Updates from Mei, 2016 Toggle Comment Threads | Pintasan Keyboard

  • erva kurniawan 1:37 am on 21 May 2016 Permalink | Balas  

    Tentang Sholat 

    sholat_jamaahTentang Sholat

    Ulasan : Al-Habib Hasan bin Sholeh Al-Bahr Al-Jufri

    Disebutkan bahwa kelak di hari kiamat ada sekelompok manusia yang dikumpulkan dengan wajah seperti bintang, para malaikat bertanya, “Apakah amal kalian?”

    “Dahulu, bila mendengar Adzan, kami segera bersuci. Tidak ada yang menyibukkan kami selain itu,” jawab mereka.

    “Kalian pantas memperoleh karunia ini, masuklah ke dalam surga sesuai amal kalian.”

    Kemudian dikumpulkan sekelompok manusia dengan wajah seperti bulan, para malaikat bertanya, “Apakah sesungguhnya amal kalian?”

    “Dahulu, sebelum masuk waktu salat, kami telah berwudhu.”

    “Kalian pantas memperoleh karunia ini, masuklah ke dalam surga sesuai amal kalian.”

    Kemudian dikumpulkan pula sekelompok orang dengan wajah seperti matahari.

    “Apakah gerangan amal kalian?” tanya malaikat.

    “Dahulu, ketika adzan diserukan, kami sudah berada di mesjid.”

    “Kalian memiliki kedudukan paling tinggi dan paras paling elok. Masuklah ke dalam surga sesuai amal kalian!”

    Hadis-hadis yang menjelaskan keutamaan salat berjamaah tak terhitung jumlahnya. Oleh karena itu, saudara-saudaraku, rahimakumullaah, kumpulkan semangat kalian untuk melakukan salat berjamaah. Mintalah kepada Allah agar kalian tidak termasuk orang yang mengabaikan dan meremehkannya. Bersegeralah dan biasakanlah salat berjamaah, karena sesungguhnya salat berjamaah adalah laba dari orang-orang yang beruntung dalam perdagangan, keberhasilan dari orang-orang yang bertakwa dan berusaha keras, kegemaran orang-orang yang zuhud dan saleh, kebiasaan orang-orang yang berbahagia dan memperoleh hidayah, kesenangan para pencinta (muhibbin) yang terpilih, tujuan para penghulu kaum arifin, dan tujuan para ulama yang mengamalkan ilmunya. Mereka tidak mempedulikan segala sesuatu yang dapat memalingkan perhatian mereka dari keutamaan itu. Hati mereka selalu memendam kerinduan pada salat berjamaah, dan menyesal jika sampai tertinggal. Jika kesempatan untuk salat berjamaah terlewatkan, mereka diberi ucapan bela sungkawa sebagaimana orang yang tertimpa musibah. Mereka sangat sedih seperti pecinta yang dipisahkan dari kekasihnya. Hal-hal seperti ini sungguh asing di zaman ini. Lambang-lambang agama telah hilang, kefasikan dan maksiat merajalela. Kebohongan merebak kemana-mana. Sehingga orang yang santun (halim) pun menjadi bingung.

    Semoga Allah selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada orang yang bersegera mengerjakan ketaatan, dan melazimkan diri untuk salat berjamaah. Sebab, salat adalah keuntungan yang tak ternilai, dan merupakan peringkat kesuksesan yang paling tinggi.

    Ya Allah, selamatkanlah kami dari semua hal yang menghinakan, tunjukkanlah kepada kami semua kebajikan, lipat gandakanlah bagi kami berbagai kebaikan, ampunilah kami dari dosa dan kesalahan, bahagiakan kami semasa hidup dan setelah kematian, wahai pemilik kebaikan, pengangkat kedudukan, Tuhan bumi dan langit sekalian. Limpahkan sholawat dan salam kepada sayidina Muhammad, juga kepada keluarga dan para sahabat.

     

     
  • erva kurniawan 2:42 am on 20 May 2016 Permalink | Balas  

    Peringatan Malam Nishfu Sya’ban 

    malamPeringatan Malam Nishfu Sya’ban

    Sebagian umat Islam ada yang memperingati malam nisfhu Sya’ban (malam ke-15 bulan Sya’ban) dengan cara menyelenggarakan berbagai macam acara dan ibadah pada malam tersebut. Untuk mendapatkan keterangan yang jelas mengenai hal ini, maka edisi Al-Hujjah akan menengahkan sebuah ringkasan tulisan seorang ulama’ besar, Syaikh Abdul Azis bin Abdullah bin Baz, ketua kibarul ulama’ dan panitia tetap riset dan fatwa Arab Saudi, yang kepadanyalah mayoritas ulama konteporer merujuk dalam berbagai persoalan pelik. Selamat mengikuti.

    Segala puji hanyalah milik Allah, yang telah menyempurnakan agamaNya kepada kita. Selawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad sallallahu ‘alahi wa sallam, penyeru kepada pintu tauhid dan pembawa rahmat.

    Amma ba’du.

    Allah berfirman: “Pada hari ini telah Kusempurnakan bagimu agamamu dan telah Kucukupkan nikmatKu dan telah Kuridhoi Islam itu sebagai agama bagimu” (Al-Maidah: 3).

    Nabi sallallahu ‘alahi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitab Allah, dan sebaik-baik jalan hidup adalah jalan hidup Muhammad, dan seburuk-buruk perkara (dalam agama) ialah yang diada-adakan(bid’ah), dan setiap bid’ah itu sesat” (HR. Muslim).

    Dan masih banyak lagi ayat dan hadits senada yang menunjukkan bahwa Allah telah menyempurnakan Agama ini. Dia tidak mewafatkan Nabinya sallallahu ‘alahi wa sallam kecuali sesudah beliau telah menyampaikan risalah dan menjelaskan kepada ummat seluruh syari’at Allah, baik berupa ucapan maupun perbuatan. Beliau juga menjelaskan bahwa segala sesuatu yang diada-adakan oleh orang sepeninggalnya (dalam masalah agama) dan dinisbatkan kepada ajaran Islam, baik berupa ucapan maupun perbuatan, semua adalah bid’ah yang tertolak, meskipun orang yang mengada-adakannya berniat baik.

    Para sahabat Rasullullah sallallahu ‘alahi wa sallam dan ulama’ yang datang setelah mereka mengetahui hal ini. Maka mereka mengingkari segala macam bid’ah dan memperingati kita agar menjauhinya.

    Diantara bid’ah yang biasa dilakukan oleh banyak orang adalah bid’ah peringatan malam nishfu Sya’ban sedang pengkhususan puasa pada hari tersebut. Padahal tidak ada satu dalilpun yang dapat dijadikan sandaran. Ada hadits-hadits tentang fadhilah (keutamaan) malan ini, akan tetapi dho’if (lemah), tidak boleh dijadikan sandaran. Sedangkan hadits-hadits yang berkenaan dengan keutamaan sholat pada malam ini adalah maudhu’ (palsu).

    Memang ada beberapa riwayat tentang malam nisfu Sya’ban yang berasal dari sebagian salaf (pendahulu) penduduk Syam dan lainnya, tetapi pendapat yang dianut jumhur (mayoritas) ulama’ ialah peringatan malam nishfu Sya’ban adalah bid’ah dan hadits-hadits yang berkenaan dengan keutamaannya semua dho’if (lemah) dan sebagian lagi maudhu’ (palsu). Diantara ulama yang memperingatinya hal tersebut adalah Al-Hafizh Ibn Rajab dalam kitabnya Latha’iful Ma’aif dan ulama-ulama lainnya.

    Hadits-hadits dho’if hanya bisa diamalkan dalam ibadah jika asalnya didukung oleh dalil yang shohih. Adapun peringatan malam nishfu Sya’ban tidak ada hadits shohih yang mendasarinya, sehingga hadits-hadits dho’if itu tidak dapat dijadikan sebagai pendukungnya.

    Para ulama telah sepakat, bahwa wajib mengembalikan segala permasalahan yang diperselisihkan kepada Kitab Allah dan Sunnah RasulNya. Apa saja yang telah digariskan hukumnya oleh kedua sumber ini atau salah satu darinya, maka wajib diikuti, dan apa saja yang bertentangan dengan keduanya maka harus ditinggalkan . Sedang apapun ibadah yang tidak disebut oleh keduanya adalah bid’ah, tidak boleh dikerjakan, apalagi mengajak untuk mengerjakannya atau memujinya. (QS. 4:59, 42:10, 3:31, 4:65).

    Tentang masalah nishfu Sya’ban Ibn Rajab dalam kitabnya Latha’iful Ma’arif mengatakan: “Para tabi’in dari ahli Syam (sekarang Syiria. red) seperti Kholid bin Ma’dan, Makhul, Luqman bin Amir dan lainnya pernah mengagung-agungkan dan berijtihad melakukan ibadah pada malam nishfu Sya’ban, kemudian orang-orang berikutnya mengambil keutamaan dan pengagungan itu dari mereka. Dikatakan pula, bahwa mereka melakukan perbuatan demikian karena adanya cerita-cerita isra’illyat. Tatkala masalah ini menyebar ke berbagai negeri, berselisihlah kaum muslimin, ada yang menerima dan menyetujuinya, ada juga yang mengingkarinya. Golongan yang menerima adalah para ahli ibadah dari Bashrah dan kota lainnya. Sedangkan golongan yang mengingkarinya yaitu sebagian besar ulama’ hijaz, seperti Atha’ Ibn Abi Malaikah dan -menurut penukilan Abdurrahman bin Zaid bin Aslam- para fuqoha’ (ahli fiqih) Madinah, ini juga merupakan para pengikut Imam Malik dan lainnya. Menurut mereka, semua perbuatan ini adalah bid’ah.

    Ibn Rajab selajutnya berkata, tidak ada suatu ketetapan apapun tentang masalah nishfu Sya’ban ini baik dari sallallahu ‘alahi wa sallam maupun dari para sahabat. Adapun pendapat imam Al-Auza’i tentang (dianjurkan) sholat malam nishfu Sya’ban, maka hal ini aneh dan lemah. Karena segala perbuatan, bila tidak ada dalil syar’i yang menetapkannya, maka tidak boleh bagi seorang muslim mengada-adakannya, baik itu dikerjakan secara individu maupun kolektif (berjama’ah), secara sembunyi maupun terang-terangan. Berdasarkan keumuman hadits Nabi sallallahu ‘alahi wa sallam: “Barang siapa yang mengerjakan suatu perbuatan yang tidak kami perintahkan, maka (perbuatan) itu tertolak.” (HR. Muslim) serta dalil-dalil lainnya yang mengingkari perbuatan bid’ah dan memperingatkan agar dijauhi.

    Imam Abu Bakar Ath-Thurthusyi rahimahullah dalam kitabnya Al-Hawadits wal Bida’ mengatakan: “Diriwayatkan oleh Ibnu Wadhdhah dari Zaid bin Aslam, katanya: “Kami tidak menjumpai seorangpun dari guru kamu dan ahli fiqih kami yang memperingati malam Nishfu Sya’ban, ataupun mengindahkan hadits Makhul. Merekapun tidak memandang adanya keutamaan pada tersebut dari malam-malam lainnya. Dikatakan kepada Ibnu Abi Mulaikah bahwa Zaid An-Numairi menyatakan: “Pahala yang didapat (dari ibadah) pada malam nishfu Sya’ban menyamai pahala Lailatul Qadar.”Beliau serta menjawab: “Seandainya saya mendengarnya sedang ditangan saya ada tongkat, pasti saya pukul. Ziad adalah seorang pendongeng.” Al-Allamah Asy-Syaukani rahimahullah dalam kitabnya Al-Fawaid Al-Majmu’ah berkata. Hadits “Wahai Ali siapa yang melakukan shalat pada malam nishfu Sya’ban sebanyak seratus rakaat, pada setiap rakaat ia membaca Al-Faatihah dan Qu huwallahu ahad sebanyak sepuluh kali, pada Allah memenuhi segala hajatnya.dst.” Hadits ini adalah Maudhu. Lafadznya yang menerangkan tentang pahala yang akan diterima oleh pelakunya tidak diragukan lagi kelemahannya bagi orang yang berakal. Sanadnya pun Majhul (tidak dikenal). Telah diriwayatkan dari jalan kedua dan ketiga, tetapi semuanya Maudhu, dan para periwayatnya adalah orang-orang yang tidak dikenal.”

    Dalam Kitab Al-Mukhtashar, Asy-Syaukani menyatakan: “Hadits yang menerangkan Shalat nishfu Sya’ban adalah bathil. Sedangkan hadits: “Jika datang malam nishfu Sya’ban maka shalatlah pada malam harinya dan berpuasalah pada siang harinya” yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dari Ali adalah Dha’if.”

    Dalam Kitab Al-La’ali dinyatakan, hadits: “Seratus rakaat pada malam nishfu Sya’ban dengan ikhlash pahalanya sepuluh kali lipat”, yang diriwayatkan oleh Ad-Dailami adalah Maudhu dan mayoritas periwayatnya pada ketiga jalan hadits ini adalah orang-orang yang majhul dan dha’if. Kata Imam Syaukani: “Hadits yang menerangkan, dua belas rakaat dengan ikhlash pahalanya tiga puluh kali lipat dan hadits empat belas rakaat dst, adalah Maudhu.”

    Diantara para Fuqaha (alhi fiqh) ada yang tertipu dengan hadits-hadits diatas, seperti pengarang Ihya ‘Ulumuddin dan lainnya, juga sebagian ahli tafsir.

    Al-Hafidz Al-Iraqi menyatakan: “Hadits yang menerangkan tentang shalat nishfu Sya’ban adalah Maudhu dan pendustaan atas diri Rasullullah sallallahu ‘alahi wa sallam.

    Dalam Kitab Al-Majmu’, Imam An-Nawawi menyatakan: “Shalat yang dikenal dengan shalat Raghaib yang berjumlah dua belas rakaat dan dikerjakan antara maghrib dan isya pada malam jumat pertama bulan Rajab, serta shalat malam nishfu sya’ban yang berjumlah seratus rakaat adalah bid’ah yang mungkar, tidak boleh seseorang terperdaya oleh karena kedua shalat itu disebut dalam Kitab Qutul Qulub dan Ihya Ulumuddin, atau karena berdasarkan hadits yang disebutkan pada kedua kitab tersebut, sebab semuanya adalah bathil. Tidak boleh seseorang terperdaya oleh ulah sebagian tokoh, yang belum jelas baginya hukum kedua shalat ini, lalu mengarang dalam beberapa lembar kertas untuk menganjurkannya. Ini adalah tindakan menipu.”

    Masih banyak ucapan para ulama dalam hal ini. Kalau kita mau menukil semua tentu akan panjang sekali. Semoga apa yang kami sebutkan diatas cukup memuaskan bagi pencari kebenaran.

    Dari beberapa ayat Al-Qur’an, hadits dan pernyataan para ulama diatas, jelaslah bagi pencari kebenaran bahwa peringatan malam nishfu Sya’ban dengan shalat atau amalan lainnya, serta pengkhususan siang harinya dengan puasa itu semua adalah bid’ah yang mungkar menurut jumhur ulama, tidak ada dasar sandarannya dalam syari’at Islam, bahkan merupakan perbuatan yang diada-adakan, cukuplah bagi pencari kebenaran dalam masalah ini, juga masalah lainnya firman Allah: “Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu.” (Al-Maidah: 3)

    Andaikata malam nishfu Sya’ban dikhususkan dengan acara atau ibadah tertentu, pastilah Nabi sallallahu ‘alahi wa sallam memberikan petunjuk pada umatnya, atau beliau sendiri yang mengerjakannya. Dan jika hal itu memang pernah terjadi, niscara telah disampaikan oleh para sahabat kepada kita, mereka tidak akan menyembunyikannya, karena mereka adalah sebaik-baik manusia yang paling tulus setelah para nabi. Maka jelaslah, memperingati malam nisfu Sya’ban adalah bid’ah.

    Semoga Allah melimpahkan taufik-Nya kepada kita dan kaum muslimin untuk berpegang teguh kepada sunnah dan menetapinya, serta mewaspadai hal-hal yang bertentangan dengannya. Sungguh dia Maha Mulia dan Maha Pemberi. Wallahu a’lam.

    ***

    Sumber bacaan: At-Tahdzir minal bida’

    Diambil dari : http://www.anshorussunnah.cjb.net

    Risalah No: 28 / Thn IV / 1422H

     
  • erva kurniawan 1:25 am on 8 May 2016 Permalink | Balas  

    Memerintahkan Istri dan Anak untuk Sholat 

    shalat gaibMemerintahkan Istri dan Anak untuk Sholat

    Abu Hurairah RA berkata, “Memenuhi telinga anak cucu Adam dengan cairan timah panas lebih baik daripada jika ia mendengar adzan, namun tidak menjawab panggilannya.”

    Rasulullah SAW bersabda tentang tafsir firman Allah SWT: Bersegeralah menuju ampunan Tuhanmu.  (QS Ali-Imran, 3:133)

    Ampunan yang dimaksud adalah takbiratul ihram yang diucapkan seiring dengan takbiratul ihram imam.

    Ketahuilah wahai saudara-saudaraku, semoga Allah memberi kalian taufik dan hidayah, sesungguhnya kalian wajib memerintahkan isteri dan anak-anak kalian untuk menunaikan dan memelihara salat, karena anggota keluarga kalian adalah amanat yang dititipkan Allah kepada kalian.  Allah SWT berfirman:

    “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengkhianati Allah dan rasul-Nya, dan janganlah kalian mengkhianati pula amanat-amanat yang dipercayakan kepada kalian sedangkan kalian mengetahui.”  (QS Al-Anfal, 8:27)

    Rasulullah SAW bersabda: “Allah, Allah (hati-hati) terhadap wanita, karena sesungguhnya mereka adalah amanat (yang dipercayakan Allah) kepada kalian.”

    Barang siapa tidak memerintahkan dan mengajar isterinya mengerjakan salat, maka ia telah mengkhianati Allah dan rasulNya.  Ia berhak disiksa dan diberi balasan paling buruk.  Ia termasuk ke dalam kelompok orang celaka yang disebutkan dalam sabda Rasulullah SAW tentang lima orang yang dimurkai Allah, dan mereka akan menghuni neraka.  Salah satu di antara orang yang dimurkai Allah adalah orang yang tidak memerintahkan isteri dan anak-anaknya untuk mengerjakan salat.

    Seorang yang tercerahkan (munawwar) bermimpi melihat Rasulullah SAW bersabda, “Isteri-isteri keluarga fulan telah diceraikan.”  Kemudian beliau SAW menyebutkan nama kaum wanita yang meninggalkan salat.

    Mimpi ini sesuai dengan madzhab Imam Ahmad yang mengatakan bahwa orang yang meninggalkan salat telah kufur, dan akad nikahnya batal.  Camkanlah sabda Rasulullah SAW dalam mimpi itu, karena Rasulullah SAW pernah bersabda:

    “Barangsiapa melihatku dalam mimpi maka ia telah benar- benar melihatku, karena sesungguhnya setan tidak bisa menyerupaiku.” (HR Bukhari, Muslim, Turmudzi, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ahmad)

    Kebaikan apa yang bisa diharapkan oleh wanita yang tidak beragama, atau suami yang tidak memerintahkan isteri, anak dan saudara-saudaranya untuk mengerjakan salat?!  Isteri yang tidak mengerjakan salat dilaknat, dan tidak mendapatkan rahmat. Jika isteri tidak patuh kepada suami, maka hendaknya sang suami meninggalkannya, karena sesungguhnya ia adalah musuh Allah dan rasul-Nya.  Wali wanita itu hendaknya membantu suaminya, jika tidak, maka ia pun akan masuk neraka, mendapat murka Allah, dan siksa yang pedih.  Oleh karena itu, saudara-saudaraku rahimakumullah, saling tolong-menolonglah dalam berbuat taat kepada Allah sehingga kalian dapat berbahagia, sukses dan selamat dari siksa-Nya.  Jangan kalian menganggap enteng masalah ini!  Demi Allah, hanya orang yang tidak mendapat kebaikan agama dan pantas memperoleh siksa sajalah orang-orang yang meremehkan masalah ini.  Allah SWT berfirman:

    “Dan tetaplah atas mereka keputusan siksa atas umat-umat terdahulu sebelum mereka dari jin dan manusia, sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang merugi.” (QS Fushilat, 41:25)

    Saudara-saudaraku, rahimakumullah, ketahuilah bahwa, karena pahala salat sangat besar, dan siksa bagi orang yang meninggalkannya amat pedih, maka nafsu merasa berat untuk mengerjakannya.  Allah berfirman:

    “Dan jadikanlah sabar dan salat sebagai penolongmu.  Dan sesungguhnya yang demikian itu berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’.”  (QS Al-Baqarah, 2:45)

    Allah juga telah berfirman kepada Nabi-Nya SAW:

    “Perintahkanlah keluargamu untuk mendirikan salat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya.   (QS Thaaha, 20:132)

    Dalam salat terdapat unsur taklif ubudiyah (paksaan ibadah) untuk memenuhi haq rububiyyah (hak-hak ketuhanan).  Setiap orang hendaknya mengerjakan salat sesuai kemampuannya.

    Tingkat kesabaran orang awam adalah terletak pada kesediaannya untuk bersuci dan melaksanakan salat pada waktunya.  Perbuatan ini menjanjikan pahala yang besar dan kebaikan yang amat banyak.

    Rasulullah SAW ketika ditanya mengenai amal yang paling utama, beliau menjawab: “Salat pada waktunya.” (HR Ahmad dan Ibnu Hibban)

    Sedangkan tingkat kesabaran orang khusus (khawash) adalah terletak pada pelaksanaan sunah-sunah salat dan usaha untuk memelihara hati agar tidak lalai sewaktu salat.

    Saudara-saudaraku, rahimakumullah, kerjakanlah salat di mesjid; biasakanlah salat berjamaah!  Hakim dalam kitab Al-Mustadrak meriwayatkan, bahwa Rasulullah SAW menyebutkan tiga orang yang dilaknat Allah, satu diantaranya adalah orang yang diseru oleh muadzin: Mari kerjakan salat,  namun ia tidak menjawab.

    Diriwayatkan bahwa Ibnu Mas’ud RA berkata:

    “Orang yang ingin bertemu dengan Allah sebagai muslim kelak di hari kiamat, hendaknya ia memelihara salat lima waktu ketika diseru untuk menunaikannya.  Karena, sesungguhnya Allah telah mensyariatkan kepada nabi-Nya jalan-jalan petunjuk dan salat adalah salah satunya.  Andaikata kalian mengerjakan salat di rumah, sebagaimana kebiasaan orang yang meninggalkan salat berjamaah, berarti kalian meninggalkan sunah nabi kalian, dan jika kalian meninggalkan sunah nabi kalian, kalian akan tersesat.  (Sedangkan dalam riwayat Abu Dawud disebutkan:  Maka kamu pasti akan kufur)  Dahulu, di masa nabi, tidak ada yang meninggalkan salat berjamaah kecuali orang munafik yang telah dikenal kemunafikannya.  Adakalanya seorang lelaki pergi ke mesjid dengan di papah oleh dua orang agar dapat mengerjakan salat.”  (Diriwayatkan Muslim, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad, Nasai dan Darimi)

    ***

    Ulasan : Al-Habib Hasan bin Sholeh Al-Bahr Al-Jufri

     
  • erva kurniawan 1:20 am on 7 May 2016 Permalink | Balas  

    Memelihara Sholat 

    sholat-2Memelihara Sholat

    Diriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda: “Barang siapa memelihara salat, Allah akan memuliakannya dengan lima hal:

    1. Dihindarkan dari kesempitan hidup.
    2. Diselamatkan dari siksa kubur.
    3. Dikaruniai kemampuan untuk menerima kitab catatan amal dengan tangan kanan.
    4. Dapat melewati jembatan (shirath) secepat kilat.
    5. Dimasukkan ke dalam surga tanpa hisab.

    Dan barang siapa meremehkan salat, Allah akan menyiksanya dengan 15 siksaan, yaitu 6 siksaan dalam kehidupan di dunia, 3 siksaan ketika meninggal, 3 siksaan di alam kubur, dan 3 siksaan saat bertemu Tuhannya di mahsyar.

    Adapun 6 siksaan yang ditimpakan di dunia adalah:

    1. Dicabut keberkahan umurnya.
    2. Dihapus tanda kesalehan dari wajahnya.
    3. Tidak diberi pahala oleh Allah semua amal yang dilakukannya.
    4. Tidak diangkat ke langit doanya.
    5. Tidak memperoleh bagian doa kaum sholihin.
    6. Tidak beriman ketika ruh dicabut dari tubuhnya.

    Adapun 3 siksaan yang ditimpakan saat meninggal dunia ialah:

    1. Mati secara hina.
    2. Mati dalam keadaan lapar.
    3. Mati dalam keadaan haus. Andaikata diberi minum sebanyak lautan di bumi, ia tak akan merasa puas.

    Adapun 3 siksaan yang dilaksanakan di dalam kubur ialah:

    1. Kubur menghimpit orang itu hingga tulang-tulangnya berantakan.
    2. Kuburnya dibakar. Sepanjang siang dan malam tubuhnya berkelejatan menahan panas.
    3. Dalam kubur ia diserahkan kepada seekor ular yang bernama As-Syuja’ul ‘Aqra’. Kedua mata ular itu berujud api dan kukunya berupa besi. Panjang kukunya adalah sepanjang satu hari perjalanan. Ia akan mengenalkan diri kepada si mayit, “Aku adalah As-Syuja’ul Aqra’,” suaranya menggeledek, “Aku diperintahkan Allah SWT untuk menyiksamu, karena kau mengundurkan salat subuh hingga terbit matahari, mengundurkan salat Dhuhur hingga Ashar, mengundurkan salat Ashar hingga Maghrib, mengundurkan salat Maghrib hingga Isya’, serta mengundurkan salat Isya hingga Subuh.”

    Setiap kali ular itu memukul, tubuh si mayit melesak 70 hasta10 ke dalam bumi. Ia disiksa di dalam kuburnya hingga hari kiamat. Di hari kiamat nanti pada wajahnya tertulis tiga baris kalimat: Wahai orang yang mengabaikan hak-hak Allah, wahai orang yang dikhususkan untuk menerima siksa Allah, di dunia kau telah mengabaikan hak-hak Allah, maka hari ini berputusasalah kamu dari rahmat-Nya.

    Tiga siksaan yang dilakukan ketika bertemu dengan Tuhannya adalah:

    1. Ketika langit terbelah, malaikat menemuinya dengan membawa rantai sepanjang 70 hasta untuk mengikat lehernya, kemudian memasukkan ujung rantai itu ke dalam mulut dan mengeluarkannya dari duburnya. Kadangkala ia mengeluarkannya dari bagian depan atau belakang tubuhnya. Sang malaikat berkata, “Inilah balasan bagi orang yang mengabaikan kewajiban-kewajiban yang telah ditetapkan Allah.” Ibnu Abbas RA berkata andaikata satu mata rantai itu jatuh ke dunia, niscaya cukup untuk membakarnya.
    2. Allah tidak memandangnya.
    3. Allah tidak menyucikannya, dan ia memperoleh siksa yang amat pedih.

    Diriwayatkan bahwa di neraka jahanam ada sebuah lembah yang bernama Lamlam. Lembah itu dihuni oleh ular-ular yang tubuhnya segemuk leher onta dan sepanjang perjalanan sebulan. Ia akan menggigit orang yang tidak mengerjakan salat, dan bisanya akan mendidih selama 70 tahun untuk melumatkan daging orang itu.

    Dalam berbagai hadis sebelumnya telah dijelaskan bahwa orang yang meninggalkan salat menjadi kafir dan musyrik, tidak mendapat jaminan dari Allah dan rasul-Nya, terhapus amalnya, dan ia menjadi kehilangan agama dan iman. Banyak sahabat, tabi’in dan orang-orang setelah mereka yang berpendapat demikian, mereka berkata bahwa barang siapa dengan sengaja meninggalkan salat hingga keluar dari waktunya, maka ia telah kafir dan darahnya halal. Kelompok sahabat yang berpendapat demikian adalah Umar, Abdurrahman bin Auf, Muadz bin Jabal, Abu Hurairah, Ibnu Mas’ud, Ahmad bin Hambal, Ishak bin Rahawaih, Abdullah bin Mubarak, An-Nakhai, Hakam bin Uyainah, Abu Ayyub As-Sakhtiyani, Abu Dawud At-Thoyalisi, Abu Bakar bin Abu Syaibah, Zuhair bin Harb dan lain-lainnya. Mereka mengatakan bahwa siapa saja meninggalkan salat, maka ia telah kufur, dan halal darahnya. Ibn Nashr mengatakan bahwa sejak zaman Nabi SAW orang-orang yang berilmu berpendapat, bahwa orang yang meninggalkan salat tanpa udzur hingga keluar waktunya, maka ia telah kufur.”

    Wahai saudara-saudaraku, kurasa hadis-hadis yang berkaitan dengan orang yang meninggalkan salat di atas telah cukup bagimu. Sebenarnya dengan berpaling dari Tuhannya saja orang itu sudah cukup merugi. Sebab, Allah telah menciptakan dan membentuk manusia dalam sebaik-baik bentuk, kemudian menumbuhkan, memelihara, memberinya makan dan minum, menunjukkan jalan keselamatan, dan memperingatkan dari tipu daya musuh-musuhnya. Bagaimana seorang hamba yang lemah dan hina ini bermaksiat kepada Tuhannya yang Maha Pemurah, dan kemudian menaati setan terkutuk yang menjerumuskannya ke dalam jurang kehancuran?! Sungguh celaka orang yang mengikuti dan memenuhi panggilan setan, melanggar perintah Tuan dan Majikannya yang selalu mengajak kepada kebaikan, Maha Kuasa untuk memberinya manfaat dan mencelakakannya. Alangkah buruk perbuatannya! Alangkah besar bencana yang menimpanya! Alangkah tidak menyenangkan pagi dan sore harinya. Alangkah buruk lahir dan batinnya.

    Oleh karena itu, wahai saudara-saudaraku, semoga Allah merahmatimu, jika muadzin menyerukan adzan, bersegeralah untuk menaati Allah Yang Maha Pengasih. Waspadalah, jangan sampai setan melalaikan dan membuatmu malas dan menunda-nunda salatmu, karena sesungguhnya perbuatan itu akan menjadikanmu hina dan merugi.

    ***

    Ulasan : Al-Habib Hasan bin Sholeh Al-Bahr Al-Jufri

     
  • erva kurniawan 1:13 am on 6 May 2016 Permalink | Balas  

    Macam-Macam Ikhtilaf (Perbedaan) 

    BEDAMacam-Macam Ikhtilaf (Perbedaan)

    Oleh: Salim bin Shalih Al-Marfadi

    Para ulama telah meneliti dalil-dalil tentang ikhtilaf, sehingga nampak jelas bahwa ikhtilaf itu ada dua macam, masing-masing terdiri dari beberapa jenis.

    1. IKHTILAF TERCELA

    Jenis-jenisnya adalah sebagai berikut :

    [a]. Ikhtilaf yang kedua belah pihak dicela, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala tentang ikhtilafnya orang-orang Nashara.

    “Artinya : Maka Kami timbulkan diantara mereka permusuhan dan kebencian sampai hari kiamat” [Al-Maidah : 14]

    Firman Allah dalam menerangkan ikhtilaf nya orang-orang Yahudi

    “Artinya : Dan Kami telah timbulkan permusuhan dan kebencian diantara mereka sampai hari kiamat. Setiap mereka menyalakan api peperangan, Allah memadamkannya” [Al-Maidah : 64]

    Demikian juga ikhtilaf nya ahlul ahwa (pengikut hawa nafsu) dan ahlul bid’ah dalam hal-hal yang mereka perselisihkan. Allah berfirman.

    “Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka (terpecah) menjadi beberapa golongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu terhadap mereka” [Al-An’am : 159]

    Juga termasuk kedalam ikhtilaf jenis ini adalah ikhtilaf antara dua kelompok kaum muslim dalam masalah ikhtilaf tanawwu’ (fariatif) dan masing-masing mengingkari kebenaran yang dimiliki oleh kelompok lain.

    [b]. Ikhtilaf yang salah satu pihak dicela dan satu lagi dipuji (karena benar).

    Ini disebut dengan ikhtilaf tadhadh (kontradiktif) yaitu salah satu dari dua pendapat adalah haq dan yang satu lagi adalah bathil. Allah telah berfirman

    “Artinya : Akan tetapi mereka berselisih, maka ada diantara mereka yang beriman dan ada (pula)diantara mereka yang kafir. Seandainya Allah menghendaki, tidaklah mereka berbunuh-bunuhan” [Al-Baqarah : 253]

    Ini (ayat di atas) adalah pembeda antara al-haq (kebenaran) dengan kekufuran. Adapun pembeda antara al-haq (kebenaran) dengan bid’ah adalah sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits iftiraq.

    “Artinya : Kaum Yahudi terpecah menjadi 71 firqah (kelompok), kaum Nashara menjadi 72 firqah, dan ummat ini akan terpecah menjadi 73 firqah, semuanya (masuk) didalam neraka kecuali satu. Ditanyakan : “Siapakah dia wahai Rasulullah ?” Beliau menjawab : “orang yang berada diatas jalan seperti jalan saya saat ini beserta para sahabatku” dalam sebagian riwayat : “dia adalah jama’ah” [Lihat “Silsilah Ash-Shahihah 204 Susunan Syaikh Nashiruddin Al-Albani]

    Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa semua firqah ini akan binasa, kecuali yang berada diatas manhaj salaf ash-shaleh. Imam Syathibi berkata : “Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam [illa waahidah] telah menjelaskan dengan sendirinya bahwa kebenaran itu hanya satu, tidak berbilang. Seandainya kebenaran itu bermacam-macam, Rasul tidak akan mengucapkan ; [illa waahidah] dan juga dikarenakan bahwa ikhtilaf itu di-nafi (ditiadakan) dari syari’ah secara mutlak, karena syari’ah itu adalah hakim antara dua orang yang berikhtilaf. Berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

    “Artinya : Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (Sunnahnya)”. [An-Nisaa : 59]

    Jenis ikhtilaf inilah yang dicela oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah.

    1. IKHTILAF YANG BOLEH

    Ini juga ada dua macam yaitu :

    [a]. Iktilafnya dua orang mujtahid dalam perkara yang diperbolehkan ijtihad di dalamnya.

    Sesungguhnya termasuk rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada umat ini. Dia menjadikan dien (agama) ummat ini ringan dan tidak sulit. Dia juga telah mengutus Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan membawa hanifiyah (agama lurus) yang lapang. Allah berfirman.

    “Artinya : Dia (Allah) sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan” [Al-Hajj : 78]

    Diantara rahmat ini adalah tidak memberikan beban dosa kepada seorang mujtahid yang salah bahkan ia mendapatkan pahala karena kesungguhannya dalam mencari hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah berfirman.

    “Artinya : Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu salah padanya” [Al-Ahzab : 5]

    Dari Amr bin Al-‘Ash Radhiyallahu ‘anhu, berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

    “Artinya : Apabila ada seorang hakim mengadili maka ia berijtihad, lalu ia benar (dalam ijtihadnya) maka ia mendapatkan dua pahala, apabila ia mengadili maka ia berijtihad, lalu ia salah maka ia mendapatkan satu pahala” [Hadits Riwayat Imam Bikhari]

    Sebagai penjelas terhadap apa yang telah lewat, saya katakan :”Banyak para ulama yang membagi masalah-masalah agama ini menjadi Ushul Kulliyah (pokok-pokok yang mendasar serta bersifat meliputi) dan Furu’ Juz’iyah (cabang-cabang yang bersifat parsial), masalah-masalah. Ushul (pokok) dan masalah-masalah ijtihad 1 baik dalam masalah ilmiyah ataupun amaliyah. Pendapat inilah yang ditempuh oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah dan Imam Syathibi Rahimahullah. Syaikhul Islam berkata : “Akan tetapi yang benar, bahwa masalah yang besar (pokok) dari dua katagori itu adalah masalah ushul, sedangkan rinciannya adalah masalah furu”.

    Di dalam fatwa Lajnah Daimah terdapat pernyataan mereka (para ulama) bahwa : “Ahlus Sunnah wal Jama’ah memiliki Ushul yang kokoh berdasarkan dalil-dalilnya, yang di atas Ushul tersebut mereka membangun furu’. Mereka berpedoman kepada masalah-masalah Ushul dalam mencari dalil terhadap masalah-masalah Juz’iyah dan dalam menerapkan hukum bagi diri mereka sendiri dan bagi orang lain”.

    Dari sini tampak jelas bagi kita bahwa permasalahan-permasalahan yang diperbolehkan berijtihad di dalamnya adalah masalah yang bersifat rinci (detail) dari masalah ilmiyah ataupun masalah amaliyah. Adapun masalah ushul (pokok) maka tidak boleh berijtihad didalamnya.

    Diantara contoh permasalahan yang besar (pokok) dalam kaitannya dengan khabariyah (masalah iman dan khabar wahyu) adalah : mengesakan Allah dengan segala hak-Nya, adanya para malaikat, jin, hari kebangkitan kembali, azab kubur, shirath (jembatan yang membentang di atas Jahanam untuk di lalui manusia di hari kiamat setelah hisab), dan persoalan-persoalan nyata lainnya yang disebut sebagai USHUL (persoalan ini tidak boleh diperselisihkan -ed). Adapun FURU’ dalam kaitannya dengan masalah khabariyah (masalah iman dan khabar wahyu) ialah setiap rincian (detail dari masalah-masalah ushul di atas -ed). Misalnya :Apakah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat Rabbnya (ketika Mi’raj), apakah orang mati di kuburnya mendengar pembicaraan orang yang masih hidup, apakah sampai pahala amal orang yang masih hidup (selain do’a) kepada mayit ? dan lain-lainnya.

    Syaikhul Islam berkata : “Oleh karenanya para imam sepakat untuk membid’ahkan orang yang (pendapatnya) menyelisihi masalah-masalah ushul seperti ini. Berbeda dengan orang yang (pendapatnya) menyelisihi masalah-masalah ijtihad, yang peringkatnya belum sampai tingkat ushul dalam kemutawatiran sunnah mengenainya, seperti perselisihan mereka berkaitan dengan hukum seorang saksi, sumpah, pembagian (harta warisan), dalam undian, dan perkara-perkara lain yang tidak sampai derajat ushul”. [Majmu’ Fatawa IV/425]

    Sekalipun demikian, persoalannya tidaklah mutlak begitu yaitu dapat berijtihad untuk membid’ahkan siapa saja yang dikehendaki dengan hujjah ijtihad yang diperbolehkan. Oleh karena itu ada beberapa ketentuan untuk ijitihad ini, yaitu :

    [1] Hendaknya dalam masalah yang di ijtihad-kan, tidak ada dalil yang qath’iyuts tsubut (qath’i adanya sebagai dalil) dan qath’iyud-dalalah (qath’i penunjukannya/dalalahnya), sebab tidak boleh berijtihad dalam menentang nash. Saya buatkan satu contoh mengenainya dengan firman Allah. :”Artinya : Tetapi jika ia tidak menemukan (binanatang korban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna” [Al-Baqarah : 196]. Ayat ini adalah dalil yang qath’iyus-tsubut (qath’i adanya/tetapnya sebagai dalil) karena ia termasuk Al-Qur’an al-Karim. Dan juga qath’iyud dalalah (qath’i penunjukkannya/dalalahnya) tentang wajibnya puasa sepuluh hari bagi orang yang tidak mendapatkan hewan kurban (denda) padahal ia ber-tamattu’ (mendahulukan umrah daripada haji).

    [2] Hendaknya dalil tentang permasalahan itu mengandung beberapa kemungkinan. Contoh yang bekaitan dengan dalil zhanniyuts-tsubut (dalil yang masih bersifat zhann.dipertanyakan keadaannya sebagai dalil), ialah pendapat sebagian ulama Ahlus Sunnah yang menyatakan bahwa mustahab (sunnah) hukumnya mengerak-gerakkan jari ketika tasyahhud. Sementara sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa tambahan “menggerak-gerakkan (jari)” dalam hadits itu adalah syadz (bertentangan dengan riwayat yang lebih kuat). Contoh yang berkaitan dengan dalil zhanniyud-dalalah (penunjukkannya sebagai dalil masih bersifat dugaan/dalalahnya tidak qath’i) ialah firman Allah. :”Artinya : Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru” [Al-Baqarah : 228]. Sebagian ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan Al-Qar’u adalah suci, sementara yang lain berpendapat bahwa Al-Qar’u adalah haid. Kedua pendapat tersebut mempunyai kemungkinan benar-benar secara bahasa.

    [3] Hendaknya ijtihad yang dilakukan tidak dalam masalah yang telah ijma’ (disepakati) atau tidak dalam masalah yang telah baku sebagai manhaj ilmiyah Ahlu Sunnah.

    [4] Hendaknya hukum atas permasalahan itu bersumber dari seorang mujtahid yang telah memenuhi persyaratan ijtihad, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh para ulama dalam kitab-kitab mereka tentang ushul fiqh.

    [5] Hendaknya kesimpulan hukum dibangun berdasarkan metode Ahlus Sunnah dalam cara pandang maupun cara mengambil dalil. Di antara metode itu adalah bahwa dalam pendapat yang di ijtihadkannya, memiliki pendahulu dari kalangan ulama umat ini yang telah dipersaksikan keilmuannya dalam masalah dien. Al-Hafidzh Ibnu Rajab dalam kitabnya “Fadhul Ilmi as-Salaf ‘ala al-Khalaf” berkata :”Adapun para imam dan Fuqaha’ Ahul Hadits, maka mereka akan mengikuti hadits shahih sebagaimana adanya apabila hadits itu diamalkan oleh para sahabat, orang-orang yang sesudah mereka atau sekelompok dari mereka, Adapun apa yang telah disepakati oleh mereka untuk ditinggalkan, maka ia tidak boleh diamalkan Umar bin Abdul Aziz berkata : Ambillah pendapat yang sesuai dengan (pendapat) orang-orang sebelum kalian (Salafus Shalih), sesungguhnya mereka lebih tahu dari pada kalian” [Lihat Tsalatsu Rasa’il, karya Al-Hafizh Ibnu Rajab, hal. 140, Tahqiq Muhammad Al-Ajami]

    Dari keterangan di atas, menjadi jelaslah macam ikhtilaf yang pertama dari ikhtilaf yang diperbolehkan.

    [b]. Ikhtilaf Tanawwu’

    Contohnya adalah ikhtilaf sahabat dalam masalah bacaan (Al-Qur’an) pada masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

    Dari Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata :”Saya mendengar seseorang membaca ayat yang saya pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membacanya berbeda dengan orang itu, maka saya pegang tangannya lalu saya bahwa kehadapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Saya laporkan hal itu kepada beliau, namun saya melihat tanda tidak suka pada wajah beliau, dan beliau bersabda.

    “Artinya : Kalian berdua bagus (bacaannya), jangan berselisih ! Sesungguhnya umat sebelum kalian berselisih lalu mereka binasa”.

    Ulama yang paling baik menulis masalah ikhtilaf tanawwu ini dan menjelaskannya adalah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah, yaitu ketika beliau berkata : “Ikhtilaf tanawwu’ ada beberapa macam, diantaranya adalah ikhtilaf yang masing-masing dari kedua perkataan (pendapat) atau perbuatan itu benar sesuai syari’at, seperti bacaan (Al-Qur’an) yang diperselisihkan itu dicegah oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

    “Artinya : Kalian berdua bagus/benar (bacaannya)”

    Misalnya lagi adalah ikhtilaf dalam macam-macam sifat adzan, iqamah, do’a iftitah, tasyahhud, shalat khauf, takbir ied, takbir jenazah dan lain-lain yang semuanya disyari’atkan, meskipun dikatakan bahwa sebagiannya lebih afdhal. Kemudian kita dapatkan banyak umat Islam yang terjerumus dalam ikhtilaf hingga menyebabkan terjadinya peperangan (pertengkaran) antar golongan diantara mereka. hanya karena masalah menggenapkan lafazh iqamah atau mengganjilkannya, atau masalah-masalah semisal lainnya. Ini adalah substansi keharaman itu sendiri. Sementara orang yang tidak sampai ketingkat ini (yaitu tingkat peperangan/pertengkaran), banyak diantaranya yang kedapatan fanatik terhadap salah satu cara (adzan, iqamahm dst) tersebut karena mengikuti hawa nafsu, dan berpaling dari cara lain, atau melarang cara lain yang sebenarnya masuk dalam salah satu cara. Hal yang tentu dilarang oleh Nabi.

    Diantara ikhtilaf tanawwu’ juga adalah ikhtilaf yang masing-masing dari dua pendapat mempunyai kesamaan makna namun redaksinya berbeda, sebagaiman banyak orang (Ulama) yang kadang berselisih dalam membahasakan ketentuan hukum-hukum had, shighah-shighah (bentuk-bentuk ) dalil, istilah tentang nama-nama sesuatu, pembagian-pembagian hukum dan lain-lain. Selanjutnya kebodohan atau kezhalimanlah yang akhirnya membawa pada sikap memuji terhadap salah satu dari dua pendapat tadi dan mencela yang lain.

    Diantaranya lagi adalah tentang sesuatu yang memiliki dua makna yang berbeda namun tidak saling berlawanan. Yang ini adalah perkataan benar, dan yang itu juga merupakan perkataan benar, sekalipun maknanya saling berbeda. Ini banyak sekali terjadi dalam perselisihan pendapat.

    Di antaranya lagi adalah ikhtilaf mengenai dua cara yang sama-sama disyari’atkan. Seseorang atau satu kelompok menempuh jalan ini, sedangkan yang lain menempuh jalan lain. Kedua-duanya baik dalam agama. Tetapi kebodohan atau kezalimanlah yang kemudian menggiring pada sikap mencela terhadap salah satu dari kedua jalan tersebut atau lebih mengutamakannya, tanpa dasar niat yang benar, atau tanpa dasar ilmu, atau tanpa dasar niat yang ikhlas dan tanpa dasar ilmu sekaligus” [Iqtidha’ Ash-Shiratth Al-Mustaqim, karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah I/132-134]

    Jika pertengkaran di antara sebagian kaum muslimin terjadi dalam ikhtilaf macam ini maka jadilah ikhtilaf itu tercela, sebagaimana yang telah jelas pada penjelasan yang telah lewat dan pada hadits Abdullah bin Mas’ud seputar ikhtilaf dalam qira’ah (bacaan Al-Qur’an). Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

    “Artinya : Kalian berdua benar, jangan berselisih ! Sesungguhnya umat sebelum kalian berselisih lalu mereka binasa”

    Syaikhul Islam berkata : “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang ikhtilaf (perselisihan pendapat) yang masing-masing dari kedua belah pihak mengingkari/menolak kebenaran yang ada pada pihak lain, karena kedua orang sahabat yang berbeda bacaannya itu sama-sama benar dalam bacaannya. Lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan sebab (larangan) tersebut yaitu bahwa lantaran umat sebelum kita berselisih, maka kemudian mereka menjadi binasa karenanya.

    Oleh sebab itu ketika Hudzaifah melihat penduduk Syam dan Iraq berselisih mengenai bacaan huruf Al-Qur’an dengan perselisihan yang telah dilarang oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau berkata kepada Utsman (bin Affan, Amirul Mukminin -ed) : “Perbaikilah umat ini, janganlah mereka berselisih dalam bacaan Al-Qur’an, sebagaimana umat sebelum mereka berselisih”.

    Jadi keterangan ini memberikan dua faedah :

    [1] Haramnya berselisih dalam masalah seperti ini.

    [2] Mengambil pelajaran dari umat sebelumnya dan berhat-hati jangan sampai menyerupai mereka.

    [Disalin dari Majalah Al-Ashalah tgl. 15 Dzul Hijjah 1416H, edisi 17/Th.III hal 78-89, karya Salim bin Shalih Al-Marfadi, dan dimuat Majalah As-Sunnah edisi 06/Tahun V/1422H/2001M hal. 25-29 penerjemah Ahmad Nusadi. Tulisan ini merupakan Bagian Kedua dari Tiga Tulisan.]

    ***

    Sumber : http://almanhaj.or.id/

     
  • erva kurniawan 1:09 am on 5 May 2016 Permalink | Balas  

    Meninggalkan Sholat 

    sholat1Meninggalkan Sholat

    Diriwayatkan bahwa di neraka jahanam ada suatu lembah yang bernama Wail.  Andaikan semua gunung yang ada di dunia dijatuhkan ke dalamnya, maka gunung-gunung itu akan meleleh karena panasnya yang sangat dahsyat.  Wail tersebut adalah tempat bagi orang-orang yang meremehkan dan suka mengakhirkan salat (hingga keluar dari waktunya).  Kecuali jika mereka bertaubat kepada Allah SWT, dan menyesali apa yang telah mereka lakukan.

    Diriwayatkan pula, bahwa seorang wanita Israil datang menemui Nabi Musa AS.

    “Wahai utusan Allah, Aku telah berbuat dosa, namun aku telah bertobat kepada Allah SWT.  Doakanlah agar Allah mengampuni dan menerima tobatku!” pinta wanita itu

    “Apakah sebenarnya dosamu itu?” tanya Nabi

    Musa AS.

    “Wahai nabiyullah, aku telah berzina, dan anak hasil perzinaan itu kubunuh.”

    “Enyahlah kau, wahai orang durhaka, jangan sampai api turun dari langit membakar kami karena perbuatan burukmu.”

    Wanita itu lalu keluar meninggalkan Nabi Musa dengan hati hancur.

    Malaikat Jibril AS lalu turun dan berkata, “Wahai Musa, tahukah kamu orang yang lebih buruk darinya?”

    “Orang yang meninggalkan salat,” jawab Musa AS.

    Seorang salaf menguburkan saudara perempuannya yang wafat.  Tanpa sepengetahuannya, kantong uangnya yang berisi beberapa dirham terjatuh ke liang kubur. Setibanya di rumah, ia baru menyadari bahwa kantong uangnya telah hilang.  Ia pun lalu kembali kekuburan. Saat itu para pelayat telah pulang. Ia mulai menggali kuburan yang masih baru itu. Belum berapa dalam galian itu, tiba-tiba menyemburlah kobaran api dari dalam kubur. Ia segera menutup kembali kuburan itu dengan tanah.  Dengan perasaan sedih, ia pulang ke rumah menemui ibunya.

    “Ibu, ceritakanlah apa yang dilakukan saudariku semasa hidupnya?”

    “Mengapa kau tanyakan hal ini?” tanya sang ibu penasaran.

    “Dari dalam kuburnya keluar kobaran api, Bu!”

    Mendengar ini, sang ibu menangis.

    “Anakku, dulu saudarimu sering melalaikan dan mengakhirkan salat hingga keluar dari waktunya,” jelas ibunya.

    Al-’Amiri, dalam kitabnya, Bahjah, setelah menyebutkan tata cara salat khauf, ia menulis, “Salat khauf ini merupakan dalil paling kuat yang menjelaskan bahwa tidak ada keringanan untuk meninggalkan atau merubah waktu salat dari yang telah ditentukan.  Sebab, jika boleh, tentu para mujahid yang memerangi musuh-musuh Islam bersama Rasulullah SAW lebih berhak melakukannya. Karena alasan inilah maka salat berbeda dengan semua ibadah yang lain. Kewajiban ibadah lain gugur jika ada udzur5.  Ibadah lain juga memiliki keringanan, bahkan kadang kala ada penggantinya6 (niyaabaat). Orang yang meninggalkan kewajiban-kewajiban lain tidak wajib dibunuh, tetapi orang yang meninggalkan salat karena malas, ia dapat dikenai hukum had, dibunuh, dan darahnya halal7. Kewajiban salat ini bergantung pada kekuatan akal, bukan pada kekuatan fisik. Dalilnya: Orang yang tidak mampu mengerjakan salat dengan berdiri, ia boleh mengerjakannya dengan duduk, jika tidak mampu duduk, ia boleh melakukannya dengan berbaring pada sisi kanan tubuh, jika tidak mampu, maka boleh dilakukan dengan telentang dan isyarat mata.  Karena semua inilah maka salat disamakan dengan iman yang tidak bisa hilang begitu saja.

    Rasulullah SAW bersabda: “Batas seorang hamba dengan kemusyrikan dan kekufuran adalah meninggalkan salat.”  (HR Muslim)

    “Perjanjian antara kita dengan mereka adalah salat, barang siapa meninggalkan salat maka ia telah kufur.”  (HR Turmudzi, dan menurutnya sahih)

    Andaikan ada seorang yang telah berihram; ia datang dari daerah yang sangat jauh; telah berusaha keras untuk mencapai Arofah sebelum terbitnya fajar malam Nahr; dan saat itu ia belum menunaikan salat Isya; sedangkan, apabila waktu yang tersisa digunakan untuk mengerjakan salat Isya, ia akan kehilangan hajinya, maka menurut para ulama, orang ini tidak boleh meninggalkan salat, dan tidak boleh pula mengerjakannya seperti salat khauf. Demikianlah menurut pendapat yang paling benar. Sebab, salat lebih utama daripada haji, dan waktu haji cukup luas, yakni sepanjang umur manusia.”

    Masyarakat sangat mencela orang yang tanpa udzur membatalkan puasa di bulan Ramadhan, namun mereka tidak mencela orang yang meninggalkan salat, padahal ancaman hukumannya lebih berat.  Mereka mencela orang yang meninggalkan salat Jumat, namun tidak mencela orang yang meninggalkan salat berjamaah, padahal kedua persoalan itu mempunyai kedudukan yang sama. Sepantasnya orang yang meninggalkan salat dijauhkan dari mesjid-mesjid kaum muslimin, dan diasingkan dari pertemuan-pertemuan mereka yang mulia, serta muwakalah8 dan munakahahnya9 dianggap hina.  Disamping itu, ia juga harus dinasihati dan diberi penjelasan bahwa perbuatannya itu amat buruk dan darahnya dapat menjadi mubah. Diharapkan dengan cara ini, ia menjadi sadar, dan kembali mengerjakan salat. Sesungguhnya dari Allahlah datangnya taufik.

    ***

    Ulasan : Al-Habib Hasan bin Sholeh Al-Bahr Al-Jufri

     
  • erva kurniawan 1:57 am on 4 May 2016 Permalink | Balas  

    Puasa Dan Hakekatnya 

    puasa 3Puasa Dan Hakekatnya

    Kewajiban berpuasa: Puasa telah diwajibkan bagi umat Islam, bahkan menjadi salah satu rukun Islam

    Firman Allah Swt antara lain (yang artinya): “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan kepada kamu untuk melakukan shiyam (puasa), sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa”. (QS.Al Baqarah ayat 183)

    “(Yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barang siapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barang siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, (memberi makan lebih satu orang miskin) maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (QS.Al Baqarah ayat 184).

    (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang didalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.(QS.Al Baqarah ayat 185).

    Rasulullah Saw.bersabda, ‘Allah Swt.berfirman: “Setiap kebaikan pahalanya akan dilipatgandakan sepuluh hingga tujuh ratus kali lipat, kecuali puasa. Sesungguhnya puasa itu untuk-Ku dan Aku-lah yang akan membalasnya.”

    Nabi Saw.bersabda (yang artinya) : “Setiap sesuatu itu mempunyai pintu dan pintu ibadah adalah puasa.”

    Keistimewaan-keistimewaan ibadah puasa ini dikarenakan oleh dua hal.

    Pertama, puasa dikembalikan pada sikap menahan diri, yaitu amal rahasia yang tidak diketahui oleh seorangpun selain Allah Ta’ala, tidak seperti salat, zakat dan lain-lain.

    Kedua, puasa adalah penaklukan musuh Allah Swt, karena setan adalah musuh. Musuh tidak akan menjadi kuat, kecuali dengan perantaraan keinginan nafsu syahwat, sementara rasa lapar dapat mematahkan semua keinginan nafsu yang dijadikan sarana bagi setan. Oleh karena itu Nabi Saw. bersabda (yang artinya) : “Sesungguhnya setan merasuki tubuh manusia dengan mengikuti jalan darah, maka sempitkanlah jalan setan dengan rasa laparatau berpuasa.”

    Itulah rahasia sabda Nabi Saw. (yang artinya) : “Apabila bulan Ramadhan telah tiba, pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan setan dibelenggu. Seorang penyeru (malaikat) berseru, “Hai siapa yang menginginkan kebaikan, kemarilah. Hai siapa yang menginginkan keburukan berhentilah.”

    Ketahuilah saudaraku, ditinjau dari ukurannya puasa terbagi menjadi tiga tingkatan. Demikian juga ditinjau dari segi rahasia-rahasia yang dikandungnya terbagi menjadi tiga tingkatan. Ukuran minimal puasa adalah bulan Ramadhan, karena itu suatu kewajiban mutlak bagi orang yang beragama islam, sedang ukuran maksimal puasa adalah puasa Nabi Dawud a.s. yaitu berpuasa sehari dan tidak berpuasa sehari, sepanjang tahun.

    Dalam sebuah hadits sahih disebutkan bahwa puasa Dawud tersebut lebih baik daripada puasa Dahr (sepanjang tahun) dan merupakan puasa terbaik. Higmahnya yang terkandung disana adalah bahwa seseorang berpuasa sepanjang tahun (Dahr), maka puasa akan menjadi kebiasaan baginya. Dengan demikian ia tidak akan merasakan pengaruh puasa didalam dirinya, berupa kandungan jiwanya, kejernihan hatinya dan kelemahan syahwatnya. Karena nafsu hanya dapat dipengaruhi oleh sesuatu yang datang kepadanya, bukan sesuatu yang terbiasa dialaminya.

    Adapun puasa tingkat menengah adalah bila Anda berpuasa selama sepertiga tahun. Yaitu bila Anda berpuasa setiap hari Senin dan Kamis ditambah dengan puasa Ramadhan, berarti Anda telah berpuasa empat bulan empat hari, yaitu tambahan dari sepertiga. Akan tetapi harus terputus sehari (hari Senin atau hari Kamis) dari hari-hari tasyriq dan dua hari raya, itu berarti hanya perlu menambah tiga hari sebagai gantinya. Seyogyanya puasa Anda tidak kurang dari kadar ini, karena puasa ini terasa ringan pada jiwa, tetapi pahalanya banyak.

    Adapun tingkatan-tingkatan puasa dari segi rahasianya terbagi menjadi tiga derajat.

    Pertama, yang terendah adalah hanya terbatas pada tindakan diri dari perbuatan yang membatalkan puasa, tetapi tidak menahan anggota tubuhnya dari perbuatan tercela. Misalanya ghibah (ghosip), zina mata, zina tangan, telinga berbuat maksiat dsb. Ini adalah puasa umum (puasa orang awam) yang hanya berhenti dan puas dengan namanya saja. Apa yang didapat hanyalah rasa lapar, haus dan tidah berhubungan badan saja.

    Kedua, Anda menambahkan pada puasa itu pencegahan anggota tubuh dari perbuatan terlarang. Anda menghindarkan lisan dari ngobrol, ghibah (menggunjing), mata dari pandangan terlarang melihat artis-aartis yang telanjang di TV, telinga dari mendengarkan kata-kata yang tidak sopan, otak dari perbuatan menghayal, menghindarkan hati dari sifat iri, dengki, hasat, hasut, dendam, perut yang masih mau makan makanan haram, riba, subhat, tangan dari perbuatan usil, kaki dari mengantar ketempat maksiat walaupun tidak ikut melakukannya dan begitu pula anggota-anggota tubuh lainnya.

    Ketiga, Anda menambahkan pada puasa itu penghindaran hati dari pikiran (pada urusan duniawi (tinggalkan urusan duniawi), ingatlah akan kemana roh kita setelah kita meninggal dunia, roh kita akan hidup di alam kubur beribu-ribu tahun, bahkan jutaan tahun, belum di akhirat nanti yang kekal selamanya nah apa bekal kita untuk menghadap raja diraja penguasa jagat alam raya ini yaitu Allah Azza Wa Jalla, dan rasa was-was serta membatasinya hanya pada mengingat Allah Azza Wa Jalla. Ini adalah puasa paling khusus dan paling sempurna.

    Dan kunci final yang dapat menyempurnakan adalah berbuka dengan makanan halal, bukan makanan syubhat (yang diragukan kehalalannya), bukan hasil dari meminta-minta, bukan hasil pemberian orang yang hasil dari korupsi, hasil dari maling uang rakyat, dan makanlah (berbuka hanya sekedar makan untuk menjadikan badan kuat untuk beribadah selanjutnya (sholat tarwih, salat malam lainya, tahajut, shalart witir dsb tidak berlebihan menyantap makanan halal dengan tujuan menambal makan yang ditinggalkannya di siang hari, sehingga menggabungkan dua porsi makan sekaligus. Sebab hal ini akan menimbukan lambung penuh serta menguatnya syahwat. Ini di samping menghilangkan higmah dan faedah puasa juga menyebabkan rasa malas melakukan shalat tahajut. Bahkan bisa jadi tidak mampu bangun sebelum subuh. Semua itu merupakan kerugian dan mungkin tidak bisa ditutup oleh faedah puasa.

    PUASA SUNAH: Puasa 6 hari berturut-turut di bulan Syawal setelah puasa Ramandhon disambung puasa Syawal 6 hari, hari raya Idul Fitri dilarang puasa, jadi berselang satu hari saja. Manfaatnya dianggap puasa sepanjang masa. (HR.Muslim Buku II No. 1134).

    Artinya puasa 30 hari dibulan puasa, nilainya sama dengan 300 hari, karena setiap kali puasa 10 kali lipat nilainya, kalau ditambah 6 hari puasa dibulan syawal = 6 x 10= 60 hari, jadi sama berpuasa 360 hari dalam setahun, kalau tiap-tiap tahun berpuasa di bulan Ramandhon 30 hari dan dibulan syawal 6 hari, berarti puasa sepanjang masa.

    Puasa tiap-tiap bulan tiga hari, paling baik pada tgl 14, 15 & 16 pada bulan Qomariah, atau pada hari apa saja yang penting tiap-tiap bulan ada tiga hari puasa. Satu hari berpuasa nilainya sama dengan 10 hari, jadi kalau tiap-tiap bulan berpuasa 3 hari nilainya sama dengan berpuasa 30 hari, kalau tiap-tiap bulan berpuasa 3 hari, maka dianggap berpuasa sepanjang masa. (HR.Muslim & HR.Bukhari)

    Puasa pada tanggal 10 Asyura ( Muharam), pada tangggal tersebut ditenggelamkannya raja Fir’aun, atau hari raya orang-orang yahudi, Nabi Musa bersyukur atas ditenggelamkannya raja Fir’aun. Dan dimenangkannya orang yahudi, Nabi Muhammad SAW menghormati Nabi Musa AS. (HR.Muslim Buku II No. 1103)

    Puasa pada tanggal 8 & 9 Zulhijah atau hari Arafah. Manfaatnya dosa satu tahun yang lalu dan satu tahun yang akan datang dihapus atau diampuni. (HR.Muslim Buku II No. 1131)

    Puasa pada bulan Sya’ban, hari dan tanggal terserah, puasalah sebanyak-banyaknya. (HR.Muslim Buku II No. 1125)

    Puasa Nabi Daud, satu hari puasa satu hari tidak puasa, terus menerus. (HR.Muslim Buku II No. 1128)

    Faedah (manfaat) puasa: Satu hari berpuasa, dijauhkan dari neraka 70,000 musim lamanya) HR.Muslim No. 1120.

    Bagi orang yang berpuasa dibukakkan pintu surga tersendiri oleh Allah Swt, karena puasa itu amalan yang langsung untuk Allah Swt.

    Dengan berpuasa mendidik kita untuk berdisiplin waktu, disiplin bekerja, jujur tidak berbohong, tidak korupsi (ghulul), tidak mencuri hak orang lain, mendidik mental kita untuk menjalankan, menunaikan segala perintah yang diwajibkan oleh agama maupun pemerintah dan menjauhkan segala perbuatan yang dilarang oleh agama maupun oleh pemerintah.

    Hasilnya kita akan selamat didunia sampai diakhirat dan anak cucu kita akan menemui kebahagia-an, karena kita sendiri secara langsung mendidik anak untuk berpuasa yang benar, yang sangat besar manfaatnya didunia maupun di akhirat nanti.

    Dengan ibadah berpuasa, maka manusia akan berhasil mengendalikan hawa nafsunya yang membuat jiwanya menjadi kuat, bahkan dengan demikian, manusia akan memperoleh derajat takwa yang tinggi seperti layaknya malaikat yang suci dan ini akan membuatnya mampu mengetuk dan membuka pintu-pintu langit hingga segala do’anya dikabulkan oleh Allah Swt. Insya Allah.

    Hakekat puasa: Puasa tidak hanya menahan lapar, haus dan kemaluan dari memenuhi syahwat, namun puasa harus bisa menjaga otak kita dari menghayal, (lisan kita dari berkata kotor, ghibah), pendengaran kita dari suara kotor, (mata kita dari pandangan yang haram, tv, film, sinetron), tangan kita dari colak-colek yang diharamkan, (hati kita dari sifat iri-dengki, hasat-hasut, sombong, membanggakan diri, ria), (kaki kita dari berjalan menuju tempat ghibah, maksiat dsb), serta anggota tubuh lainnya dari dosa-dosa kecil, seperti tersebut diatas pada nomor dua.. Lebih baik tidur daripada ngobrol yang tidak karuan, Perbanyaklah membaca : Al Qur’an, dzikrullah, baca buku-buku agama.

    Ada beberapa perkara yang merusak hakekat puasa antara lain: dusta, ghibah (menggunjing orang), namimah (mengadu domba), sumpah dusta (palsu), pandangan dengan syahwat, irihati, dengki, dendam, melihat gambar-gambar porno, melihat artis telanjang di tv dsb.

    Hari-hari yang tidak boleh berpuasa: Hari Raya Idul Fitri, Idul Adha, hari-hari Tasyrik (11, 12 & 13 Zulhijah) dan hari Jum’at kecuali hari Jum’at bulan Ramandhan. (HR.Muslim).

    Saudaraku, bila kita tidak berusaha untuk berpuasa dihari ini, entah dengan bekal apa nanti bila kita menghadap Sang Pencipta, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Besar, Yang Maha Kuat, Yang Maha Agung, Allah Swt. Di Yaumul Hisab nanti! Di Hari Perhitungan nanti, di hari pengadilan Tuhan nanti!! Allahu a’lam bishshawab.

    Semoga tulisan ini dapat menambah keimanan kita, ketakwaan kita, agar dapat menambah amal saleh kita, agar bisa menancap dihati kita yang paling dalam , semoga sampai diakhir hayat kita, sehingga kita mati dalam keadaan Khusnul Khotimah, dengan membawa amal saleh yang banyak, insya Allah. Bila ini benar tentunya datangnya dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan bila ada yang salah ini datangnya dari saya sendi, semoga Allah SWT mengampuni saya. Allahu a’lam bish shawab. Alhamdulillaahirrabbil’alamiin. Sukarman.

    Barang siapa yang mau beramal shaleh, tolong tulisan ini diforward ke kawan atau sanak saudara kita.

    ***

    Sumber: Terjemah Al Qur’an, Hadits Shahih Imam Muslim dan Bukhori.

     
  • erva kurniawan 1:47 am on 3 May 2016 Permalink | Balas  

    Taqwa, Kafir, Munafiq 

    khusyuk_500Taqwa, Kafir, Munafiq

    Assalamu’alaykum Wr. Wb.

    Segala puji hanyalah bagi Allah Rabb semesta alam, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah SAW.

    Dalam surat Al-Baqarah ayat 2-16 Allah SWT menggolongkan manusia, dalam 3 golongan:

    1. Orang bertaqwa (QS. 2:2)

    Ciri-ciri dari orang yang bertaqwa diantaranya:

    • menjadikan Al-Quraan sebagai petunjuk (QS. 2: 2), (QS: 2:5)
    • beriman kepada yang gaib (QS. 2:3)
    • mendirikan shalat (QS. 2:3)
    • menginfaqkan sebagian rezeki yang telah diberikan Allah SWT kepada mereka (QS. 2:3)
    • beriman kepada kitab-kitab Allah SWT (QS. 2:4)
    • meyakini adanya hari pembalasan/akhirat (Qs. 2:4)

    Konsekwensi dari ketaqwaan: menjadi orang yang beruntung. (QS.2:5)

    1. Orang kafir (Qs. 2:6)

    Ciri-ciri orang-orang kafir, diantaranya:

    • tidak mau menerima peringatan (QS. 2: 6)

    Konsekwensi dari kekafiran:

    • jalan untuk memproleh petunjuk telah ditutup oleh Allah SWT. (QS. 2:7)
    • siksa yang amat berat dari Allah SWT (Qs. 2:7)
    1. Orang Munafiq (QS. 2:8)

    Ciri-ciri orang-orang munafiq, diantaranya:

    • iman hanya sampai di lisan saja. (QS. 2:8)
    • banyak retorika dengan tujuan ingin mengelabui Allah SWT dan orang-orang beriman (QS. 2:9) padahal yang di tipu adalah diri sendiri tapi tidak menyadarinya
    • pendusta (Qs. 2:10)
    • jika dikatakan jangan berbuat kerusakan mereka mengatakan sedang mengadakan perbaikan. (QS. 2:11) dalam kondisi sebenarnya mereka adalah orang-orang yang melakukan kerusakan (QS. 2:12)
    • jika mendapat seruaan untuk beriman malah mengolok-olok dengan mengatakan bodoh (QS. 2:13)
    • jika bertemu orang beriman mereka mengatakan “beriman” tapi ketika kembali kepada kelompoknya mereka  mengatakan cuma main-main saja. (Qs. 2;14)
    • orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk (QS. 2:16)

    Konsekwensi dari kemunafiqan:

    • ditambah penyakit dalam hatinya oleh Allah SWT (QS. 2:10)
    • Allah SWT akan membiarkan mereka dalam “kebingungan”nya (QS. 2:15)
    • Siksa yang pedih (QS. 2:10)

    Wallahua’lam

    Wassalamu’alaykum Wr. Wb.

    ***

    Munanggar Fahmi

     
  • erva kurniawan 2:37 am on 2 May 2016 Permalink | Balas  

    Fadhilat Sya’ban 

    Sya'banFadhilat Sya’ban

    (1 Sya’ban 1437 H jatuh pada Minggu 8 Mei 2016 M)

    1. Telah memberitahu kepada kami Abdullah bin Yusuf Telah memberitahu kami Malik daripada Abi An-Nadhri daripada Abi Salamah daripada Sayyidatina ‘Aishah telah berkata : Rasulullah S.A.W berpuasa sehingga kita mengatakan dia tidak berbuka dan baginda S.A.W berbuka sehingga kami berkata dia tidak berpuasa. Dan aku tidak pernah melihat Rassulullah S.A.W menyempurnakan puasa sebulan penuh melainkan pada bulan Ramadhan dan aku tidak pernah melihat baginda S.A.W banyak berpuasa melainkan pada bulan Sya’ban.

    (Diriwayatkan oleh imam Bukhari di dalam sohihnya dan imam Muslim di dalam sohihnya)

    1. Telah memberitahu kami Muaz bin Fudhalah telah memberitahu kami Hisham daripada Yahya daripada Abi Salamah sesungguhnya sayyidatina ‘Aishah telah memberitahunya dengan berkata : Nabi S.A.W tidak banyak berpuasa melainkan pada bulan Sya’ban, dan baginda S.A.W telah berpuasa sebulan penuh pada bulan Sya’ban. Dan adalah baginda S.A.W bersabda : Lakukanlah amalan yang mana kamu mampu membuatnya maka sesungguhnya Allah tidak membebankan (mewajibkan) kamu sehingga kamu merasa berat dengan beban. Dan apa yang disukai oleh Rasulullah S.A.W adalah sembahyang(sunat) yang senantiasa dikerjakan sekalipun sedikit. Dan adalah baginda S.A.W apabila mendirikan sembahyang maka baginda S.A.W senantiasa berterusan di dalam berbuat demikian.

    (Diriwayatkan oleh imam Bukhari di dalam sohihnya dan imam Muslim di dalam sohihnya)

    1. Telah memberitahu kami Sufian bin ‘Uyainah daripada Ibn Abi Labid daripada Abi Salamah telah berkata : Aku telah bertanya Sayyidatina ‘Aishah tentang puasa Rasulullah S.A.W maka dia menjawab : Adalah baginda S.A.W berpuasa sehingga kami berkata : Sesungguhnya baginda S.A.W telah berpuasa dan baginda s.A.W berbuka sehingga kami mengatakan : Telah baginda S.A.W berbuka. Aku tidak pernah melihat baginda S.A.W berpuasa dari sebulan sahaja lebih banyak daripada puasa baginda S.A.W pada bulan Sya’ban. Kadang-kadang baginda S.A.W berpuasa Sya’ban sebulan penuh dan kadang-kadang baginda S.A.W berpuasa sedikit daripadanya.

    (Diriwayatkan oleh imam Muslim di dalam sohihnya)

    1. Telah memberitahuku Muawiyah bin Soleh daripada Abdullah bin Abi Qais sesungguhnya dia telah mendengar Sayyidatina ‘Aishah berkata : Bulan yang disukai oleh Rasulullah S.A.W yang mana baginda S.A.W berpuasa padanya adalah bulan Sya’ban kemudian disambung puasa pada bulan Ramadhan.

    ( Hadis ini sanadnya Hasan dan diriwayatkan oleh Abu Daud, An-Nasaei, Ibn Khuzaimah, Al-Baihaqi dan Al-Baghawi)

    1. Telah memberitahuku Al-Maqburi daripada Abu Hurairah daripada Usamah bin Zaid telah berkata: Aku telah berkata : Wahai Rasulullah! sesungguhnya kau telah melihat engkau berpuasa pada bulan yang mana aku tidak melihat engkau berpuasa pada bulan yang mana engkau puasa padanya. Bertanya Rasulullah S.A.W : Bulan apa? Aku berkata: Sya’ban bulan diantara Rejab dan Ramadhan yang mana melupakan manusia mengenainya(diangkat kepadaNya) segala amalan semua hamba maka aku lebih suka amalanku tidak diangkat melainkan bersamanya aku berpuasa. Maka aku berkata lagi: Aku melihat engkau berpuasa pada hari Isnin dan Khamis dan tidak mengabaikan kedua-dua hari itu.Sabda baginda S.A.W : Sesungguhnya segala amalan semua hamba akan diangkat pada kedua-dua hari itu maka aku lebih suka tidak diangkat amalanku melainkan bersamanya aku berpuasa.

    (Hadis ini sanadnya Hasan dan telah dikeluarkan oleh An-Nasaei, Imam Ahmad dan imam Al-Baihaqi)

    ================

    Hide message history

    maraji :

    1. Fathul Bari syarah sohih Bukhari oleh Ibnu Hajar jilid 4 cetakan Maktabah Al-Risalah Al-Hadisah
    2. Syarah Sohih Muslim oleh imam An-Nawawi jilid 15/16 cetakan Darul Makrifah
    3. Kitab Fadahailul Auqat oleh Abi Bakar bin Al-Husin Al-Baihaqi di kaji oleh Adnan Abdul Rahman Majid Al-Qaisi cetakan Maktabah Al-Manarah Makah Mukarramah.
     
  • erva kurniawan 1:28 am on 1 May 2016 Permalink | Balas  

    Keistimewaan Bulan Sya’ban 

    Sya'banKeistimewaan Bulan Sya’ban

    Ada beberapa keistimewaan bulan Sya’ban di dalam Islam, antara lain :

    1. Bulan di mana amalan diangkat kepada Allah swt.
    2. Dikeluarkan oleh Bukhary dan Muslim : Daripada Aisyah sesungguhnya beliau telah berkata : “Tidak pernah Rasulullah saw berpuasa lebih banyak dari bulan Sya’ban (selain dari Ramadhan) kerana sesungguhnya Baginda berpuasa penuh sebulan” seperti sabda Baginda “Lakukan amalan apa yang mampu oleh kamu karena sesungguhnya Allah tidak pernah jemu sehingga kamu sendiri merasa jemu”
    3. Usamah bin Zaid berkata: “Aku telah bertanya kepada Rasulullah saw :Ya Rasulullah, aku tidak pernah menyaksikan seumpama puasamu di bulan Sya’ban di dalam bulan-bulan lain. Rasulullah telah bersabda: “Itulah bulan di mana manusia lalai mengenainya iaitu di antara bulan Rajab dan Ramadhan. Ia adalah bulan di mana segala amalan diangkat kepada Tuhan pemilik sekalian alam. Maka aku amat suka sekiranya amalanku diangkat sedang aku berpuasa.”
    4. Pertengahan Sya’ban: keampunan dan keredhaan.
    5. Dari Aishah , sabda Rasulullah :”Ya, Aishah sesungguhnya ialah bulan di mana malaikat maut menghapuskan nama orang yang akan diambil rohnya di sepanjang tahun itu maka aku amat suka sekiranya beliau tidak mengambil rohku melainkan dalam bulan Sya’ban.”.

    Ini adalah karena di dalam bulan Sya’ban tersebut akan dilakukan pemansuhan nama-nama orang yang akan diambil namanya di sepanjang tahun tersebut. Maka orang2 yang diambil rohnya di sepanjang tahun itu dihapuskan namanya dan dipindahkan dalam barisan orang2 yang akan mati pada tahun tersebut.

    1. Daripada Anas , Nabi saw bersabda : “Puasa Sya’ban sebagai menghormati (memperbesarkan kedatangan) bulan Ramadan.”
    2. Aishah telah berkata: “Bulan yang paling disukai oleh Rasulullah saw ialah bulan Sya’ban kemudian diteruskan dengan Ramadhan”.
    3. Abdullah r.a. berkata, Rasulullah telah bersabda :”barangsiapa yang berpuasa pada hari senin terakhir di dalam bulan Sya’ban akan diampunkan dosanya”.
    4. Kelebihan malam pertengahan Sya’ban (lailatul bara’ah): keampunan Allah- qiamullail dan puasa di siang hari. Daripada Ali bin Abi Talib, Rasullah bersabda :” sesungguhnya Allah turun pada pertengahan Sya’ban ke langit dunia maka dia mengampuni setiap muslim melainkan orang mushrik, orang yang memutuskan silaturrahim yang berbuat fitnah dan wanita yang tidak menjaga kemaluannya”.
    5. Umar bin Abd Aziz telah menulis:”hendaklah kamu memerhatikan empat malam di dalam satu tahun kerana sesungguhnya Allah swt telah membuka rahmatnya dengan seluas2nya yaitu malam pertama Rejab, malam pertengahan Sya’ban, malam Aidilfitri dan malam Aidil adha”.
    6. Sabda nabi saw: Sesungguhnya doa di malam ini tidak ditolak sama sekali.
    7. Ulama menganjurkan agar dibacakan Surah Yassin 3 kali. Bacaan pertama diniatkan untuk memohon panjang umur, bacaan kedua untuk memohon mengangkat bala dan ketiga agar merasa cukup – tidak meminta2 dari makhluk, dan doa dibacakan selepas setiap bacaan Surah Yassin
    8. Istighfar dan taubat:

    Dari Abu Hurairah, Nabi saw bersabda: “Syaa’ban adalah bulanku, Rejab adalah bulan Allah dan Ramadhan bulan umatku dan Sha’ban adalah bulan ditukarnya kejahatan dengan kebaikan dan Ramadan adalah pembersih segala dosa”.

    1. Dari Anas bin Malik: Nabi saw bersabda: kelebihan Rejab di atas bulan2 lain adalah umpama kelebihan Al-Quran keatas lain2 perkataan, kelebihan sya’ban ke atas lain2 bulan adalah umpama kelebihanku di atas lain2 nabi dan kelebihan ramadan ke atas lain2 bulan adalah seumpama kelebihan Allah ke atas sekalian makhluk.
    2. Mengeluarkan sadaqah dan membaca Al-Quran

    Dari Anas b Malik: Sahabat2 Rasulullah saw, apabila mereka melihat anak bulan di permulaan sya’ban mereka akan mendambakan diri dengan membaca al-Quran, umat Islam mengeluarkan zakat kepada fakir miskin …

    1. Salawat ke atas Nabi: Allah swt berfirman dalam al-Ahzab 56 : “Sesungguhnya allah bersalawat ke atas nabi, wahai orang2 yang beriman, bersalawat ke atasnya dengan salawat yang banyak”.

    Daripada Abdullah bin Amru b As , Nabi saw bersabda: Barangsiapa yang bersalawat kepadaku sekali maka allah akan bersalawat ke atasnya sepuluh kali

    1. Sujud dan doa di malam pertengahan Sya’ban:

    Aishah telah berkata: Apabila tiba malam pertengahan bulan Sya’ban (nisfu syaaban) Rasulullah saw telah meninggalkan tempat tidur sehinggakan aku menyangka bahwa baginda saw telah pergi mendatangi isteri2nya yang lain maka aku bangun mencarinya di dalam rumah. Sedang aku meraba-raba terpeganglah olehku kedua kaki Rasulullah yg ketika itu sedang sujud . Maka aku telah menghafal doa yang dibaca ketika sujud baginda :

    “Telah sujud kepadamu kegelapan malam dan diriku ini , telah beriman kepadamu sanubariku, aku mengiktirafi akan nikmat2 yang telah engkau kurniakan, aku mengiktirafi dosa2ku kepadamu, aku telah menzalimi diriku sendiri (dengan melakukan maksiat) maka ampunilah aku, sesungguhnya tiada yang mengampuni dosa2 melainkan engkau, aku berlindung dengan keampunanmu dari azabmu dan aku berlindung dengan keredhaanmu dari kemurkaanmu dan aku berlindung denganmu saja, tiada upaya aku menghitung pujian untukmu, engkau adalah sepertimana engkau memuji dirimu sendiri.”

    Rasulullah bersabda : Pelajarilah dan ajarilah ia (doa itu) karena sesungguhnya Jibrail telah memerintahkanku supaya menyebutnya dalam sujudku.

    1. Sabda Rasulullah : Di malam ini dituliskan nama setiap bayi yang akan dilahirkan dan orang yang akan mati sepanjang tahun ini, pada malam ini diturunkan rezeki2 mereka pada malam ini diangkat amalan2 dan perbuatan2 hamba2.
    2. Sholat malam dan bacaan surah pendek : Rasulullah telah bersembahyang dengan memendekkan qiamnya dan membaca surah al-Fatihah dan surah2 yang ringkas lagi ringan kemudian beliau sujud hingga pertengahan malam. Kemudian baginda bagun di dalam rakaat kedua membaca surah2 sekitar surah2 tadi juga. Sujud baginda di rakaat ini sehingga ke fajar.
    3. Dari Abu Hurairah, sabda Rasulullah: Jibrail telah datang kepadaku pada malam pertengahan sya’ban dan berkata kepadaku : ‘Ya Muhammad ! Tongakkanlah kepalamu ke arah langit. Aku bertanya apakah malam ini? Jawab Jibrail, pada malam ini Allah membukakan tiga ratus pintu2 dari pintu2 rahmat dan mengampunkan orang yang tidak mempersekutukannya, melainkan ahli sihir, ahli nujum, pemabuk arak, orang yang tetap mengambil riba dan tetap melakukan zina adalah karena sekalian mereka itu tidak akan diampunkan sehinggalah mereka bertaubat.
    4. Perbanyakkanlah beristighfar/taubat lantaran malam tersebut dipenuhi dengan keampunan dan rahmat Allah. Mohonlah juga keampunan untuk kedua ibu bapa dan sekalian muslim yang masih hidup ataupun yang telah mati.
    5. Sya’ban sebagai lailatul bara’ah Baraah = kelepasan. 1. Kelepasan dari azab ar-Rahman. 2. Kelepasan Wali2 Allah dari dibiarkan oleh Allah swt.

    Sabda Rasulullah: Apabila tiba malam pertengahan Syaaban Allah akan memerhatikan makhluknya dengan pemerhatian yang penuh. Maka Allah akan mengampunkan orang2 yang beriman, membiarkan org2 kafir, meninggalkan orang2 yang berkhianat sehingga mereka bertaubat kepada Allah.

    1. Dikatakan bahwa malaikat juga mempunyai hari raya di langit sebagaimana manusia mempunyai hari raya di atas bumi. Maka hari raya malaikat ialah malam lailatul baraah dan lailatul qadar. Hari raya malaikat pada waktu malam karena mereka tidak tidur.

    ===================

    Sumber : Dipetik dari ‘Kelebihan bulan dan hari’ oleh Abu Khairy al-Latifi

     
  • erva kurniawan 1:10 am on 1 May 2016 Permalink | Balas  

    Risalah : Wasiat Tentang Sholat (2/8) 

    sholat-subuhRisalah : Wasiat Tentang Sholat (2/8)

    Dikutip dari Majmû’ Washôyâ, Ulasan : Al-Habib Hasan bin Sholeh Al-Bahr Al-Jufri

    Rasulullah SAW bersabda: Langit merintih dan memang ia pantas merintih, karena pada setiap tempat untuk berpijak terdapat malaikat yang bersujud atau berdiri (salat) kepada Allah Azza Wa Jalla.  (HR Turmudzi, Ibnu Majah dan Ahmad)

    Orang yang meninggalkan salat karena dilalaikan oleh urusan dunia akan celaka nasibnya, berat siksanya, merugi perdagangannya, besar musibahnya, dan panjang penyesalannya.  Ia dibenci oleh Allah, dan akan mati dalam keadaan tidak Islam, tinggal di neraka jahim, atau kembali ke neraka hawiyah, dilaknat oleh Allah, dan terusir dari bumi dan langit.  Ia melelahkan malaikat pencatat keburukan.  Tempat tinggal dan tempat kembalinya menjadi sempit.  Ia dilaknat dan dicaci-maki oleh rumahnya.  Pakaian yang menempel di tubuhnya mengumpatnya: Wahai musuh Allah, andaikan Allah tidak menundukkan aku untukmu aku tak akan sudi menempel ditubuhmu!  Kamu memakan rezeki Allah namun mengabaikan kewajiban-kewajiban yang telah digariskan-Nya!

    Dengarkanlah nasihatku tentang nasib orang yang meninggalkan salat, baik semasa hidup maupun setelah meninggal.  Sesungguhnya Allah merahmati orang yang mendengarkan nasihat kemudian memperhatikan dan mengamalkannya.

    Allah SWT berfirman: Sesungguhnya salat adalah kewajiban yang ditentukan waktunya bagi orang-orang yang beriman. (QS An-Nisa`, 4:103)

    Abu Hurairah RA meriwayatkan, “Setelah Isya’ aku bersama Umar bin Khottob RA pergi ke rumah Abu Bakar AsShiddiq RA untuk suatu keperluan.  Sewaktu melewati pintu rumah Rasulullah SAW, kami mendengar suara rintihan.  Kami pun terhenyak dan berhenti sejenak.  Kami dengar beliau menangis dan meratap.

    “Ahh…, andaikan saja aku dapat hidup terus untuk melihat apa yang diperbuat oleh umatku terhadap salat.  Ahh…, aku sungguh menyesali umatku.’

    “Wahai Abu Hurairah, mari kita ketuk pintu ini,’ kata Umar RA.

    Umar kemudian mengetuk pintu. “Siapa?’ tanya Aisyah RA. “Aku bersama Abu Hurairah.’

    Kami meminta izin untuk masuk dan ia mengizinkannya.  Setelah masuk, kami lihat Rasulullah SAW sedang bersujud dan menangis sedih, beliau berkata dalam sujudnya:

    “Duhai Tuhanku, Engkau adalah Waliku bagi umatku, maka perlakukan mereka sesuai sifat-Mu dan jangan perlakukan mereka sesuai perbuatan mereka.”

    “Ya Rasulullah, ayah dan ibuku menjadi tebusanmu.  Apa gerangan yang terjadi, mengapa engkau begitu sedih?”

    “Wahai Umar, dalam perjalananku ke rumah Aisyah sehabis mengerjakan salat di mesjid, Jibril mendatangiku dan berkata, “Wahai Muhammad, Allah Yang Maha Benar mengucapkan salam kepadamu,” kemudian ia berkata, “Bacalah!’

    “Apa yang harus kubaca?”

    “Bacalah: Maka datanglah sesudah mereka pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan salat dan memperturutkan hawa nafsunya, mereka kelak akan menemui kesesatan. (QS Maryam, 19:59)

    “Wahai Jibril, apakah sepeninggalku nanti umatku akan mengabaikan salat?’

    “Benar, wahai Muhammad, kelak di akhir zaman akan datang sekelompok manusia dari umatmu yang mengabaikan salat, mengakhirkan salat (hingga keluar dari waktunya), dan memperturutkan hawa nafsu.  Bagi mereka satu dinar lebih berharga daripada salat.”

    Hadis ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Umar RA.

    Allah SWT berfirman: “Mereka tidak berhak memperoleh syafaat kecuali orang yang telah mengikat perjanjian di sisi Tuhan Yang Maha Pengasih.”  (QS Maryam, 19:87)

    Dalam menafsirkan ayat di atas Rasulullah SAW bersabda bahwa yang dimaksud dengan mengikat perjanjian adalah mengerjakan salat lima waktu.

    Rasulullah SAW bersabda: Setelah tauhid, Allah tidak mewajibkan kepada hamba-Nya suatu (amalan) yang lebih Ia sukai daripada salat.  Andaikan Allah lebih mencintai suatu (amalan) selain salat, tentu para malaikat-Nya — yang di antara mereka ada yang ruku’, sujud, berdiri dan duduk — akan beribadah kepada-Nya dengan (amalan) itu.

    Dikatakan bahwa di langit terdapat sejumlah malaikat yang selalu mengerjakan salat.  Mereka dijuluki sebagai pembantu Allah Yang Maha Pengasih (khoddaamur Rahman).  Para malaikat itu membanggakan salatnya kepada malaikat-malaikat yang lain.

    Juga dikatakan bahwa jika seorang mukmin mengerjakan salat dua rakaat, maka 10 shof malaikat, yang setiap shofnya terdiri dari 10.000 malaikat, akan merasa takjub melihatnya.  Demikianlah Allah membanggakan orang yang salat kepada 100.000 malaikat.

    Orang yang mengerjakan salat adalah makhluk pilihan Allah, pewaris surga-Nya, akan selamat dari negeri kemurkaan dan terhindar dari kutukan-Nya.  Semoga Allah menjadikan kita orang-orang yang khusyu’ dalam salat.

    Abu Darda` berkata, “Hamba Allah yang terbaik adalah yang memperhatikan matahari, bulan dan awan untuk berdzikir kepada Allah, yakni untuk mengerjakan salat.”

    Diriwayatkan pula bahwa amal yang pertama kali diperhatikan oleh Allah adalah salat.  Jika salat seseorang cacat, maka seluruh amalnya akan ditolak.

    Rasulullah SAW bersabda: “Wahai Abu Hurairah, perintahkanlah keluargamu untuk salat, karena Allah akan memberimu rezeki dari arah yang tidak pernah kamu duga.”

    Atha’ Al-Khurasaniy berkata, “Sekali saja seorang hamba bersujud kepada Allah di suatu tempat di bumi, maka tempat itu akan menjadi saksinya kelak di hari kiamat.  Dan ketika meninggal dunia tempat sujud itu akan menangisinya.”

    Rasulullah SAW bersabda:”Salat adalah tiang agama, barang siapa menegakkannya, maka ia telah menegakkan agama, dan barang siapa merobohkannya, maka ia telah merobohkan agama. (HR Baihaqi).

    Barang siapa meninggalkan salat dengan sengaja, maka ia telah kafir.” (HR Bazzar dari Abu Darda`)

    “Barang siapa bertemu Allah sedang ia mengabaikan salat, maka Allah sama sekali tidak akan mempedulikan kebaikannya.”  (HR Thabrani)

    “Barang siapa meninggalkan salat dengan sengaja, maka terlepas sudah darinya jaminan Muhammad.”  (HR Ahmad dan Baihaqi)

    “Allah telah mewajibkan salat lima waktu kepada hambaNya.  Barang siapa menunaikan salat pada waktunya, maka di hari kiamat, salat itu akan menjadi cahaya dan bukti baginya.  Dan barang siapa mengabaikannya, maka ia akan dikumpul-kan bersama firaun dan Haman.” (HR Ibnu Hibban dan Ahmad).

     
c
Compose new post
j
Next post/Next comment
k
Previous post/Previous comment
r
Balas
e
Edit
o
Show/Hide comments
t
Pergi ke atas
l
Go to login
h
Show/Hide help
shift + esc
Batal