Memelihara Urusan Umat


pemimpin1Memelihara Urusan Umat

Kompleksitas penderitaan rakyat kian hari kian mengkhawatirkan. Bagaimana tidak? Setelah sekian lama terhimpit oleh beban ekonomi akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan, kini hampir bisa dikatakan, bukan hanya bidang ekonomi saja yang memukul sendi-sendi kehidupan namun telah menyebar di segala bidang kehidupan. Salah satunya adalah praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). KKN yang diharapkan mati dengan hembusan angin reformasi, justru tumbuh subur bak cendawan di musim hujan.

Pada saat ini, bukan hanya para pejabat teras saja yang melakukan korupsi, namun telah merambah pada tingkatan bawah. Gubernur, bupati, camat, bahkan sampai pada tataran lurah/ kepala desa seakan-akan tidak mau kalah; mereka berlomba-lomba mengikuti jejak para seniornya di jajaran yang lebih tinggi.

Satu contoh yang bisa menunjukkan praktik ini adalah tatkala berlangsung proses pemilihan kepala daerah. Hampir bisa dipastikan?walau sering sulit diungkap?bau busuk politik uang menjadi panorama khas setiap pemilihan kepala daerah. Apa yang terjadi pada proses pemilihan gubernur di Bali adalah salah satu contoh yang nyata. Beberapa anggota dewan akhirya mengaku mendapat ‘gizi’ (baca: suap) untuk memilih salah satu calon. Demikian juga apa yang terjadi pada proses pemilihan gubernur di DKI Jakarta. Akhirnya, salah satu calon gubernur yang gagal terpilih mengaku telah mengeluarkan uang beberapa miliar untuk memberi ‘gizi’ (suap) kepada para aggota dewan agar memilihnya. Demikian pula apa yang terjadi pada proses pemilihan gubernur di Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, dan belahan daerah lainnya; semuanya menunjukkan indikasi yang sama: money politics.

Pertanyaannya, mengapa mereka melakukan hal seperti itu? Mengapa mereka melakukan praktik money politics dan praktik keji lainnya guna mendapatkan jabatan?

Kesalahan Logika

Alasan logis atas tindakan tersebut adalah sudut pandang yang keliru tentang jabatan. Mereka menyangka bahwa jabatan adalah sumber penghasilan yang melimpah; jabatan dianggap seolah-olah sebuah pekerjaan yang bisa menghasilkan pemasukan uang yang banyak. Dengan sudut pandang ini, akhirnya prinsip-prinsip ekonomi kapitalis pun berlaku di sana. Ibarat sebuah investasi, jabatan harus bisa balik modal bahkan harus menghasilkan keuntungan sebesar-besarnya bagi kemakmuran sang pejabat.

Oleh karena itu, tidak mengherankan mengapa tatkala proses pemilihan kepala daerah, para calon tidak canggung-canggung menghamburhamburkan uang. Sebab, dalam perhitungannya, dalam rentang waktu lima tahun pasti akan balik modal dan pasti untung.

Dari sinilah muncul malapetaka lainnya. Pemerintah bukan lagi memikirkan bagaimana mensejahterakan rakyat, namun justru sebaliknya; sibuk mencari pemasukan agar balik modal. Rakyat akhirnya terbengkalai, tidak terurus, dan bahkan?yang lebih menyakitkan lagi?dijadikan sebagai obyek pemerasan.

Dengan dalih meningkatkan pendapatan negara, berbagai pajak dikenakan dan dinaikkan. Dengan dalih agar mendapatkan dana segar dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), berbagai subsidi pada aspek-aspek vital di kurangi bahkan dicabut. Masyarakat semakin tercekik lehernya dengan semakin membumbungnya harga-harga kebutuhan sehari-hari.

Akhirnya, pelayanan yang seharusnya dilakukan oleh penguasa kepada rakyatnya menjadi terbalik; seolah-olah rakyatlah yang kini harus melayani kepentingan para penguasa.

Dampak Kesalahan Logika

Kesalahan logika para penguasa ini akhirnya berdampak sangat serius dalam aspek pelayanan kepada masyarakat. Jabatan yang seharusnya lebih mengedepankan aspek pelayanan yang memuaskan kepada masyarakat menjadi terbalik. Kalaupun ada pelayanan, itu pun setengah hati, kalau tidak mau dikatakan sebagai pemanis muka.

Pelayanan yang ada lebih banyak menyentuh kulit mukanya saja daripada pelayanan yang paripurna. Artinya, kalaulah ada sebuah rencana diluncurkannya sebagai sebuah produk pelayanan, itu terkesan?jika tidak mau dikatakan lebih menekankan?pendekatan proyek.

Kekeringan yang melanda hampir di seluruh daerah di negeri ini adalah secuil bukti kongkret betapa buruknya pelayanan dari penguasa. Kita semua sudah tahu bahwa penyebab kekeringan adalah akibat digundulinya hutan-hutan yang ada. Akan tetapi, mengapa pemerintah tidak pernah memikirkan upaya yang harus dilakukan dalam jangka panjang, seperti melestarikan hutan yang ada, sehingga pada saat musim kemarau tidak terjadi kekeringan? Justru pemerintah membiarkan hutan-hutan yang ada dikapling-kapling oleh para konglomerat hitam itu, demi sebuah ‘pemasukan negara’.

Demikian juga di sektor pendidikan. Pendidikan murah dan berkualitas seakan-akan menjadi impian yang sulit diwujudkan. Kasus Haryanto, anak SD di Bandung yang gantung diri akibat orangtuanya tidak memberinya uang sebesar 2.500 untuk membayar prakarya yang dibelinya dari sekolah?karena memang orangtuanya tidak punya uang?adalah secuil contoh nyata betapa buruknya pelayanan pemerintah terhadap rakyat di sektor pendidikan.

Pengurusan Umat dalam Pandangan Islam

Islam memandang bahwa penguasa bertugas untuk melakukan ri’âyah (pengurusan) seluruh urusan rakyat baik di dalam negeri maupun luar negeri. Artinya, para penguasa dengan segala kewenangan yang ada padanya (baik kekuasaan, kekuatan, dan kebijakan), harus berusaha sekuat tenaga untuk mensejahterakan kehidupan rakyat. Apa saja yang sudah ditetapkan oleh Allah untuk diadakan?karena memang merupakan hak rakyat?harus diupayakan seoptimal mungkin. Inilah amanah yang menjadi tanggung jawab penguasa, yang akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT kelak di akhirat nanti.

Berkaitan dengan hal ini, Rasul saw., misalnya, pernah bersabda:

Kaum Muslim berserikat dalam tiga hal, yaitu: padang rumput, air, dan api. (HR Abu Dawud).

Ketika membaca hadis di atas, penguasa yang baik akan menerjemahkannya melalui kebijakannya mengelola barang-barang tambang, laut, sungai, hutan, dan sumberdaya alam lainnya?yang menguasai hajat hidup orang banyak?sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Seluruh potensi sumberdaya alam yang ada akan dikelola oleh Negara dengan sebaik-baiknya. Keuntungan yang diperoleh dari pengelolaan sumberdaya alam itu kemudian dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat, seperti untuk menyelenggarakan pendidikan gratis, pengobatan gratis, penyediaan perumahan yang memadai, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang memadai, dll. Semua itu adalah hak rakyat yang harus dipenuhi oleh pemerintah secara optimal. Bukan sebaliknya, sumberdaya alam yang ada diserahkan pengelolaannya oleh pemerintah kepada pihak asing atau konglomerat hitam.

Sungguh, penguasa Muslim bertanggung jawab dalam pengurusan seluruh rakyatnya. Abdullah bin Umar menuturkan bahwa dia pernah mendengarkan Rasulullah saw. bersabda:

Imam (penguasa) adalah pelayan rakyat; dia bertanggung jawab terhadap rakyat yang dilayaninya. (HR al-Bukhari).

Dengan demikian, tampak jelas bahwa para penguasa adalah pelayan rakyat (râ’iyah). Sebagai pelayan rakyat, penguasa tentu harus menyediakan semua kebutuhan tuannya?yakni rakyatnya?dengan sebaik-baiknya. Artinya, sebagai pelayan rakyat, penguasa harus memenuhi apa saja kebutuhan dan hak rakyat, yang semua itu harus dipenuhi dengan baik.

Teladan Para Khalifah

Banyak teladan dari para penguasa Muslim sejati di seputar bagaimana sikap amanah dan tanggung jawab mereka dalam mengurusi urusan umatnya. Salah satunya adalah yang ditunjukkan oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Beliau setiap malam sering merasa gelisah dan tidak bisa tidur hanya karena khawatir jika nanti menghadap Allah SWT beliau harus mempertanggungjawabkan amanahnya. Beliau khawatir tidak bisa mempertanggungjawabkan amanahnya sebagai pemimpin umat karena beliau tidur terlelap pada malam hari, sementara boleh jadi masih ada rakyatnya yang tidak bisa tidur karena perutnya keroncongan karena kelaparan akibat kelalaian dirinya.

Demikian juga Khalifah Umar bin al-Khaththab. Beliau sering melakukan inspeksi mendadak untuk mengetahui keadaan rakyatnya. Dalam salah satu inspeksinya, beliau pernah mendapati seorang ibu dari sebuah keluarga yang merebus batu agar seolah-olah dia kelihatan sedang menanak nasi?karena tidak punya lagi makanan yang harus dimakan. Hal itu dia lakukan guna menghentikan tangis anak-anaknya yang kelaparan. Saat itu juga, Khalifah Umar dengan sigap mengambil gandum di Baitul Mal untuk mencukupi kebutuhan keluarga tersebut. Gandum tersebut beliau panggul sendiri, walau para pengawalnya melarangnya. Khalifah Umar memandang bahwa kejadian ini adalah akibat kelalaian beliau dalam mengurusi umat. Oleh karena itu, beliau tidak mau jika apa yang telah menjadi tanggung jawabnya ditimpakan kepada orang lain/ bawahannya. Beliau takut, bagaimana nanti beliau harus mempertanggungjawabkan kejadian ini kepada Allah SWT kelak pada Hari Perhitungan.

Sungguh, fragmen di atas sulit kita temui pada masa sekarang. Para pejabat sekarang banyak yang enak-enak tidur, sedangkan ribuan bahkan jutaan anak-anak jalanan berkeliaran tak tentu arah di jalan-jalan dan kolong-kolong jembatan guna mengais sesuap nasi. Para pejabat seolah-olah tidak peduli lagi bagaimana susahnya menyekolahkan anak sehingga kasus Haryanto terjadi.

Wahai Kaum Muslim

Marilah kita bersama-sama merapatkan barisan dan kekuatan kita untuk menjalin tali ukhuwah kita. Satukan tekad dan pandangan bahwa syariat Islamlah yang mampu mensejahterakan hidup kita. Tidak ada sistem lain yang lebih bagus daripada sistem Islam yang telah diberkati oleh Allah. Sistem kapitalis dengan produk penguasa kapitalis telah terbukti menyengsarakan kita. Demikian juga trauma sistem sosialis yang telah menjepit kehidupan kita dalam kenestapaan. Tidak ada sistem alternatif lain kecuali sistem Islam. Marilah kita berjuang bersama untuk penerapan syariat Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Marilah kita berjuang untuk terwujudnya pemimpin yang benar-benar kita cintai dan mencintai kita. Sebab, Rasulullah saw., sebagaimana dituturkan ‘Auf bin Malik, pernah bersabda:

Sebaik-baik pemimpin kalian adalah mereka yang kalian cintai dan mereka pun mencintai kalian, mereka mendoakan kalian dan kalian pun mendoakan mereka. (HR Muslim).

Tidakkah kita menginginkan apa yang disabdakan oleh Rasul di atas terwujud saat ini? Tidakkah kita merindukan para pemimpin yang kita cintai dan mereka pun mencintai kita?

***

Dari Sahabat