Bocah-bocah Bunuh Diri


pisauBocah-bocah Bunuh Diri

Oleh : Asro Kamal Rokan

Nazar Ali Julian berusia 13 tahun. Dia bukan orang terkenal. Di sekolah, Nazar dikenal rajin dan tergolong pandai. Dia juga anak baik, rajin ke masjid, shalat, dan puasa Senin-Kamis.

Belakangan ini, setelah kedua orang tuanya bercerai, Nazar berubah. Dia lebih suka tidur di rumah temannya, tidak di rumah bibinya di Kampung Ciwalen Pasar, Desa Ciwalen, Cianjur. Mungkin dia kesepian. Apalagi ibunya bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Arab Saudi sejak dua bulan lalu. Tiba-tiba, suatu sore, Nazar yang baik dan santun itu mengambil pisau dapur. Dia masuk ke kamar mandi dan menghunjamkan pisau tersebut berkali-kali ke perutnya. Nazar, remaja yang baru tumbuh, bunuh diri! Nazar jatuh dan terkapar berlumur darah.

Kondisinya kritis. Rumah sakit Cimacan tak mampu menanganinya sehingga dia dibawa ke RSU Cianjur. Untuk perawatan lebih intensif, Nazar yang belum sadarkan diri kemudian dibawa ke RS Hasan Sadikin, Bandung. Kisah Nazar, anak kedua dari tiga bersaudara, satu dari deretan panjang kasus-kasus bunuh diri. Kini, mari kita lihat data-data kasus bunuh diri dan percobaan bunuh diri yang dilakukan anak-anak usia belasan tahun –usia, yang lazimnya, kegembiraan meliputi mereka. Penuh tawa dan canda.

Nurdin bin Adas berusia 12 tahun. Warga Kampung Cikareo, Desa Salakuray, Garut, itu ditemukan tewas tergantung di plafon dapur rumah kakaknya. Nurdin diduga bunuh diri karena tak kuat menahan kerinduan kepada almarhumah ibunya.

Bambang Surono berusia 11 tahun. Oktober 2003, warga Semarang, Jawa Tengah, dikejutkan berita ditemukannya murid V SD itu tewas tergantung. Diduga Bambang bunuh diri. Kisah paling menghebohkan dan menggedor nurani masyarakat, terjadi Agustus 2003. Heryanto yang baru berusia 12 tahun, menggantung dirinya karena malu tak mampu membayar iuran Rp 2.500 untuk kegiatan di sekolahnya. Murid kelas VI sekolah dasar di Garut itu dapat diselamatkan. Kasus-kasus yang menimpa anak usia belasan tahun itu –mungkin tidak hanya Nazar, Bambang, Nurdin, dan Heryanto, karena tidak semua dapat terpantau– memperpanjang angka kasus bunuh diri atau percobaan bunuh diri.

Di Jakarta, menurut data Kepolisian Daerah Metro Jaya, pada 2003 saja 62 orang dilaporkan tewas akibat bunuh diri. Angka itu melonjak tiga kali dibanding 2002, yang mencapai 19 orang. Usia korban 16-65 tahun, sebagian besar lelaki. Mereka yang bunuh diri sebagian besar pengangguran, selebihnya pelajar, karyawan, pembantu rumah tangga, dan buruh. Umumnya, mereka mengalami tekanan ekonomi.

Angka bunuh diri di Bali juga mencengangkan. Menurut data dr Nyoman Hanati SpKj –panelis diskusi Mewaspadai Bunuh Diri, Suatu Tinjauan Psikiatrik di RS Sanglah, akhir tahun lalu– selama Oktober, November, dan Desember, tercatat 30 kasus bunuh diri, 20 orang di antaranya tewas. Catatan BeFrienders.org –lembaga yang khusus mencatat dan mengulas kasus bunuh diri– memperlihatkan kematian akibat bunuh diri di Amerika Serikat, lebih besar dibanding kematian akibat pembunuhan. Penyebab terbesar adalah depresi, tekanan ekonomi, dan krisis keluarga.

Ada banyak alasan orang untuk bunuh diri –jalan pintas yang sangat dimurkai Allah. Tapi, satu hal untuk direnungkan, kematian sia-sia, apalagi dilakukan anak-anak usia belasan tahun, memperlihatkan ada sesuatu yang tidak benar sedang terjadi. Orang tua, guru sekolah, pakar pendidikan, ulama, masyarakat, merenunglah! Lakukan sesuatu: Selamatkan mereka!! Hari ini, kita mungkin dapat tenang melihat anak-anak bermain, bercanda, dan tertawa riang. Besok, siapa tahu?

***

republika.co.id