Mengapa Darwinisme Bertentangan Dengan Al Qur’an (13)


cara-mencegah-pencemaran-airMengapa Darwinisme Bertentangan Dengan Al Qur’an (13)

Harun Yahya

Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dengan benar. Dan benarlah perkataan-Nya di waktu Dia mengatakan: “Jadilah, lalu terjadilah”, dan di tangan-Nya-lah segala kekuasaan di waktu sangkakala ditiup. Dia mengetahui yang ghaib dan yang nampak. Dan Dialah yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui. (QS. Al An’aam, 6: 73)

  1. Kekeliruan Bahwa Penciptaan Dari Air Adalah Tanda Penciptaan Evolusi

Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur, yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat. (QS. Al Insaan, 76: 2)

Mereka yang membela penciptaan evolusi mencoba menunjukkan, pernyataan-pernyataan dalam banyak ayat bahwa manusia diciptakan dari air adalah bukti semua makhluk hidup muncul dari air.

Akan tetapi, ayat-ayat itu selalu ditafsirkan oleh para ulama dan pengulas Al Qur’an sebagai merujuk kepada penciptaan dari bersatunya sel mani dan telur. Misalnya, Muhammad Hamdi Yazir dari Elmali menguraikan ayat di atas sebagai berikut:

… ia diciptakan dari nutfah berbentuk air. Nutfah adalah air murni. Ia juga berarti air mani. Nutfah dan air mani menurut kebiasaan memiliki arti yang sama. Namun, di akhir Surat Al Qiyaamah, dikatakan “nutfah dalam mani yang ditumpahkan” (QS. Al Qiyaamah, 75: 37),

jadi, menyatakan bahwa nutfah itu bagian dari air mani tersebut.

Sebagaimana dikabarkan dalam Sahih al-Muslim, “Anak tidak berasal dari seluruh cairan itu”. Dan, hadits itu, membahas setiap bagian kecil dari keseluruhan itu, tidak mengatakan, “Setiap bagian dari suatu cairan”, melainkan lebih membicarakan satu bagian dari “keseluruhan cairan itu”, dan bahwa seorang anak tidak berasal dari keseluruhan cairan, namun hanya dari satu bagian. Nutfah hanyalah satu bagian murni dari air mani. 7

Ibnu Tabari menafsirkannya sebagai berarti, “Kami telah menciptakan keturunan Adam dari percampuran cairan-cairan pembuahan lelaki dan perempuan.” 8

Omer Basuhi Bilmen menjelaskannya dalam cara ini:

… (Kami menciptakan manusia dari setetes nutfah yang tercampur.) Kami membentuknya dari cairan lelaki dan perempuan yang tercampur. Ya … Manusia adalah, selama suatu tenggang waktu, sebuah nutfah, dengan kata lain, air yang amat jernih dan murni, dan lalu selama tenggang waktu tertentu, sebuah ‘alaq, dengan kata lain, segumpal darah, dan lalu sebuah mudgha, dengan kata lain, segumpal daging. Kemudian, tulang-tulang terbentuk dan dibungkus daging, dan menjadi hidup …9

Seperti kita lihat dari penjelasan-penjelasan ini, tidak ada kaitan antara penciptaan manusia dari “setetes nutfah yang tercampur” dengan pernyataan teori evolusi bahwa manusia muncul secara bertahap dari sebuah sel tunggal yang berkembang tanpa disengaja dalam air. Sebagaimana dikatakan semua pakar Al Qur’an termasyhur, ayat ini menarik perhatian kita kepada fakta penciptaan di dalam rahim ibu.

Jika kita mencermati sebuah ayat lain, tempat dibahas tahap-tahap penciptaan manusia, kekeliruan dasar dalam berbagai uraian ini terungkap dengan jelas:

Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur) maka (ketahuilah), sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (ada pula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatu pun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah. (QS. Al Hajj, 22: 5)

Dalam ayat ini, tahap-tahap penciptaan manusia dijabarkan. Debu atau tanah, yakni, zat-zat organik dan anorganik, yang ditemukan dalam bentuk dasarnya di permukaan dan di dalam bumi, adalah bahan mentah yang mencakup berbagai mineral dan anasir dasar dalam tubuh manusia.

Tahap kedua adalah penyatuan zat-zat ini dalam air mani, yang dijelaskan Al Qur’an sebagai setetes nutfah yang tercampur. Tetesan ini berisi sel mani yang memiliki informasi dan susunan genetis yang diperlukan untuk membuahi telur dalam rahim ibu. Singkatnya, bahan mentah manusia adalah (tanah/debu) bumi, yang saripatinya dikumpulkan dalam setetes air mani dengan cara yang akan melahirkan manusia.

Setelah tahap air, tahap-tahap perkembangan manusia di dalam rahim ibu dijelaskan dalam Al Qur’an. Di sisi lain, teori evolusi memperkirakan adanya berjuta-juta tahap dugaan/hipotetis (sel pertama, makhluk bersel tunggal, makhluk bersel banyak, hewan tak bertulang belakang, hewan bertulang belakang, reptil, mamalia, primata, dan tahap-tahap serupa yang tak terhitung banyaknya) antara timbulnya kehidupan di air sampai ke pembentukan manusia. Akan tetapi, dalam urutan yang disajikan ayat di atas, nyata bahwa tidak ada penjelasan yang demikian, sebab manusia mengambil bentuk ‘alaq setelah ia berbentuk setetes air.

Karena alasan ini, jelaslah bahwa ayat di atas tidak melukiskan tahap-tahap evolusi yang berbeda yang dilalui manusia, melainkan tahap-tahap penciptaan sejak sebelum dan di dalam rahim ibu sampai masa tua.

Ayat-ayat lain yang menyatakan bahwa manusia dan makhluk hidup lainnya diciptakan dari air juga tidak mengandung arti yang dapat dipakai untuk mendukung evolusi. Ayat-ayat berikut ini termasuk di antara ayat yang berisi pernyataan semacam itu:

Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman? (QS. Al Anbiyaa’, 21: 30)

Dan Allah telah menciptakan semua jenis hewan dari air, maka sebagian dari hewan itu ada yang berjalan di atas perutnya dan sebagian berjalan dengan dua kaki, sedang sebagian (yang lain) berjalan dengan empat kaki. Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya, sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. (QS. An Nuur, 24: 45)

Ayat-ayat di bawah ini jelas menyatakan bahwa “setetes air” itu adalah air mani:

Dan bahwasanya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan laki-laki dan perempuan dari air mani, apabila dipancarkan (min nuthfatin idzaa tumnaa). Dan bahwasanya Dia-lah yang menetapkan kejadian yang lain (kebangkitan sesudah mati). (QS. An Najm, 53: 45-47)

Bukankah dia dahulu setetes mani yang ditumpahkan ke dalam rahim (nuthfatam mim maniyyiy yumnaa)…? (QS. Al Qiyaamah, 75: 37)

Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan? Dia diciptakan dari air yang terpancar (khuliqa mim maa-in dafiqin), yang keluar dari antara tulang sulbi dan tulang dada. (QS. Ath Thaariq, 86: 5-7)

Sebagian pengulas Al Qur’an ada yang berpikir bahwa “penciptaan makhluk hidup dari air” mengandung arti yang sejalan dengan teori evolusi. Akan tetapi, pandangan ini sungguh lemah. Ayat-ayat itu mengungkapkan bahwa air adalah bahan mentah bagi makhluk hidup, dengan cara mengatakan bahwa semua makhluk hidup diciptakan darinya. Nyatanya, biologi mutakhir mengungkapkan bahwa air merupakan unsur paling mendasar semua makhluk hidup, sebab tubuh manusia kira-kira 70 persennya air. Air memungkinkan gerakan dalam sel, antar-sel, dan antar-jaringan. Tanpa air, tidak akan ada kehidupan.

  1. Kekeliruan bahwa Penciptaan Itu yang Pertama dari Tanah Lalu dari Air Berarti Penciptaan Evolusi

Apakah kamu kafir kepada (Tuhan) yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, lalu Dia menjadikan kamu seorang laki-laki yang sempurna? (QS. Al Kahfi, 18: 37)

Imam Tabari menguraikan ayat ini sebagai berikut:

… Apakah engkau hendak mengingkari Allah yang menciptakan ayahmu Adam dari tanah/debu, lalu menciptakanmu dari cairan lelaki dan perempuan, lalu membungkusmu dalam bentuk manusia? Allah, Dia yang memberimu semua ini dan menjadikan dirimu seperti saat ini, mewujudkanmu untuk membuatmu makhluk hidup lain setelah engkau mati dan kembali ke tanah. 10

Uraian Omer Nasuhi Bilmen atas ayat yang sama mengatakan:

Apakah engkau mengingkari Allah Mahaperkasa yang menciptakan Nabi Adam, moyang bangsamu dan musabab penciptaanmu, (dari tanah/debu), Yang lalu menciptakanmu dan (membentukmu sebagai lelaki setelah menciptakanmu) dari nutfah dan setetes mani, Yang mewujudkanmu sebagai manusia lengkap sebagai hasil tahap-tahap kehidupan yang berbeda? Karena mengingkari hidup sesudah mati sama dengan mengingkari Allah Mahaperkasa, Yang memberimu kabar bahwa itu akan terjadi dan Yang memiliki kekuasaan untuk membuatnya terjadi. 11

Sebagaimana ditunjukkan oleh para pengulas ini, memakai ayat-ayat sejenis itu sebagai bukti proses evolusi tidaklah lebih daripada pendapat pribadi murni, sebab dengan cara apa pun ayat-ayat itu tidak membawa makna yang dilekatkan kaum evolusionis padanya.

Ungkapan penciptaan dari tanah/debu melukiskan penciptaan Nabi Adam, dan penciptaan dari air merujuk kepada pertumbuhan manusia, mulai dari air mani. Diperlihatkan dalam ayat berikut ini bahwa Allah menciptakan manusia langsung dari tanah liat kering.

Ayat ini, yang menggambarkan penciptaan Nabi Adam, tidak membicarakan suatu tahap:

Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud.” (QS. Al Hijr, 15: 28-29)

Jika kisah Al Qur’an tentang tahap-tahap penciptaan dibaca dengan cermat, sambil mengingat proses-proses yang berurut, akan segera disadari bahwa pandangan evolusi itu adalah tidak benar.

Al Qur’an berisi banyak ayat yang menunjukkan bahwa Nabi Adam AS tidak diciptakan melalui tahap evolusi. Salah satunya berbunyi:

Sesungguhnya misal (penciptaan) ‘Isa di sisi Allah, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya: “Jadilah!” (seorang manusia), maka jadilah dia. (QS. Ali ‘Imran, 3: 59)

Ayat di atas menyatakan bahwa Allah menciptakan Nabi Adam AS dan Isa AS, dengan cara serupa. Sebagaimana telah kami tekankan sebelumnya, Nabi Adam diciptakan tanpa orangtua, dari tanah, dengan perintah Allah “Jadilah!” Nabi Isa juga diciptakan tanpa ayah, atas kehendak Allah yang diungkapkan lewat perintah “Jadilah!” Dengan perintah ini, Maryam AS pun mengandung Isa:

Maka ia mengadakan tabir (yang melindunginya) dari mereka; lalu Kami mengutus ruh Kami kepadanya, maka ia menjelma di hadapannya (dalam bentuk) manusia yang sempurna. Maryam berkata: “Sesungguhnya aku berlindung daripadamu kepada Tuhan Yang Maha Pemurah, jika kamu seorang yang bertakwa.” Ia (Jibril) berkata: “Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang utusan Tuhanmu, untuk memberimu seorang anak laki-laki yang suci.” Maryam berkata: “Bagaimana akan ada bagiku seorang anak laki-laki, sedang tidak pernah seorang manusiapun menyentuhku dan aku bukan (pula) seorang pezina!” Jibril berkata: Demikianlah. Tuhanmu berfirman: “Hal itu adalah mudah bagiKu; dan agar dapat Kami menjadikannya suatu tanda bagi manusia dan sebagai rahmat dari Kami; dan hal itu adalah suatu perkara yang sudah diputuskan.” (QS. Maryam, 19: 17-21)

Dalam ayat lain yang merujuk kepada penciptaan dari air dan tanah, bukanlah tahap-tahap evolusi yang dijelaskan, namun tahap-tahap penciptaan manusia sebelum berada dalam rahim, selama di dalamnya, dan sesudah dilahirkan.

Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur) maka (ketahuilah), sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (ada pula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatu pun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah. (QS. Al Hajj, 22: 5)

Dia-lah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes air mani, sesudah itu dari segumpal darah, kemudian dilahirkannya kamu sebagai seorang anak, kemudian (kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai kepada masa (dewasa), kemudian (dibiarkan kamu hidup lagi) sampai tua, di antara kamu ada yang diwafatkan sebelum itu. (Kami perbuat demikian) supaya kamu sampai kepada ajal yang ditentukan dan supaya kamu memahami (nya). (QS. Al Mu’min, 40: 67)

Dari air mani, apabila dipancarkan. (QS. An Najm, 53: 46)

***

7.Hamdi Yazir of Elmali, http: //www.kuranikerim.com/telmalili/insandehr.htm

8.Imam at-Tabari, Tabari Commentary, vol. 6, h. 2684

9.Omer Nasuhi Bilmen, Turkish Edition of and Commentary on the Al Qur’an, vol. 8, h. 3915

  1. 52. Imam at-Tabari, Tabari Commentary, vol. 3, h. 1268

11.Omer Nasuhi Bilmen, Turkish Edition of and Commentary on the Al Qur’an, vol. 4, h. 1958