Masjid Raya Baituarrahman


masjid-baitul-rahmanMasjid Raya Baituarrahman

Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh, adalah keindahan dan keelokan arsitektur.  Sejarah dan masa depan sepertinya sedang bercakap-cakap di masjid itu  sekarang. Masjid dengan tiang 280 buah ini, adalah saksi perjalanan sejarah  Aceh. Terakhir menjadi saksi tsunami yang dahsyat itu. Rekaman video amatir  tentang tsunami yang ditayangkan Metro TV hari-hari terakhir ini,  memperlihatkan kepada kita bahwa tsunami yang ganas itu, tiba-tiba seperti  orang kepayahan begitu mendekati masjid.

Karenanya mereka yang lari ke masjid selamat dari terjangan gelombang yang  mengamuk. Jika orang India bangga dengan Taj Mahal, orang Aceh bangga dengan  masjid mereka: Baiturrahman. Inilah masjid sejarah dan saksi bisu perjalanan  Islam di Nusantara. Saksi bisu perjuangan rakyat Aceh. Menurut sejumlah  literatur, masjid ini dibangun pertama kali pada 1292 M atau 691 H, oleh  Sultan Alaidin Mahmud Syah I, cucu Sultan Alaidin Johan Syah. Namun ada yang  menyebut, usianya jauh lebih muda, karena dibangun di zaman Sultan Iskandar  Muda (1607-1636).

Namun, pendapat yang terakhir diimbuhi pendapat lain, bahwa Iskandar Muda  hanya melakukan perbaikan-perbaikan. Baiturrahman pernah dipakai untuk  musyawarah bersejarah. Misalnya pada 22 Maret 1873, sebuah pertemuan yang  diprakarsai Sultan Alaidin Mahmud, Aceh menolak kehadiran Belanda. Seminggu  kemudian, Belanda pun memaklumkan perang untuk Aceh.

Bulan berikutnya, Kutaradja pun diserang dari laut oleh Belanda. Pimpinan  perang, Mayjen Kohler mengepung Masjid Baiturrahman karena menurut intel  Belanda, dari masjid itulah perlawanan digerakkan. Malah saking kesalnya,  Belanda sempat membakar masjid itu hingga dua kali. Meski dibakar, tapi  bangunan masjid secara keseluruhan tetap bisa diselamatkan.

Pejuang-pejuang Aceh bahu membahu memadamkan api yang berkobar. Belanda  membakar masjid ini pertama kali 10 April 1873, tatkala serangan cepat dan  besar-besaran mereka lakukan terhadap pejuang Aceh. Karena tak bisa merebut,  Belanda pun membakarnya. Pejuang Aceh kemudian berusaha merebut kembali masjid  yang menjadi simbol Islam di negeri tersebut.

Menurut buku Masjid-masjid Bersejarah di Indonesia (1999) upaya itu dilakukan  pada 14 April 1873. Menurut Abdul Baqir Zein penulis buku ini, dalam  pertempuran tersebut Belanda mengalami kerugian yang sangat besar. Mayjen  Kohler tewas berikut delapan perwira lainnya dan 397 orang prajurit, 405 orang  luka-luka, termasuk 23 orang perwira.

Masjid ini kembali dibakar Belanda pada 6 Januari 1874. Kali ini Belanda  membakar ibukota. Api berkobar di mana-mana. Tak pelak, masjid bersejarah ini  habis terkabar. Selain itu, dua masjid lainnya juga habis dibakar Belanda,  yaitu Masjid Baitul Musyahadah, dan Masjid Baiturrahim. Rakyat Aceh  benar-benar berkabung. Sejak itu Belanda mengibarkan benderanya di Tanah  Rencong.

Aceh benar-benar terluka karena perangai Belanda. Belanda mencium hal itu.  Maka 9 Oktober 1879, masjid ini direhabilitasi berat kembali oleh Gubernur  Militer Aceh Jenderal K Van Der Heijden. Peletakan batu pertama dilakukan oleh  Teungku Kadhi Malikul Adil. Masjid selesai dikerjakan pada 1881 dengan satu  kubah.

Pada 1935 masjid diperluas dengan tambahan dua kubah pada kedua sisi. Tahun  1957 dibangun lagi dua kubah di belakang dan selesai 1967. Karena itulah  Masjid Baiturrahman yang Anda lihat sekarang memiliki lima kubah dan dua  menara. Bagi warga kota Banda Aceh, Masjid Baiturrahman adalah simpul kota.  Masjid ini menjadi bangunan paling mewah di sana. Sepanjang malam bermandikan  pendaran cahaya listrik. Lampu merkurinya, berkilau disapu angin.

Tak lengkap kalau ke Aceh, jika tidak mampir atau shalat di masjid ini. Jika  masuk ke dalam, kesejukan dengan cepat menjalari tubuh kita. Masjid yang bisa  menampung 10 ribu sampai 13 ribu jamaah itu. Bagi anak-anak masjid ini,  sekaligus dijadikan lokasi bermain seusai mengaji di TPA masjid yang sama.  Anak-anak Aceh mendapat “bimbingan” karena kehadiran masjid cantik tersebut di  tengah-tengah mereka.

Ketika gelombang tsunami menyapu kota Banda Aceh, masjid ini selamat. Umat  Islam meyakini bahwa sebagai Rumah Tuhan, masjid memang senantiasa selamat  dari musibah. Pemulihan Aceh, untuk pertama kali ditandai dengan  dibersihkannya masjid itu. Shalat Jumat pertama seusai tsunami di Masjid  Baiturrahman, menjadi sangat religius dan menjadi tonggak sejarah bagi Aceh  untuk melangkah ke depan.

(khairul jasmi)

republika.co.id