Jangan Meremehkan Wirid


Jangan Meremehkan Wirid

“Tidak akan meremehkan wirid kecuali orang yang bodoh. Karena  Allah (Al-Warid) itu diperoleh di akherat’, sedangkan Al-Wirid, akan selesai dengan musnahnya dunia. Yang paling baik diperintahkan oleh manusia, adalah yang tidak pernah musnah. Wirid yang diperintahkan Allah kepadamu, serta karunia yang kalian terima, adalah merupakan hajatmu sendiri terhadap Allah Ta’ala. Dimanakah letaknya perbedaan antara perintah Allah kepadamu dengan pengharapan kalian kepada-Nya.”

Yang dimaksud wirid ialah perbuatan seorang hamba yang berbentuk ibadah, lahir dan batin. Sedangkan Al-Warid adalah karunia Allah ke dalam batinnya seorang hamba ibarat cahaya yang halus,  yang bersinar sinar di dalam dadanya dan memberi nur ke dalam dadanya, semuanya sebagai karunia Allah yang wujudnya dalam ibadah si hamba. Al-Warid itu adalah dari Allah Swt, merupakan muamalah dan ibadah.

Adapun wirid adalah amalan yaang dikerjakan di dunia secara tetap dan tertib di dunia ini juga berupa ibadah secara tertib termasuk dzikir yang dikerjakan terus menerus, tidak pernah ditinggalkan. Warid merupakan karunia Allah kepada para hamba berupa penjelasan, nurullah, kenikmatan  merasakan ibadah, hidayah dan taufik Allah, semuanya merupakan amalan batin yang kuat. Kenikmatan warid itu berkelanjutan hingga hari akhirat. Antara Wirid dan Al-Warid mempunyai kaitan yang kuat Apabila Al-Warid itu karunia Allah, wirid adalah ibadah yang tetap dan tertib.

Orang yang melaksanakan wirid dalam ibadah, adalah orang yang memelihara hubungannya dengan Allah secara tetap, tidak pernah tertutup dalam saat waktu yang tetap pula. Dalam keadaan apapun dan di manapun, ia senantiasa menjaga ibadah rutinnya itu dengan baik dan dikerjakan sebagus bagusnya. Contoh ibadah yang diwiridkan, seperti sholat sunah yang dipilih untuk wirid, dzikir yang diwiridkan, puasa sunah yang diwiridkan, dan lain lainnya. Hamba yang wirid selalu membasahi jiwa dan lidahnya dengan dzikrullah. Karena dikerjakan secara rutin, maka ibadah tersebut sudah menjadi kebiasaan serta dikerjakan dengn senang hati dan dirasakan kenikmatannya.

Kedua duanya, Wirid dan Warid, ibarat saudara kembar yang saling berlomba menjadi ibadah yang sangat dicintai untuk mendapatkan keridhoan Allah Swt. Yang satu (wirid) ibadah untuk menghiasi lahir, yang satu ibadah (warid) untuk menghiasi batin.  Wirid adalah hak Allah yang diperintahkan agar diamalkan oleh para hamba. Sedang warid adalah hak hamba yang disampaikan kepada Allah Swt.

Menghidupkan wirid dalam hidup hamba Allah diperlukan, agar si hamba tetap kontak dengan Allah di waktu waktu yang sudah ditentukan oleh si hamba sendiri. Sebab amal ibadah yang paling baik ialah dikerjakan terus menerus, walaupun sedikit (kecil). Amal seperti ini sangat disukai oleh Allah   Ta’ala

Diriwayatkan bahwasanya Al Jundi adalah seorang ahli makrifat yang membiasakan dirinya membaca Al-Qur an dalam waktu yang telah ditetapkan, sehingga waktu ia wafat bertepatan dengan ia menghatamkan Al-Qur an, dan menghatamkan bacaannya di saat itu. Disebutkan juga dalam beberapa riwayat oleh Abu Qosim Ad-Daraj, bahwa Al Jundi adalah seorang ahli makrifat yang senang beribadah dan mewiridkan ibadah ibadahnya itu.

Abu Tolib Al Makky berkata, “Orang yang senantiasa men-dawam-kan (membiasakan ibadah rutin), termasuk akhlak orang beriman, dan jalan para abidin, sebab cara ini akan memperkokoh iman, termasuk hal juga yang menjadi amalan Rosulullah Saw.”

Di samping wirid yang dikerjakan secara tetap dan tertib, seorang hamba memerlukan warid, yang disebut Imdad, artinya warid yang tidak terputus putus dan senantiasa bersambung yang dipersiapkan.  Dengan persiapan melalui wirid ini barulah warid itu masuk menjadi hiasan kalbu para ahli makrifat. Tanpa wirid maka tidak ada warid.

Syekh Ahmad Atailah (pengarang kitab Al-Hikam) menjelaskan lagi :

“Masuknya warid Imdad menurut persiapannya (wirid), dan terbitnya cahaya atas hati sesuai kebersihan hati itu pula.”

Warid itu dapat memasuki hati dan rasa seorang hamba, apabila hati si hamba telah bersih dari pengaruh duniawi yang meresahkan dan mengendorkan iman. Hati akan menjadi bersih menurut wirid yang dilakukan oleh si hamba dengan terus menerus, tertib, dan kontinyu. Memelihara terlaksananya wirid sangat diperlukan bagi terangnya hati manusia dengan nurullah.

***

Narasumber : Buku “Mutumanikan dari kitab Al-Hikam”

Firman Allah dalam surat Al-Bayyinah ayat 5: “Padahal mereka tidak diperintah kecuali menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan agama dengan lurus, dan (supaya) mereka mendirikan sholat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus.”

Lurus artinya jauh dari syirik (mempersekutukan Allah) dan jauh dari kesesatan.