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman.” (QS. Al-Baqarah (2): 6) Karena, “Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup.” (QS. Al-Baqarah (2): 7). Dalam artian “…mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakan untuk memahami (ayat- ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah).” (QS. Al-A’raf (7): 179)

    Maka bagi mereka adalah “siksa yang amat berat.” (QS. Al-Baqarah (2): 7). Karena kekafiran (keingkaran) mereka kepada Allah SWT dan Rasul- Nya.

    “Dan orang-orang yang kafir kepada Tuhannya, memperoleh azab Jahannam. Dan itulah seburuk-buruk tempat kembali. Apabila mereka dilemparkan ke dalamnya mereka mendengar suara neraka yang mengerikan, sedang neraka itu menggelegak. hampir-hampir (neraka) itu terpecah-pecah lantaran marah. Setiap kali dilemparkan ke dalamnya sekumpulan (orang-orang kafir), penjaga-penjaga (neraka itu) bertanya kepada mereka:”Apakah belum pernah datang kepada kamu (di dunia) seorang pemberi peringatan?” Mereka menjawab: “Benar ada”, sesungguhnya telah datang kepada kami seorang pemberi peringatan, maka kami mendustakan(nya) dan kami katakan: “Allah tidak menurunkan sesuatupun; kamu tidak lain hanyalah di dalam kesesatan yang besar”. Dan mereka berkata: “Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni neraka yang menyala-nyala”. Mereka mengakui dosa mereka. Maka kebinasaanlah bagi penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala”.” (QS. Al-Mulk (67): 6- 11)

    Jadi, sekarang sudah jelas. Mau jalan yang mana, yang harus kita tempuh atau tujuan yang ke mana yang harus kita tuju.

    Mau ke SURGA atau mau ke NERAKA? tinggal pilih….

    Rasulullah SAW bersabda, “Dari Abu Hurairah Radhiyallahu `anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu `alaihi wa sallam bersabda : `Setiap ummatku akan masuk syurga, kecuali yang enggan’. Mereka (para sahabat) bertanya : `Siapa yang enggan itu ?. Jawab Beliau : `Barangsiapa yang mentaatiku pasti masuk syurga, dan barangsiapa yang mendurhakaiku, maka sungguh ia telah enggan”. (HR. Bukhari dan Ahmad)

    Wallahu a’lam

    ***

    Sumber darijkmhal.com

     
  • erva kurniawan 1:33 am on 13 May 2013 Permalink | Balas  

    Kisah Orang Shalih dan Harimau 

    siluet harimauKisah Orang Shalih dan Harimau

    Ada seorang salih, ia mempunyai saudara (kawan) yang salih pula. Setiap tahun ia berkunjung kepadanya. Suatu hari ia mengunjunginya lagi, sampai ke rumah yang dituju pintunya masih tertutup. Ia ketuk pintu rumah itu. Dari dalam terdengar suara wanita: “Siapa itu?” Orang yang salih menjawab: “Aku, saudara suamimu. Aku datang untuk mengunjunginya, hanya karena Allah semata.”

    “Dia sedang keluar mencari kayu bakar,” balas istri sahabatnya. “Mudah-mudahan ia tidak kembali.” Lanjut wanita tersebut sambil terus bergumam memaki-maki suaminya.

    Ketika mereka sedang terlibat perbincangan, tiba-tiba orang yang salih itu datang sambil menuntun seekor harimau yang sedang membawa seikat kayu bakar. Begitu melihat saudaranya datang mengunjunginya, ia menghambur kepadanya seraya bersalaman.

    Kayu bakar itu lalu diturunkan dari punggung harimau tersebut. Katanya kemudian: “Sekarang pergilah kamu, mudah-mudahan Allah memberkahimu.”

    Orang yang salih itu (yakni yang empunya rumah) lalu mempersilakan saudaranya masuk. Sementara isterinya masih bergumam memaki-maki dirinya. Namun sebegitu jauh ia hanya berdiam, tanpa menunjukkan reaksi kebencian. Setelah terlibat perbincangan beberapa saat lamanya, hidangan keluar disuguhkan. Dilanjutkan berbincang-bincang hingga beberapa saat.

    Setelah itu saudaranya berpamitan dengan menyimpan kekaguman yang sangat berkesan. Ia sangat kagum sebab saudaranya sanggup menekan kesabarannya menghadap isteri yang begitu cerewet dan berlidah panjang.

    Tahun berikutnya ia berkunjung lagi. Sampai di depan pintu ia mencoba mengetuknya. Isterinya keluar dan menyapa: “Tuan siapa?”

    “Aku adalah saudara suamimu,“ balasnya. “Kedatanganku ini semata untuk mengunjunginya”

    “Oh, selamat datang, tuan” kata isteri saudaranya seraya mempersilahkan masuk penuh keramahan. Tidak begitu lama saudara salih yang ditunggunya tiba juga sambil memanggul seikat kayu bakar. Mereka segera terlibat perbincangan sambil menikmati hidangan yang disuguhkan.

    Setelah semuanya dirasa cukup, dan ketika ia hendak kembali, ia sempatkan bertanya tentang beberapa hal. Bagaimana dahulu ia dapat menundukkan seekor harimau dan mau diperintah membawakan kayu bakar. Sedang sekarang ini ia hanya datang sendirian sambil memanggul kayu bakar.

    “Kenapa bisa begitu?” tanya saudaranya.

    Saudaranya menjawab: ”Ketahuilah saudaraku, isteriku yang dahulu berlidah panjang itu sudah meninggal. Sedapat mungkin aku berusaha bersabar atas perangai buruknya. Sehingga Allah memberi kemudahan diriku untuk menundukkan seekor harimau, sebagaimana pernah kau lihat sendiri sambil membawa kayu bakar itu. Semuanya terjadi lantaran kesabaranku padanya. Lalu aku menikah lagi dengan perempuan yang shalihah ini. Aku sangat gembira mendapatkannya. Maka harimau itupun dijadikan jauh dariku, karena itu aku memanggul sendiri kayu bakar itu, lantaran kegembiraanku terhadap isteriku yang shalihah ini.”

    ***

    by: Lintas Islam

    Diambil dari kitab UQUD AL-LUJAIN FIY BAYAANI HUQUQ AL-ZAUJAIN, karya Syekh Nawawi Al Bantani.

     
  • erva kurniawan 1:00 am on 12 May 2013 Permalink | Balas  

    Sayyidah Nusaibah Wanita Mulia 

    itikaf_womenSayyidah Nusaibah Wanita Mulia

    Oleh: Luthfi Bashori

    Nama Sayyidah Nusaibah, tampaknya jarang sekali disebut oleh umat Islam Indonesia, padahal beliau adalah seorang wanita yang menjadi shahabat Nabi Muhammad SAW, bahkan menjadi pahlawan perang Uhud yang pengorbanannya perlu dicatat dengan tinta emas.

    Sayyidah Nusaibah, adalah wanita tegar dan pemberani. Di saat terjadi perang Uhud, beliau adalah wanita muslimah yang menjadi pemasok makanan dan minuman bagi tentara kaum muslimin. Tentu tidak semua wanita memiliki jiwa pemberani seperti Sayyidah Nusaibah, karena itu beliau adalah termasuk pahlawan Islam yang sangat berjasa khususnya di saat terjadi perang Uhud.

    Sebagaimana diketahui, bahwa pada saat perang Uhud, terjadi sedikit kesalahan strategi dari kaum muslimin, maka barisan kaum muslimin pun menjadi porak poranda bahkan banyak korban perang yang menjadi syuhada (mati syahid).

    Di saat pasukan musuh melihat kelemahan barisan kaum muslimin, maka pasukan panah kaum kafir Quraisy mengambil tempat strategis untuk melayangkan anak-anak panah mereka, bahkan beberapa anak panah itu ditujukan kepada Baginda Rasulullah SAW.

    Nabi SAW pun sibuk menangkis satu persatu anak panah yang menyerangnya. Melihat kejadian semacam itu, Sayyidah Nusaibah lari menghampiri Nabi SAW, lantas menjadikan badannya sebagai tameng atau bemper demi melindungi Nabi SAW dari serangan anak panah, hingga akhirnya Sayyidah Nusaibah terkena 12 anak panah yang menancap di badannya. Pembelaan dan pengorbanan itu dilakukan oleh Sayyidah Nusaibah demi kecintaannya kepada Nabi Muhammad SAW.

    Dari kisah ini dapat diambil kesimpulan, bahwa umat Islam yang hidup di jaman sekarang, jangan ada yang merasa lebih hebat sedikitpun dari kemuliaan para shahabat Nabi SAW. Jangankan dari kemuliaan semua para shahabat, bahkan seberapapun tingginya kedudukan yang dimiliki oleh umat Islam dewasa ini, pasti tidak dapat menandingi secuilpun dari kemuliaan Sayyidah Nusaibah.

    Karena itu, betapa nista dan sesatnya kaum Syiah Imamiyah dan kaum Liberalisme yang seringkali mengkritik, mendiskreditkan bahkan sampai ada yang mengkafirkan para shahabat Nabi Muhammad SAW.

    ***

    Dari Sahabat

     
  • erva kurniawan 1:53 am on 11 May 2013 Permalink | Balas  

    Sebuah Kisah Nyata Tentang Kebaikan 

    angkot bogorSebuah Kisah Nyata Tentang Kebaikan

    Suatu hari saya naik angkutan kota dari Darmaga menuju Terminal Baranangsiang, Bogor. Pengemudi angkot itu seorang anak muda. Di dalam angkot duduk 7 penumpang, termasuk saya. Masih ada 5 kursi yang belum terisi.

    Di tengah jalan, angkot-angkot saling menyalip untuk berebut penumpang. Tapi ada pemandangan aneh. Di depan angkot yang kami tumpangi, ada seorang ibu dengan 3 orang anak remaja berdiri di tepi jalan. Tiap ada angkot yang berhenti dihadapannya, dari jauh kami bisa melihat si ibu bicara kepada supir angkot, lalu angkot itu melaju kembali.

    Kejadian ini terulang beberapa kali. Ketika angkot yang kami tumpangi berhenti, si ibu bertanya: “Dik, lewat terminal bis ya?”, supir tentu menjawab “Ya”. Yang aneh si ibu tidak segera naik. Ia bilang ” Tapi saya dan ke 3 anak saya tidak punya ongkos.” Sambil tersenyum, supir itu menjawab “Gak pa-pa Bu, naik saja”, ketika si Ibu tampak ragu2, supir mengulangi perkataannya “ayo bu, naik saja, gak pa-pa ..”

    Saya terpesona dengan kebaikan Supir angkot yang masih muda itu, di saat jam sibuk dan angkot lain saling berlomba untuk mencari penumpang, tapi si Supir muda ini merelakan 4 kursi penumpangnya untuk si ibu & anak-anaknya.

    Ketika sampai di terminal bis, 4 penumpang gratisan ini turun. Si Ibu mengucapkan terima kasih kepada Supir. Di belakang ibu itu, seorang penumpang pria turun lalu membayar dengan uang Rp. 20 ribu.

    Ketika supir hendak memberi kembalian (ongkos angkot hanya Rp.4 ribu) Pria ini bilang bahwa uang itu untuk ongkos dirinya dan 4 penumpang gratisan tadi.

    “Terus jadi orang baik ya, Dik ” kata pria tersebut kepada sopir angkot muda itu.

    Sore itu saya benar-benar dibuat kagum dengan kebaikan-kebaikan kecil yang saya lihat. Seorang Ibu miskin yang jujur, seorang Supir yang baik hati dan seorang penumpang yang budiman. Mereka saling mendukung untuk kebaikan.

    Andai separuh saja bangsa kita seperti ini, maka dunia akan takluk oleh kebaikan kita!

    ***

    Dari Sahabat

     
  • erva kurniawan 1:29 am on 10 May 2013 Permalink | Balas  

    Rajin Ibadah Tapi Masuk Neraka 

    niat baikRajin Ibadah Tapi Masuk Neraka

    Ini satu hadits yang baik. Meski kita rajin beribadah sehingga orang-orang mengira kita ahli surga, tapi jika akhlak kita buruk dan suka menyakiti sesama niscaya kita akan masuk neraka.

    Alkisah.. Suatu hari, seperti biasa Rasululloh saw dan para sahabat berkumpul di masjid. Di depan masjid itu ada sebuah rumah, di rumah itu tinggal seorang wanita yang dikenal sebagai ahli ibadah di lingkungan tempat tinggalnya, sebut saja `si fulanah`. Saat si fulanah keluar rumah hendak melaksanakan sholat berjama`ah di masjid, para sahabat memuji-mujinya dan ada yang berkata, `tentulah si fulanah itu ahli surga, karena dia senantiasa puasa di siang hari dan sholat di malam hari.` Kemudian Rasululloh saw beranjak dari tempat duduknya dan menjawab,

    `TIDAK! Hiya fin naar.. Hiya fin naar.. Dia ahli neraka.. Dia ahli neraka..`

    Para sahabat bertanya-tanya, `kenapa?`.

    Karena mulutnya sering menyakiti orang lain. Dia suka mengganggu tetangganya dengan ucapannya. Seluruh amal ibadahnya hancur, karena dia punya akhlak yang buruk. Dia menjadi ahli neraka karena ibadahnya tidak mampu menjadi motivasi baginya untuk berakhlak yang baik.

    `Man kana yu`minu billahi wal yaumil akhir fal yakul khoiron aw liyashmut,` barangsiapa beriman kepada Alloh dan hari akhir, maka hendaklah dia berkata baik atau diam.` (HR. Bukhori no. 6018)

    Hadits lain yg serupa: “Dari Abdullah bin Amr bin al-‘Ash ra dari Nabi s.a.w., sabdanya: “Muslim ialah orang yang semua orang Islam lainnya selamat dari kejahatan lidah -ucapan- dan kejahatan tangannya -perbuatannya-. ” (Muttafaq ‘alaih)

    Semoga Jumat ini membawa keberkahan

    ***

    Dari Sahabat

     
    • KAY 10:27 pm on 9 September 2014 Permalink

      saat gw merantau gw sering dijahati teman2 yg suka maksiat, jarang ibadah spt ditipu, dipukul, difitnah, diremehkan dll. gw di kampung halaman dijahati teman2 yg rajin ibadah. menurut pengalaman gw, org yg rajin ibadah gk sebaik dugaan gw. cnth nya teman gw, dia rajin ibadah tp dia tega ngejelekin gw. dia juga ngutang kpd gw, gk mau bayar. dia sering memanggil tman nya dg nama nama hewan. dia kdng menghalalkan / mengharamkan sesuatu dg seenak nya. dia juga anggap gw kurang tau soal agama, dia merasa lbh tau. teman gw yg lain, dia rajin ibadah, tp dia tega menipu gw demi dpt cewek. dia tega membodohi dan mempermainkan gw saat gw mau ikut krja. gw kira akan aman dan damai dkat dg org2 rajin ibadah tp ternyata.. oh ternyata!

  • erva kurniawan 1:40 am on 9 May 2013 Permalink | Balas  

    Laporan Rakyat Homs Kepada Umar Bin Khattab Tentang Said Bin Amir 

    siluet ontaLaporan Rakyat Homs Kepada Umar Bin Khattab Tentang Said Bin Amir

    AKHIRNYA Khalifah Umar bin Khattab menyempatkan diri berkunjung ke Syria. Seperti biasanya ia menginspeksi semua wilayah kekhalifahan. Dalam kunjungan itu, beliau menyempatkan diri singgah ke Homs. Kota Homs ketika itu dinamai pula “Kuwaifah” yang berarti kufah kecil. Khalifah sering mendengar laporan-laporan miring dari rakyat Homs tentang Gubernur kota kecil itu, Said bin Amir.

    Tatkala Umar sampai di sana, rakyat mengelu-ngelukannya. Mereka mengucapkan selamat datang. Khalifah bertanya kepada rakyat, “Bagaimana penilaian Saudara-Saudara terhadap kebijakan gubernur kalian?”

    “Ya Khalifah, “ jawab rakyat. “Ada empat macam kelemahan yang hendak kami laporkan kepada Anda.”

    “Baik, aku akan pertemukan kalian dengan gubernur kalian,” jawab Khalifah Umar sambil berdoa. Ia berharap, tidak ada yang salah dengan Said bin Amir.

    Ketika semua pihak telah berkumpul, Khalifahpun kemudian bertanya kepada rakyat, “Bagaimana penilaian kalian tentang kebijakan gubernur kalian?”

    Pertanyaan Khalifah kemudian dijawab oleh seorang juru bicara. “Pertama,” ujarnya. “Gubernur Said bin Amir selalu tiba di tempat tugas setelah matahari tinggi.”

    Khalifah Umar bin Khattab melirik gubernurnya, “Bagaimana tanggapanmu mengenai laporan mereka, hai Said?”

    Gubernur Said bin Amir diam sejenak. Kemudian dia berkata, “Sesungguhnya aku keberatan menanggapinya. Tapi, apa boleh buat. Keluargaku tidak mempunyai pembantu. Karena itu, tiap pagi aku harus membuat adonan roti lebih dahulu untuk mereka. Sesudah adonan itu siap dimasak, barulah aku membuat roti. Kemudian aku berwudhu, barulah berangkat ke tempat kerja untuk melayani masyarakat.”

    “Nah, apalagi laporan kalian?” tanya Khalifah kepada hadirin, setelah menarik napas sejenak.

    “Kedua, Gubernur tidak bersedia melayani kami pada malam hari.”

    Said bin Amir langsung menjawab. “Hal itu sesungguhnya lebih berat bagi aku untuk menanggapinya—teruama di hadapan umum seperti ini. Aku telah membagi waktu, siang hari untuk melayani masyarakat, dan malam hari untuk bertaqarrub kepada Allah.”

    “Apa lagi?” tanya Khalifah kepada hadirin.

    “Ketiga, Gubernur tidak masuk kantor sehari penuh dalam sebulan.”

    “Bagaimana tanggapanmu, hai Said?”

    “Sebagaimana telah aku terangkan tadi, aku tidak mempunyai pembantu. Di samping itu, aku hanya memiliki sepasang pakaian saja. Aku mencucinya sebulan sekali. Bila aku mencucinya, aku terpaksa menunggu kering dahulu. Setelah itu barulah aku bisa keluar melayani masyarakat.”

    “Nah, apalagi laporan selanjutnya?” tanya Khalifah.

    “Terakhir, Gubernur sering menutup diri untuk bicara. Pada saat-saat seperti itu beliau biasanya meninggalkan majelis,”ujar juru bicara rakyat.

    Said bin Amir langsung menjawab, “Masalah itu, ketika aku masih musyrik, aku pernah menyaksikan almarhum Khubaib bin Ady dihukum mati oleh kaum kafir Quraisy. Aku menyaksikan mereka menyayat-nyayat tubuh Khubaib hingga berkeping-keping. Pada waktu itu, aku mengejek Khubaib, ‘Sukakah engkau bila Muhammad menggantikan engkau, kemudian engkau kami bebaskan?’ Ejekan itu dijawab oleh Khubaib, ‘Aku tidak sudi bersenang-senang sementara Nabi Muhammad tertusuk duri. ’ Demi Allah, jika aku teringat peristiwa itu, di mana ketika itu aku tidak sedikitpun membela Khubaib. Aku selalu merasa bahwa dosaku tidak akan diampuni Allah swt…”

    “Segala puji bagi Allah yang tidak mengecewakanku,” ujar Khalifah Umar.

    Sekembalinya ke Madinah, Khalifah Umar mengirimi Gubernur Said seribu dinar untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

    Melihat jumlah uang sebanyak itu, istrinya berkata pada Said, “Segala puji bagi Allah. Aku ingin mempergunakan uang ini untuk membeli bahan pangan dan perlengkapan lain. Aku ingin pula menggaji seorang pembantu rumah tangga kita.”

    “Adakah usul yang lebih baik daripada itu?” tanya Said bin Amir pada istrinya.

    “Apa pulakah usul yang lebih baik daripada itu?” istrinya kembali balik bertanya.

    “Kita bagi-bagikan saja uang ini kepada rakyat yang membutuhkannya. Itulah yang lebih baik bagi kita,” jawab Said.

    “Mengapa?” tanya istrinya lagi.

    “Dengan begitu, berarti kita menyimpan uang ini di sisi Allah. Itulah cara yang lebih baik,” jawab Said dengan mata berbinar-binar.

    Istrinya setuju. Sebelum mereka meninggalkan majelis, uang itu di masukkan Said ke dalam beberapa pundi. Lalu diperintahkannya kepada salah seorang keluarganya. “Berikan pundi ini kepada janda si fulan. Berikan juga pundi ini kepada anak yatim si fulan. Ini kepada si fulan yang miskin. Ini untuk si fulan yang …”

    Semoga Allah meridhai Said bin Amir. Ia menyadari bahwa cara terbaik untuk mensyukuri nikmat Allah, salah satunya, dengan membagi rezekinya. Menginfakkannya. Menyedekahkannya. Karena, pada kebahagiaan yang kita miliki, ada juga yang bisa disedekahkan untuk orang lain. Sebagai syukur terhadap Allah yang telah memberikan segalanya.

    ***

    By Admin Islampos

    islampos.com

     
  • erva kurniawan 1:34 am on 8 May 2013 Permalink | Balas  

    Menuju Perubahan Sebuah Bangsa 

    perubahan bangsaMenuju Perubahan Sebuah Bangsa

    Oleh : KH. Abdullah Gymnastiar

    Tiada Tuhan selain Allah Yang Maha Menatap, Maha Menyaksikan segala-galanya, Maha Tahu segala isi hati kita. Semoga hati kita ini benar-benar terpelihara, terpelihara dari kesombongan melihat orang yang lebih rendah dari diri kita, terpelihara dari riya jika diperlihatkan amal-mal kita atau dipuji oleh makhluk, terpelihara dari kedengkian terhadap sesama karena kita sering sekali tidak tahan melihat kelebihan saudara kita dan ada kegembiraan dengan kesusahan atau derita sudara kita sendiri.

    Bangsa kita yang sedang sakit ini adalah ladang amal bagi kita. Kita boleh kecewa, kita boleh terluka, tetapi yang paling harus kita lakukan adalah berbuat sesuatu untuk memperbaiki. Kalau selesai urusan bangsa ini dengan kecewa, marilah kita kecewa habis-habisan. Kalau selesai hanya hanya dengan mencaci dan memaki, tapi yang pasti sikap yang buruk tidak akan menyelesaikan persoalan bangsa ini. Bahkan malah menambah masalah.

    Oleh karena itu, kita harus berbuat sesuatu dengan cara terindah dan yang termulia yang kita mampu. Kita bangkitakan bangsa ini dengan penuh kehormatan.

    Kalau semua komponen bangsa hanya memmikirkan keadaan saat ini saja, lalu bagaimana ketika orang yang berperan saat ini lengser? Harus kita persiapkan penggantinya yang terbaik. Oleh karena itu, mari kita pikirkan siapa kira-kira yang nantinya berhak dan layak memimpin bangsa ini.

    Apakah yang terjadi selama ini harus kita jadikan pelajaran berharga. Betapa membangun bangsa, ternyata tidak cukup hanya dengan membangun akan, tidak cukup dengan membangun otot, tidak cukup dengan membangun jalan, tapi yaang paling pokok adalah membangun nurani bangsa ini. Dengan nurani yang sehat, maka pikiran akan jernih, tubuh sehat, raut muka cerah berseri, semangat bangkit, dan akhlak akan mulia.

    Mampukah kita mengubah bangsa ini? Cara apa yang akan kita gunakan untuk mengubah bangsa ini? Apakah dengan membuka pembicaraan-pembicaraan tentang perubahan bangsa dapat otomatis mengubah bangsa ini menjadi sejahtera, damai dan menjadi bangsa yang mulia? nampaknya tidak semudah itu. Bohong kalau ada orang yaang mengatakan bahwa dia mampu megubah bangsa, tanpa dia sendiri mau dan mampu mengubah dirinya terlebih dahulu.

    Kepala sekolah tidak usah berharap banyak murid-muridnya berperilaku baik, jika para gurunya tidak sangat serius memperbaiki diri. Tidak pernah ada riwayat bisa memperbaiki orang lain tanpa diawali memperbaiki diri, karena kekutan perubahan itu kalau perkataan dan perbuatan sama.

    Berapa banyak pemimpin yang jatuh karena perkataan dan perbuatannya tidak cocok? Seorang ibu akan jatuh wibawanya di depan suami dan anak-anaknya jika ibu yang rajin ke pengajian, rajin mencari ilmu tapi tidak mengamalkan ilmunya.

    Demikian juga seorang suami akan tidak berwibawa di depan isteri dan anak-anaknya kalau antara perkataan dan perbuatannya tidak cocok. Maka perubahan bangsa ini hanya bisa terjadi kalau kita gemar melihat kekurangan sendiri sebelum kekurangan orang lain, kemudian bertekad memperbaikinya.

    Tidak pernah ada orang yang sukses kecuali orang yang paling gigih memperbaiki diri. kalau kita terus memperbaiki diri siang malam, maka orang lain akan banyak mengikuti kita. Sebaliknya, kalau kita sibuk dengan keinginan mencapai kesuksesan dalam pekerjaan, politik dan lain sebagainnya tanpa disertai keinginan kuat untuk memperbaiki diri, maka tidak akan terjadi sebuah perubahan bangsa.

    Kita sering tertipu oleh pujian orang lain kepada kita. Kita menganggap diri mulia karena orang lain menghormati kita. Padahal kita sendiri tidak tahu banyak niat dibalik penghormatan itu. Jangan terlalu senang dengan penghormatan orang, karena akibatnya akan menjerumuskan kita sendiri.

    Sahabatku, tidak ada perubahaan sebelum berani mengubah diri sendiri (3 M: Mulai dari diri sendiri, Mulai dari hal yang terkecil, dan Mulai saat ini). Kita tidak akan pernah rugi melihat kekurangan sendiri. Tidak ada kesuksesan, tidak ada masa depan, kecuali bagi orang yang mengawali dengan berani mencari kekurangan sendiri dan gigih untuk memperbaikinya.

    ***

    Dari Sahabat

     
  • erva kurniawan 1:20 am on 7 May 2013 Permalink | Balas  

    Cerita kecil tahajjud : Umar bin Abdul aziz 

    tahajjudCerita kecil tahajjud : Umar bin Abdul aziz

    Istri Umar bin Abdul aziz, Fathimah binti Abdul Malik, berkata kepada Al Maghirah bin Hakim, ” Hai Mughirah, saya tahu bahwa kadang-kadang diantara manusia ada orang yang lebih rajin shalat dan puasanya daripada Umar. Akan tetapi, saya tidak pernah melihat orang yang dekat kepada Tuhannya seperti kedekatan Umar. Setelah shalat isya pada akhir waktunya, dia merebahkan dirinya di atas tempat sujudnya. Dia berdoa dan menangis hingga tertidur. Kemudian, dia bangun lalu berdoa dan menangis hingga tertidur. Demikian seterusnya hingga subuh” (Al Zuhd karya Ibn Hanbal h.299, Hilyah Al Auliya jil.5 h.360)

    **

    Rindukah kita pada Allah yang menjanjikan surga? Seperti rindunya Umar bin Abdul Aziz? Atau pamrih saja atas amal yang kita kerjakan “separuh hati” dan berharap bisa memasukkan kita ke dalam surga? Tak bisakah kita sedikit mencintai Zat yang tiap hari tanpa henti memberi rizki kepada kita dan tanpa henti pula juga catatan penghianatan dan dosa kita beri kepada-Nya tiap hari?

    Atau seperti apa kita rindu pada shalat malam kita? Masihkah kita jadi PECANDU TIDUR yang begitu nikmatnya dengan tidur dispring bed yang empuk ditemani istri yang cantik dan selimut yang tebal serta AC yang berhembus dan “membiarkan Allah menunggu” picingan mata kita “berharap” mau berkhalwat dengan-Nya? Padahal Rasulullah SAW pun tidur hanya beralaskan daun kurma yang ketika bangun terbekaslah garis-garis dedaunan di punggungnya yang menyebabkan pecahnya tangisan umar ketika melihat kekasihnya seperti itu?

    Hamba macam apa kami ini ya Robb ..

    Irhamna Ya Robb. Irhamna.

    HAL JAZA UL IHSANI ILLAL IHSAN

    ***

    Oleh Sahabat Rediyan Setiawan

     
  • erva kurniawan 1:10 am on 6 May 2013 Permalink | Balas  

    WHO Akhirnya Dukung Khitan 

    khitanWHO Akhirnya Dukung Khitan

    WHO akhirnya mendukung khitan pada pria. Katanya, sel di ujung kelamin pria diduga rentan infeksi HIV. Padahal Islam sudah ratuhan tahun mempraktekkan Organisasi kesehatan Dunia, WHO, dan program Aids PBB mengumumkan, mereka kini mengakui khitan bagi kaum pria secara signifikan bisa melindungi kaum pria heteroseks dari bahaya HIV.

    Kedua lembaga ini mengatakan progra
    m pengkhitanan bisa menyelamatkan tiga juta jiwa dalam waktu 20 tahun ke depan.

    Sebagaimana dikutip BBC, pengkhitanan mulai akan menjadi bagian penting dari sejumlah langkah yang dipromosikan oleh PBB dalam memerangi HIV. Berbagai uji coba baru-baru ini meyakinkan para pakar bahwa seorang pria yang dikhitan, bisa mengurangi resiko HIV lewat penularan seksual heteroseks, sebesar 60 persen. Jadi di negara-negara yang tingkat HIV-nya tinggi dan kaum laki-lakinya tidak disunat, program baru ini bisa bermanfaat sekali.

    Para pakar kesehatan ingin menegaskan bahwa pesan mereka adalah, pengkhitanan bisa mengurangi risiko HIV, tetapi bukan mengilangkan risiko.

    Masalah budaya

    Kepala urusan HIV-AIDS WHO, Kevin de Cock, mengatakan, meski sudah dikhitan, kaum laki-laki harus tetap melindungi diri dengan cara lain seperti memakai kondom dan menghindari perilaku berisiko.

    “Khitan laki-laki jangan dilihat sebagai satu-satunya tindakan. Sunat merupakan strategi pencegahan tambahan,” katanya.

    “Kaum laki-laki harus sadar bahwa sunat hanyalah perlindungan parsial. Tindakan preventif lain diperlukan, dan kita harus berjaga-jaga agar tindakan preventif lain tidak ditinggalkan,” tambah Kevin de Cock.

    Langkah berikutnya adalah bagi masing-masing negara untuk memutuskan bagaimana mereka akan mengkampanyekan sunat, karena masalah ini merupakan masalah budaya yang sensitif. Kebijakan ini mungkin ditolak oleh kelompok masyarakat tertentu. PBB juga ingin mengadakan penelitian lebih lanjut.

    Penyakit Menular

    Sunat atau khitan dalam bahasa Arab berarti memotong ujung kulit kemaluan atau qulfah. Kulit yang menutupi kepala zakar. Dalam Islam, amalan khitan dimulai zaman Nabi Ibrahim. Artinya, sebelum Barat menemukan manfaatnya, Islam telah ratusan tahun mengamalkannya.

    Tahun 2006 lalu, sebuah penelitian menunjukkan, pria yang dikhitan terbukti jarang tertular infeksi melalui hubungan seksual dibanding yang tidak khitan.

    Penelitian sebelumnya, khitan mencegah HIV.

    Penelitian yang dimuat dalam jurnal Pediatrics terbitan November 2006 itu menunjukkan, khitan ternyata bisa mengurangi resiko tertular dan menyebarkan infeksi sampai sekitar 50 persen, yang menyarankan manfaat besar mengenai sunat bagi bayi yang baru lahir.

    Penelitian yang sama tentang khitan dan hubungan dengan penyakit AIDS juga pernah dipaparkan dalam konferensi internasional ke-25 tentang AIDS di Bangkok. Hasilnya sama, khitan bisa mengurangi tingkat HIV (virus penyebab AIDS), sipilis, dan borok pada alat kelamin. [bbc/hid/cha]

    ***

    Hidayatullah.com

     
  • erva kurniawan 1:48 am on 5 May 2013 Permalink | Balas  

    Arti Sebuah Sepi 

    uluran tanganArti Sebuah Sepi

    Oleh Febty Febriani

    Malam itu untuk kesekian kalinya aku berada di tempat itu. Sebuah tempat yang jaraknya tidak cukup jauh dengan letak kantorku. Namun, karena rute angkot di kota Kembang, maka untuk menuju ke tempat itu tidak cukup hanya dengan menggunakan satu kali angkot, harus dua kali.

    Tidak sengaja awalnya aku berada di tempat itu, setiap seminggu sekali selepas jam kerja. Aku ke tempat itu tidak sendirian. Selalu berdua bersama teman kantorku, aku berkunjung ke tempat itu. Dialah yang pertama kali mengajakku untuk berada di tempat itu seminggu sekali, meluangkan waktu istirahatku sekitar dua jam dalam seminggu. Ketika dia pertama kali bercerita tentang tempat itu dan kemudian mengajakku untuk berkunjung rutin ke tempat itu, aku tertarik dengan ajakannya. Suatu kegiatan yang aku pikir bisa membuatku terbebas sejenak dari semua hal yang berbau rutinitas dan kepenatan.

    Biasanya, kami lebih suka menggunakan satu kali angkot saja. Konsekuensinya, perjalanan kami ke tempat itu harus di awali dengan berjalan kaki dulu. Tidak lama, kira-kira lima belas menit dengan berjalan santai. Hal ini bukan sebuah keterpaksaan untuk kami. Rasanya, pilihan berjalan kaki adalah sebuah pilihan yang bisa sekedar menggerakan otot-otot kaki kami. Pilihan yang sehat, bukan?

    Malam itu, sama seperti malam-malam yang lain pada minggu-minggu yang lalu, aku berada di sebuah ruangan yang cukup luas di tempat itu. Mungkin ruangan itu adalah ruangan semacam aula. Di sebuah pojok dari ruangan itu, aku bersama lima orang anak

    Pojok ruangan itu adalah tempat favorit kami berenam, sejak pertemuan pertama kami: empat orang anak putri, seorang anak laki-laki dan aku. Kelimanya berusia sekitar kurang lebih 12 tahun. Sekarang, semuanya duduk di kelas enam sekolah dasar. Di tempat itu, mereka sendirian. Terpisah dari orang-orang yang mereka cintai. Keluarga mereka. Kedua orang tua mereka. Adik dan kakak mereka. Bagi mereka, orang tua adalah para bapak dan ibu yang mengasuh mereka di tempat itu. Kakak mereka adalah saudara-saudari mereka yang juga berada di tempat yang berusia lebih tua dari mereka. Adik mereka adalah saudara-saudari mereka yang berusia lebih muda dari mereka. Sebuah keluarga yang mereka temukan ketika di usia belasan tahun.

    Biasanya, sekitar dua jam, kami akan belajar matematika, sebuah pelajaran yang mungkin masih menjadi momok bagi anak-anak seusia mereka. Kami sudah membuat kesepakatan bersama. Pokok bahasan matematika setiap pertemuan kami ditentukan oleh kelima anak itu secara bergiliran. Biasanya, mereka akan bertanya tentang hal-hal yang belum mereka mengerti. Dan tugasku mendampingi mereka untuk bisa mengerti pokok bahasan-pokok bahasan yang belum mereka mengerti secara detail. Walaupun, kegiatan ini tidak ada hubungannya sama sekali dengan pekerjaanku sehari-hari tapi kegiatan ini adalah kegiatan yang menyenangkan untukku. Bisa sejenak masuk ke dunia mereka yang senantiasa berwarna pelangi. Juga, sebuah sarana untuk belajar menjadi ibu dalam arti sesungguhnya.

    Malam itu tidak seperti malam-malam sebelumnya. Malam itu, kami hanya belajar dua soal matematika. Itupun soal-soal yang aku berikan sebagai bentuk pekerjaan rumah untuk mereka. Beberapa anak mulai menguap. Mungkin, mereka sedang capek. Atau juga, mungkin, mereka sedang bosan berhadapan dengan rumus-rumus yang njelimet.

    Kebosanan memang milik siapa saja, tidak mengenal umur. Pun juga, milik mereka.

    Akhirnya, sisa pertemuan malam itu, kami manfaatkan dengan dongeng bersama. Itupun mereka yang meminta. Mulailah aku mendongeng beberapa cerita yang masih berada di memoriku. Dongeng malam itu kuawali dengan dongeng sebuah cerita moral. Kemudian, suasana malam itu berjalan seperti air mengalir. Mereka yang meminta, aku yang mendongeng. Mereka meminta cerita Nabi Yunus a. S, akupun mulai bercerita. Mereka meminta cerita Nabi Musa a. S, akupun mulai memenuhi keinginan mereka. Dan akhirnya, mereka juga berani bercerita kepada kawan-kawannya sendiri. Suasana di pojok ruangan itu pada malam itu mulai hangat dan akrab.

    Tak terasa, malam sudah beranjak. Waktu pertemuan kami malam itu sudah hampir sekitar dua jam Dan acara mendongeng dan berceritapun selesai sudah.

    ***

    Mengingat mereka sering terfikir di benakku. Apakah mereka masih mengenal kasih yang yang utuh dari kedua orang tua mereka? Dari ibu kandung mereka? Dari bapak kandung mereka? Dari kakak atau adik kandung mereka? Seusia sekecil itu mereka sudah harus berpisah dari keluarga yang mungkin sangat mereka sayangi. Dengan jarak beratus-ratus kilometer, atau mungkin bahkan lebih.

    Mengingat mereka sering terfikir di benakku, seperti apakah wujud tangis kerinduan mereka pada ibu yang melahirkan mereka, pada bapak yang mengadzani dan mengiqamahi pada kedua telinga mereka, serta pada kakak dan adik yang memanggil mereka dengan panggilan sayang? Aku mengenal betul sebuah tangis kerinduan pada keluarga yang kita cintai. Tujuh tahun berpisah dengan orang-orang yang aku cintai, cukup sudah mengajarkan padaku sebuah kata yang bernama kerinduan. Aku bisa mengungkapkan tangis kerinduan itu dengan menelepon atau mengsms orang-orang yang aku cintai. Namun, untuk mereka dalam bentuk apakah wujud kerinduan itu harus terungkap?

    Mengingat mereka sering terfikir di benakku, seperti apakah wujud pembunuh rasa sepi yang mungkin senantiasa hadir di hari-hari mereka? Rasa sepi karena seusia sekecil itu mereka tidak lagi mendapatkan sentuhan kasih sayang dari tangan seorang ibu. Rasa sepi karena seusia sekecil itu mereka harus berpisah dengan bapak tercinta. Rasa sepi karena mereka harus berada jauh dari kakak dan adik mereka. Rasa sepi karena ketidakhadiran seorang ibu yang membangunkan mereka, menyiapkan baju sekolah, menyiapkan sarapan, mengantar mereka ke sekolah dengan lambaian tangan kasih sayang, menemani mereka belajar, dan mendongeng untuk mereka menjelang tidur. Juga rasa sepi karena ketidakhadiran seorang ayah yang mengajak mereka jalan-jalan, merayakan ulang tahun mereka, memberikan untuk mereka hadiah kenaikan kelas dan membelikan baju atau peralatan sekolah untuk mereka.

    Mengingat mereka sering terfikir di benakku, apakah ketika usia dewasa mereka juga akan mengenal konflik dengan kedua orang tua karena sesuatu hal yang terkadang disebabkan oleh keegoisan kita yang tidak mau mengalah sejenak pada kedua orang tua kita? Aku jadi teringat pada teman-teman yang sering bercerita tentang konflik yang mereka hadapi dengan kedua orang tua mereka. Dan sepertinya tidak ada yang menyalahkan diri sendiri karena konflik itu. Kita teramat sering mengarahkan telunjuk kesalahan itu kedua orang tua kita. Akupun juga tidak terbebas dari kondisi ini. Sekitar lima tahun yang lalu, aku juga menyalahkan kedua orang tuaku yang tidak mengizinkanku berjilbab, ketika aku memutuskan untuk mengenakannya. Keegoisanku juga yang membuat ada jarak antara diriku dengan kedua orang tuaku saat itu.

    Aku jadi teringat dengan perkataan seorang teman. Bersyukurlah masih punya orang tua. Jadi yatim piatu kayak aku gak enak lho. Sunyi. Itu kata-katanya padaku saat itu. Kata-kata itu mungkin hadir dari hatinya yang paling dalam, wujud kerinduannya pada kedua orang tuanya yang telah meninggalkannya lebih dahulu menuju ke rumah abadi. Rasanya, sekarang, aku pun juga sependapat dengan pendapatnya. Kita memang patut bersyukur pada Allah karena masih diberi kesempatan oleh-Nya melewati hari-hari kita bersama dengan orang-orang yang kita cintai. Kedua orang tua. Kakak kita. Adik kita. Keluarga besar kita. Ternyata, kesempatan itu tidak dimiliki oleh setiap orang. Kelima ’adik kecilku’ di atas, contohnya.

    ***

    Bandung, Maret 2006

     
  • erva kurniawan 1:38 am on 4 May 2013 Permalink | Balas  

    Sayyidah Nusaibah Wanita Mulia 

    itikaf_womenSayyidah Nusaibah Wanita Mulia

    Oleh: Luthfi Bashori

    Nama Sayyidah Nusaibah, tampaknya jarang sekali disebut oleh umat Islam Indonesia, padahal beliau adalah seorang wanita yang menjadi shahabat Nabi Muhammad SAW, bahkan menjadi pahlawan perang Uhud yang pengorbanannya perlu dicatat dengan tinta emas.

    Sayyidah Nusaibah, adalah wanita tegar dan pemberani. Di saat terjadi perang Uhud, beliau adalah wanita muslimah yang menjadi pemasok makanan dan minuman bagi tentara kaum muslimin. Tentu tidak semua wanita memiliki jiwa pemberani seperti Sayyidah Nusaibah, karena itu beliau adalah termasuk pahlawan Islam yang sangat berjasa khususnya di saat terjadi perang Uhud.

    Sebagaimana diketahui, bahwa pada saat perang Uhud, terjadi sedikit kesalahan strategi dari kaum muslimin, maka barisan kaum muslimin pun menjadi porak poranda bahkan banyak korban perang yang menjadi syuhada (mati syahid).

    Di saat pasukan musuh melihat kelemahan barisan kaum muslimin, maka pasukan panah kaum kafir Quraisy mengambil tempat strategis untuk melayangkan anak-anak panah mereka, bahkan beberapa anak panah itu ditujukan kepada Baginda Rasulullah SAW.

    Nabi SAW pun sibuk menangkis satu persatu anak panah yang menyerangnya. Melihat kejadian semacam itu, Sayyidah Nusaibah lari menghampiri Nabi SAW, lantas menjadikan badannya sebagai tameng atau bemper demi melindungi Nabi SAW dari serangan anak panah, hingga akhirnya Sayyidah Nusaibah terkena 12 anak panah yang menancap di badannya. Pembelaan dan pengorbanan itu dilakukan oleh Sayyidah Nusaibah demi kecintaannya kepada Nabi Muhammad SAW.

    Dari kisah ini dapat diambil kesimpulan, bahwa umat Islam yang hidup di jaman sekarang, jangan ada yang merasa lebih hebat sedikitpun dari kemuliaan para shahabat Nabi SAW. Jangankan dari kemuliaan semua para shahabat, bahkan seberapapun tingginya kedudukan yang dimiliki oleh umat Islam dewasa ini, pasti tidak dapat menandingi secuilpun dari kemuliaan Sayyidah Nusaibah.

    Karena itu, betapa nista dan sesatnya kaum Syiah Imamiyah dan kaum Liberalisme yang seringkali mengkritik, mendiskreditkan bahkan sampai ada yang mengkafirkan para shahabat Nabi Muhammad SAW.

    ***

    Dari: Sahabat

     
  • erva kurniawan 1:45 am on 3 May 2013 Permalink | Balas  

    Menyembelih Sapi (Sebuah Penelitian) 

    menyembelih sapiMenyembelih Sapi (Sebuah Penelitian)

    Just sharing, semoga dihari yang mendatang akan lebih banyak timbul tentang kebenaran islam yang dibuktikan oleh ilmu pengetahuan modern.. Semoga bermanfaat.

    Di bawah ini adalah tulisan yang disadur dan diringkas oleh Usman Effendi AS.,dari makalah tulisan Nanung Danar Dono, S.Pt., M.P., Sekretaris Eksekutif LP.POM-MUI Propinsi DIY dan Dosen Fakultas Peternakan UGM Yogyakarta:

    Melalui penelitian ilmiah yang dilakukan oleh dua staf ahli peternakan dari Hannover University , sebuah universitas terkemuka di Jerman. Yaitu: Prof.Dr. Schultz dan koleganya, Dr. Hazim. Keduanya memimpin satu tim penelitian terstruktur untuk menjawab pertanyaan: manakah yang lebih baik dan paling tidak sakit, penyembelihan secara Syari’at Islam yang murni (tanpa proses pemingsanan) ataukah penyembelihan dengan cara Barat (dengan pemingsanan)?

    Keduanya merancang penelitian sangat canggih, mempergunakan sekelompok sapi yang telah cukup umur (dewasa). Pada permukaan otak kecil sapi-sapi itu dipasang elektroda (microchip) yang disebut Electro-Encephalograph (EEG). Microchip EEG dipasang di permukaan otak yang menyentuh titik (panel) rasa sakit di permukaan otak, untuk merekam dan mencatat derajat rasa sakit sapi ketika disembelih. Di jantung sapi-sapi itu juga dipasang Electro Cardiograph (ECG) untuk merekam aktivitas jantung saat darah keluar karena disembelih.

    Untuk menekan kesalahan, sapi dibiarkan beradaptasi dengan EEG maupun ECG yang telah terpasang di tubuhnya selama beberapa minggu. Setelah masa adaptasi dianggap cukup, maka separuh sapi disembelih sesuai dengan Syariat Islam yang murni, dan separuh sisanya disembelih dengan menggunakan metode pemingsanan yang diadopsi Barat.

    Dalam Syariat Islam, penyembelihan dilakukan dengan menggunakan pisau yang tajam, dengan memotong tiga saluran pada leher bagian depan, yakni: saluran makanan, saluran nafas serta dua saluran pembuluh darah, yaitu: arteri karotis dan vena jugularis.

    Patut pula diketahui, syariat Islam tidak merekomendasikan metoda atau teknik pemingsanan. Sebaliknya, Metode Barat justru mengajarkan atau bahkan mengharuskan agar ternak dipingsankan terlebih dahulu sebelum disembelih.

    Selama penelitian, EEG dan ECG pada seluruh ternak sapi itu dicatat untuk merekam dan mengetahui keadaan otak dan jantung sejak sebelum pemingsanan (atau penyembelihan) hingga ternak itu benar-benar mati. Nah, hasil penelitian inilah yang sangat ditunggu-tunggu!

    Dari hasil penelitian yang dilakukan dan dilaporkan oleh Prof. Schultz dan Dr. Hazim di Hannover University Jerman itu dapat diperoleh beberapa hal sbb.:

    Penyembelihan Menurut Syariat Islam

    Hasil penelitian dengan menerapkan praktek penyembelihan menurut Syariat Islam menunjukkan:

    Pertama

    pada 3 detik pertama setelah ternak disembelih (dan ketiga saluran pada leher sapi bagian depan terputus), tercatat tidak ada perubahan pada grafik EEG. Hal ini berarti bahwa pada 3 detik pertama setelah disembelih itu, tidak ada indikasi rasa sakit.

    Kedua

    pada 3 detik berikutnya, EEG pada otak kecil merekam adanya penurunan grafik secara bertahap yang sangat mirip dengan kejadian deep sleep (tidur nyenyak) hingga sapi-sapi itu benar-benar kehilangan kesadaran. Pada saat tersebut, tercatat pula oleh ECG bahwa jantung mulai meningkat aktivitasnya.

    Ketiga

    setelah 6 detik pertama itu, ECG pada jantung merekam adanya aktivitas luar biasa dari jantung untuk menarik sebanyak mungkin darah dari seluruh anggota tubuh dan memompanya keluar. Hal ini merupakan refleksi gerakan koordinasi antara jantung dan sumsum tulang belakang (spinal cord). Pada saat darah keluar melalui ketiga saluran yang terputus di bagian leher tersebut, grafik EEG tidak naik, tapi justru drop (turun) sampai ke zero level (angka nol). Hal ini diterjemahkan oleh kedua peneliti ahli itu bahwa: “No feeling of pain at all!” (tidak ada rasa sakit sama sekali!).

    Keempat

    karena darah tertarik dan terpompa oleh jantung keluar tubuh secara maksimal, maka dihasilkan healthy meat (daging yang sehat) yang layak dikonsumsi bagi manusia. Jenis daging dari hasil sembelihan semacam ini sangat sesuai dengan prinsip Good Manufacturing Practise (GMP) yang menghasilkan Healthy Food.

    Penyembelihan Cara Barat

    Pertama

    segera setelah dilakukan proses stunning (pemingsanan), sapi terhuyung jatuh dan collaps (roboh). Setelah itu, sapi tidak bergerak-gerak lagi, sehingga mudah dikendalikan. Oleh karena itu, sapi dapat pula dengan mudah disembelih tanpa meronta-ronta, dan (tampaknya) tanpa (mengalami) rasa sakit. Pada saat disembelih, darah yang keluar hanya sedikit, tidak sebanyak bila disembelih tanpa proses stunning (pemingsanan).

    Kedua

    segera setelah proses pemingsanan, tercatat adanya kenaikan yang sangat nyata pada grafik EEG. Hal itu mengindikasikan adanya tekanan rasa sakit yang diderita oleh ternak (karena kepalanya dipukul, sampai jatuh pingsan).

    Ketiga

    grafik EEG meningkat sangat tajam dengan kombinasi grafik ECG yang drop ke batas paling bawah. Hal ini mengindikasikan adanya peningkatan rasa sakit yang luar biasa, sehingga jantung berhenti berdetak lebih awal. Akibatnya, jantung kehilangan kemampuannya untuk menarik dari dari seluruh organ tubuh, serta tidak lagi mampu memompanya keluar dari tubuh.

    Keempat

    karena darah tidak tertarik dan tidak terpompa keluar tubuh secara maksimal, maka darah itu pun membeku di dalam urat-urat darah dan daging, sehingga dihasilkan unhealthy meat (daging yang tidak sehat), yang dengan demikian menjadi tidak layak untuk dikonsumsi oleh manusia. Disebutkan dalam khazanah ilmu dan teknologi daging, bahwa timbunan darah beku (yang tidak keluar saat ternak mati/disembelih) merupakan tempat atau media yang sangat baik bagi tumbuh-kembangnya bakteri pembusuk, yang merupakan agen utama merusak kualitas daging.

    Bukan Ekspresi Rasa Sakit!

    Meronta-ronta dan meregangkan otot pada saat ternak disembelih ternyata bukanlah ekspresi rasa sakit! Sangat jauh berbeda dengan dugaan kita sebelumnya! Bahkan mungkin sudah lazim menjadi keyakinan kita bersama, bahwa setiap darah yang keluar dari anggota tubuh yang terluka, pastilah disertai rasa sakit dan nyeri. Terlebih lagi yang terluka adalah leher dengan luka terbuka yang menganga lebar…!

    Hasil penelitian Prof. Schultz dan Dr. Hazim justru membuktikan yang sebaliknya. Yakni bahwa pisau tajam yang mengiris leher (sebagai syariat Islam dalam penyembelihan ternak) ternyata tidaklah ‘menyentuh’ saraf rasa sakit. Oleh karenanya kedua peneliti ahli itu menyimpulkan bahwa sapi meronta-ronta dan meregangkan otot bukanlah sebagai ekspresi rasa sakit, melainkan sebagai ekspresi ‘keterkejutan otot dan saraf’ saja (yaitu pada saat darah mengalir keluar dengan deras). Mengapa demikian? Hal ini tentu tidak terlalu sulit untuk dijelaskan, karena grafik EEG tidak membuktikan juga tidak menunjukkan adanya rasa sakit itu.

    Nah, jelas bukan, bahwa secara ilmiah ternyata penyembelihan secara syariat Islam ternyata lebih ‘berperikehewanan’. Apalagi ditambah dengan anjuran untuk menajamkan pisau untuk mengurangi rasa sakit hewan sembelihan :

    “Sesungguhnya Allah menetapkan ihsan (kebaikan) pada segala sesuatu. Maka jika kalian membunuh hendaklah kalian berbuat ihsan dalam membunuh, dan apabila kalian menyembelih, maka hendaklah berbuat ihsan dalam menyembelih. (Yaitu) hendaklah salah seorang dari kalian menajamkan pisaunya agar meringankan binatang yang disembelihnya.” (H.R. Muslim).

    ***

    sumber : hasbee.wordpress.com

     
  • erva kurniawan 1:49 am on 2 May 2013 Permalink | Balas  

    Mengambil Senjata di Malam Hari 

    malamMengambil Senjata di Malam Hari

    Senjata apa yang diambil di malam hari…? Mengapa harus waktu malam…?

    Ketika guru SMAku yang mengajar ilmu bumi antariksa kami tanya tentang hakekat alam raya, beliau menjawab :

    “Sebenarnya alam kita ini sedang berada pada waktu malam….”

    “Tapi mengapa sekarang ini lagi siang pak?” Tanya temanku.

    “Oh, sekarang ini tampak siang, karena kebetulan kita sedang berada pada bagian bumi yang menghadap matahari. Nanti malam, kita akan berada pada posisi balik dari keberadaan matahari.” “Tetapi kalau kita perhatikan, seluruh alam ini, sebagian besar berada pada keadaan gelap. Matahari kita hanyalah sebuah titik kecil. Ia adalah bintang kecil, seperti yang dinyanyikan oleh anak-anak TK.” Kata beliau.

    “Karena itulah, kita harus selalu berbakti kepada Tuhan. Sebenarnya manusia ini berada dalam kegelapan, kecuali yang diberi cahaya oleh Tuhan.” Jawab beliau berfilsafat.

    Aku merenung, dengan apa yang disampaikan guruku. “Malam adalah hakekat kehidupan”. Ah, menarik juga kata-kata beliau itu.

    Alasan dan jawaban beliau agak aneh kedengarannya. Tetapi sangat masuk diakal. Mengapa? Sebab yang disebut siang di alam raya ini, ternyata begitu sedikitnya, dan begitu kecilnya. Semua gelap gulita kecuali bagian yang diterangi oleh bintang yang ‘sangat kecil’ itu.

    Padahal bintang-bintang itu adalah benda raksasa. Tetapi menjadi kecil dibandingkan dengan besarnya alam raya. Ruang yang begitu luasnya di alam raya ini gelap semuanya. Sekali lagi yang terang hanyalah seujung jarum saja. Bagian lainnya malam, dan gelap gulita.

    Kalaulah di galaksi ini ada seratus milyar bintang, maka seluruh space antar bintang itu gelap dan malam. Kalaulah di alam raya ini ada seratus milyar galaksi atau bahkan lebih, maka seluruh ruangan alam raya ini juga gelap dan malam, kecuali sedikit yang diterangi oleh matahari atau bintang.

    Sehingga sebenarnya secara menyeluruh, di dunia ini tak ada waktu siang. Jika hari ini kita sedang berada pada giliran siang hari, sebenarnya sembilan puluh sembilan persen atau bahkan lebih, seluruh alam ini sedang dalam keadaan gelap gulita atau dengan kata lain sedang berada pada peristiwa malam.

    Sehingga kalau Al-Qur’an mengatakan ada peristiwa yang terjadi di waktu malam hari, sebenarnya bagi orang yang berakal, Allah telah memberikan sebuah informasi yang bersamaan, yaitu secara parsial dan secara universal.

    Secara parsial, yang terjadi pada daerah atau bagian bumi yang sedang berada pada waktu malam. Tetapi juga bisa berarti secara universal. Bahwa setiap saat dan watu, kita semua sedang berada pada saat universal yaitu sedang berada pada waktu malam. Kita disuruh berfikir dan merenung, bahwa semua sedang terjadi ‘saat ini’. Kalau-lah bagi kita sekarang ini sedang siang, boleh jadi di bagian belahan bumi yang lain atau langit yang lain, yang persentasenya jauh lebih besar, sedang terjadi waktu malam, alias gelap gulita.

    QS. Al-Furqan (25) : 64

    Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka.

    QS. Qaaf (50) : 40

    Dan bertasbihlah kamu kepada-Nya di malam hari dan setiap selesai sembahyang.

    QS. Adz-Dzariyyat (51) : 17-18

    Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam, Dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah).

    QS. Al-Muzzamil (73) : 6

    Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan.

    QS. Al-Qadr (97) : 1

    Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam kemuliaan.

    Kalau kita lihat, di dalam Al-Qur’an tidak kurang ada sebanyak 114 buah kata ‘malam’, dengan berbagai macam informasinya. Antara lain bahwa malam hari, adalah :

    1. Waktu yang paling tepat untuk bersujud (Ali-Imran:113)
    2. Waktu yang paling tepat untuk bertasbih (Al-Anbiyaa:20; Thaha:130)
    3. Waktu yang paling tepat shalat sehingga bisa khusyu’ (Al-Muzzamil:6)
    4. Waktu untuk shalat tahajud (Al-Isra’:79)
    5. Waktu yang paling tepat untuk mencari hikmah ( Adh-Dhukhaan:4)
    6. Waktu yang paling tepat untuk mohon ampun (Adz-Dzariyaat:18)
    7. Waktu yang diperbolehkan makan & minum bagi yang berpuasa (Al-Baqarah:187)
    8. Waktu untuk beristirahat (An-Naml:86, Yunus:67, Al-Mu’min:61)
    9. Waktu untuk tidur (Al-Furqan:47, Al-An’am:60)
    10. Waktu untuk dijadikan sebagai pelajaran dan mensyukuri nikmat Allah (Al-Furqan:62)
    11. Waktu untuk mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (Al-Isra’:12)
    12. Waktu untuk melihat / merenungi tanda-tanda kebesaran Allah (Al-Isra’:1)
    13. Waktu untuk mendirikan shalat (Huud:114)
    14. Waktu yang dipilih Allah untuk diturunkannya Al-Qur’an (Al-Qadr:1)
    15. Waktu yang dipakai malaikat untuk mengatur segala urusan (Al-Qadr:4)

    Dari berbagai informasi tersebut, tampaklah bahwa waktu malam adalah waktu yang istimewa. Waktu yang tepat dan waktu yang hebat untuk mencari ‘senjata’ guna dipakai untuk melawan perbuatan setan.

    Dengan memanfaatkan waktu malam, insya Allah kita akan bertambah dekat dan bertambah cinta kepada Allah Swt. Jika seorang hamba bertambah dekat kepada Sang Penciptanya, insya Allah akan lebih mudah untuk mengalahkan sifat dan perbuatan setan yang selalu merugikan manusia.

    Maka dari itulah dipilihnya waktu malam oleh nabi Ibrahim untuk mengambil senjata di malam hari di musdzalifah, sebanyak tujuh buah batu kerikil.

    Tetapi apabila, kita berorientasi secara universal, bahwa sebenarnya kehidupan kita ini sepanjang waktu adalah malam hari, berarti di sepanjang waktu itu pula manusia disuruh untuk menyembah Allah, disuruh untuk berbakti kepadaNya. Disuruh untuk tahajud kepadaNya. Sehingga tak ada ‘waktu luang’ sedikit pun bagi manusia untuk tidak menyembah Allah.

    Kalaulah malaikat mengatur urusannya menurut Al-Qur’an pada waktu malam, artinya sepanjang waktu dan setiap saat, malaikat sedang ‘sibuk’ mengatur segala urusan yang diperintahkan Allah kepadanya.

    Bahkan Allah-pun selalu ‘sibuk’ memberi rahmat dan memberi perhatian kepada para hambaNya. Sebagai tanda kasih sayangNya.

    QS. Ar-Rahmaan (55) : 29 Semua yang ada di langit dan di bumi selalu meminta kepada-Nya. Setiap waktu Dia dalam kesibukan.

    Mengapa senjata yang diambilnya tujuh buah?

    Angka tujuh memang merupakan angka yang penuh dengan makna filosofis yang tinggi, yang sering dipergunakan oleh Al-Qur’an untuk memberi pelajaran bagi manusia.

    Di dalam Al-Qur’an jumlah kata ‘tujuh’ tidak kurang dari tiga puluh buah. Beberapa hal mengenai bilangan tujuh dalam Al-Qur’an :

    1. Langit dicipta terdiri dari tujuh lapis (Al-Baqarah:29; Al-Mukminuun:17,86; Fushilat: 12; Ath-Tholaq:12; Al-Mulk:3; Nuh:15; AnNaba’:12 )
    2. Puasa tujuh hari setelah pulang haji (Al-Baqarah:196)
    3. Akan mendapatkan pahala tujuh kali lipat, bagi orang yang menafkakan hartanya di jalan Allah (Al-Baqarah:261)
    4. Neraka Jahanam mempunyai tujuh pintu (Al-Hijr:44)
    5. Tentang diturunkannya tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang (Al-Hijr:87)
    6. Langit yang tujuh bertasbih kepada Allah (Al-Isra’:44)
    7. Perumpamaan tujuh laut untuk dijadikan tinta (Luqman:27)
    8. Badai angin selama tujuh malam, bagi kaum Aad (Al-Haqqah:7)

    Selain beberapa kata tujuh yang terdapat dalam Al-Qur’an tersebut, kata atau bilangan tujuh juga sering kita jumpai dalam kehidupan kita sehari-hari. Misalnya:

    1. Jumlah hari dalam kalender Islam atau dalam kalender masehi ada tujuh (minggu, senin, selasa, rabu, kamis, jum’at, sabtu)
    2. Jumlah anggota badan / tubuh ketika bersujud dalam shalat, ada tujuh (dahi/ muka, dua telapak tangan, dua lutut, dua ujung jari kaki)
    3. Jumlah spektrum / sebaran warna dalam cahaya ada tujuh (merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, ungu)
    4. Putaran thawaf, juga sebanyak tujuh kali
    5. Perjalanan sa’i juga tujuh kali
    6. Bahkan Rasulullah saw, memberikan informasi tentang tujuh golongan yang akan mendapatkan syafa’at ketika di hari kiamat nanti Mereka adalah : Pemimpin yang adil, Pemuda yang taat beribadah, Orang yang hatinya tergantung di masjid, Dua orang yang bersaudara karena Allah, Orang yang tengah malam menangis menyesali dosa-dosanya karena Allah, Laki-laki yang dipanggil wanita cantik tidak mau karena takut Allah, Seseorang yang bersedekah dengan sembunyi-sembunyi, sehingga tangan kirinya tidak mengetahui ketika tangan kanannya memberi.
    7. Manusia dalam hidupnya berada pada ruang besar, yang disediakan Allah baginya, yaitu tujuh lapis langit.

    Manusia di dalam kehidupannya tidak pernah bisa keluar dari waktu yang disebut hari. Keluar dari hari senin, akan bertemu dengan -selasa dan seterusnya. Yang akhirnya akan kembali bertemu dengan hari senin pula. Manusia selalu berada pada bagian hari-hari yang jumlahnya tujuh.

    Setiap saat bergerak dan berubah, selalu dipengaruhi dan selalu dalam lingkup dimensi tujuh warna. Kemana saja mata memandang selalu akan bertemu dengan warna kehidupan yang beraneka ragam, yang semuanya berasal dari 7 warna dasar.

    Waktu sujud adalah bagian terpenting ketika seseorang menyembah kepada Tuhannya. Saat itulah seorang hamba merasa betapa lemahnya ia. Betapa rendahnya ia. Yang tinggi dan Yang Perkasa hanyalah Allah Swt.

    Rasulullah memberikan sebuah signal, bahwa hanya tujuh golongan itulah yang insya Allah akan mendapatkan pertolonganNya. Karena itu sebisa mungkin, manusia haruslah bisa merebut ‘posisi’ itu. Apakah ia akan menjadi seorang pemimpin, apakah sebagai seorang pemuda. Apakah sebagai seorang hamba biasa, apakah dalam kaitannya kita bersaudara. Apakah sebagai seorang yang sering berbuat salah, apakah sebagai seorang lelaki yang sering tergoda oleh nafsunya. Apakah sebagai seorang yang sedang melakukan sodaqah… Rebutlah posisi itu, agar Allah mencintai kita, dan Dia memberi payung syafa’at untuk menolong kita.

    Sehingga dengan senjata yang sebanyak tujuh butir batu kerikil itu, seolah kita selalu diingatkan Allah, bahwa di dalam kehidupan kita, dimana manusia sering lupa dan sering tergoda oleh nafsunya, ambillah senjata untuk menangkal itu semua. Ambil senjata itu di waktu malam hari, dengan cara melakukan shalat malam. Ingat ketika sujud ada tujuh anggota tubuh kita yang kita pasrahkan ke hadirat Allah Swt. Untuk mohon perlindunganNya. Dan mohon ridhaNya, dalam mengarungi hari-hari yang tujuh di dalam kehidupan ini. Juga agar tidak tergoda dengan warna-warni kehidupan yang penuh dengan tipu daya…. insyaAllah.

    ***

    Dari: Firliana Putri

     
  • erva kurniawan 1:36 am on 1 May 2013 Permalink | Balas  

    Potensi Manusia 

    akalPotensi Manusia

    Akal adalah salah satu potensi manusia yang perlu kita syukuri. Salah satu cara bersyukur ialah mempergunakan akal kita sesuai dengan keinginan yang membuatnya, yaitu Allah SWT. Dengan akal, manusia memiliki kemampuan untuk memperoleh ilmu dan pengetahuan. Suatu kemampuan yang tidak dimiliki oleh makhluk lain.

    Salah satu perintah Allah SWT kepada manusia ialah agar setiap tindakan dan tingkah lakunya berdasarkan ilmu.

    “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS.17:36)

    Setiap tindakan atau perbuatan yang tidak berdasarkan ilmu akan membuat kita menjadi orang yang merugi di sisi Allah. Di akhirat kita akan masuk neraka.

    “Dan mereka berkata: “Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala”. (QS.67:10)

    Begitu juga di dunia, selain kita tersesat, hidup tanpa ilmu bagaikan berjalan di tempat yang sangat gelap, kita tidak tahu apa yang harus dilakukan, atau kalaupun ada hanya mengikuti orang lain saja yang belum tentu benar atau salahnya.

    Tidak sedikit manusia yang tidak mau mengoptimalkan akalnya. Contohnya ialah orang-orang yang sudah tidak mau lagi menggunakan akalnya dalam mencari ilmu. Mereka merasa ilmunya sudah cukup untuk hidupnya. Mereka ungkapkan berbagai alasan agar tidak lagi belajar atau menuntut ilmu.

    Jangankan untuk membuka buku, sekedar mendengarkan orang lain pun ada saja yang tidak mau. Padahal jika kita rajin mendengarkan orang lain, kita akan mendapatkan ilmu gratis yang tidak perlu susah payah mencarinya.

    Marilah kita terus-meneruskan mengoptimalkan potensi akal kita agar tidak rugi baik dunia dan akhirat. Ingatkanlah saudara-saudara kita yang masih belum sadar akan hal ini. Nasib negara Indonesia akan sangat tergantung dari kualitas bangsanya sendiri.

    ***

    Oleh: Rahmat

    sumber : http://www.motivasi- islami.com

     
c
Compose new post
j
Next post/Next comment
k
Previous post/Previous comment
r
Balas
e
Edit
o
Show/Hide comments
t
Pergi ke atas
l
Go to login
h
Show/Hide help
shift + esc
Batal