Tagged: Tuntunan Shalat Toggle Comment Threads | Pintasan Keyboard

  • erva kurniawan 1:33 am on 2 June 2010 Permalink | Balas
    Tags: Syarat-Syarat Sholat, Tuntunan Shalat   

    Tuntunan Shalat: Syarat-Syarat Sholat 

    Syarat-syarat yang harus dipenuhi sebelum melakukan shalat dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) macam yaitu :

    I. Syarat-Syarat Wajib Shalat, yaitu syarat-syarat diwajibkannya seseorang mengerjakan shalat. Jadi jika seseorang tidak memenuhi syarat-syarat itu tidak diwajibkan mengerjakan shalat. yaitu :

    1. Islam, Orang yang tidak Islam tidak wajib mengerjakan shalat.

    2. Suci dari Haidl dan Nifas, Perempuan yang sedang Haidl (datang bulan)atau baru melahirkan tidak wajib mengerjakan shalat.

    3.Berakal Sehat, Orang yang tidak berakal sehat seperti orang gila,orang yang mabuk, dan Pingsan tidak wajib mengerjakan shalat, sebagaimana sabda Rasulullah, “Ada tiga golongan manusia yang telah diangkat pena darinya (tidak diberi beban syari’at) yaitu; orang yang tidur sampai dia terjaga, anak kecil sampai dia baligh dan orang yang gila sampai dia sembuh.” (HR. Abu Daud dan lainnya, hadits shahih)

    4. Baliqh (Dewasa), Orang yang belum baliqh tidak wajib mengerjakan shalat. Tanda-tanda orang yang sudah baliqh:

    a. Sudah berumur 10 tahun. sebagaimana sabda Rasulullah, “Perintahkanlah anak-anak untuk melaksanakan shalat apabila telah berumur tujuh tahun, dan apabila dia telah berumur sepuluh tahun, maka pukullah dia kalau tidak melaksanakannya.” (HR. Abu Daud dan lainnya, hadits shahih)

    b. Mimpi bersetubuh.

    c. Mulai keluar darah haidl (datang bulan) bagi anak perempuan

    5.Telah sampai da’wah kepadanya, Orang yang belum pernah mendapatkan da’wah/seruan agama tidak wajib mengerjakan shalat.

    6. Terjaga, Orang yang sedang tertidur tidak wajib mengerjakan shalat.

    II. Syarat-Syarat Sah Shalat, yaitu yang harus dipenuhi apabila seseorang hendak melakukan shalat. Apabila salah satu syarat tidak dipenuhi maka tidak sah shalatnya. Syarat-syarat tersebut ialah :

    1. Masuk waktu shalat. Shalat tidak wajib dilaksanakan terkecuali apabila sudah masuk waktunya, dan tidak sah hukumnya shalat yang dilaksanakan sebelum masuk waktunya. Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, “Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (An-Nisa’: 103)

    Maksudnya, bahwa shalat itu mempunyai waktu tertentu. Dan malaikat Jibril pun pernah turun, untuk mengajari Nabi shallallaahu alaihi wasallam tentang waktu-waktu shalat. Jibril mengimaminya di awal waktu dan di akhir waktu, kemudian ia berkata kepada Nabi shallallaahu alaihi wasallam, “Di antara keduanya itu adalah waktu shalat.”

    2. Suci dari hadats besar dan hadats kecil. Hadats kecil ialah tidak dalam keadaan berwudhu dan hadats besar adalah belum mandi dari junub. Dalilnya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, artinya, “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai siku, dan sapulah kepalamu dan (basuhlah) kakimu sampai kedua mata.”

    Sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam, artinya, “Allah tidak akan menerima shalat yang tanpa disertai bersuci”. (HR. Muslim)

    3. Suci badan, pakaian dan tempat shalat dari najis, adapun dalil tentang suci badan adalah sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam terhadap perempuan yang keluar darah istihadhah, “Basuhlah darah yang ada pada badanmu kemudian laksanakanlah shalat.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

    Adapun dalil tentang harusnya suci pakaian, yaitu firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, “Dan pakaianmu, maka hendaklah kamu sucikan.” (Al-Muddatstsir: 4)

    Adapun dalil tentang keharusan sucinya tempat shalat yaitu hadits Abu Hurairah radhiyallahu anhu, ia berkata, “Telah berdiri seorang laki-laki dusun kemudian dia kencing di masjid Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam , sehingga orang-orang ramai berdiri untuk memukulinya, maka bersabdalah Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam, ‘Biarkanlah dia dan tuangkanlah di tempat kencingnya itu satu timba air, sesungguhnya kamu diutus dengan membawa kemudahan dan tidak diutus dengan membawa kesulitan.” (HR. Al-Bukhari).

    4. Menutup aurat, Aurat harus ditutup rapat-rapat dengan sesuatu yang dapat menghalangi terlihatnya warna kulit. Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, “Wahai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah setiap kali berada ditempat sujud .” (Al-A’raf: 31)

    Yang dimaksud dengan pakaian yang indah adalah yang menutup aurat. sedangkan tempat sujud adalah tempat shalat. Para ulama sepakat bahwa menutup aurat adalah merupakan syarat sahnya shalat, dan barangsiapa shalat tanpa menutup aurat, sedangkan ia mampu untuk menutupinya, maka shalatnya tidak sah.

    5. Menghadap kiblat, Orang yang mengerjakan shalat wajib menghadap kiblat yaitu menghadap ke arah Masjidil Charam. Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, “Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkanmu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, maka palingkanlah mukamu ke arahnya.” (Al-Baqarah: 144)

    ***

    Sumber: dzikir.org

     
  • erva kurniawan 1:48 am on 30 May 2010 Permalink | Balas
    Tags: Rukun Shalat, Tuntunan Shalat   

    Tuntunan Shalat: Rukun-Rukun Shalat 

    Shalat itu mempunyai rukun-rukun yang apabila salah satunya ditinggalkan maka tidak sah shalatnya. Rukun-rukun tersebut adalah :

    1. Berniat, yaitu niat di hati untuk melaksanakan shalat tertentu, hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam, “Sesungguhnya segala amal perbuatan itu tergantung niatnya”. (Muttafaq ‘alaih)

    Dan niat itu dilakukan bersamaan dengan melaksana-kan takbiratul ihram dan mengangkat kedua tangan, tidak mengapa kalau niat itu sedikit lebih dahulu dari keduanya.

    2. Takbiratul Ihram, yaitu takbir yang pertama kali diucapkan oleh orang yang mengerjakan shalat sebagai tanda mulai mengerjakan shalat dengan lafazh (ucapan) “Allaahu Akbar” Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam, “Kunci shalat itu adalah bersuci, pembatas antara perbuatan yang boleh dan tidaknya dilakukan waktu shalat adalah takbir, dan pembebas dari keterikatan shalat adalah salam.” (HR. Abu Daud, At-Tirmidzi dan lainnya, hadits shahih )

    3. Berdiri bagi yang sanggup. berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, “Peliharalah segala shalat(mu) dan (peliharalah) shalat wustha (Ashar). Berdirilah karena Allah (dalam shalat-mu) dengan khusyu’.” (Al-Baqarah: 238)

    Dan berdasarkan Sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam kepada Imran bin Hushain, “Shalatlah kamu dengan berdiri, apabila tidak mampu maka dengan duduk, dan jika tidak mampu juga maka shalatlah dengan berbaring ke samping.” (HR. Al-Bukhari)

    4. Membaca surat Al-Fatihah wajib pada setiap rakaat shalat fardhu dan shalat sunnah; Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam, “Tidak sah shalat seseorang yang tidak membaca surat Al-Fatihah.” (HR. Al-Bukhari)

    5. Ruku’ dengan thuma’ninah; bagi orang yang shalat dengan berdiri minimal adalah menunduk kira-kira dua telapak tangannya sampai kelutut dan yang sempurna yaitu betul-betul menunduk sampai datar/lurus antara tulang punggung dengan lehernya (90 derajat) serta meletakan dua telapak tangan kelutut. Ruku’ ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, “Hai orang-orang yang beriman, ruku’lah kamu, sujud-lah kamu, sembahlah Rabbmu dan perbuatlah kebajikan supaya kamu mendapat kemenangan.” (Al-Hajj: 77)

    Juga berdasarkan sabda Nabi shallallaahu alaihi wasallam kepada seseorang yang tidak benar shalatnya, “ … kemudian ruku’lah kamu sampai kamu tuma’ninah/ tenang dalam keadaan ruku’.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

    6. I’tidal dengan thuma’ninah ; artinya berdiri lurus seperti pada waktu membaca Fatihah.Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam terhadap seseorang yang salah dalam shalat-nya, ” … kemudian bangkitlah (dari ruku’) sampai kamu tegak lurus berdiri.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

    7. Sujud dua kali dengan thuma’ninah; Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah disebutkan di atas tadi. Juga berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam, “Kemudian sujudlah kamu sampai kamu tuma’ninah dalam sujud.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

    8. Duduk di antara dua sujud dengan thuma’ninah. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam, “Allah tidak akan melihat kepada shalat seseorang yang tidak menegakkan tulang punggungnya di antara ruku’ dan sujudnya.” (HR. Ahmad, dengan isnad shahih)

    9. Duduk dengan tumaninah serta Membaca tasyahhud akhir dan shawalat nabi ; Ada-pun tasyahhud akhir itu, maka berdasarkan perkataan Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu yang bunyinya, “Dahulu kami membaca di dalam shalat sebelum diwajibkan membaca tasyahhud adalah ‘Kesejahteraan atas Allah, kesejahteraan atas malaikat Jibril dan Mikail.’ Maka bersabdalah Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam, ‘Janganlah kamu membaca itu, karena sesungguhnya Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Mulia itu sendiri adalah Maha Sejahtera, tetapi hendaklah kamu membaca, “Segala penghormatan, shalawat dan kalimat yang baik bagi Allah. Semoga kesejahteraan, rahmat dan berkah Allah dianugerahkan kepadamu wahai Nabi. Semoga kesejahteraan dianugerahkan kepada kita dan hamba-hamba yang shalih. Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang hak melainkan Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan rasulNya.” (HR. An-Nasai, Ad-Daruquthni dan Al-Baihaqi dengan sanad shahih)

    Dan sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam, “Apabila salah seorang di antara kamu duduk (tasyah-hud), hendaklah dia mengucapkan: ‘Segala penghormatan, shalawat dan kalimat-kalimat yang baik bagi Allah’.” (HR. Abu Daud, An-Nasai dan yang lainnya, hadits ini shahih dan diriwayatkan pula dalam dalam”. (Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim)

    Adapun duduk untuk tasyahhud itu termasuk rukun juga karena tasyahhud akhir itu termasuk rukun

    10. Membaca salam; Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam, “Pembuka shalat itu adalah bersuci, pembatas antara perbuatan yang boleh dan tidaknya dilakukan waktu shalat adalah takbir, dan pembebas dari keterikatan shalat adalah salam.” (HR. Abu Daud, At-Tirmidzi dan lainnya, hadits shahih )

    11. Tertib (Melakukan rukun-rukun shalat secara ber-urutan) Oleh karena itu janganlah seseorang membaca surat Al-Fatihah sebelum takbiratul ihram dan jangan-lah ia sujud sebelum ruku’. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam, “Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihatku shalat.” (HR. Al-Bukhari)

    Maka apabila seseorang menyalahi urutan rukun shalat sebagaimana yang sudah ditetapkan oleh Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam, seperti mendahulukan yang semestinya diakhirkan atau sebaliknya, maka batallah shalatnya.

    ***

    Sumber: dzikir.org

     
  • erva kurniawan 1:23 am on 29 May 2010 Permalink | Balas
    Tags: Hal Yang Membatalkan Shalat, Tuntunan Shalat   

    Tuntunan Shalat: Hal-Hal Yang Membatalkan Shalat 

    Shalat seseorang akan batal jika melakukan salah satu hal dibawah ini :

    1. Makan dan minum dengan sengaja. Hal ini ber-dasarkan sabda Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam, “Sesungguhnya di dalam shalat itu ada kesibukkan tertentu.” (Muttafaq ‘alaih) (1) Dan ijma’ ulama juga mengatakan demikian.

    2. Berbicara dengan sengaja, bukan untuk kepentingan pelaksanaan shalat. “Dari Zaid bin Arqam radhiallaahu anhu, ia berkata, “Dahulu kami berbicara di waktu shalat, salah seorang dari kami berbicara kepada temannya yang berada di sampingnya sampai turun ayat: ‘Dan hendaklah kamu berdiri karena Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’, maka kami pun diperintahkan untuk diam dan dilarang berbicara.” (Muttafaq ‘alaih)

    Dan juga sabda Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam, “Sesungguhnya shalat ini tidak pantas ada di dalamnya percakapan manusia sedikit pun.” (HR. Muslim)

    Adapun pembicaraan yang maksudnya untuk membetulkan pelaksanaan shalat, maka hal itu diperbolehkan seperti membetulkan bacaan (Al-Qur’an) imam, atau imam setelah memberi salam kemudian bertanya apakah shalatnya sudah sempurna, apabila ada yang menjawab belum, maka dia harus menyempurnakannya. Hal ini pernah terjadi terhadap Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam , kemudian Dzul Yadain bertanya kepada Beliau, “Apakah Anda lupa ataukah sengaja meng-qashar shalat, wahai Rasulullah?’ Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam menjawab, ‘Aku tidak lupa dan aku pun tidak bermaksud meng-qashar shalat.’ Dzul Yadain berkata, ‘Kalau begitu Anda telah lupa wahai Rasulullah.’ Beliau bersabda, ‘Apa-kah yang dikatakan Dzul Yadain itu betul?’ Para sahabat menjawab, ‘Benar.’ Maka beliau pun menambah shalatnya dua rakaat lagi, kemudian melakukan sujud sahwi dua kali.” (Muttafaq ‘alaih)

    3. Meninggalkan salah satu rukun shalat atau syarat shalat yang telah disebutkan di muka, apabila hal itu tidak ia ganti/sempurnakan di tengah pelaksanaan shalat atau sesudah selesai shalat beberapa saat. Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam terhadap orang yang shalatnya tidak tepat, “Kembalilah kamu melaksanakan shalat, sesungguhnya kamu belum melaksanakan shalat.” (Muttafaq ‘alaih)

    Lantaran orang itu telah meninggalkan tuma’ninah dan i’tidal. Padahal kedua hal itu termasuk rukun.

    4. Banyak melakukan gerakan, karena hal itu bertentangan dengan pelaksanaan ibadah dan membuat hati dan anggota tubuh sibuk dengan urusan selain ibadah. Adapun gerakan yang sekadarnya saja, seperti memberi isyarat untuk menjawab salam, membetulkan pakaian, menggaruk badan dengan tangan, dan yang semisalnya, maka hal itu tidaklah membatalkan shalat.

    5. Tertawa sampai terbahak-bahak. Para ulama sepakat mengenai batalnya shalat yang disebabkan tertawa seperti itu. Adapun tersenyum, maka kebanyakan ulama menganggap bahwa hal itu tidaklah merusak shalat seseorang.

    6. Tidak berurutan dalam pelaksanaan shalat, seperti mengerjakan shalat Isya sebelum mengerjakan shalat Maghrib, maka shalat Isya itu batal sehingga dia shalat Maghrib dulu, karena berurutan dalam melaksanakan shalat-shalat itu adalah wajib, dan begitulah perintah pelaksanaan shalat itu.

    7. Kelupaan yang fatal, seperti menambah shalat menjadi dua kali lipat, umpamanya shalat Isya’ delapan rakaat, karena perbuatan tersebut merupakan indikasi yang jelas, bahwa ia tidak khusyu’ yang mana hal ini merupakan ruhnya shalat.

    ***

    Sumber: dzikir.org

     
  • erva kurniawan 1:14 am on 27 May 2010 Permalink | Balas
    Tags: Hal Yang Makruh Didalam Shalat, Tuntunan Shalat   

    Tuntunan Shalat: Hal-Hal Yang Makruh Didalam Shalat 

    Yang dimaksud makruh yaitu : perbuatan yang apabila dikerjakan tidak membatalkan shalat tetapi jika ditinggalkan akan mendatangkan pahala. Oleh karena itu sebaiknya ditinggalkan.

    1. Menengadahkan pandangan ke atas. Hal ini ber-dasarkan sabda Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam, “Apa yang membuat orang-orang itu mengangkat peng-lihatan mereka ke langit dalam shalat mereka? Hendak-lah mereka berhenti dari hal itu atau (kalau tidak), nis-caya akan tersambar penglihatan mereka.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkannya dengan makna yang sama)

    2. Meletakkan tangan di pinggang. Hal ini berdasar-kan larangan Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam meletakkan tangan di pinggang ketika shalat. (Muttafaq ‘alaih)

    3. Menoleh atau melirik, terkecuali apabila diperlukan. Hal ini berdasarkan perkataan Aisyah radhiallaahu anha. Aku bertanya kepada Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam tentang seseorang yang menoleh dalam keadaan shalat, beliau menjawab, “Itu adalah pencurian yang dilakukan syaitan dari shalat seorang hamba.” (HR. Al-Bukhari dan Abu Daud, lafazh ini dari riwayatnya)

    4. Melakukan pekerjaan yang sia-sia, serta segala yang membuat orang lalai dalam shalatnya atau menghilangkan kekhusyu’an shalatnya. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam, “Hendaklah kamu tenang dalam melaksanakan shalat.” (HR. Muslim)

    5. Menaikkan rambut yang terurai atau melipatkan lengah baju yang terulur. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam, “Aku diperintahkan untuk sujud di atas tujuh anggota badan dan tidak boleh melipat baju atau menaikkan rambut (yang terulur).” (Muttafaq ‘alaih)

    6. Menyapu kerikil yang ada di tempat sujud (dengan tangan) dan meratakan tanah lebih dari sekali. Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam, “Dari Mu’aiqib, ia berkata, ‘Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam menyebutkan tentang menyapu di masjid (ketika shalat), maksudnya menyapu kerikil (dengan telapak tangan). Beliau bersabda, ‘Apabila memang harus berbuat begitu, maka hendaklah sekali saja.” (HR. Muslim)

    “Dari Mu’aiqib pula, bahwa Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam bersabda tentang seseorang yang meratakan tanah pada tempat sujudnya (dengan telapak tangan), beliau bersabda, ‘Kalau kamu melakukannya, maka hendaklah sekali saja.” (Muttafaq ‘alaih)

    7. Mengulurkan pakaian sampai mengenai lantai dan menutup mulut (tanpa alasan). “Dari Abu Hurairah radhiallaahu anhu, ia berkata, ‘Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam melarang mengulurkan pakaian sampai mengenai lantai dalam shalat dan menutup mulut.” (HR. Abu Daud, At-Tirmidzi dan lainnya, hadits hasan)

    Adapun jika menutup mulut karena hal seperti menguap ataupun yang lainnya maka hal tersebut dibolehkan sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits.

    8. Shalat di hadapan makanan. Ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam, “Tidak sempurna shalat (yang dikerjakan setelah) makanan dihidangkan.” (HR. Muslim)

    9. Shalat sambil menahan buang air kecil atau besar, dan sebagainya yang mengganggu ketenangan hati. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam, “Tidak sempurna shalat (yang dikerjakan setelah) makanan dihidangkan dan shalat seseorang yang menahan buang air kecil dan besar.” (HR. Muslim)

    10. Shalat ketika sudah terlalu mengantuk. Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam bersabda, “Apabila salah seorang di antara kamu ada yang mengantuk dalam keadaan shalat, maka hendaklah ia tidur sampai hilang rasa kantuknya. Maka sesungguhnya apabila salah seorang di antara kamu ada yang shalat dalam keadaan mengantuk, dia tidak akan tahu apa yang ia lakukan, barangkali ia bermaksud minta ampun kepada Allah, ternyata dia malah mencerca dirinya sendiri.” (Muttafaq ‘alaih)

    ***

    Sumber: dzikir.org

     
  • erva kurniawan 1:55 am on 26 May 2010 Permalink | Balas
    Tags: hal yang diperbolehkan dalam shalat, Tuntunan Shalat   

    Tuntunan Shalat: Hal-hal Yang Diperbolehkan Dalam Shalat 

    Diantara hal-hal yang diperbolehkan dalam shalat yaitu:

    1. Membetulkan bacaan imam. Apabila imam lupa ayat tertentu maka makmum boleh mengingatkan ayat tersebut kepada imam. Hal ini berdasarkan hadits Ibnu Umar, “Bahwa Nabi Shallallaahu alaihi wasallam shalat, kemudian beliau membaca suatu ayat, lalu beliau salah dalam membaca ayat tersebut. Setelah selesai shalat beliau bersabda kepada Ubay, ‘Apakah kamu shalat bersama kami?’, ia menjawab, ‘Ya’, kemudian beliau bersabda, ‘Apakah yang menghalangi-mu untuk membetulkan bacaanku.” (HR. Abu Daud, Al-Hakim dan Ibnu Hibban, shahih)

    2. Bertasbih atau bertepuk tangan (bagi wanita) apa-bila terjadi sesuatu hal, seperti ingin menegur imam yang lupa atau membimbing orang yang buta dan sebagainya. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam, “Barangsiapa terjadi padanya sesuatu dalam shalat, maka hendaklah bertasbih, sedangkan bertepuk tangan hanya untuk perempuan saja.” (Muttafaq ‘alaih)

    3. Membunuh ular, kalajengking dan sebagainya. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam, “Bunuhlah kedua binatang yang hitam itu sekalipun dalam (keadaan) shalat, yaitu ular dan kalajengking.” (HR. Ahmad, Abu Daud, At-Tirmidzi dan lainnya, shahih)

    4. Mendorong orang yang melintas di hadapannya ketika shalat. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam, “Apabila salah seorang di antara kamu shalat meng-hadap ke arah sesuatu yang menjadi pembatas baginya dari manusia, kemudian ada yang mau melintas di hadapannya, maka hendaklah dia mendorongnya dan jika dia memaksa maka perangilah (cegahlah dengan keras). Sesungguhnya (perbuatannya) itu adalah (atas dorongan) syaitan.” (Muttafaq ‘alaih)

    5. Membalas dengan isyarat apabila ada yang me-ngajaknya bicara atau ada yang memberi salam kepadanya. Dasarnya ialah hadits Jabir bin Abdullah, “Dari Jabir bin Abdullah , ia berkata, ‘Telah mengutus-ku Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam sedang beliau pergi ke Bani Musthaliq. Kemudian beliau saya temui sedang shalat di atas onta-nya, maka saya pun berbicara kepadanya. Kemudian beliau memberi isyarat dengan tangannya. Saya ber-bicara lagi kepada beliau, kemudian beliau kembali memberi isyarat sedang saya mendengar beliau membaca sambil memberi isyarat dengan kepalanya. Ketika beliau selesai dari shalatnya beliau bersabda, ‘Apa yang kamu kerjakan dengan perintahku tadi? Sebenarnya tidak ada yang menghalangiku untuk bicara kecuali karena aku dalam keadaan shalat.” (HR. Muslim)

    Dari Ibnu Umar, dari Shuhaib , ia berkata, “Aku telah melewati Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam ketika beliau sedang shalat, maka aku beri salam kepadanya, beliau pun membalasnya dengan isyarat. “Berkata Ibnu Umar: “Aku tidak tahu terkecuali ia (Shuhaib) berkata dengan isyarat jari-jarinya.” (HR. Abu Daud, At-Tirmidzi, An-Nasai, dan selain mereka, hadits shahih)

    Dari sini dapat kita ketahui, bahwa isyarat itu terkadang dengan tangan atau dengan anggukan kepala atau dengan jari.

    6. Menggendong bayi ketika shalat. Hal ini berdasar-kan hadits Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam, “Dari Abu Qatadah Al-Anshari berkata, ‘Aku melihat Nabi Shallallaahu alaihi wasallam mengimami shalat sedangkan Umamah binti Abi Al-‘Ash, yaitu anak Zainab putri Nabi Shallallaahu alaihi wasallam berada di pundak beliau. Apabila beliau ruku’, beliau meletak-kannya dan apabila beliau bangkit dari sujudnya beliau kembalikan lagi Umamah itu ke pundak beliau.” (HR. Muslim)

    7. Berjalan sedikit karena keperluan. Dalilnya adalah hadits Aisyah radhiallaahhu anha, “Dari Aisyah radhialaahu anha, ia berkata, ‘Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam sedang shalat di dalam rumah, sedangkan pintu tertutup, kemudian aku datang dan minta dibukakan pintu, beliau pun berjalan menuju pintu dan membukakannya untukku, kemudian beliau kembali ke tempat shalatnya. Dan terbayang bagiku bahwa pintu itu menghadap kiblat.” (HR. Ahmad, Abu Daud, At-Tirmidzi dan lainnya, hadits hasan)

    8. Melakukan gerakan ringan, seperti membetulkan shaf dengan mendorong seseorang ke depan atau menarik-nya ke belakang, menggeser makmum dari kiri ke kanan, membetulkan pakaian, berdehem ketika perlu, menggaruk badan dengan tangan, atau meletakkan tangan ke mulut ketika menguap. Hal ini berdasarkan hadits berikut, “Dari Ibnu Abbas , ia berkata, ‘Aku pernah menginap di (rumah) bibiku, Maimunah, tiba-tiba Nabi Shallallaahu alaihi wasallam bangun di waktu malam mendirikan shalat, maka aku pun ikut bangun, lalu aku ikut shalat bersama Nabi Shallallaahu alaihi wasallam, aku berdiri di samping kiri beliau, lalu beliau menarik kepalaku dan menempatkanku di sebelah kanannya.” (Muttafaq ‘alaih)

    ***

    Sumber: dzikir.org

     
    • alv 8:17 pm on 19 Maret 2011 Permalink

      ijin copy paste semua artikel yang menyejukkan hati ini.
      saya inggin menyebar luaskannya

c
Compose new post
j
Next post/Next comment
k
Previous post/Previous comment
r
Balas
e
Edit
o
Show/Hide comments
t
Pergi ke atas
l
Go to login
h
Show/Hide help
shift + esc
Batal