Khusyu’ Dalam Sholat 2


gerakan-shalatKhusyu’ Dalam Sholat 2

Hadis-Hadis yang Menganjurkan Seseorang agar Berlaku Khusyu’ dalam Shalatnya (Bagian II)

Arsip Fiqh

  1. Seseorang yang sedang Shalat hendaknya tidak meludah. Jika terpaksa meludah, maka jangan meludah di depannya atau di samping kanannya, akan tetapi hendaknya meludah di samping kirinya. Hal itu sesuai dengan hadis yang diriwayatkan oleh Anas ra di bawah ini.

Dari Anas ra berkata, Rasulullah saw bersabda, “Jika salah seorang di antara kalian berada dalam Shalat, maka sesungguhnya dia sedang bermunajat (berkonsultasi) dengan Tuhannya. Oleh karena itu, janganlah dia benar-benar meludah di depannya atau di samping kanannya. Akan tetapi, (hendaknya meludah) di samping kirinya di bawah kakinya.” (HR Bukhari).

Berdasarkan hadis tersebut dapat dipahami bahwa meludah ke arah kiblat (di depan orang yang Shalat) dan ke samping kanan pada waktu Shalat itu dilarang. Namun, ada beberapa hadis yang menegaskan bahwa larangan tersebut bukan hanya pada waktu Shalat. Akan tetapi, larangan tersebut mutlak, baik pada waktu Shalat maupun di luar waktu Shalat. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh sahabat Abu Hurairah dan Abu Sa’id ra, bahwa Rasulullah saw melihat dahak yang lengket di dinding masjid, lalu Rasulullah saw mengambil kerikil kemudian menggosok-gosoknya seraya bersabda, “Apabila salah seorang di antara kalian berdahak, maka janganlah berdahak di depan wajahnya atau di samping kanannya, akan tetapi, berdahaklah di samping kirinya atau di bawah kakinya yang kiri.” (HR Bukhari dan Muslim).

Bahkan, tegas Imam an-Nawawi, larangan tersebut bukan hanya di dalam Shalat, tetapi juga di luar Shalat dan bukan hanya di dalam masjid, tapi juga di luar masjid. Pendapat Imam an-Nawawi ini di dukung oleh berbagai hadis, di antaranya:

Dari Hudzaifah ra, Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa meludah di arah Qiblat, maka dia datang pada hari kiamat sedangkan ludahnya berada di antara kedua matanya.” (HR Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban).

Dari Ibnu Umar ra, Rasulullah saw bersabda, “Orang yang berdahak (meludah di arah Qiblat) akan dibangkitkan oleh Allah SWT pada hari kiamat sedangkan dahak (ludah)nya berada pada wajahnya.” (HR Ibnu Khuzaimah).

Dari as-Saaib bin Khallad, seseorang Shalat menjadi imam bagi sekelompok orang (kaum) lalu dia meludah ke arah kiblat, manakala dia selesai melakukan Shalat Rasulullah saw bersabda, “Tidaklah (pantas) dia Shalat (menjadi imam) bagi kamu.” (HR Abu Daud dan Ibnu Hibban).

Hikmah Dilarangnya Meludah ke Arah Qiblat dan di Sebelah Kanan

Setiap perintah dan larangan yang diperintahkan dan dilarang oleh Syara’ untuk kita, hampir bisa dipastikan bahwa di balik perintah atau larangan itu terdapat hikmah yang terkandung. Hikmah-hikmah tersebut ada yang bisa dilihat, dirasio, dan ada yang bisa dirasakan langsung oleh manusia. Tetapi, ada juga yang tidak bisa dirasio, tidak bisa dilihat, apalagi dirasakan manusia sekarang ini. Karena, ia termasuk bagian dari hikmah yang tidak bisa dirasio (Ghairu Ma’qulatil Ma’na). Hikmah-hikmah yang semacam ini biasanya terdapat pada masalah Ibadah Mahdhah. Adapun hikmah-hikmah yang bisa dirasio dan dilihat (Ma’qulatil Ma’na), maka biasanya hal ini terdapat pada masalah Mu’amalat (ibadah ghairu mahdhah).

Masalah meludah ke arah kiblat dan di sebelah kanan, termasuk masalah Ibadah. Karenanya, tidak bisa ditebak begitu saja mengenai hikmah yang terkandung di dalamnya. Meski demikian, para ulama tetap mencoba berusaha mencari hikmah dengan berdalih beberapa atsar sahabat yang sampai kepada mereka. Di antara atsar-atsar tersebut adalah sebagai berikut:

Atsar yang dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah dari Hudzaifah, “…dan tidak pula meludah di samping kanannya, karena, malaikat pencatat amal kebaikan berada di samping kanannya.”

Atsar yang dikeluarkan oleh at-Thabarani dari Umamah, “Karena dia berdiri di hadapan Allah, sedangkan malaikat berada di samping kanannya dan qarinnya (syetan) berada disamping kirinya.”

Jadi, apabila atsar-atsar tersebut tsabit (betul-betul disampaikan oleh para sahabat tersebut), maka meludah ke arah sebelah kiri akan mengenai syetan. Sedangkan malaikat yang berada di samping kirinya tidak akan terkena ludah tersebut atau dia pindah ke sebelah kanan pada waktu seseorang sedang Shalat. Wallahu a’lam.

  1. Hendaknya menjauhkan hal-hal yang bisa mengganggu Shalatnya, seperti kain-kain yang bergambar, suara-suara radio atau TV yang bisa mengaburkan konsentrasinya. Hal itu sesuai dengan hadis yang diriwayatkan Anas ra.

Dari Anas ra berkata, Aisyah ra mempunyai kain satir (penghalang) tipis yang digunakan menutup sebelah rumahnya, lalu Nabi saw bersabda kepadanya, “Jauhkan kain satirmu ini dari aku, karena gambar-gambarnya selalu menghalang-halangiku dalam Shalatku.” (HR Bukhari).

  1. Hendaknya tidak melihat ke atas ketika Shalat.

Dari Jabir bin Samurah ra berkata, Rasulullah saw bersabda, “Sungguh akan habis (binasa) orang-orang yang melihat ke atas ketika Shalat atau penglihatan-penglihatan mereka tidak akan kembali kepada mereka.” (HR Muslim).

Menurut Imam an-Nawawi dalam ‘Syarah Muslim’ bahwa hadis tersebut mengandung larangan keras dan ancaman keras bagi orang yang melihat ke atas ketika Shalat dan larangan tersebut menunjukkan haram. Bahkan, Imam Ibnu Hazm mengatakan, batal Shalatnya orang yang melakukan hal itu.

  1. Menjauhkan makanan dari tempat Shalat dan tidak sedang menahan buang air kecil dan buang air besar.

Dari Aisyah ra berkata, aku mendengar Rasulullah saw bersabda, “Tidak ada Shalat (itu sempurna) jika dilakukan di hadapan makanan dan tidak pula sempurna jika dilakukan ketika sedang menahan buang air besar dan air kecil.” (HR Muslim)

Namun, apabila dia khawatir akan lewatnya waktu Shalat jika harus mendahulukan buang air besar atau buang air kecil atas melakukan Shalat, maka dia harus mendahulukan Shalat, dan Shalatnya tetap sah, tetapi makruh. Wallahu a’lamu.

  1. Hindarilah menguap dalam Shalat. Jika terpaksa melakukanya, maka tahanlah sedemikian rupa dengan menutupkan telapak tangan ke dalam mulut.

Dari Abu Hurairah ra bahwa Nabi saw bersabda, “Menguap itu termasuk perbuatan syetan, apabila salah seorang di antara kalian melakukannya, hendaknya dia menahannya sedemikian rupa sesuai dengan kemampuan.” (HR Muslim dan Tirmidzi seraya menambahkan: ‘pada waktu Shalat’)

“Apabila salah seorang di antara kalian menguap, hendaknya dia meletakkan tangannya pada mulutnya, karena syetan akan masuk bersamaan dengan menguap.” (HR Bukhari, Muslim, Ahmad, dan yang lain).

Menguap dikatakan termasuk perbuatan syetan, karena dia keluar akibat kekenyangan atau kemalasan, dan kedua perbuatan ini termasuk hal-hal yang disukai syetan. Wallahu a’lam.

Sumber: Subulus Salaam, Muhammad bin Ismail as-Shan’ani

Al-Islam – Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia