Somasi: Fitnah, Ghibah, Syakwasangka.


Somasi: Fitnah, Ghibah, Syakwasangka.

Kiriman: rifky pradana

Suatu tuduhan yang tanpa disertai dengan data pendukung dan bukti-buktinya secara lengkap dan kongkret, adalah fitnah. Padahal fitnah itu adalah lebih kejam dari pembunuhan. Orang yang bertanggung-jawab selalu menyertakan tuduhannya dengan bukti-buktinya secara lengkap dan kongkret serta dapat dipertanggungjawabkan.

Sebaiknya jika tak mempunyai data dan bukti yang komplit, jelas, lengkap, kongkret, dan dapat dipertanggungjawabkan, maka sebaiknya tak usah membuat suatu tudahan.  Asumsi-asumsi bukanlah bukti yang kongkret, indikasi juga bukan data pendukung yang kongkret. Data dan bukti yang bukti yang komplit, jelas, lengkap, kongkret, dan dapat dipertanggungjawabkan pun tetap harus mampu menghadirkan saksi-saksi yang melihat langsung kejadian yang dituduhkan itu.

Ghibah adalah membicarakan keburukan/cacat/kelemahan/aib/kekurangan orang lain. Ghibah ini sangat berbahaya karena akan membuat orang melupakan sisi evaluasi dan intropeksi diri. Orang harus meneliti (bermuhasabah) atas dirinya, jangan samapi orang menjadi seperti kata pepatah, gajah dipelupuk mata tak tampak sedangkan kuman diseberang lautan tampak jelas. Padahal manusia adalah tempatnya kekhilafan, kesalahan, dan penuh dengan kelemahan dan kekurangan diri. Orang suka lupa akan kesalahan dirinya sendiri. Dan orang juga suka lupa menilai dirinya sendiri sebelum menilai orang lain. Orang-orang besar dan hebat adalah orang-orang yang mau menilai dirinya sendiri, mau melihat kesalahan-kesalahannya sendiri dulu, serta mengakui kekurangan dan kelemahan dirinya, orang yang tak suka mencari-cari keburukan/cacat/kelemahan/aib/kekurangan orang lain atau pihak lain diluar diriya. Orang yang mau berkonsentrasi pada dirinya sendiri, mengupayakan daya upaya seluruhnya untuk memperbaiki dirinya sendiri dulu.

Alangkah indahnya hidup ini, seandainya setiap orang bersedia untuk memperbaiki kekurangan dan kelemahan dirinya sendiri dulu, sebelum membicarakan keburukan/cacat/kelemahan/aib/kekurangan orang lain, mempersalahkan pihak lain diluar diriya.

Orang juga suka lupa hanya mempersalahkan saja tanpa memberikan jalan keluar dan solusinya secara konstruktif dan realistis. Hanyalah cerminan dari kelemahan diri dan ketidakberdayaan diri, padahal mungkin awal muasal kesalahan adalah dari dirinya sendiri.

Syakwasangka dan berburuk sangka adalah sesuatu yang dapat mengeruhkan kebeningan jiwa, yang hanya akan menutupi kejernihan hati. Padahal hati adalah tempatnya nurani, dimana kata hati yang paling hakiki bersemayam di sanubari diri yang suci. Maka berburuk sangka hanyalah akan mengotori hati, padahal hati adalah lentera diri.

Orang-orang hebat dan sukses adalah orang yang menghindari Fitnah, Ghibah, dan Buruk Sangka. Tak lupa senantiasa mengintropeksi diri, mengevaluasi diri, memeriksa kesalahn diri, semata-mata mengerahkan segala daya upanya sekeras mungkin untuk mengupayakan perbaikan dirinya sendiri secara terus menerus.

Oleh sebab itu, untuk menghindari Fitnah, Ghibah, Buruk Sangka, kita lebih baik melihat hal-hal dari sisi positifnya saja. Ambillah semua itu untuk hikmah untuk memperpaiki diri sendiri, karena semua perbaikan harus dimulai dari dirinya sendiri. Biarlah orang lain memperbaiki diri mereka sendiri, yang penting kita memperbaiki diri kita sendiri.

Maka untuk menghindari “somasi” perlulah kita mengembangkan hal-hal tersebut diatas. Bicarakanlah hal-hal yang baik-baik saja, jangan bicarakan hal-hal yang buruk-buruk. Itu hanya akan mengotori hati saja.

Jagalah hati, jangan kau kotori. Jagalah hati, lentera hidup ini…

Allahu’alambisawab.