Mengapa Darwinisme Bertentangan Dengan Al Qur’an (6)


Pengertian-Fosil-Pembentukan-Fosil-Waktu-GeologisMengapa Darwinisme Bertentangan Dengan Al Qur’an (6)

Harun Yahya

Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dengan benar. Dan benarlah perkataan-Nya di waktu Dia mengatakan: “Jadilah, lalu terjadilah”, dan di tangan-Nya-lah segala kekuasaan di waktu sangkakala ditiup. Dia mengetahui yang ghaib dan yang nampak. Dan Dialah yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui. (QS. Al An’aam, 6: 73)

Penelitian Fosil Membuktikan Penciptaan

Melihat fakta-fakta di atas, kemajuan ilmiah menunjukkan bahwa seleksi alam dan mutasi tidak berdaya evolusi. Karena tidak ada mekanismenya, evolusi tidak mungkin pernah terjadi di masa lalu. Akan tetapi, kaum evolusionis masih bersikeras bahwa semua makhluk berevolusi dari satu ke lainnya, lewat proses yang lambat selama ratusan juta tahun. Kesalahan mereka disembunyikan dalam jalan pikiran ini, karena jika skenario mereka memang benar, makhluk tahap peralihan, yang tak terhitung banyaknya, dari rentang waktu tersebut seharusnya sudah terbentuk. Lebih lagi, kita seharusnya menemukan sisa-sisa fosilnya.

Pernyataan kaum evolusionis yang tak masuk akal tampak mencolok dalam setiap perkara. Coba kita lihat perihal munculnya ikan, yang dikatakan kaum evolusionis, berasal dari invertebrata (hewan tak bertulang belakang), seperti bintang laut dan cacing laut. Jika pernyataan ini benar, seharusnya ada contoh makhluk peralihan yang jumlahnya berlimpah ruah, demi membolehkan terjadinya sebuah evolusi yang lamban.

Dengan kata lain, kita seharusnya dapat melihat sisa fosil dari berjenis-jenis hewan (spesies) yang memiliki baik ciri-ciri ikan mau pun ciri-ciri invertebrata. Akan tetapi, walaupun banyak fosil ikan dan invertebrata ditemukan para ilmuwan, tidak pernah ada fosil makhluk peralihan, yang dapat membenarkan pernyataan evolusionis, yang ditemukan. Ketiadaan demikian, pada gilirannya, berarti evolusi tidak pernah terjadi. (Ternyata, ikan pertama di Bumi muncul di zaman geologis yang sama dengan invertebrata rumit yang pertama dikenal. Fosil ikan berasal dari 530 juta tahun yang lampau.15 Pada saat itu, yang dikenal sebagai zaman Kambrium, semua kelompok utama hewan invertebrata tiba-tiba muncul di Bumi.)

images (1)Sebagai contoh, kaum evolusionis menyatakan bahwa bintang laut berevolusi menjadi ikan sejati setelah jutaan tahun. Berdasarkan pernyataan ini, seharusnya terdapat banyak bentuk peralihan di antara kedua jenis ikan tersebut. Akan tetapi, tidak satu pun fosil yang memiliki bentuk peralihan pernah ditemukan. Ditemukan bintang laut dan ikan dalam catatan fosil, tetapi tidak ada bentuk peralihan di antara keduanya.

Walaupun sadar betul akan hal ini, kaum evolusionis menggunakan cara seperti hasutan atau demagogi dan bukti palsu, untuk membuat orang percaya pada evolusi. 16 Bahkan Darwin sendiri tahu bahwa catatan fosil tidak mendukung teorinya; ia cuma berharap bahwa catatan itu akan semakin berlimpah seiring berlalunya waktu, dan berbagai makhluk tahap peralihan akan ditemukan. Akan tetapi, kaum evolusionis masa kini tidak lagi memiliki harapan seperti itu. Bahkan mereka akui, catatan fosil begitu kaya dan sudah memadai untuk mengungkapkan sejarah kehidupan.

Prof N. Heribert Nillson, ahli botani evolusionis yang ternama berkebangsaan Swedia dari Universitas Lund, mengatakan hal berikut tentang catatan fosil:

Upaya saya untuk menunjukkan peristiwa evolusi, melalui sebuah percobaan yang sudah dilangsungkan selama lebih dari 40 tahun, sudah sepenuhnya gagal … Bahan fosil kini sudah begitu lengkap, sehingga bahkan dapat disusun berbagai kelas (makhluk hidup) baru, dan ketiadaan rangkaian makhluk tahap perantara tidak bisa dijelaskan sebagai akibat kurangnya bahan (fosil). Kekosongan itu memang ada, (dan) tidak akan pernah terisi. 17

T Neville George, guru besar ilmu paleontologi Universitas Glasgow, menyatakan bahwa sekalipun catatan fosil sangat berlimpah, bentuk peralihan yang sudah lama dicari-cari belum juga ditemukan:

Tidak perlu lagi meminta maaf atas kekurangan dalam catatan fosil. Dalam segi tertentu, catatan fosil itu sudah demikian berlimpah, hampir tak terkelola, dan kecepatan penemuan fosil sudah melebihi kecepatan penyusunannya … Meskipun demikian, catatan fosil tetap saja masih lebih banyak terdiri atas celah dan kesenjangan. 18

Para evolusionis bahkan melangkah terlalu jauh, sampai-sampai mengakui bahwa bukan saja menyangkal evolusi, catatan fosil juga memberikan bukti ilmiah bagi kebenaran penciptaan. Misalnya, evolusionis ahli paleontologi Mark Czarnecki mengakui : Masalah besar dalam membuktikan teori ini ialah catatan fosil; jejak-jejak makhluk hidup yang sudah punah, yang terawetkan dalam lapisan batuan Bumi. Catatan ini tidak pernah mengungkapkan tanda-tanda adanya makhluk perantara – yang diduga Darwin –  bahkan, berbagai jenis makhluk hidup muncul dan menghilang dengan tiba-tiba, dan kejanggalan ini amat memperkuat paham penciptaan bahwa setiap jenis makhluk hidup diciptakan oleh Tuhan….(19

Seperti telah kita lihat, kaum evolusionis menderita kekecewaan mengenaskan menyangkut makhluk tahap perantara. Tidak ada satu pun penggalian di dunia ini yang telah menghasilkan jejak adanya bentuk peralihan, sekalipun yang paling samar, sejak Darwin kali pertama mengajukannya. Temuan itu semua adalah dari jenis yang seakan bermaksud menghancurkan harapan kaum evolusionis, dan menunjukkan bahwa makhluk hidup di Bumi muncul tiba-tiba, berkembang sempurna, dan tanpa cela.

Akan tetapi, sekalipun mengetahui bahwa bentuk peralihan tidak pernah ada, para ilmuwan evolusionis tak mau meninggalkan teori mereka. Mereka memberikan uraian berprasangka tentang sejumlah fosil. Dalam karangannya In Search of Deep Time, Henry Gee, anggota redaksi majalah termasyhur di dunia, Nature, melukiskan seberapa ilmiah sebenarnya uraian-uraian tentang fosil semacam itu:

Kita menyusun fosil-fosil dalam suatu urutan yang mencerminkan pemerolehan bertahap dari apa saja yang kita lihat pada diri sendiri. Kita tidak mencari kebenaran, kita menciptakannya setelah kejadian, untuk disesuaikan dengan prasangka kita sendiri … Untuk mengambil sederet fosil, dan menyatakan bahwa deretan itu melambangkan satu garis keturunan, bukanlah sebuah dugaan (hipotesis) ilmiah yang dapat diuji, melainkan sebuah pernyataan yang mengandung keabsahan setara dengan dongeng sebelum tidur – menghibur, bahkan mungkin berisi pelajaran, namun tidak ilmiah. 20

Itulah sebabnya, mengapa mereka yang beriman kepada Allah tidak boleh teperdaya oleh permainan kata dan kebohongan yang berjubah ilmiah. Salah besar, jika percaya bahwa sekelompok orang, hanya karena mereka ilmuwan, pasti berkata benar dan patut dipercaya. Ilmuwan evolusionis tidak punya rasa bersalah menyembunyikan kebenaran, memelintir fakta ilmiah, dan bahkan membuat bukti-bukti palsu untuk membela pemikiran mereka. Sejarah Darwinisme penuh dengan contoh semacam itu.

Bila kita tinjau garis-garis besar Darwinisme yang paling dasar sekalipun, segera terlihat ketidak-absahan dan landasannya yang lapuk habis. Bila kita periksa rinciannya, keadaan ini semakin jelas. (Lihat The Evolution Deceit, Taha Publishers, London, 1999 dan Darwinism Refuted, Goodword Publishers, New Delhi, 2003 untuk keterangan lebih lanjut.)

Berlawanan dengan apa yang dinyatakan kaum evolusionis, kita melihat suatu perancangan dan perencanaan agung dalam ciri semua makhluk hidup dan tak-hidup, ke mana pun kita memandang. Itulah tanda bahwa Allah telah menciptakan semuanya. Kaum evolusionis terus mengibarkan perlawanan sia-sianya, karena tidak ingin menerima kenyataan ini. Sebagai penganut paham materialisme sejati, mereka sedang mencoba menghidupkan kembali sesosok mayat.

Semua ini membawa ke hanya satu kesimpulan: Darwinisme menyesatkan orang dari akal sehat, ilmu pengetahuan, dan kebenaran, serta menggiring mereka ke arah ke cara berpikir tanpa akal sehat. Orang-orang yang percaya kepada evolusi tak bersedia mengikuti jalur nalar dan ilmu pengetahuan, dan termakan omong kosong penuh takhayul yang disampaikan turun-temurun sejak tahun 1880-an saat Darwin masih hidup.

Akhirnya, mereka mulai percaya bahwa ketidaksengajaan atau kebetulan bisa memainkan peran bersifat ilahiah, walaupun segenap alam semesta penuh dengan tanda-tanda penciptaan. Cukup melihat satu saja mekanisme tanpa cacat di langit dan di laut, pada tumbuhan dan hewan, untuk menyadari hal ini. Mengatakan bahwa semua ini karya ketidaksengajaan merupakan pelecehan nalar, akal, dan ilmu pengetahuan. Yang diperlukan adalah pengakuan atas kekuatan dan keagungan Allah, dan setelah itu, penyerahan diri kepadaNya.

***

  1. Pada tahun 1999, seorang paleontolog Cina menemukan fosil dua jenis ikan yang berumur kira-kira 530 juta tahun di fauna Chengjiang. Masa itu dikenal sebagai Zaman Kambria Awal. Lihat BBC News Online, 4 November 1999 .
  2. Sejarah Darwinisme meliputi sejumlah contoh terkenal bukti yang dipalsukan. “Manusia Piltdown” atau “moyang purba manusia” ternyata cuma tipuan yang dibuat dengan menggabungkan rahang orang utan dan tengkorak manusia. Ahli biologi Jerman Ernst Haeckel memalsukan gambar-gambar embrio manusia dan hewan agar tampak mirip, dan gambar-gambar palsunya menyesatkan ilmuwan selama puluhan tahun. Foto terkenal Ketllewells tentang “penghitaman industri”, yang memperlihatkan ngengat abu-abu Inggris, baru-baru ini terungkap sebagai foto-foto yang diatur di mana contoh sediaan mati direkatkan ke batang pohon. “Burung dino” yang mengejutkan, yang diberi nama ilmiah Archaeoraptor and mengguncang dunia di tahun 1998 ternyata dusta yang diolah dengan merekatkan lima fosil berbeda dari makhluk-makhluk hidup berbeda. Untuk rinciannya, lihat Harun Yahya, Darwinism Refuted, Goodword Books, New Delhi, 2003.
  3. Prof. N. Heribert Nilsson, Universitas Lund, Swedia. Ahli botani dan evolusionis ternama, sebagaimana dikutip dalam: The Earth Before Man, h.51, http: //www.netcentro.co.uk/steveb/penkhull/create3.htm. (Penebalan oleh Harun Yahya)
  4. T. Neville George, “Fossils in Evolutionary Perspective”, Science Progress, vol 48, Januari 1960, h. 1,3 (Penebalan oleh Harun Yahya)
  5. Mark Czarnecki, “The Revival of the Creationist Crusade”, MacLean’s, 19 January 1981 , h. 56
  6. Henry Gee, In Search of Deep Time, New York , The Free Press, 1999, h.116-117.