Sehari di Rumah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam


muhammad-2Sehari di Rumah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam

Sebagai ummat yang diwajibkan untuk mencontoh gaya hidup Rasulullah, kita ingin melihat lebih dekat perilaku beliau sehari-hari. Dicuplik dari buku “Sehari Di Rumah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam” karangan Abdul Malik Ibnu M Al Qasim, artikel di bawah ini mengajak pembaca melihat dari dekat rumah beliau dan bagaimana beliau berada di rumah.

Di samping sebelah timur Masjid Nabawi Madinah, tampak sebuah bangunan yang akan membuat kita takjub karena kesederhanaannya. Itulah tempat tinggal seorang Rasul Agung Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Rumah itu ukurannya sangat kecil dengan hamparan tikar usang dan nyaris tanpa perabot. Sebab, yang tinggal di rumah ini adalah imam para syahid yang tidak butuh dunia kecuali sebagai sarana dan tidak silau oleh gemerlap harta.

Berdampingan dengan rumah tersebut, tampak deretan rumah-rumah petak yang dibangun dari tanah liat dan batu-batu yang tersusun. Atapnya dari pelepah kurma, berhimpit satu sama lain. Itulah rumah istri-istri beliau, pendamping setia dikala suka maupun duka.

Hasan bin Ali, cucu beliau, pernah menceritakan keadaan rumah-rumah petak ini. “Aku pernah masuk ke dalam rumah istri-istri Rasulullah sewaktu Khalifah Usman memerintah, dan aku bisa menyentuh atapnya (yang terbuat dari rumbia kurma) dengan tanganku,” kata Hasan.

Kembali ke rumah Rasulullah, Zaid bin Tsabit bertutur, “Anas bin Malik, pelayan Rasulullah pernah memperlihatkan kepadaku temput minum Rasulullah yang terbuat dari kayu yang keras dan dipatri dengan besi, lalu Anas berkata, ‘Wahai Tsabit, inilah tempat minum Rasulullah. Dengan gelas kayu itulah Rasulullah minum air, perasan kurma, madu dan susu.” (HR Tirmidzi)

Sedang perabot lain yang tampak adalah baju besi yang biasa dipakai Rasulullah saat perang. Akan tetapi, tak lama sebelum beliau meninggal, baju besi itu digadaikan kepada seorang Yahudi dengan 30 karung gandum seperti yang diceritakan Aisyah.

Makanan dan Minum

Bagaimana dengan makanan beliau? Rasulullah tidak pernah makan kenyang. Makan hanya sekadarnya saja, bahkan beliau sering kekuarangan makanan sehingga memaksanya untuk berpuasa. Anas bin Malik bercerita, sesungguhnya tidak pernah terdapat dalam makan siang Rasulullah atau makan malamnya, roti dan daging, kecuali sangat sedikit dan kekurangan.” (HR. Tirmidzi).

Aisyah berkata, “Keluarga Muhammad belum pernah kenyang dari roti dan gandum selama dua hari berturut-turut sampai Rasulullah meninggal.” (HR. Muslim).

Masalahnya bukan kekurangan. Dunia ada didalam genggamannya. Datang kepada beliau unta-unta penuh muatan, zakat, emas, dan perak. Akan tetapi, seringkali harta melimpah datang, baik melalui rampasan perang maupun lainnya, namun semuanya habis dibagi-bagikan kepada ummatnya.

Berkata Ibnu Harits, “Rasulullah shalat ashar bersama kami kemudian beliau bergegas masuk ke dalam rumah. Tak lama kemudian keluar dan kami pun bertanya lalu beliau menjawab, ‘Di rumah aku meninggalkan emas dari sedekah, maka aku enggan untuk menyimpannya sampai aku membagi-bagikannya.’ (HR Muslim)

Yang Dikerjakan di Rumah

Suatu kali Aisyah pernah ditanya, apa yang dikerjakan Rasulullah di rumah? Dijawabnya, “Seperti layaknya manusia biasa. Beliau menambal bajunya, memerah susu kambingnya, dan mengerjakan sendiri pekerjaan rumahnya.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi)

Bagaimana mungkin manusia pilihan yang agung itu memperbaiki sendiri terompahnya yang rusak, menambal sendiri bajunya yang robek, menyapu dan membantu mencuci pakaian. Itulah kenyataannya. Di sinilah letak keagungannya sebagai manusia sempurrna.

Hanya saja, sesibuk apapun beliau di rumah, bila Bilal sudah mengumandangkan adzan, Rasulullah segera bergegas ke masjid sebagai imam. Al-Aswad bin Yazid berkata, “Aku bertanya kepada ibunda Aisyah, apa yang dikerjakan Nabi di rumahnya. Jawabnya, “Beliau sibuk dengan pekerjaan keluarganya, tetapi jika mendengar adzan, beliau segera keluar rumah.” (HR Muslim)

Belum pernah Rasulullah shalat fardhu di rumahnya kecuali shalat sunnah. Selama hidupnya belum pernah beliau meninggalkan jamaah di masjid kecuali pada hari beliau dipanggil menghadap Allah kala sakit. Betapa pentingnya shalat berjamaah, sampai-sampai di kesempatan lain beliau bersabda, “Barangsiapa yang mendengar adzan dan tidak memenuhi panggilan-Nya (untuk berjamaah), tidak sah shalatnya kecuali ada halangan.” (muttafaq ‘alaih). Halangan yang dimaksud adalah sakit atau dalam keadaan tidak aman.

Bersama Para Istri Rasulullah selalu bersikap mesra dan lembut kepada istri-istrinya. Aisyah, misalnya, sering dipanggilnya “humairaa” atau yang merah-merekah karena cantiknya.

Kemesraan Rasulullah dengan istri-istrinya tidak hanya lewat perkataan, tetapi juga dalam perbuatan. Rasulullah sangat penuh kasih sayang dalam memperlakun istri-istrinya. Aisyah berkata, “Saya sering mandi bersama dengan Rasulullah dari satu bak.” (HR Bukhari).

Dalam hadits lain yang diriwayatkan Ahmad, Rasulullah dan Aisyah pernah bercanda dengan berlomba lari.

Namun perlu diingat, kemesraannya itu tak sampai melalaikan tugasnya sebagai hamba. Setiap malam ia membangunkan para istrinya untuk shalat malam. “Nabi sedang shalat, dan aku tidur terlentang di sampingnya, kemudian aku dibangunkan untuk shalat,” kata Aisyah. (HR Bukhari)

Bahkan, sebagaimana diriwayatkan Abu Hurairah, Rasulullah sangat menganjurkan agar suami istri saling membangunkan untuk shalat, walau harus dengan percikan air. Rasulullah bersabda, “Allah merahmati suami yang bangun malam lalu shalat, kemudian membangunkan istrinya untuk shalat. Kalau tidak mau bangun, wajahnya ditetesi air. Begitu juga sebaliknya, istri membangunkan suaminya untuk shalat malam.” (HR Ahmat).

Rasulullah juga sangat memperperhatikan penampilan, agar tampak menawan. Selalu memakai minyak wangi, membawa sisir dan siwak serta selalu berhias kalau mau ke masjid. Begitu juga ketika hendak masuk rumah, beliau tidak lupa bersiwak sebagaimana yang diriwayatkan oleh Syuraih bin Hani dari Aisyah (HR Muslim)

Tidurnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam

Sebelum tidur beliau selalu berdoa: “Mahasuci Engkau ya Allah Tuhanku, karena Engkau aku meletakkan sisi badanku dan karena Engkau aku mengangkatnya. Jika engkau merenggut jiwaku maka ampunilah dia dan jika engkau melepaskannya jagalah sebagaimanna engkau menjagi hamba-hamba-Mu yang salih.” (HR Muslim)

Pada kesempatan lain beliau bersabda, “Bila kamu hendak tidur berwudhulah kamu sebagaimana kamu berwudhu untuk shalat dan miringkanlah badanmu pada sisi sebelah kanan.” (Muttafaq ‘alaih)

Sedangkan Aisyah meriwayatkan, “Rasulullah apabila naik ke tempat pembaringan setiap malam, menyandingkan kedua belah tangannya serta meniupnya dan dibacakan di antaranya surat al-Ikhlas, al-Falaq dan an-Naas, kemudian beliau mengusap dengan kedua belah tangan itu, seluruh tubuhnya. Mulai dari kepala, wajah, dan anggota lain yang bisa diusap. Rasulullah mengulanginya sebanyak tiga kali.” (HR Bukhari)

Pembantu Rasulullah Anas bin Malik berkata, “Aku menjadi pembantu Rasulullah selama sepuluh tahun. Belum pernah beliau berkata kepadaku, ‘mengapa kamu melakukan ini?’ dan belum pernah beliau mengatakan, ‘mengapa kau tidak melakukannya atas sesuatu yang aku tinggalkan.'” (HR Muslim)

Sepuluh tahun bukan waktu yang sebentar. Dan selama masa sepuluh tahun itu belum pernah Anas dimarahi, atau ditanya mengapa begini, mengapa begitu. Adakah di dunia ini majikan yang tidak pernah marah? Bahkan, beliau selalu menyenangkan hati pembantunya, dan mendo’akannya.

Rasulullah menekankan, “Mereka adalah saudara kalian. Allah menjadikan mereka di bawah kendali kalian, maka berikanlah kepada mereka makanan sebagaimana yang kalian makan. Dan berilah pakaian sebagaimana pakaian kalian. Dan janganlah sekali-kali kalian menyuruh sesuatu di luar batas kemampuannya. Dan bila kalian menyuruh sesuatu, bantulah pekerjaannya semampu kalian.” (HR Muslim).

Rasulullah dan Anak-Anak

Anas bin Malik, kalau kebetulan lewat dan bertemu dengan anak-anak kecil, mengucapkan salam kepada mereka. Dia berkata, “Ini selalu dilakukan oleh Rasulullah.” (HR Bukhari)

Aisyah berkata, “Sekelompok anak kecil dibawa ke hadapan Nabi, beliau kemudian berdo’a dan menggendong anak kecil itu. Celakanya anak itu kencing membasahi baju beliau. Lalu berliau minta air dan disiramkan ke bajunya.” (HR Bukhari)

Abu Hurairah meriwayatkan, Rasulullah bercanda dengan cucunya, Hasan bin Ali Sambil menjulurkan lidahnya sehingga kelihatan merahnya. Hasan pun tertawa.

Sampai-sampai pada waktu shalat pun beliau masih memberikan kasih sayang terhadap anak kecil. Pernah beliau shalat sambil menggendong Ummah putri Zainah (cucu beliau) saat beliau bersujud, Ummah didudukan di sampingnya. (HR Bukhari)

Bertetangga

Betapa mulia bila menjadi tetangga Rasulullah. Di mata beliau, tetangga mempunyai tempat dan kedudukan yang tinggi. Beliau kepada Abu Dzar al-Ghiffari berwasiat, “Wahai Abu Dzar, jika engkau memasak gulai, perbanyaklah airnya dan bagikanlah kepada tetanggamu.” (HR Muslim)

Rasulullah sering memperingatkan agar tidak menyakiti tetangga. Katanya, “Tidak akan masuk surga orang yang tetangganya tidak merasa aman karena ulah perbuatannya.” (HR Muslim)

Dan sebagai penghormatan dan penghargaan kepada tetangga, beliau berkata, “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah dia berbuat baik kepada tetangganya.” (HR Muslim)

***

Kiriman Sahabat: Bambang S/Hidayatullah