Jangan Biarkan Anak Kita Takut


siluet anak bapakJangan Biarkan Anak Kita Takut

Perasaan takut adalah bagian dari fitrah anak. Tapi bila berlebihan, tak sehat bagi tumbuh kembang kepribadiannya. Jerit histeris tiba-tiba terdengar dari arah teras rumah. Seorang ibu yang sedang asyik memasak di dapur segera menuju sumber suara.

Sekonyong-konyong ia merasa kaget karena melihat anaknya yang sedang bermain di teras rumah menangis keras sembari menampakkan perubahan raut wajah pucat pasi. Si kecil segera menghampiri bunda tercinta dan menyembunyikan wajah cemasnya di balik gaun. Ternyata sang anak takut dengan cicak yang sedang menempel di pagar rumah.

Kejadian tersebut hanya sepenggal misal yang mungkin saja mungkin pernah terjadi di rumah kita. Takut adalah sifat atau tabiat alamiah yang ada pada setiap diri manusia. Ketakutan sebenarnya merupakan suatu keadaan yang dapat membantu individu melindungi dirinya dari suatu bahaya, sekaligus memberi pengalaman baru.

Pada sejumlah balita, wajar jika dihinggapi perasaan takut. Biasanya rasa takut si kecil ini masih sebatas pada hal-hal spesifik, seperti takut pada binatang atau serangga tertentu, takut suasana gelap, juga takut bertemu orang asing. Meski boleh dibilang wajar, tapi bila sudah berlebihan perasaan takut yang hinggap pada anak tak boleh dibiarkan. Sifat takut yang akut bisa berakibat buruk bagi perkembangan perilaku anak. Bisa jadi, bila tidak segera diatasi, ia akan mengalami fobia.

Leni Sinto Rini, Spi, konsultan psikologi pada klinik Aulad Sabita sebuah klinik khusus untuk perkembangan psikologi anak, melihat gejala ketakutan anak berawal dari pengkondisian lingkungan dekatnya. Pada dasarnya, anak itu mempunyai sifat pemberani, meski tidak semuanya begitu. Sering terjadi, ketakutan anak justru muncul karena “ditularkan” oleh orang tua, keluarga, nenek-kakek, bahkan saudara-saudaranya sendiri. Karena hendak menghentikan tangis anak, tanpa sadar orangtua sering membujuk anak dengan cara menakut-nakuti, misalnya dengan berujar, “Jangan menangis terus, nanti kamu digigit kucing.” Akibatnya, anak merasa terancam dan tidak aman setiap kali melihat kucing. Padahal umumnya, kucing hanya akan marah dan mencakar jika diganggu.

Ika Pambajeng, psikolog, menimpali bahwa seringkali dari dalam lingkungan rumah, anak banyak belajar tentang macam-macam rasa takut. Takut hantu misalnya, selalu menjadi momok anak kecil saat ia mengkonsumsi film-film misteri yang ditayangkan berbagai media elektronik sehari-hari tanpa pengarahan orangtua “Seharusnya, setiap orangtua menyadari, bahwa meski semula mereka ingin menghibur buah hati ini dengan mengimajinasikan cerita-cerita fantastis, tapi pola asuh demikian sangat membahayakan perkembangan karakter anak. Bisa jadi, karena sering ditakut-takuti, anak akan menjadi seorang penakut hantu hingga dewasa,” ujar Ika menyesalkan.

Saat anak dirundung rasa takut, ia akan mengekspresikannya melalui berbagai cara, seperti lewat tangisan, jeritan, bersembunyi atau tak mau lepas dari orangtua. Ada juga karena saking takutnya terhadap sesuatu, ia sampai terkencing-kencing. “Saat anak takut, hendaknya orangtua jangan memarahinya. Tapi, berikan ia ketenangan dan yakinkan kalau ia berada pada suasana yang aman dan damai. Yakinkanlah, tak ada yang perlu ditakuti. Sebab, saat anak merasa aman dengan dirinya sendiri maupun lingkungannya, hilanglah rasa takut tadi. Tentu saja ini perlu dukungan orang tua,” papar Leni Sinto Rini.

Leni Sinto Rini juga menyoroti perasaan takut anak pada sekolah. Sekolah adalah lingkungan baru bagi anak. Anak yang belum dikenalkan dengan lingkungan sekolah, biasanya mengalami rasa takut dan cemas saat pertama kali. Mestinya, sejak dini, jauh sebelum anak memasuki jenjang pendidikan formil, orangtua sudah memperkenalkan lingkungan sekolah kepada anak-anaknya. “Bisa saja itu dilakukan dengan cara memasukkannya terlebih dahulu pada pendidikan nonformil, seperti play group, Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA), Taman Kanak-kanak Islam Terpadu (TKIT), dan sebagainya. Cara lain, bisa juga orangtua mengkondisikannya di rumah dengan memberikan beberapa materi sekolah, seperti mengajarinya baca tulis dan memberikan tugas-tugas PR yang sama seperti di sekolah,” jelas Leni.

Ikhwan Fauzi